Beranda / Romansa / DUDA KHILAF / 8. PEMILIK MOTOR SPORT

Share

8. PEMILIK MOTOR SPORT

Penulis: Herofah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-28 19:06:27

Hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Isna.

Di rumah sakit tadi Isna harus dipusingkan oleh pengunjung rumah sakit yang mengotori lantai kamar mandi dengan muntahan anaknya. Hebatnya bukannya meminta maaf, si pengunjung justru memarahi Isna karena persediaan tissue di toilet habis. Padahal seingat Isna, dia sudah mengganti tissue toilet dengan yang baru, tapi anehnya belum sampai tengah hari, tissue tersebut sudah habis?

Setelah lelah bekerja di rumah sakit, Isna harus kembali tertimpa musibah saat dirinya tanpa sengaja salah menyajikan pesanan untuk pengunjung resto tempatnya bekerja.

Malam ini pengunjung resto sangat ramai terlebih rekan kerja satu shift Isna yang bernama Awan tidak masuk. Jadilah Isna kerja rodi sendirian. Dari mulai membersihkan meja, kursi dan lantai resto, mengantarkan pesanan makanan dan minuman serta memastikan para pengunjung mendapatkan tempat kosong untuk makan.

"Saya tidak mau tau, saya mau menu ini diganti," ucap salah satu pengunjung yang merasa pesanan makanan yang dia pesan tidak sesuai dengan keinginannya.

"Tapi menu ini sudah sesuai dengan apa yang Nona pesan," ucap Isna mencoba menjelaskan. Menu makanan yang dipesan wanita ini harganya sangat mahal, jika sampai harus diganti, mau tidak mau, Isna yang akan merugi karena harus membayar pesanan sebelumnya.

"Saya tadi bilang tidak mau pakai bawang goreng! Tapi ini malah dipakaikan bawang goreng! Pokoknya saya tidak mau makan, saya mau ganti yang baru," ucap si pengunjung wanita itu yang kekeuh bahwa dia meminta makananya diganti.

Tak punya pilihan, Isna pun terpaksa mengalah. Mungkin memang salahnya tadi kurang teliti.

Setelah memastikan si pengunjung resto tadi mendapatkan menu makanan yang dia inginkan, Isna hendak kembali ke belakang untuk beristirahat sejenak.

Saat hendak berbelok, Isna bertabrakan dengan seorang lelaki yang merupakan pengunjung resto tersebut. Lelaki itu baru saja keluar dari toilet umum.

"Eh, ma-maaf, Pak Le, eh Om," ucap Isna tergagap, merasa bersalah karena terus berjalan menunduk dia malah jadi menabrak orang. Isna akui bahwa dirinya memang ceroboh. Sangat-sangat ceroboh.

Lelaki itu tampak membersihkan setitik noda makanan yang menempel di pakaiannya yang berasal dari nampan yang dibawa Isna.

"Oh, i'ts oke, tidak apa-apa," ucap si lelaki.

"Saya ambilkan tissue ya?"

Si lelaki mendongak hingga tatapan kedua manusia itu pun bertemu.

"Dokter Prin?" Pekik Isna tak percaya.

"Isna?" ucap lelaki bernama Prin yang berprofesi sebagai dokter yang bekerja di rumah sakit tempat Isna bekerja.

Prin adalah seorang dokter andrologi atau dokter spesialis yang memiliki keahlian khusus dalam menangani masalah pada sistem reproduksi pria.

"Kamu kerja di sini?" tanya Dokter Prin saat itu.

"Iya, Dok. Siang saya di rumah sakit, kalau malam saya di sini, hehehe," Isna jadi terkekeh.

"Wah, hebat ya, kamu seorang pekerja keras ternyata," puji sang dokter merasa kagum.

Sejak dirinya bekerja di rumah sakit Cipta Medika, Dokter Prin adalah satu-satunya dokter yang cukup ramah dan mau bergaul dengan semua kalangan tanpa memandang profesinya.

Meski pertemuan antara sang dokter dengan Isna terbilang sangat jarang di rumah sakit karena dokter Prin yang sibuk, namun setiap kali mereka berpapasan, pasti dokter Prin selalu menyapa Isna lebih dulu. Tak jarang Isna diajak sang dokter makan siang bersamanya di kantin rumah sakit.

