Share

9. COBA-COBA

"Mari saya antar kamu pulang, ini sudah terlalu malam untukmu berkeliaran sendirian di luar!" ajak Malik saat itu.

"Apa? Berkeliaran? Saya itu habis pulang kerja! Enak saja berkeliaran! Anda pikir saya binatang ragunan berkeliaran!" omel Isna tidak terima.

Sebenarnya Malik ingin tertawa, tapi sebisa mungkin dia tahan.

"Darimana anda tahu saya ada di sini?" tanya Isna setelah dirinya mampu mengendalikan rasa terkejut sekaligus kesal melihat kedatangan Malik secara tiba-tiba.

"Tadi saya mampir ke rumah dan Pak Dharma beritahu saya bahwa kamu bekerja di restoran Seafood daerah sini," jawab Malik apa adanya.

Isna menatap tajam Malik. Sebuah tatapan menyelidik.

"Pak Dharma yang menyuruh saya untuk menjemput kamu," ucap Malik lagi.

"Cih! Bisa-bisanya anda pakai cara licik dengan mendekati Bapak saya? Nggak usah sok-sok baik apalagi cari perhatian dengan keluarga saya! Saya udah paham seberapa mesumnya kadar otak anda! Jangan berpikir saya akan kalah cuma gara-gara hutang! Kehidupan dan masa depan saya nggak bisa dibeli dengan uang!" cecar Isna yang jadi kesal dengan sikap Malik. Isna merasa Malik sudah mencampuri urusan pribadinya terlalu jauh. Lelaki ini sangat licik dan berbahaya, Isna harus waspada.

"Apa kamu bilang? Mesum? Saya lelaki mesum?" balas Malik tidak terima.

"Ya, anda memang lelaki mesum yang sukanya bergonta-ganti istrikan? Bahkan udah jadi rahasia umum kalau anda ini sudah pernah menikah berkali-kali, tapi selalu gagal! Pasti karena anda yang memang tak bisa puas dengan satu perempuankan?"

"CUKUP!" bentak Malik tiba-tiba, membuat Isna terperanjat kaget hingga dia mundur beberapa langkah.

Tatapan hangat Malik berubah menjadi tatapan sinis yang mengerikan. Membuat Isna takut.

"Saya tanya sekali lagi, kamu mau ikut pulang bersama saya atau tidak?"

Isna melempar tatapannya ke arah lain, wajahnya masih saja angkuh dan tak bersahabat.

"Nggak! Saya bisa pulang sendiri!" ucapnya keras kepala.

"Oke, selamat menikmati perjalanan anda!" Tanpa menunggu Isna bicara, Malik langsung berbalik dan kembali menaiki motor sportynya.

Lelaki itu baru saja menyalakan mesin motor saat tiba-tiba suara desingan nyaring knalpot motor sekelompok mafia jalanan terdengar di kejauhan.

Akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan di berita kriminal tentang kebrutalan anggota genk motor yang seringkali beraksi jika waktu tengah malam sudah lewat.

Dan menjadi hal yang sangat tidak mungkin jika Malik membiarkan Isna sendirian di pinggir jalan sementara para pelaku kejahatan itu mulai mendekat.

Malik mengesah tertahan dan terpaksa melangkah mendekati Isna.

Tanpa berkata apapun lagi, Malik langsung menarik jemari Isna dan menyuruhnya naik ke atas motor.

"Ayo, naik!" perintah Malik sambil melotot. "Apa kamu mau identitasmu masuk sebagai berita utama korban begal besok di acara kriminal?" tambah Malik yang benar-benar kesal menghadapi Isna yang keras kepala.

Suara knalpot mesin motor itu semakin mendekat dan saat kedua bola mata Isna melihat gerombolan motor berpawai dengan membawa senjata tajam, barulah Isna bergidik ngeri hingga dengan cepat dia langsung naik ke atas motor Malik dengan pegangan yang begitu kuat, membuat Malik tersentak.

Kedua tangan Isna yang melingkar di perutnya membuat tubuhnya dilanda hawa panas dingin secara bersamaan.

"Pegangan yang kuat," perintah Malik sesaat sebelum dia melajukan kendaraan roda duanya.

Isna yang ketakutan jelas semakin merapatkan tubuhnya dengan Malik. Dekapannya semakin mengencang seiring dengan melesatnya motor Malik membelah keheningan malam di jalan Ibukota.

