"Mari saya antar kamu pulang, ini sudah terlalu malam untukmu berkeliaran sendirian di luar!" ajak Malik saat itu.
"Apa? Berkeliaran? Saya itu habis pulang kerja! Enak saja berkeliaran! Anda pikir saya binatang ragunan berkeliaran!" omel Isna tidak terima.Sebenarnya Malik ingin tertawa, tapi sebisa mungkin dia tahan."Darimana anda tahu saya ada di sini?" tanya Isna setelah dirinya mampu mengendalikan rasa terkejut sekaligus kesal melihat kedatangan Malik secara tiba-tiba."Tadi saya mampir ke rumah dan Pak Dharma beritahu saya bahwa kamu bekerja di restoran Seafood daerah sini," jawab Malik apa adanya.Isna menatap tajam Malik. Sebuah tatapan menyelidik."Pak Dharma yang menyuruh saya untuk menjemput kamu," ucap Malik lagi."Cih! Bisa-bisanya anda pakai cara licik dengan mendekati Bapak saya? Nggak usah sok-sok baik apalagi cari perhatian dengan keluarga saya! Saya udah paham seberapa mesumnya kadar otak anda! Jangan berpikir saya akan kalah cuma gara-gara hutang! Kehidupan dan masa depan saya nggak bisa dibeli dengan uang!" cecar Isna yang jadi kesal dengan sikap Malik. Isna merasa Malik sudah mencampuri urusan pribadinya terlalu jauh. Lelaki ini sangat licik dan berbahaya, Isna harus waspada."Apa kamu bilang? Mesum? Saya lelaki mesum?" balas Malik tidak terima."Ya, anda memang lelaki mesum yang sukanya bergonta-ganti istrikan? Bahkan udah jadi rahasia umum kalau anda ini sudah pernah menikah berkali-kali, tapi selalu gagal! Pasti karena anda yang memang tak bisa puas dengan satu perempuankan?""CUKUP!" bentak Malik tiba-tiba, membuat Isna terperanjat kaget hingga dia mundur beberapa langkah.Tatapan hangat Malik berubah menjadi tatapan sinis yang mengerikan. Membuat Isna takut."Saya tanya sekali lagi, kamu mau ikut pulang bersama saya atau tidak?"Isna melempar tatapannya ke arah lain, wajahnya masih saja angkuh dan tak bersahabat."Nggak! Saya bisa pulang sendiri!" ucapnya keras kepala."Oke, selamat menikmati perjalanan anda!" Tanpa menunggu Isna bicara, Malik langsung berbalik dan kembali menaiki motor sportynya.Lelaki itu baru saja menyalakan mesin motor saat tiba-tiba suara desingan nyaring knalpot motor sekelompok mafia jalanan terdengar di kejauhan.Akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan di berita kriminal tentang kebrutalan anggota genk motor yang seringkali beraksi jika waktu tengah malam sudah lewat.Dan menjadi hal yang sangat tidak mungkin jika Malik membiarkan Isna sendirian di pinggir jalan sementara para pelaku kejahatan itu mulai mendekat.Malik mengesah tertahan dan terpaksa melangkah mendekati Isna.Tanpa berkata apapun lagi, Malik langsung menarik jemari Isna dan menyuruhnya naik ke atas motor."Ayo, naik!" perintah Malik sambil melotot. "Apa kamu mau identitasmu masuk sebagai berita utama korban begal besok di acara kriminal?" tambah Malik yang benar-benar kesal menghadapi Isna yang keras kepala.Suara knalpot mesin motor itu semakin mendekat dan saat kedua bola mata Isna melihat gerombolan motor berpawai dengan membawa senjata tajam, barulah Isna bergidik ngeri hingga dengan cepat dia langsung naik ke atas motor Malik dengan pegangan yang begitu kuat, membuat Malik tersentak.Kedua tangan Isna yang melingkar di perutnya membuat tubuhnya dilanda hawa panas dingin secara bersamaan."Pegangan yang kuat," perintah Malik sesaat sebelum dia melajukan kendaraan roda duanya.Isna yang ketakutan jelas semakin merapatkan tubuhnya dengan Malik. Dekapannya semakin mengencang seiring dengan melesatnya motor Malik membelah keheningan malam di jalan Ibukota.Mungkin bagi Isna, hal ini tidak istimewa. Namun tidak bagi Malik.Sejujurnya, Malik begitu menikmati moment ini. Moment