"Iya. Maaf! Apa kau kerepotan menghubungiku?" tanya Maya dengan sandiwara sempurna. Wajahnya terlihat baik-baik saja. Seolah tak terjadi apa pun padanya.
"Eh, kebetulan. Ponselku juga hancur tertindih kursi!" jawab Adam dengan santai.
"Tertindih kursi? Kamu menindih ponsel dengan kursi?" tanya Maya mulai merasa ada kejanggalan dalam penjelasan Adam.
Adam berjengit, menutup mulutnya dengan refleks. Dia kelepasan. Skenario yang sebenarnya ponselnya terjatuh oleh Sabrina. Namun, Adam tahu dari kerusakan yang terjadi bahwa ponselnya tidak terjatuh, melainkan ditindih kaki kursi yang runcing dan kuat.
Dengan gugup, Adam meralat penjelasannya. "Iya, jatuh, saat ada orang mengangkat kursi! Kemudian tertindih dan layarnya rusak!" Hati Adam berdebar-debar. Dia takut Maya tak mempercayainya. Namun, saat Maya mengangguk dan tersenyum, Adam pun merasa lega.
Saat itu, Adam tak menuduh Sabrina macam-macam karena tindakan sabotase yang dia lakukan. Dia hanya memaklumi semua yang Sabrina perbuat. Kekasih hatinya melakukan itu karena tak ingin ada siapa pun mengganggu bulan madu mereka yang singkat. Adam merasa harus memahami hal ini dari sisi Sabrina. Asalkan Sabrina tak meninggalkannya, apa pun akan dia korbankan.
Mereka berdua kemudian membawa koper masuk ke dalam unit mewah apartemen yang baru mereka tinggali. "Aku akan membereskan barang-barang kita dulu. Tolong angkat kopernya ke kamar atas, ya?" pinta Maya.
Maya senang karena apartemen yang mereka beli sudah berperabot lengkap. Sabrina memesan grocery dan makanan lewat telepon di toko dan restoran langganan, kemudian bergegas ke atas untuk membantu Adam.
Tak banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Hanya menata pakaian. Kamar mereka telah sempurna dengan karpet dan sprei bersih yang menutup ranjang–siap pakai.
"Sayang, besok kita mulai ke kantor, bukan?" tanya Maya dengan antusias sambil menata makanan di meja marmer yang tersambung dengan kitchen island.
Maya sangat suka bekerja. Pekerjaan membuatnya lupa akan semua masalah yang selama ini dia hadapi. Termasuk saat dia kehilangan kedua orang tuanya.
"Mmm ...," jawab Adam sambil memasukkan beberapa potong buah ke dalam mulut. "Kurasa kamu tak perlu ke kantor lagi, May! Sebaiknya kau di rumah saja karena aku ... tak ingin orang-orang berpikiran buruk tentang kegiatan kita di kantor. Lagi pula, aku ingin kamu menikmati hidup dengan banyak bersantai. Kamu istriku sekarang. Bukan karyawan."
Mulut Maya membuka, hendak mengatakan bantahan bahwa dia senang bekerja daripada harus berdiam di rumah. Namun, dia tak ingin menyinggung perasaan Adam dengan menentang kemauannya. "Tapi, kamu perlu waktu untuk mendapatkan sekretaris pribadi yang baru, 'kan?"
"Aku sudah meminta HR department buat handle urusan ini selama satu pekan lalu. Mereka sudah mendapatkan ganti! Jadi, tenang saja! Kamu tak perlu ke kantor," ujar Adam menenangkan. Senyuman pria itu tampak sangat yakin. Membuat Maya ragu untuk membantahnya.
Akhirnya, seperti biasa, Maya tersenyum seolah-olah setuju akan keputusan Adam. Suka tidak suka, itu adalah perusahaan milik Adam. Dia tak bisa memaksakan kehendak pada bos di kantor, bukan? Maya hanya berdoa, semoga sekretaris baru Adam adalah orang baik yang bisa dipercaya dan mampu menangani semua pekerjaan tanpa masalah.
"Apa kamu lelah?" tanya Adam dalam bisikan setelah mereka selesai makan malam dan kembali ke kamar. "Aku sudah siap!"
Maya terperanjat dengan pertanyaan Adam yang tiba-tiba. Dia lupa bahwa Adam pasti meminta haknya setelah empat hari mereka tak bertemu. Biasanya, Adam memang sangat senang melakukan hal itu berkali-kali bersamanya, sebagaimana pada umumnya pengantin baru.