Mungkin bagi Isna, hal ini tidak istimewa. Namun tidak bagi Malik.

Sejujurnya, Malik begitu menikmati moment ini. Moment di mana hatinya kembali berdebar karena sentuhan seorang perempuan.

Moment di mana hangatnya sebuah pelukan membuat seluruh bagian tubuhnya bereaksi.

Sebuah reaksi alami di mana sentuhan itu menimbulkan getaran aneh yang merambat dan menjalar ke perut dan berhenti di dada.

Seolah membuat darahnya bergejolak.

Sentuhan itu memang hanya sebuah pelukan biasa.

Namun, kenapa efeknya sungguh luar biasa bagi Malik?

Entahlah, apa ada yang bisa menjawabnya?

Karena Malik benar-benar tidak tahu tentang hal ini.

Apa mungkin, dia perlu melakukan sedikit riset untuk membuktikan bahwa semua yang dia rasakan terhadap Isna, bukan karena keanehan semata, namun karena dirinya yang memang sudah benar-benar sembuh dari penyakitnya.

Ya, sepertinya Malik harus mencobanya dengan perempuan lain!

*****

Malam itu, sepulangnya dari kediaman Isna, Malik bergegas menuju sebuah club elit di daerah Kemang, Jakarta.

Tak ingin mengulur waktu, Malik langsung mencari seorang mucikari di club itu yang menawarkan jasa pelacur terbaik.

"Saya mau yang masih virgin. Saya tidak mau ambil resiko dengan wanita yang sudah bergonta-ganti teman tidur. Soal bayaran, tidak usah khawatir, saya akan bayar berapapun biayanya," ucap Malik pada Mami Shilla yang merupakan gremo di club malam itu.

Setelah bernegosiasi soal harga, Malik pun mendapati pesanan sesuai dengan yang dia minta.

Awalnya Malik cukup kaget melihat wajah polos gadis manis berpakaian seksi di hadapannya itu.

Sebab, dia bisa perkirakan bahwa usia gadis ini pasti sama dengan usia anaknya, Aryan.

Ah, persetan dengan umur, yang penting sekarang, aku bisa memastikan bahwa aku sudah benar-benar sembuh!

"Ayo, ikut saya," ajak Malik pada si gadis malam itu.

Malik membawa gadis itu ke sebuah hotel mewah di bilangan Jakarta pusat.

Begitu keduanya masuk ke dalam kamar, Malik yang memang sudah tidak sabar langsung menerkam gadis itu dan menghujaninya dengan ciuman panas bertubi-tubi.

Saat bibirnya sibuk menikmati bibir gadis itu, kedua tangan Malik sibuk melucuti pakaian si gadis satu persatu.

Dan saat keduanya sudah benar-benar dalam keadaan tanpa busana, Malik menghentikan sejenak aktifitasnya.

Napas lelaki itu terengah-engah. Bukan karena menahan nafsu, tapi karena lelah.

Foreplay yang mereka lakukan sudah hampir satu jam, tapi milik Malik tak juga kunjung menegang.

Malik benar-benar bingung.

"Kenapa Om?" tanya gadis polos itu.

Malik mengambil jubah mandi tanpa menjawab pertanyaan si gadis. Lelaki itu mencuci wajahnya ke kamar mandi.

Cukup lama Malik menatap pantulan wajahnya di cermin. Tampak di hadapannya saat itu, wajah seorang lelaki brengsek yang hampir saja mengulangi kesalahannya untuk kedua kali.

Meski kali ini dia benar-benar bermain dengan seorang pelacur, tapi tetap saja gadis itu masih suci dan tidak seharusnya Malik berniat untuk merusak mahkotanya.

Untung saja miliknya ini tidak bereaksi seperti saat dirinya bersama Isna, mungkin jika iya, Malik akan kembali khilaf, khilaf dan khilaf.

Hal ini jelas tidak bisa dibiarkan.

Sepertinya, Malik harus mengunjungi dokter pribadinya untuk kembali berkonsultasi mengenai penyakit yang dideritanya itu.

Tapi, apa harus dia menceritakan pada sang dokter tentang dirinya yang sudah melakukan tindakan pemerkosaan terhadap seorang wanita mabuk?

Satu-satunya wanita yang mampu membuat milik Malik turn on kembali.

Dia, Isna.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status