"Ya beginilah Dok, tuntutan hidup," jawab Isna apa adanya.

"Pulang jam berapa kalau bekerja sampai malam begini?" tanya Dokter Prin lagi.

"Biasanya kalau lagi ramai bisa jam 12 ke atas Dok."

Kedua bola mata dokter itu membola. "Wah, hati-hati Isna. Sekarang banyak tindakan kriminal. Tidak baik pulang terlalu larut apalagi kamu seorang wanita," saran sang dokter mengingatkan.

"Ya habis mau bagaimana lagi Dok? Saya satu-satunya orang yang diandalkan untuk mencari nafkah supaya perekonomian keluarga tetap berjalan, jadi ya pasrahkan saja semuanya sama yang di atas, sayakan cuma menjalankan. Lagipula yang namanya musibah itukan nggak melulu harus tengah malam, kadang yang namanya penjahat itu di siang hari juga banyak," celoteh Isna lagi.

Dokter Prin tersenyum. Merasa kagum dengan sosok Isna.

"Yasudah kalau begitu, saya mau lanjut bekerja dulu," pamit Isna saat mendengar namanya sudah dipanggil oleh salah satu rekan kerjanya.

Sebelum Dokter Prin benar-benar pergi, sekali lagi Isna kembali meminta maaf atas kecerobohannya yang mengakibatkan kemeja sang dokter kotor.

Beberapa menit kemudian, Isna kembali ke depan untuk mengantarkan pesanan pengunjung lain. Tanpa sengaja, tatapannya tertuju pada sosok Dokter Prin yang saat itu sedang bercakap akrab dengan seorang wanita yang tadi memarahi Isna karena pesanannya salah.

Diam-diam, Isna mengumpat dalam hati.

Masa sih, cewek model begitu pacarnya Dokter Prin? 

Mendingan juga aku kemana-mana!

*****

Pukul 12 malam lewat 10 menit, Isna sudah berganti pakaian. Dia hendak pulang.

Karena motor maticnya masih di bengkel, Isna terpaksa pulang berjalan kaki hingga mendapat angkutan umum.

Jika sudah berjalan jauh namun dia tak kunjung mendapat angkutan umum, alhasil Isna akan memutuskan untuk naik ojek, dan mengikhlaskan uangnya keluar lebih banyak untuk membayar biaya ojek online yang mahal.

Isna masih berdiri di pinggir jalan ketika sebuah kendaraan beroda empat yang cukup mewah berhenti di hadapannya.

Pintu kaca mobil itu terbuka dan memperlihatkan seorang lelaki berpakaian casual tengah tersenyum ke arahnya.

Sebagian rambut lelaki itu yang terlihat memutih menandakan bahwa dia adalah lelaki yang sudah berumur.

"Hai manis, mau Om antar tidak?" sapanya pada Isna.

Isna menggeleng seraya menghela napas panjang. Hal semacam ini sudah seringkali dia alami sejak dia bekerja di resto dan harus pulang larut malam.

Ketika dirinya dikira berprofesi sebagai PSK alias wanita nakal.

"Maaf Om, saya sudah punya suami dan suami saya polisi! Om mau ditembak sama suami saya?" ucap Isna menahan jengkel.

"Masa sih? Punya suami Polisi, ngapain malam-malam di sini? Hah?" balas lelaki itu.

"Ih, kepo banget sih Om! Udah sana pergi!" usir Isna yang langsung melangkah panjang. Ngeri juga kalau sudah bertemu lelaki yang banyak tingkahnya seperti lelaki tua bangka ini.

"Ayo, mau ikut nggak? Saya bayar dobel deh satu kali main? Sebutin aja berapa harga kamu?"

Isna kembali beristighfar. Dia terus melangkah tanpa mau meladeni lelaki pemilik mobil mewah yang kini malah mengiringi langkahnya.

Kedatangan seorang lelaki lain yang mengendarai motor sport kembali mengejutkan Isna terlebih dengan si lelaki tua yang langsung pergi saat itu juga.