"Adam, aku ...." Maya menjawab dengan ragu-ragu. Bagaimana bila Adam melihat lukanya? Apa yang akan dia jawab nanti?
Namun, Adam tak akan menunggu jawaban Maya lebih lama lagi. Dia mendekati istrinya dan melakukan pendekatan lebih jauh. Malam ini, dia harus segera menyelesaikan semua dengan Maya. Kemudian, setelah Maya tidur, dia akan pergi ke unit tempat Sabrina berada. Dia tak mau membuat Sabrina marah dan merasa tak diperhatikan. Dia tak ingin kekasihnya tenggelam dalam kesedihan dan mencari kesenangan lagi di luar.
Sungguh, bayangan Sabrina disentuh pria lain membuat Adam marah dan cemburu. Hanya dia yang bisa menyentuh Sabrina. Hanya dia yang berhak atas Sabrina. Bahkan, ketika dia melakukannya dengan Maya sekalipun, yang ada dalam benaknya adalah Sabrina. Bila tidak, Adam tak akan bisa melakukannya dengan sepenuh hati.
"Adam, matikan lampu, ya?" pinta Maya. Dia tak mau Adam melihat kondisi tubuhnya yang sebenarnya saat ini.
Kemudian, Maya terpaksa berpikir keras agar tak ketahuan oleh Adam. Satu-satunya jalan untuk mencegah Adam mengetahuinya adalah dengan mencegah Adam menyentuhnya. Oleh karena itu, Maya tanpa permisi mengikat tangan Adam dengan scarf sutra miliknya.
Adam sangat terkejut akan perubahan Maya yang dia kira lugu. "Maya, kamu ...."
"Kamu lelah dari perjalanan bisnis, kan? Biar aku yang melakukannya untuk kamu kali ini! Gantian!" ujar Maya dengan susah payah membaringkan Adam ke ranjang.
Adam tak memprotes tentunya karena saat ini, Maya yang memilih untuk mengambil kendali. Sebuah keuntungan baginya karena dia bisa memakai sisa energi untuk Sabrina. Selain itu, karena Maya yang bekerja, pastilah dia akan merasa kelelahan terlebih dahulu. Maya akan lebih cepat tertidur dan dia bisa lebih cepat menuju unit Sabrina.
Sementara itu, Maya yang tak ingin Adam kecewa dengan performanya yang sok mengambil kendali, berusaha melakukan semua pelayanan dengan sebaik mungkin. Dia hanya mengecek kualitasnya dari reaksi tubuh atau suara Adam. Hasilnya tidak buruk. Semua komentar spontan dan reaksi Adam menunjukkan bahwa Maya melakukan kerja bagus.
Selanjutnya, setelah keduanya menyelesaikan permainan dan menuntaskan hasrat masing-masing, Maya tertidur terlebih dulu di atas Adam tanpa melepas ikatannya. Tak masalah bagi Adam karena ikatan Maya sama sekali tak kuat. Begitu mudah dilepas, sebagaimana ikatan batin mereka.
'Permainan yang mengesankan! Tapi sayang, hatiku bukan milik kamu,' gumam Adam dalam hati. Pelan-pelan, dia pun pergi ke luar unit, meninggalkan Maya yang tertidur pulas seperti bayi menuju tempat Sabrina berada.
"Kukira kamu akan lebih lama lagi." Sabrina menyambut kedatangan suami rahasianya dengan muka masam. Dia masih kesal dengan kenyataan ini. Masih harus berbagi waktu dengan Maya. Sungguh dua pertiga dari hatinya merasa tak bersyukur Maya berhasil melalui masa kritis dan tetap bertahan hidup.
"Hei, jangan merajuk begitu! Bukankah mulai besok, kau akan resmi menjadi sekretasku? Aku akan meluangkan waktu bersamamu jauh lebih banyak. Seharian di kantor dan malam hari bersamamu seperti biasa!" rayu Adam dengan memohon. Dia tak percaya Sabrina masih tak bersyukur dengan semua yang telah dia usahakan.
Adam memeluk Sabrina erat dan memberikan kecupan-kecupan lembut untuk wanita yang dia sayangi. "Hatiku milikmu. Waktuku sebagian besar juga untukmu. Komohon bertahanlah!"
