Beranda / Romansa / DUA ISTRI CEO / 12. Istri Penuh Waktu

Share

12. Istri Penuh Waktu

Penulis: Silver Eyes
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-05 16:02:58

"Ponsel kamu hancur?" tanya Adam kepada Maya setelah mereka sampai di apartemen yang akan mereka tinggali. Pria berambut hitam yang selalu disisir rapi itu terkejut akan kebetulan yang menimpa mereka.

"Iya. Maaf! Apa kau kerepotan menghubungiku?" tanya Maya dengan sandiwara sempurna. Wajahnya terlihat baik-baik saja. Seolah tak terjadi apa pun padanya.

"Eh, kebetulan. Ponselku juga hancur tertindih kursi!" jawab Adam dengan santai.

"Tertindih kursi? Kamu menindih ponsel dengan kursi?" tanya Maya mulai merasa ada kejanggalan dalam penjelasan Adam.

Adam berjengit, menutup mulutnya dengan refleks. Dia kelepasan. Skenario yang sebenarnya ponselnya terjatuh oleh Sabrina. Namun, Adam tahu dari kerusakan yang terjadi bahwa ponselnya tidak terjatuh, melainkan ditindih kaki kursi yang runcing dan kuat.

Dengan gugup, Adam meralat penjelasannya. "Iya, jatuh, saat ada orang mengangkat kursi! Kemudian tertindih dan layarnya rusak!" Hati Adam berdebar-debar. Dia takut Maya tak mempercayainya. Namun, saat Maya mengangguk dan tersenyum, Adam pun merasa lega.

Saat itu, Adam tak menuduh Sabrina macam-macam karena tindakan sabotase yang dia lakukan. Dia hanya memaklumi semua yang Sabrina perbuat. Kekasih hatinya melakukan itu karena tak ingin ada siapa pun mengganggu bulan madu mereka yang singkat. Adam merasa harus memahami hal ini dari sisi Sabrina. Asalkan Sabrina tak meninggalkannya, apa pun akan dia korbankan.

Mereka berdua kemudian membawa koper masuk ke dalam unit mewah apartemen yang baru mereka tinggali. "Aku akan membereskan barang-barang kita dulu. Tolong angkat kopernya ke kamar atas, ya?" pinta Maya.

Maya senang karena apartemen yang mereka beli sudah berperabot lengkap. Sabrina memesan grocery dan makanan lewat telepon di toko dan restoran langganan, kemudian bergegas ke atas untuk membantu Adam. 

Tak banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Hanya menata pakaian. Kamar mereka telah sempurna dengan karpet dan sprei bersih yang menutup ranjang–siap pakai.

"Sayang, besok kita mulai ke kantor, bukan?" tanya Maya dengan antusias sambil menata makanan di meja marmer yang tersambung dengan kitchen island.

Maya sangat suka bekerja. Pekerjaan membuatnya lupa akan semua masalah yang selama ini dia hadapi. Termasuk saat dia kehilangan kedua orang tuanya.

"Mmm ...," jawab Adam sambil memasukkan beberapa potong buah ke dalam mulut. "Kurasa kamu tak perlu ke kantor lagi, May! Sebaiknya kau di rumah saja karena aku ... tak ingin orang-orang berpikiran buruk tentang kegiatan kita di kantor. Lagi pula, aku ingin kamu menikmati hidup dengan banyak bersantai. Kamu istriku sekarang. Bukan karyawan."

Mulut Maya membuka, hendak mengatakan bantahan bahwa dia senang bekerja daripada harus berdiam di rumah. Namun, dia tak ingin menyinggung perasaan Adam dengan menentang kemauannya. "Tapi, kamu perlu waktu untuk mendapatkan sekretaris pribadi yang baru, 'kan?"

"Aku sudah meminta HR department buat handle urusan ini selama satu pekan lalu. Mereka sudah mendapatkan ganti! Jadi, tenang saja! Kamu tak perlu ke kantor," ujar Adam menenangkan. Senyuman pria itu tampak sangat yakin. Membuat Maya ragu untuk membantahnya.