Isna masih menatap siapa gerangan pemilik motor sport yang kini berhenti tak jauh darinya.

Sampai akhirnya si pemilik motor itu turun dari motornya dan membuka helmnya.

Ternyata, dia Malik.

"Mari saya antar kamu pulang, ini sudah terlalu malam untukmu berkeliaran sendirian di luar!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Eling Mulyani Warijan
lanjutkan Thor pakai iklan
goodnovel comment avatar
Eling Mulyani Warijan
lanjutkan Thor pakai iklan
goodnovel comment avatar
Aiss Anatasya Reny Sureny
lanjut thour aku sukaaaaaaaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • DUDA KHILAF   24. KETAKUTAN VANESSA

    "Mahessa mau ajak Wildan untuk bertukar pasangan malam ini dan dia bilang kalau kamu sudah menyetujuinya, benar begitu Nil?" tanya Vanessa yang langsung mengkonfirmasi ucapan Mahessa padanya tadi pagi setelah dia mendapat kesempatan untuk berbincang secara empat mata dengan Vanilla.Saat itu, sepasang wanita kembar tersebut sedang berada di salah satu area permainan ski di St.Moritz.Vanilla yang sedang menyesap cokelat panasnya seketika terbatuk mendengar ucapan Vanessa.Buru-buru dia meraih tissue untuk mengelap sudut bibirnya yang terkena coklat."Aku nggak salah dengerkan? Bertukar pasangan?" ucap Vanilla yang malah tertawa seolah apa yang diucapkan Vanessa hanyalah lelucon."Iya," jawab Vanessa mengangguk cepat.Lagi, Vanilla malah tertawa. "Kamu kenapa sih Nes? Dari kemarin kok ngomongnya ngaco terus?"Seketika kerutan di kening Vanessa menjelas. "Ngaco bagaimana?" tanyanya bingung. Tak habis pikir dengan sikap santai Vanilla yang kelihatan begitu tenang. Padahal jelas-jelas, Van

  • DUDA KHILAF   23. PROMISE

    "Aku benci ibuku! Aku benci perempuan seperti dia! Karena dia Ayah dipenjara dan tidak lagi menyayangiku! Aku benci ibuku, Vi!" ucap seorang bocah lelaki pada seorang bocah perempuan di teras sebuah tempat ibadah di lapas tahanan khusus pria.Bocah lelaki itu menangis meski tanpa isakan, hingga sebuah tangan mungil terjulur membelai pipinya untuk mengusap air mata yang menetes."Nasib kita sama ya Yas? Aku juga benci sama Ibuku. Karena dia lebih menyayangi saudaraku daripada aku!" ujar si bocah perempuan yang dipanggil Vi tadi.Sang bocah lelaki yang bernama Yasa itu mendongak menatap polos ke arah Vi."Apa mungkin, Tuhan mempertemukan kita karena kita memang berjodoh?" tanya Yasa saat itu.Vi tertawa kecil dengan wajah tersipu dan menjadi terkejut saat tiba-tiba Yasa mengaitkan jari kelingking mereka."Kamu maukan janji sama aku, Vi?" tanya Yasa saat itu."Janji apa?""Kalau kamu sudah besar nanti, jaga dirimu baik-baik ya. Jangan menjadi perempuan seperti ibuku, nanti aku akan membe

  • DUDA KHILAF   22. KEBOHONGAN

    Hari sudah hampir tengah malam, tapi Mahessa belum juga pulang.Entah kenapa, kekhawatiran menggelayuti benak Vanessa saat itu, bahkan saat dia menanyakan keberadaan Mahessa pada supir pribadi lelaki itu, tapi Pieter mengatakan bahwa sejak sore tadi, majikannya itu sama sekali tidak menghubunginya untuk meminta dijemput, jadi, dia tidak tahu menahu di mana Mahessa berada saat ini."Kamu belum tidur, Nessa?" sapa Wildan yang kebetulan berpapasan dengan Vanessa di tangga.Saat itu, Wildan hendak ke dapur untuk membuatkan Vanilla susu.Vanessa tersenyum tipis seraya menggeleng. "Aku tidak bisa tidur," jawabnya pelan."Loh, kenapa? Bukannya tadi kamu bilang hari ini sangat melelahkan? Apa kamu sakit?" tanya Wildan lagi.Belum sempat Vanessa menjawab, Pieter datang tergesa dari arah luar memasuki rumah besar itu.Langkah lelaki berkumis tipis itu berhenti tepat di bawah tangga."Nona Vanessa, saya baru saja mendapat telepon dari pemilik salah satu Club malam di Zurich, katanya, Tuan Mahess

