Home / Romansa / DUDA KHILAF / 9. COBA-COBA

Share

9. COBA-COBA

Author: Herofah
last update Last Updated: 2022-03-28 19:06:53

"Mari saya antar kamu pulang, ini sudah terlalu malam untukmu berkeliaran sendirian di luar!" ajak Malik saat itu.

"Apa? Berkeliaran? Saya itu habis pulang kerja! Enak saja berkeliaran! Anda pikir saya binatang ragunan berkeliaran!" omel Isna tidak terima.

Sebenarnya Malik ingin tertawa, tapi sebisa mungkin dia tahan.

"Darimana anda tahu saya ada di sini?" tanya Isna setelah dirinya mampu mengendalikan rasa terkejut sekaligus kesal melihat kedatangan Malik secara tiba-tiba.

"Tadi saya mampir ke rumah dan Pak Dharma beritahu saya bahwa kamu bekerja di restoran Seafood daerah sini," jawab Malik apa adanya.

Isna menatap tajam Malik. Sebuah tatapan menyelidik.

"Pak Dharma yang menyuruh saya untuk menjemput kamu," ucap Malik lagi.

"Cih! Bisa-bisanya anda pakai cara licik dengan mendekati Bapak saya? Nggak usah sok-sok baik apalagi cari perhatian dengan keluarga saya! Saya udah paham seberapa mesumnya kadar otak anda! Jangan berpikir saya akan kalah cuma gara-gara hutang! Kehidupan dan masa depan saya nggak bisa dibeli dengan uang!" cecar Isna yang jadi kesal dengan sikap Malik. Isna merasa Malik sudah mencampuri urusan pribadinya terlalu jauh. Lelaki ini sangat licik dan berbahaya, Isna harus waspada.

"Apa kamu bilang? Mesum? Saya lelaki mesum?" balas Malik tidak terima.

"Ya, anda memang lelaki mesum yang sukanya bergonta-ganti istrikan? Bahkan udah jadi rahasia umum kalau anda ini sudah pernah menikah berkali-kali, tapi selalu gagal! Pasti karena anda yang memang tak bisa puas dengan satu perempuankan?"

"CUKUP!" bentak Malik tiba-tiba, membuat Isna terperanjat kaget hingga dia mundur beberapa langkah.

Tatapan hangat Malik berubah menjadi tatapan sinis yang mengerikan. Membuat Isna takut.

"Saya tanya sekali lagi, kamu mau ikut pulang bersama saya atau tidak?"

Isna melempar tatapannya ke arah lain, wajahnya masih saja angkuh dan tak bersahabat.

"Nggak! Saya bisa pulang sendiri!" ucapnya keras kepala.

"Oke, selamat menikmati perjalanan anda!" Tanpa menunggu Isna bicara, Malik langsung berbalik dan kembali menaiki motor sportynya.

Lelaki itu baru saja menyalakan mesin motor saat tiba-tiba suara desingan nyaring knalpot motor sekelompok mafia jalanan terdengar di kejauhan.

Akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan di berita kriminal tentang kebrutalan anggota genk motor yang seringkali beraksi jika waktu tengah malam sudah lewat.

Dan menjadi hal yang sangat tidak mungkin jika Malik membiarkan Isna sendirian di pinggir jalan sementara para pelaku kejahatan itu mulai mendekat.

Malik mengesah tertahan dan terpaksa melangkah mendekati Isna.

Tanpa berkata apapun lagi, Malik langsung menarik jemari Isna dan menyuruhnya naik ke atas motor.

"Ayo, naik!" perintah Malik sambil melotot. "Apa kamu mau identitasmu masuk sebagai berita utama korban begal besok di acara kriminal?" tambah Malik yang benar-benar kesal menghadapi Isna yang keras kepala.

Suara knalpot mesin motor itu semakin mendekat dan saat kedua bola mata Isna melihat gerombolan motor berpawai dengan membawa senjata tajam, barulah Isna bergidik ngeri hingga dengan cepat dia langsung naik ke atas motor Malik dengan pegangan yang begitu kuat, membuat Malik tersentak.

Kedua tangan Isna yang melingkar di perutnya membuat tubuhnya dilanda hawa panas dingin secara bersamaan.