di mana hatinya kembali berdebar karena sentuhan seorang perempuan.Moment di mana hangatnya sebuah pelukan membuat seluruh bagian tubuhnya bereaksi.Sebuah reaksi alami di mana sentuhan itu menimbulkan getaran aneh yang merambat dan menjalar ke perut dan berhenti di dada.Seolah membuat darahnya bergejolak.Sentuhan itu memang hanya sebuah pelukan biasa.Namun, kenapa efeknya sungguh luar biasa bagi Malik?Entahlah, apa ada yang bisa menjawabnya?Karena Malik benar-benar tidak tahu tentang hal ini.Apa mungkin, dia perlu melakukan sedikit riset untuk membuktikan bahwa semua yang dia rasakan terhadap Isna, bukan karena keanehan semata, namun karena dirinya yang memang sudah benar-benar sembuh dari penyakitnya.Ya, sepertinya Malik harus mencobanya dengan perempuan lain!*****Malam itu, sepulangnya dari kediaman Isna, Malik bergegas menuju sebuah club elit di daerah Kemang, Jakarta.Tak ingin mengulur waktu, Malik langsung mencari seorang mucikari di club itu yang menawarkan jasa pelacur terbaik."Saya mau yang masih virgin. Saya tidak mau ambil resiko dengan wanita yang sudah bergonta-ganti teman tidur. Soal bayaran, tidak usah khawatir, saya akan bayar berapapun biayanya," ucap Malik pada Mami Shilla yang merupakan gremo di club malam itu.Setelah bernegosiasi soal harga, Malik pun mendapati pesanan sesuai dengan yang dia minta.Awalnya Malik cukup kaget melihat wajah polos gadis manis berpakaian seksi di hadapannya itu.Sebab, dia bisa perkirakan bahwa usia gadis ini pasti sama dengan usia anaknya, Aryan.Ah, persetan dengan umur, yang penting sekarang, aku bisa memastikan bahwa aku sudah benar-benar sembuh!"Ayo, ikut saya," ajak Malik pada si gadis malam itu.Malik membawa gadis itu ke sebuah hotel mewah di bilangan Jakarta pusat.Begitu keduanya masuk ke dalam kamar, Malik yang memang sudah tidak sabar langsung menerkam gadis itu dan menghujaninya dengan ciuman panas bertubi-tubi.Saat bibirnya sibuk menikmati bibir gadis itu, kedua tangan Malik sibuk melucuti pakaian si gadis satu persatu.Dan saat keduanya sudah benar-benar dalam keadaan tanpa busana, Malik menghentikan sejenak aktifitasnya.Napas lelaki itu terengah-engah. Bukan karena menahan nafsu, tapi karena lelah.Foreplay yang mereka lakukan sudah hampir satu jam, tapi milik Malik tak juga kunjung menegang.Malik benar-benar bingung."Kenapa Om?" tanya gadis polos itu.Malik mengambil jubah mandi tanpa menjawab pertanyaan si gadis. Lelaki itu mencuci wajahnya ke kamar mandi.Cukup lama Malik menatap pantulan wajahnya di cermin. Tampak di hadapannya saat itu, wajah seorang lelaki brengsek yang hampir saja mengulangi kesalahannya untuk kedua kali.Meski kali ini dia benar-benar bermain dengan seorang pelacur, tapi tetap saja gadis itu masih suci dan tidak seharusnya Malik berniat untuk merusak mahkotanya.Untung saja miliknya ini tidak bereaksi seperti saat dirinya bersama Isna, mungkin jika iya, Malik akan kembali khilaf, khilaf dan khilaf.Hal ini jelas tidak bisa dibiarkan.Sepertinya, Malik harus mengunjungi dokter pribadinya untuk kembali berkonsultasi mengenai penyakit yang dideritanya itu.Tapi, apa harus dia menceritakan pada sang dokter tentang dirinya yang sudah melakukan tindakan pemerkosaan terhadap seorang wanita mabuk?Satu-satunya wanita yang mampu membuat milik Malik turn on kembali.Dia, Isna."Dan inilah yang sudah saya katakan sejak awal mengenai penyakit yang Pak Malik derita selama ini, bahwa penyakit impoten yang Pak Malik derita bukan berasal dari faktor organik, tapi psikogenik. Semua ini hanya Pak Malik sendiri yang mampu menjawabnya, karena dari semua pemeriksaan medis, tidak ada yang bermasalah dalam diri Pak Malik. Pak