  • DUDA KHILAF   21. JARAK ANTARA CINTA DAN BENCI

    Seharian ini, kedua pasang pengantin baru itu puas berkeliling kota Zurich.Di pagi hari, mereka menaiki kapal mengelilingi Danau Zurich, lalu berkunjung ke sisi utara danau sambil melihat sejumlah perumahan dan villa menarik.Vanilla tak hentinya berdecak kagum saat menikmati indahnya suasana sekitar dengan pancaran sinar matahari di tengah hawa sejuk sekeliling danau.Siang harinya, usai makan siang bersama di sebuah restoran ternama di Zurich, mereka berkunjung ke Rapperswill, yang dikenal sebagai kota bunga mawar.Rapperswill terletak di ujung timur Danau Zurich. Sebutan tersebut disematkan lantaran kebun-kebun publik di sana memiliki lebih dari lima belas ribu bunga mawar.Dari jumlah tersebut, sebanyak enam ratus jenis bunga mawar dapat mereka temui di sepanjang jalan kota tua abad pertengahan tersebut.Terakhir, Vanilla mengajak Wildan, untuk menaiki Tuk tuk.Tuk tuk merupakan transportasi sejenis bajaj yang kerap terlihat di Thailand.Selama berada di Zurich, para wisatawan as

  • DUDA KHILAF   20. SEBUAH RENCANA

    Wildan terbangun saat sorot matahari sudah terang benderang.Angin sepoi-sepoi masuk melalui jendela yang terbuka dan mengayun-ayun tirai putih tipis yang menghalanginya.Suara gemericik air dari aliran sungai Geneva terdengar samar.Menatap ke sekeliling, kening lelaki berpiyama abu-abu itu seketika mengernyit.Kenapa aku ada di sini?Pikir Wildan membatin saat menyadari keberadaannya di dalam kamar pribadinya bersama Vanilla.Wildan meremas kepalanya sekilas, mencoba mengais kembali ingatan tadi malam.Sialnya, Wildan tak mengingat apapun kecuali dirinya yang mendengar suara Mahessa berbicara untuk pertama kalinya dengan Vanilla di kebun belakang itu."Sebenarnya, sejak awal aku sudah tahu bahwa Vi yang asli adalah Vanessa, bukan kamu."Ya, hanya sederet kalimat itulah yang berhasil Wildan ingat, karena setelahnya, yang dia ketahui, dia merasa seperti ada seseorang yang membekapnya dari arah belakang hingga membuatnya tak sadarkan diri.Apa mungkin dia berhalusinasi?Tapi rasanya ti

  • DUDA KHILAF   19. SEBUAH PENGAKUAN

    Malam itu, akhirnya Vanilla menemui Mahessa setelah berembuk cukup lama bersama sang suami.Meski awalnya Wildan melarang keras sang istri untuk pergi, namun, setelah Vanilla memberikan pengertian pada sang suami dan meyakinkan Wildan bahwa semua akan baik-baik saja, akhirnya Wildan pun pasrah dan membiarkan sang istri pergi, dengan catatan, Vanilla harus merekam seluruh percakapannya dengan Mahessa di kebun belakang agar Wildan tahu apa yang Mahessa ingin bicarakan dengan istrinya malam ini.Rasa kantuk yang awalnya dirasakan Wildan menguap begitu saja begitu Vanilla sudah keluar dari kamar.Lelaki itu menggeram tertahan sambil menepuk sisi tempat tidur lalu meremas kepala frustasi.Menatap kembali daun pintu kamar, Wildan yang tak mau ambil resiko jika Mahessa akan berbuat hal yang tidak-tidak terhadap Vanilla pun akhirnya memutuskan untuk menguntit kepergian Vanilla dan menguping langsung pembicaraan sang Kakak Ipar dan istrinya itu.Saat itu, Wildan menangkap sosok Mahessa dan Van