"Pegangan yang kuat," perintah Malik sesaat sebelum dia melajukan kendaraan roda duanya.

Isna yang ketakutan jelas semakin merapatkan tubuhnya dengan Malik. Dekapannya semakin mengencang seiring dengan melesatnya motor Malik membelah keheningan malam di jalan Ibukota.

Mungkin bagi Isna, hal ini tidak istimewa. Namun tidak bagi Malik.

Sejujurnya, Malik begitu menikmati moment ini. Moment di mana hatinya kembali berdebar karena sentuhan seorang perempuan.

Moment di mana hangatnya sebuah pelukan membuat seluruh bagian tubuhnya bereaksi.

Sebuah reaksi alami di mana sentuhan itu menimbulkan getaran aneh yang merambat dan menjalar ke perut dan berhenti di dada.

Seolah membuat darahnya bergejolak.

Sentuhan itu memang hanya sebuah pelukan biasa.

Namun, kenapa efeknya sungguh luar biasa bagi Malik?

Entahlah, apa ada yang bisa menjawabnya?

Karena Malik benar-benar tidak tahu tentang hal ini.

Apa mungkin, dia perlu melakukan sedikit riset untuk membuktikan bahwa semua yang dia rasakan terhadap Isna, bukan karena keanehan semata, namun karena dirinya yang memang sudah benar-benar sembuh dari penyakitnya.

Ya, sepertinya Malik harus mencobanya dengan perempuan lain!

*****

Malam itu, sepulangnya dari kediaman Isna, Malik bergegas menuju sebuah club elit di daerah Kemang, Jakarta.

Tak ingin mengulur waktu, Malik langsung mencari seorang mucikari di club itu yang menawarkan jasa pelacur terbaik.

"Saya mau yang masih virgin. Saya tidak mau ambil resiko dengan wanita yang sudah bergonta-ganti teman tidur. Soal bayaran, tidak usah khawatir, saya akan bayar berapapun biayanya," ucap Malik pada Mami Shilla yang merupakan gremo di club malam itu.

Setelah bernegosiasi soal harga, Malik pun mendapati pesanan sesuai dengan yang dia minta.

Awalnya Malik cukup kaget melihat wajah polos gadis manis berpakaian seksi di hadapannya itu.

Sebab, dia bisa perkirakan bahwa usia gadis ini pasti sama dengan usia anaknya, Aryan.

Ah, persetan dengan umur, yang penting sekarang, aku bisa memastikan bahwa aku sudah benar-benar sembuh!

"Ayo, ikut saya," ajak Malik pada si gadis malam itu.

Malik membawa gadis itu ke sebuah hotel mewah di bilangan Jakarta pusat.

Begitu keduanya masuk ke dalam kamar, Malik yang memang sudah tidak sabar langsung menerkam gadis itu dan menghujaninya dengan ciuman panas bertubi-tubi.

Saat bibirnya sibuk menikmati bibir gadis itu, kedua tangan Malik sibuk melucuti pakaian si gadis satu persatu.

Dan saat keduanya sudah benar-benar dalam keadaan tanpa busana, Malik menghentikan sejenak aktifitasnya.

Napas lelaki itu terengah-engah. Bukan karena menahan nafsu, tapi karena lelah.

Foreplay yang mereka lakukan sudah hampir satu jam, tapi milik Malik tak juga kunjung menegang.

Malik benar-benar bingung.

"Kenapa Om?" tanya gadis polos itu.

Malik mengambil jubah mandi tanpa menjawab pertanyaan si gadis. Lelaki itu mencuci wajahnya ke kamar mandi.

Cukup lama Malik menatap pantulan wajahnya di cermin. Tampak di hadapannya saat itu, wajah seorang lelaki brengsek yang hampir saja mengulangi kesalahannya untuk kedua kali.

Meski kali ini dia benar-benar bermain dengan seorang pelacur, tapi tetap saja gadis itu masih suci dan tidak seharusnya Malik berniat untuk merusak mahkotanya.

Untung saja miliknya ini tidak bereaksi seperti saat dirinya bersama Isna, mungkin jika iya, Malik akan kembali khilaf, khilaf dan khilaf.