Akhirnya, seperti biasa, Maya tersenyum seolah-olah setuju akan keputusan Adam. Suka tidak suka, itu adalah perusahaan milik Adam. Dia tak bisa memaksakan kehendak pada bos di kantor, bukan? Maya hanya berdoa, semoga sekretaris baru Adam adalah orang baik yang bisa dipercaya dan mampu menangani semua pekerjaan tanpa masalah.

"Apa kamu lelah?" tanya Adam dalam bisikan setelah mereka selesai makan malam dan kembali ke kamar. "Aku sudah siap!"

Maya terperanjat dengan pertanyaan Adam yang tiba-tiba. Dia lupa bahwa Adam pasti meminta haknya setelah empat hari mereka tak bertemu. Biasanya, Adam memang sangat senang melakukan hal itu berkali-kali bersamanya, sebagaimana pada umumnya pengantin baru.

"Adam, aku ...." Maya menjawab dengan ragu-ragu. Bagaimana bila Adam melihat lukanya? Apa yang akan dia jawab nanti?

Namun, Adam tak akan menunggu jawaban Maya lebih lama lagi. Dia mendekati istrinya dan melakukan pendekatan lebih jauh. Malam ini, dia harus segera menyelesaikan semua dengan Maya. Kemudian, setelah Maya tidur, dia akan pergi ke unit tempat Sabrina berada. Dia tak mau membuat Sabrina marah dan merasa tak diperhatikan. Dia tak ingin kekasihnya tenggelam dalam kesedihan dan mencari kesenangan lagi di luar.

Sungguh, bayangan Sabrina disentuh pria lain membuat Adam marah dan cemburu. Hanya dia yang bisa menyentuh Sabrina. Hanya dia yang berhak atas Sabrina. Bahkan, ketika dia melakukannya dengan Maya sekalipun, yang ada dalam benaknya adalah Sabrina. Bila tidak, Adam tak akan bisa melakukannya dengan sepenuh hati.

"Adam, matikan lampu, ya?" pinta Maya. Dia tak mau Adam melihat kondisi tubuhnya yang sebenarnya saat ini. 

Kemudian, Maya terpaksa berpikir keras agar tak ketahuan oleh Adam. Satu-satunya jalan untuk mencegah Adam mengetahuinya adalah dengan mencegah Adam menyentuhnya. Oleh karena itu, Maya tanpa permisi mengikat tangan Adam dengan scarf sutra miliknya.

Adam sangat terkejut akan perubahan Maya yang dia kira lugu. "Maya, kamu ...."

"Kamu lelah dari perjalanan bisnis, kan? Biar aku yang melakukannya untuk kamu kali ini! Gantian!" ujar Maya dengan susah payah membaringkan Adam ke ranjang.

Adam tak memprotes tentunya karena saat ini, Maya yang memilih untuk mengambil kendali. Sebuah keuntungan baginya karena dia bisa memakai sisa energi untuk Sabrina. Selain itu, karena Maya yang bekerja, pastilah dia akan merasa kelelahan terlebih dahulu. Maya akan lebih cepat tertidur dan dia bisa lebih cepat menuju unit Sabrina.

Sementara itu, Maya yang tak ingin Adam kecewa dengan performanya yang sok mengambil kendali, berusaha melakukan semua pelayanan dengan sebaik mungkin. Dia hanya mengecek kualitasnya dari reaksi tubuh atau suara Adam. Hasilnya tidak buruk. Semua komentar spontan dan reaksi Adam menunjukkan bahwa Maya melakukan kerja bagus.

Selanjutnya, setelah keduanya menyelesaikan permainan dan menuntaskan hasrat masing-masing, Maya tertidur terlebih dulu di atas Adam tanpa melepas ikatannya. Tak masalah bagi Adam karena ikatan Maya sama sekali tak kuat. Begitu mudah dilepas, sebagaimana ikatan batin mereka.

'Permainan yang mengesankan! Tapi sayang, hatiku bukan milik kamu,' gumam Adam dalam hati. Pelan-pelan, dia pun pergi ke luar unit, meninggalkan Maya yang tertidur pulas seperti bayi menuju tempat Sabrina berada.