  • DUDA KHILAF   18. SEBUAH PESAN

    Setelah seharian ini puas menikmati suasana di dalam mansion mewah milik Mahessa, Vanilla dan Wildan yang baru saja selesai menyantap makan malam bersama dengan Mahessa dan juga Vanessa tampak memasuki kamar pribadi yang disiapkan khusus untuk mereka beristirahat.Sadar ada yang berbeda dari sikap sang suami, begitu dirinya dan Wildan sudah merebahkan diri bersama di tempat tidur, Vanilla pun merangsek memepet tubuh sang suami untuk memeluknya."Wil?" panggil Vanilla ketika Wildan baru saja mematikan lampu nakas."Hm?""Kamu kenapa? Kok seharian ini banyakan diemnya sih? Biasanya juga bawel," tanya Vanilla sambil mengerucutkan bibir.Helaan berat napas Wildan membuktikan bahwa lelaki itu memang sedang dilanda sesuatu yang membebani pikirannya dan hal tersebut jelas membuat Vanilla jadi khawatir."Apa, ini ada sangkut pautnya sama Mahessa?" tanya Vanilla lagi karena Wildan tak juga angkat bicara."Boleh aku tanya sesuatu sama kamu?" ucap Wildan kemudian.Vanilla sedikit mendongak menat

  • DUDA KHILAF   17. SEANDAINYA SAJA...

    Keesokan harinya, setelah sarapan pagi lalu check out dari hotel tempat mereka singgah, sebuah Limousine mewah sudah menunggu kedatangan dua pasang pengantin baru itu di depan lobi hotel.Tak perlu ditanya lagi siapa pemilik mobil super mewah itu, karena Wildan dan yang lain sudah bisa menebak bahwa Mahessa lah orangnya.Ya, siapa lagi?Toh setelah ini pun mereka akan pergi ke mansion mewah milik Mahessa yang berada tepat di tepi Danau Geneva.Memasuki kendaraan mewah itu, manik hitam Vanilla seolah tak mampu berkedip, saking terkesima dengan apa yang dia lihat di bagian dalam mobil tersebut."Bagus banget mobilnya, Wil!" seru Vanilla berbisik di telinga sang suami. Namun, akibat keheningan di dalam mobil, jadilah bisikan tersebut mampu tertangkap oleh yang lain. Dan hal tersebut sukses membuat Wildan merasa malu."Kamu kan udah sering naik mobil bagus di Jakarta, jangan norak deh!" balas Wildan yang juga jadi berbisik sambil sesekali melempar senyum ke arah Mahessa dan Vanessa di had

  • DUDA KHILAF   16. TERLALU MISTERIUS

    "Kamu tau Nessa? Apa alasan utamaku mengajakmu dan Vanilla ke Switzerland?" ucap Mahessa kemudian.Vanessa tak menjawab karena masih terlalu sesak dengan tangisannya."Karena aku ingin menyelamatkan kalian dari Aro!" lanjut Mahessa lagi, memberitahu.Vanessa menyeka air matanya, menatap Mahessa bingung. "Apa maksudmu?" tanyanya tak mengerti.Mahessa menghela napas berat seraya menyandarkan kepalanya ke sofa. Memejamkan mata seolah dirinya hendak melepas penat.Hal itu dia lakukan dalam beberapa menit sebelum akhirnya sepasang mata hitam itu kembali terbuka dan menatap ke arah Vanessa yang masih menunggu jawaban atas pertanyaannya."Saat ini, Aro dan komplotannya sedang berada di Indonesia--""APA?" pekik Vanessa dengan wajah yang teramat sangat terkejut. Bahkan belum sempat Mahessa menyelesaikan ucapannya, Vanessa sudah lebih dulu memotongnya.Menatap lekat sosok Vanessa, sebuah senyum miring terbit di wajah Mahessa. "Apa kamu takut?" tanya lelaki itu kemudian.Perasaan was-was kian m

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status