Keberadaan Sabrina di kantor setiap hari sangat menggangu konsentrasi Adam. Karena itulah, selama ini, Adam tak pernah sekali pun menginginkan Sabrina menjadi sekretarisnya. Apalagi, Sabrina tak sebagus Maya dalam bekerja. Adam harus bekerja keras bahkan untuk menyusun file dan mengatur semua jadwal meeting yang kadang tumpang tindih. Sesuatu yang tak perlu dia lakukan bila Maya yang menjadi sekretarisnya. Namun, Adam bertekad untuk menjalani semua ini demi keberhasilan dalam cinta dan tahta. Bukankah untuk meraih suatu tujuan memang diperlukan kerja lebih keras? "Astaga! Lagi-lagi ada dua meeting dalam satu waktu," gumam Adam kebingungan. Namun, kesalahan seperti ini tak bisa membuatnya memarahi Sabrina. Dia harus memperlakukan Sabrina dengan kesabaran tingkat tinggi agar wanita itu tak kabur dari pelukannya. "Sayang, kamu bisa beresin jadwal yang dobel ini?" pinta Adam dengan halus agar Sabrina tidak tersinggung. Sabrina yang sudah merasa bekerja de
Sudah satu bulan lamanya sejak Sabrina menggantikan Maya menjadi sekretaris. Selama satu bulan tersebut, Adam bekerja sangat keras. Namun, pekerjaan banyak yang tak terselesaikan dengan baik, tak peduli bagaimanapun juga Adam telah berusaha dengan sangat gigih membanting tulang.Di depan Adam, kini sang ayah memasang wajah seram seolah akan memakan anak semata wayangnya hidup-hidup. Beliau terlihat sama sekali tak puas dengan kinerja sang anak."Apa saja yang kamu lakukan di kantor? Aku tanya ke Maya, kamu bahkan sering lembur. Mengapa aku menerima laporan kinerja yang begitu buruk darimu?" ujar Tuan Paul dengan nada tinggi. Beliau duduk di kursi kerja Adam dengan menyilangkan kaki, membiarkan putranya berdiri mematung dan menunduk karena merasa bersalah dan tak bisa memberikan pembelaan diri yang memadai."Kudengar, kamu sering sekali membatalkan janji dengan klien secara mendadak. Tiga orang investor bahkan membatalkan niat kerja samanya dengan perusahaan kita
Tak terasa, sudah sepuluh hari berlangsung misi Adam untuk mengatur kesibukannya di kantor dan di rumah. Sabrina tak terlihat marah karena Elena, sekretaris senior yang diperbantukan menghandle lebih banyak pekerjaan sekaligus memeriksa kembali pekerjaannya.Sedangkan Maya yang hanya memiliki pikiran positif kepada Adam, justru merasa prihatin dengan kondisi suaminya yang saat ini sedang tertidur pulas di sampingnya. Badan Adam akhir-akhir ini terlihat lebih kurus. Wajahnya tak terlihat segar."Apakah kamu terlalu sibuk dan tidak makan dengan baik?" bisik Maya pelan. Dia lalu mengecup kening suaminya dan memikirkan apa yang sebaiknya dia lakukan untuk membantu kesibukan Adam. "Ah, mungkin aku akan membuatkan bekal saja untuknya. Akhir-akhir ini dia berangkat terlalu pagi sebelum aku bangun dan tidak sarapan sampai di kantor!"Waktu menunjukkan pukul empat pagi. Maya sengaja bangun lebih awal kali ini agar bisa menyapa Adam sekaligus membuatkannya sar
Sabrina tersenyum puas melihat Adam mendatanginya di restoran tanpa terlihat semburat kecewa di wajah. Dia tahu Adam membawa kotak makanan hari ini. Dia memang dengan sengaja meminta Adam untuk makan di luar bersamanya demi menguji Adam mengenai siapa yang dia prioritaskan saat ini.Bila Adam datang, Sabrina akan sangat senang karena dia masih diutamakan. Bila Adam memilih makan bekal yang dibuatkan Maya, tentu Sabrina akan merasa dirinya sudah tergeser oleh Maya. Sekretaris cantik itu sangat khawatir kalau-kalau Adam terpesona dengan kepribadian Maya. Karena itulah, dia tak boleh terang-terangan berlaku buruk di hadapan Adam.Sabrina menyambut Adam dengan senyuman sangat manis yang membuai hati Adam. Pria itu senang Sabrina sudah tak marah. Mereka berdua lalu memesan makanan dan membicarakan hal-hal ringan yang tidak berhubungan dengan pertengkaran mereka tadi pagi.Damai menyelimuti perasaan Adam. Kepuasan membuncah dalam hati Sabrina. Sangat berkebalikan deng