"Kukira kamu akan lebih lama lagi." Sabrina menyambut kedatangan suami rahasianya dengan muka masam. Dia masih kesal dengan kenyataan ini. Masih harus berbagi waktu dengan Maya. Sungguh dua pertiga dari hatinya merasa tak bersyukur Maya berhasil melalui masa kritis dan tetap bertahan hidup.

"Hei, jangan merajuk begitu! Bukankah mulai besok, kau akan resmi menjadi sekretasku? Aku akan meluangkan waktu bersamamu jauh lebih banyak. Seharian di kantor dan malam hari bersamamu seperti biasa!" rayu Adam dengan memohon. Dia tak percaya Sabrina masih tak bersyukur dengan semua yang telah dia usahakan.

Adam memeluk Sabrina erat dan memberikan kecupan-kecupan lembut untuk wanita yang dia sayangi. "Hatiku milikmu. Waktuku sebagian besar juga untukmu. Komohon bertahanlah!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DUA ISTRI CEO   36. Epilog

    Lima tahun telah berlalu sejak kepergian Maya. Kini, si kembar telah tumbuh menjadi anak yang sehat dan lincah. "Paul, Freya! Ayo cepat turun dan habiskan sarapan kalian!" seru Adam dari bawah memanggil kedua anaknya yang terdengar ribut di atas saat berganti pakaian. "Ayah, Paul menyembunyikan bonekaku! Padahal aku ingin mengajaknya jalan-jalan saat menjemput Paman Leo di bandara!" jawab Freya dengan suara hampir menangis. Gadis kecil berambut gelap bergelombang itu semakin tampak mirip dengan ibunya seiring dengan bertambahnya usianya. "Bohong! Kamu sendiri yang lupa meletakkan di mana boneka kelinci jelekmu itu. Jangan menuduh sembarangan!" sanggah Paul dengan suara melengking. Mata gelap miniatur Adam itu memandang tajam saudarinya yang berukuran lebih mungil darinya. Dengan tubuhnya yang lebih kuat dan besar, dia memang kerap mengusili Freya. Sekalipun dia berkali-kali dihukum, mengusili kembarannya sudah bagaikan candu yang akan tetap dia lakukan tak peduli apa pun konsekuen

  • DUA ISTRI CEO   35. Ayah

    Adam memandangi kedua makhluk kecil yang ada di hadapannya dengan linangan air mata. Begitu kecil dan rapuh. Mereka membutuhkan selang-selang bantuan untuk hidup."Anak-anakku ...." Kata-kata yang Adam bisikkan dengan penuh perasaan, membuat Leo merasa keputusan Maya untuk menyerahkan bayi-bayinya kepada ayah kandungnya adalah pilihan yang tepat.Darah lebih kental daripada air. Begitulah. Adam pun menyayangi kedua anaknya karena mereka adalah darah dagingnya sendiri."Dia begitu bahagia saat mendengar bahwa dia mengandung anak kembar. Aku pun begitu. Sampai-sampai aku mengumpat betapa beruntungnya dirimu," jelas Leo mengenang saat-saat Maya bersorak mengetahui jenis kelamin bayinya. "Seandainya saat itu dia hamil dengan pria yang tulus mencintainya, pasti akan sangat membahagiakan. Tahukah kau perasaan Maya saat melihat kau dan Sabrina bergembira saat tahu jenis kelamin bayi kalian?"Ada

  • DUA ISTRI CEO   34. Kesempatan Kedua untuk Adam

    Dua bayi, lelaki dan perempuan yang berpelukan di ruang NICU itu berukuran sangat kecil. Yang lelaki beratnya 656 gram, sedangkan lainnya 533 gram. Banyak selang menempel di tubuh kecil mereka demi memperjuangkan detak jantung keduanya.Kulit mereka begitu keriput. Begitu kurus seperti hanya tulang dan kulit tanpa selapis daging pun. Bila orang berkata bahwa bayi sangat lucu, pemandangan yang disaksikan mata hijau pria kekar yang mengamatinya dari kaca luar ruangan tidak demikian. Mereka berdua jauh dari kata lucu. Seperti alien. Seperti bukan manusia.Kesedihan masih belum bisa lepas dari hati Leo. Melihat mereka berdua membuat Leo teringat akan sang ibu yang telah berjuang mempertahankan nyawa mereka. Usaha telah dilakukan sebaik mungkin walau hasilnya tak sempurna, seperti yang diinginkan oleh semua pihak."Maya, mereka akan berterima kasih padamu suatu hari nanti," bisik Leo dengan suara yang bergetar hebat karena menahan air mata."Paul, Freya .... J