Malik sehat secara fisik, hanya saja, batiniah Pak Maliklah yang selama ini terganggu. Mungkin, tidak cukup ketika Pak Malik dinyatakan sudah sembuh dari penyakit depresi yang pernah Pak Malik derita belasan tahun lalu, karena pada kenyataannya, dalam diri Pak Malik, Pak Malik belum bisa menerima takdir yang telah ditetapkan Tuhan terhadap diri Pak Malik," jelas seorang dokter yang selama ini menjadi Dokter pribadi Malik dalam menangani penyakit yang dideritanya.Malik dan sang Dokter kini sudah selayaknya sepasang teman karib karena semua rahasia pribadi terkelam yang pernah Malik rasakan dalam hidupnya kini sudah diketahui oleh sang Dokter."Apa s
"Halo, Wil?" ucap seorang lelaki di seberang. Dia baru saja menghubungi sahabat satu fakultasnya di Jogya yang bernama Wildan."Ya, ada apa?" tanya Wildan yang saat itu baru saja memparkirkan kendaraannya di depan restoran seafood tempat sang kekasih bekerja."Lo di mana? Clubbing yuk?""Sorry Yan, gue nggak bisa. Gue mau jemput Isna," jawab Wildan.Lelaki bernama Aryan yang menelepon Wildan tampak mengesah. Sebelah tangannya mengepal dengan ekspresi bengis yang nampak di wajah tampannya. "Gue kirain lo udah putus sama cewek itu?" ucapnya sinis."Putus? Putus gimana? Hubungan gue sama Isna baik-baik aja kali," ujar Wildan santai. Dia membuka pintu mobil untuk menunggu kedatangan Isna.Saat itu Aryan tidak berbicara apapun lagi dan langsung memutus sambungan teleponnya dengan Wildan, membuat lelaki berkemeja biru itu terheran-heran dengan tingkah sahabatnya.Palingan juga abis berantem lagi sama bokapnya!Gumam Wildan dalam hati.Wildan dan Aryan sudah saling mengenal saat mereka SD.Aw
Isna duduk termenung di Halte menunggu metromini lewat.Dia hendak pulang.Ditatapnya layar ponsel di tangannya.Tampil di wallpaper ponsel itu gambar dirinya bersama seorang lelaki yang telah memberikan ponsel itu secara cuma-cuma padanya, sekitar dua bulan yang lalu.*"Aku mau kamu terima ini. Kalau kamu tolak, aku akan marah," ucap Wildan saat lelaki itu memberikan Isna sebuah ponsel baru.Saat itu, malam terakhir Isna dan Wildan bertemu sebelum Wildan kembali ke Joyga untuk melanjutkan pendidikan.Isna terdiam dengan kedua tangan yang sudah menerima bungkusan berisi ponsel pemberian Wildan. Wildan memberikannya secara paksa."Jangan tersinggung. Aku beri kamu ponsel ini karena aku nggak mau kita sampai lose contact. Gimana aku bisa hubungi kamu di Jogya nanti kalau kamu nggak pegang Hanphone? Kalau aku kangen gimana? Kamu nggak kasian sama aku?" Suara Wildan terdengar manja. Jari telunjuknya menarik dagu Isna agar mendongak. Dia ingin menatap wajah Isna sampai puas malam ini.Sebe
"Yah? Nggak ada apa-apa? Kak Is nggak masak?" Uucap Hasna saat tak mendapati lauk pauk apapun di dapur. Padahal dia begitu lapar karena hari ini dia tidak jajan di sekolah."Kakakmu sakit, tadi pagi dia muntah-muntah pas lagi buat kue," jawab Dharma yang sedang menonton TV."Terus jadi nggak jualan hari ini?" tanya Hasna masih cemberut."Nggak. Tadi juga Bapak larang supaya nggak usah masuk kerja, tapi Isna kekeuh mau masuk kerja, yasudah. Katanya sudah minum obat."Hasna tidak menyahut. Gadis itu sibuk membuat mie di dapur. Dia tidak pernah terlalu perduli tentang apapun hal yang terjadi pada Isna, yang Hasna tau dirinya saat ini sangat lapar, dan dia harus segera makan.Selepas mie matang, Hasna memakannya di kamar.Gadis itu makan dengan lahap.Selesai makan, ketika sang Ayah tertidur, Hasna diam-diam masuk ke dalam kamar sang Kakak seperti yang biasa dia lakukan.Uang simpanan untuk ongkos kerja yang ditaruh Isna di selipan lipatan pakaian milik Isna diambilnya separuh.Hari ini H