Hal ini jelas tidak bisa dibiarkan.

Sepertinya, Malik harus mengunjungi dokter pribadinya untuk kembali berkonsultasi mengenai penyakit yang dideritanya itu.

Tapi, apa harus dia menceritakan pada sang dokter tentang dirinya yang sudah melakukan tindakan pemerkosaan terhadap seorang wanita mabuk?

Satu-satunya wanita yang mampu membuat milik Malik turn on kembali.

Dia, Isna.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DUDA KHILAF   24. KETAKUTAN VANESSA

    "Mahessa mau ajak Wildan untuk bertukar pasangan malam ini dan dia bilang kalau kamu sudah menyetujuinya, benar begitu Nil?" tanya Vanessa yang langsung mengkonfirmasi ucapan Mahessa padanya tadi pagi setelah dia mendapat kesempatan untuk berbincang secara empat mata dengan Vanilla.Saat itu, sepasang wanita kembar tersebut sedang berada di salah satu area permainan ski di St.Moritz.Vanilla yang sedang menyesap cokelat panasnya seketika terbatuk mendengar ucapan Vanessa.Buru-buru dia meraih tissue untuk mengelap sudut bibirnya yang terkena coklat."Aku nggak salah dengerkan? Bertukar pasangan?" ucap Vanilla yang malah tertawa seolah apa yang diucapkan Vanessa hanyalah lelucon."Iya," jawab Vanessa mengangguk cepat.Lagi, Vanilla malah tertawa. "Kamu kenapa sih Nes? Dari kemarin kok ngomongnya ngaco terus?"Seketika kerutan di kening Vanessa menjelas. "Ngaco bagaimana?" tanyanya bingung. Tak habis pikir dengan sikap santai Vanilla yang kelihatan begitu tenang. Padahal jelas-jelas, Van

  • DUDA KHILAF   23. PROMISE

    "Aku benci ibuku! Aku benci perempuan seperti dia! Karena dia Ayah dipenjara dan tidak lagi menyayangiku! Aku benci ibuku, Vi!" ucap seorang bocah lelaki pada seorang bocah perempuan di teras sebuah tempat ibadah di lapas tahanan khusus pria.Bocah lelaki itu menangis meski tanpa isakan, hingga sebuah tangan mungil terjulur membelai pipinya untuk mengusap air mata yang menetes."Nasib kita sama ya Yas? Aku juga benci sama Ibuku. Karena dia lebih menyayangi saudaraku daripada aku!" ujar si bocah perempuan yang dipanggil Vi tadi.Sang bocah lelaki yang bernama Yasa itu mendongak menatap polos ke arah Vi."Apa mungkin, Tuhan mempertemukan kita karena kita memang berjodoh?" tanya Yasa saat itu.Vi tertawa kecil dengan wajah tersipu dan menjadi terkejut saat tiba-tiba Yasa mengaitkan jari kelingking mereka."Kamu maukan janji sama aku, Vi?" tanya Yasa saat itu."Janji apa?""Kalau kamu sudah besar nanti, jaga dirimu baik-baik ya. Jangan menjadi perempuan seperti ibuku, nanti aku akan membe

  • DUDA KHILAF   22. KEBOHONGAN

    Hari sudah hampir tengah malam, tapi Mahessa belum juga pulang.Entah kenapa, kekhawatiran menggelayuti benak Vanessa saat itu, bahkan saat dia menanyakan keberadaan Mahessa pada supir pribadi lelaki itu, tapi Pieter mengatakan bahwa sejak sore tadi, majikannya itu sama sekali tidak menghubunginya untuk meminta dijemput, jadi, dia tidak tahu menahu di mana Mahessa berada saat ini."Kamu belum tidur, Nessa?" sapa Wildan yang kebetulan berpapasan dengan Vanessa di tangga.Saat itu, Wildan hendak ke dapur untuk membuatkan Vanilla susu.Vanessa tersenyum tipis seraya menggeleng. "Aku tidak bisa tidur," jawabnya pelan."Loh, kenapa? Bukannya tadi kamu bilang hari ini sangat melelahkan? Apa kamu sakit?" tanya Wildan lagi.Belum sempat Vanessa menjawab, Pieter datang tergesa dari arah luar memasuki rumah besar itu.Langkah lelaki berkumis tipis itu berhenti tepat di bawah tangga."Nona Vanessa, saya baru saja mendapat telepon dari pemilik salah satu Club malam di Zurich, katanya, Tuan Mahess