  • DUA ISTRI CEO   33. Darah Lebih Kental daripada Air

    Dapur kecil sebuah di sebuah apartemen mungil milik lelaki menawan berbadan atletis, kini dipenuhi dengan aroma butter yang menggoda. Tak hanya aroma makanan yang membuat air liur menetes, tapi ada pemandangan lain yang tak kalah menggiurkan. Celana training pria yang sedang beraksi di dapur tersebut menggantung terlalu rendah di bagian pinggang, membuat wanita mana pun yang memandang tak akan bisa melewati harinya tanpa merasa kepanasan karena terbayang pemandangan indah itu sepanjang hari. Andai saja ada seorang wanita di sana, pasti kelima indranya akan dimanjakan dengan kenikmatan duniawi karena suara pria yang sedang memegang wajan dan tongs itu pun akan membuat hati semua kaum hawa berdesir bila sedang berbicara. Jangan tanya bagaimana sensasi yang dirasa bila suara merdu itu berbisik di telinga, sudah bisa dipastikan para bidadari dunia akan melayang walaupun tak ada sayap yang menempel di punggungnya. Namun, di saat yang sama, siapa pun yang melihat waj

  • DUA ISTRI CEO   32. Adam dan Leo

    Pukulan Adam yang pertama mengenai wajah Leo. Namun, yang kedua tentu berhasil ditangkis oleh lawannya."Adam! Hentikan! Mengapa kau tiba-tiba memukul Leo!" jerit Maya berusaha menghentikan amukan Adam.Adam tak peduli. Dia masih berusaha menghajar Leo. Sementara Leo yang sebenarnya dapat dengan mudah menghabisi lawannya, hanya sibuk menangkis dan menahan serangan Adam. Tak sampai hati dia memukul Adam karena ada Maya di sampingnya."Hei! Mengapa kau berbuat sembarangan seperti ini? Ingatlah kita sedang di rumah sakit!" bisik Leo pelan tapi tegas."Kau apakan Sabrina, huh? Seorang saksi mengatakan istriku jatuh setelah pria berambut pirang dengan tubuh besar membuatnya ketakutan!" balas Adam dengan geram. "Siapa lagi kalau bukan kau!"Leo pun mengernyit. Dia bingung dengan pertanyaan Adam. Dia memang sempat bersitegang dengan Sabrina. Namun, apakah semengerikan itu sampai-sampai membuat kondisi Sabrina dalam keadaan kritis?"Kamu! Kamu pasti

  • DUA ISTRI CEO   31. Darurat

    Sabrina berjalan menyusuri koridor perlahan karena merasakan sakit di perutnya. Dia tak menyangka bahwa kegiatan hari ini membuatnya kelelahan. Bagaimanapun juga, berjalan kaki sejauh dua kilometer dari apartemennya ke rumah sakit bukan tugas mudah untuk wanita hamil sepertinya.Dering ponsel yang lembut pun membuat Sabrina terkaget. Dia lalu mengangkat telepon yang berasal dari suaminya. Dalam hati, Sabrina sangat cemas. Dia takut Adam sudah sampai di rumah lebih dulu dan mendapati apartemen mereka kosong."Sabrina, kamu di mana?" tanya Adam dari ujung telepon dengan suara cemas."Aku ... aku keluar sebentar. Suplemen penambah darahku habis." Sabrina menjawab dengan sedikit tergagap karena dia tak meminta izin kepada Adam bahwa dia akan menemui Maya hari ini. Jika suaminya tahu, pastilah akan menentang aksi frontalnya kali ini. Bagaimanapun juga, Adam akan menganggap dirinya mengemis kepada Maya untuk memperbaiki kondis

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status