Isna hamil.Jalan 8 minggu.Itulah yang dikatakan oleh dokter klinik yang memeriksa Isna tadi.Kini, keadaan Isna terlihat kacau.Gadis itu tak henti menangis di dalam mobil Malik, sementara Malik sendiri tidak tahu harus melakukan apa.Rasa bersalahnya semakin besar pada Isna. Sayangnya Malik terlalu pengecut untuk mengakui kesalahannya kepada gadis itu.Gadis yang telah dia rusak masa depannya."Isna, apa sebaiknya kita pulang saja?" Tanya Malik memberanikan diri.Isna tersadar saat mendengar suara Malik menyapanya. Tangisnya perlahan mereda meski rasa sesak di dadanya tak kunjung menghilang.Dia sudah diperkosa dan kini dia harus mendapati dirinya hamil hasil pemerkosaan itu.Isna yang kalut, bingung dan takut hanya bisa menangis dan menangis. Dia bahkan tak tahu kemana dirinya harus mengadu saat ini. Bahkan Isna merasa dirinya kini kehilangan harga diri di hadapan Malik.Pasti lela
"Sekarang, coba jelasin sama Mba, apa yang terjadi sama kamu semalam?" Tanya Isna pada sang adik usai dia mengantar Malik pulang.Kedua kakak beradik itu duduk di depan ruang ICU.Hasna menunduk takut. Titik-titik air matanya mulai kembali berjatuhan."Hasna juga nggak tau Mba. Seingat Hasna, Julian ajak Hasna pergi ke sebuah tempat yang emang pemandangannya indah. Hasna sama Julian ngobrol banyak hal di sana sampai Hasna lupa waktu. Terus, pas Hasna ajakin Julian pulang, Julian tawarin Hasna minuman. Setelah itu Hasna nggak inget apa-apa lagi..." Hasna menghentikan kalimatnya akibat tangisannya yang kian merebak. Dadanya sesak, terlebih ketika ingatannya tertuju pada kejadian yang dia alami tadi pagi.Di mana ketika dirinya terbangun, Hasna sudah berada di dalam sebuah kamar hotel dengan tubuh tanpa busana.Dan...Bersama tiga orang lelaki yang jelas-jelas bukan Julian."Hasna nggak tau apa yang udah mereka lakukan sama
Malik sudah memparkirkan kendaraannya di tepi jalan dekat gang rumah Isna.Itu artinya, kini waktunya dia berpisah dengan Isna yang harus kembali ke rumah."Makasih ya Om," kata Isna tersenyum."Oke, hati-hati,"Isna hendak membuka pintu mobil ketika dia teringat sesuatu. Ditariknya kembali tangannya dari handle pintu dan kembali berbalik menghadap Malik."Hm, mau mampir dulu ke rumah nggak Om? Ada yang mau saya bicarakan," ucap Isna setengah ragu.Kening Malik berkerut samar, dia menoleh jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam."Kayaknya udah terlalu malam. Dan lagi di rumah kamu nggak ada siapa-siapa sekarang. Nggak enak sama tetangga. Bicara di sini saja bisa?" saran Malik.Lelaki itu hanya tak ingin jika dirinya sampai lepas kontrol seperti malam itu. Berada berdekatan dengan Isna bukan hal yang mudah bagi Malik karena lelaki itu harus susah payah mengendalikan perasaannya. Dan...
"Wildan sudah menghancurkan kepercayaan saya. Dia sudah mengkhianati saya. Itulah mengapa saya memutuskan untuk memilih Om Malik, pada akhirnya...."Malik tercenung.Dia tidak bisa menebak perasaan apa yang lebih mendominasi hatinya saat ini.Apa itu perasaan senang, cemas atau takut?Semua perasaan itu bercampur menjadi satu dalam benak Malik. Lelaki itu membalas genggaman tangan Isna. Ditatapnya lekat manik mata Isna yang hitam."Sebelumnya, saya nggak pernah merasa seyakin ini dengan seorang perempuan. Tapi dengan kamu, saya yakin jika penantian saya untuk mendapatkan pasangan yang memang benar-benar cocok untuk saya telah berakhir. Sesungguhnya kamu adalah perempuan yang saya cari selama ini. Saya harap, kamu bisa menerima segala kekurangan yang saya miliki Isna..." Ungkap Malik menjelaskan.Cukup bagi Malik merahasiakan soal malam di mana terjadinya kekhilafan itu, dan Malik tidak ingin menutupi apapun tentang kisah masa lal