  • DUDA KHILAF   21. JARAK ANTARA CINTA DAN BENCI

    Seharian ini, kedua pasang pengantin baru itu puas berkeliling kota Zurich.Di pagi hari, mereka menaiki kapal mengelilingi Danau Zurich, lalu berkunjung ke sisi utara danau sambil melihat sejumlah perumahan dan villa menarik.Vanilla tak hentinya berdecak kagum saat menikmati indahnya suasana sekitar dengan pancaran sinar matahari di tengah hawa sejuk sekeliling danau.Siang harinya, usai makan siang bersama di sebuah restoran ternama di Zurich, mereka berkunjung ke Rapperswill, yang dikenal sebagai kota bunga mawar.Rapperswill terletak di ujung timur Danau Zurich. Sebutan tersebut disematkan lantaran kebun-kebun publik di sana memiliki lebih dari lima belas ribu bunga mawar.Dari jumlah tersebut, sebanyak enam ratus jenis bunga mawar dapat mereka temui di sepanjang jalan kota tua abad pertengahan tersebut.Terakhir, Vanilla mengajak Wildan, untuk menaiki Tuk tuk.Tuk tuk merupakan transportasi sejenis bajaj yang kerap terlihat di Thailand.Selama berada di Zurich, para wisatawan as

  • DUDA KHILAF   20. SEBUAH RENCANA

    Wildan terbangun saat sorot matahari sudah terang benderang.Angin sepoi-sepoi masuk melalui jendela yang terbuka dan mengayun-ayun tirai putih tipis yang menghalanginya.Suara gemericik air dari aliran sungai Geneva terdengar samar.Menatap ke sekeliling, kening lelaki berpiyama abu-abu itu seketika mengernyit.Kenapa aku ada di sini?Pikir Wildan membatin saat menyadari keberadaannya di dalam kamar pribadinya bersama Vanilla.Wildan meremas kepalanya sekilas, mencoba mengais kembali ingatan tadi malam.Sialnya, Wildan tak mengingat apapun kecuali dirinya yang mendengar suara Mahessa berbicara untuk pertama kalinya dengan Vanilla di kebun belakang itu."Sebenarnya, sejak awal aku sudah tahu bahwa Vi yang asli adalah Vanessa, bukan kamu."Ya, hanya sederet kalimat itulah yang berhasil Wildan ingat, karena setelahnya, yang dia ketahui, dia merasa seperti ada seseorang yang membekapnya dari arah belakang hingga membuatnya tak sadarkan diri.Apa mungkin dia berhalusinasi?Tapi rasanya ti

  • DUDA KHILAF   19. SEBUAH PENGAKUAN

    Malam itu, akhirnya Vanilla menemui Mahessa setelah berembuk cukup lama bersama sang suami.Meski awalnya Wildan melarang keras sang istri untuk pergi, namun, setelah Vanilla memberikan pengertian pada sang suami dan meyakinkan Wildan bahwa semua akan baik-baik saja, akhirnya Wildan pun pasrah dan membiarkan sang istri pergi, dengan catatan, Vanilla harus merekam seluruh percakapannya dengan Mahessa di kebun belakang agar Wildan tahu apa yang Mahessa ingin bicarakan dengan istrinya malam ini.Rasa kantuk yang awalnya dirasakan Wildan menguap begitu saja begitu Vanilla sudah keluar dari kamar.Lelaki itu menggeram tertahan sambil menepuk sisi tempat tidur lalu meremas kepala frustasi.Menatap kembali daun pintu kamar, Wildan yang tak mau ambil resiko jika Mahessa akan berbuat hal yang tidak-tidak terhadap Vanilla pun akhirnya memutuskan untuk menguntit kepergian Vanilla dan menguping langsung pembicaraan sang Kakak Ipar dan istrinya itu.Saat itu, Wildan menangkap sosok Mahessa dan Van

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status