Maya sama sekali tak ingin percaya apa yang dia lihat saat ini adalah kenyataan. Tetapi semuanya begitu nyata. Suami yang selama ini sangat baik padanya, melakukan perbuatan yang tak seharusnya dia lakukan bersama wanita lain.Sesuatu yang hanya haknya, yang seharusnya hanya untuknya, kini Adam lakukan bersama wanita lain. Keduanya tampak begitu larut hingga tak mempedulikan sekitar, tak menyadari kehadiran orang lain yang menyaksikan perbuatan yang begitu menyakitkan bagi Maya."Adam ... I love–you!" seru wanita yang menguasai Adam tatkala punggungnya melengkung ke belakang."I love–you–more, Baby! Kamu satu-satunya ...." Adam membalas dengan suara berat tertahan sebelum bibirnya mengklaim bibir wanita yang sedang bersamanya. "Cuma kamu di hatiku, Sayang!"Tentu saja, kalimat terakhir Adam membuat dunia Maya hancur berkeping-keping. Ternyata, suami yang dia kira selama ini adalah pria yang ditakdirkan untuknya, ternyata mencintai wanita
Sabrina mengantar makanan ke ruangan Adam dengan perasaan yang tak menentu. Di satu sisi, dia senang karena Maya telah mengetahui apa yang selama ini tersembunyi. Di sisi lain, dia khawatir akan posisi Adam di mata ayahnya.Bagaimana bila Maya mengadu kepada mertuanya? Apakah Adam akan dihukum oleh ayahnya? Bila benar demikian, siapa yang akan Adam pilih?"Adam, kalau misalkan semua nggak berjalan seperti yang kamu mau ...." Sabrina berhenti sejenak, berusaha memilih kata-kata yang tidak merusak suasana. "Kalau misalkan kita ketahuan, kamu bakal pilih aku atau warisan ayah kamu?"Adam tertegun mendengar pertanyaan Sabrina yang bernada pesimis. Dia berhenti mengunyah burgernya sejenak dan berkata, "Aku bermain dengan bersih. Segalanya sudah kuperhitungkan dengan baik. Tak mungkin ketahuan!"Adam lalu melanjutkan makannya dengan cepat. Direguknya cola dari gelas langsung agar lebih puas minum. Dia tak ingin membuang waktu dengan pertanyaan Sabrina yang hany
Leo memukul Adam bertubi-tubi tanpa ampun. Kini dia sudah berada di atas Adam, menduduki pahanya, dan mencengkeram kerah Adam. Wajahnya yang beringas tak bisa menampakkan ekspresi lain selain kemarahan. Kemudian, sekali lagi, dia memukul Adam hingga hidung dan bibirnya mengeluarkan darah segar.Sementara itu, Sabrina hanya bisa menjerit-jerit meminta Leo menghentikan perbuatannya. "Leo! Hentikan! Atau aku akan memanggil polisi.""Panggil saja dan aku akan mengumumkan kebejatan kalian kepada dunia!" tantang Leo tak peduli. Dia kemudian melayangkan lagi pukulannya ke muka Adam.Adam yang memang tak mempunyai kemampuan bela diri yang baik seperti Adam, hanya menjadi bulan-bulanan saja. Apalagi kondisi tubuh yang kelelahan, membuat dia tak mampu memberikan perlawanan sedikit pun kepada Leo. Dia hanya mengerang tanpa tahu mengapa dia dipukuli dengan sadis."Leo! Hentikan! Adam bisa mati!" seru Sabrina tak bisa lagi menahan kecemasan. Kondisi Adam terliha
Keesokan harinya, Maya bangun sendirian, tidak mendapati ada jejak Adam pulang. Dia mendesah pelan. Sebaiknya dia fokus terhadap apa yang sedang dia hadapi saat ini.Setelah menjalani rutinitas pagi, Maya segera menelepon pengacara untuk menyiapkan dokumen perceraian. Namun, betapa terkejutnya dia saat mendapati banyak pesan masuk yang menyatakan ucapan selamat atas kehamilannya.Tentu saja Maya terkejut dengan hal ini. Tak hanya inbox, bahkan dia kebanjiran ucapan selamat di media sosial yang menyatakan kegembiraan atas kehamilannya. Siapa yang membocorkan rahasianya? Bukankah hanya Leo yang tahu? Tidak mungkin dokter yang memeriksanya melakukan hal ini, bukan?Maya menelan ludah. Dia tak akan bisa menyembunyikan kehamilannya dari siapa pun sekarang. Apakah Adam akan melepaskannya setelah mengetahui kehamilannya? Ataukah bahkan Adam akan berubah dan berjanji untuk menjadi suami yang baik setelah mengetahui ini semua?Gelisah membayangi Maya. Dia mengurun