Share

7. PONSEL YANG HILANG

"Menikah dengan saya Isna? Anggap saja itu bayaran atas semua hutang-hutang keluargamu yang sudah saya lunasi."

Isna mengerutkan kening. Dari ekspresinya dia terlihat kaget, tapi juga bingung.

Mendengar kata menikah, dalam sekejap ingatan Isna dipaksa berputar pada kejadian yang dialaminya kemarin malam.

*

"Maaf-maaf, kamu nggak kenapa-napa?" ucap seorang lelaki pemilik kendaraan roda empat yang baru saja bertabrakan dengan motor Isna.

Lelaki itu keluar dari mobil dan berlari tergesa menghampiri Isna yang terjatuh di tepi jalan.

Spion motor Isna hancur dan stang motornya pun rusak. Alhasil motor matic itu tidak bisa digunakan dan harus masuk bengkel. Untungnya, tubuh Isna hanya lecet sedikit dan tidak mengalami benturan berat.

"Kenalkan, aku Julian dan ini temanku Adi. Kamu mau kemana?" tanya laki-laki bernama Julian yang tadi menabrak Isna.

"Aku mau ke rumah sakit, Ibuku kecelakaan," jawab Isna jujur.

Kedua lelaki di hadapannya saling pandang sebelum akhirnya mereka kembali tersenyum ke arah Isna.

"Kalo gitu, motor kamu biar aku bawa ke bengkel supaya dibetulkan. Nanti, kamu aku antar ke rumah sakit pakai mobil, gimana?"

Karena terpepet waktu dan terlalu cemas akan keadaan sang Ibu, Isna pun langsung setuju.

*

Tanpa pernah dia tahu, bahwa kedua orang itu berniat jahat padanya. Karena setelah Isna masuk ke dalam mobil sehabis mengantar motornya ke bengkel, dirinya sudah tidak mengingat apapun lagi.

Satu hal yang ada dalam bayangannya saat itu, Isna merasa ada seseorang yang menghentak-hentakkan tubuhnya dengan gerakan yang begitu cepat. Lelaki itu menyentuh tubuhnya dengan begitu leluasa sementara Isna justru merasa begitu menikmati hal itu. Anehnya bayangan wajah lelaki yang Isna lihat saat itu, adalah bayangan Wildan, kekasihnya.

Kepala Isna menggeleng pelan.

Tidak!

Tidak mungkin itu Wildan.

Isna yakin, semua itu hanya bayangan alam bawah sadarnya saja akibat perasaan rindunya yang begitu hebat terhadap sosok Wildan. Tidak mungkin Wildan melakukan hal itu padanya. Ini semua pasti perbuatan kedua lelaki itu.

Pasti kedua lelaki itu yang telah memperkosanya.

Sampai akhirnya dirinya terbangun.

Terbangun dalam keadaan yang sangat mengenaskan.

Tertidur sendirian di dalam kamar hotel dengan tubuh tanpa busana.

Dan...

Rasa nyeri yang begitu hebat di area intimnya serta setitik noda darah di seprai yang dia tiduri cukup menjadi bukti bahwa malam tadi kesuciannya sudah direnggut secara paksa.

Kekhawatiran yang Isna rasakan terhadap kondisi kesehatan sang Ibu membuat Isna harus mengesampingkan apa yang dia rasakan untuk sesegera mungkin pergi ke rumah sakit.

Sayangnya, kedatangan Isna terlambat.

Untung tak dapat diraih, tapi nasib sial yang terus saja mengikuti Isna ketika dia justru mendapati keadaan sang Ibu yang sudah terbujur kaku di ruang jenazah rumah sakit.

Satu titik air mata Isna hendak terjatuh namun langsung disekanya dengan cepat.

Dirinya sudah ternoda, dan menikah menjadi hal yang harus dia hindari untuk saat ini.

Isna hanya tak mau, apa yang dia alami kemarin malam harus diketahui oleh Ayahnya.

Kepergian Sang Ibu sudah cukup membuat Dharma terpukul. Jadi, mana mungkin kini Isna masih harus membebani Dharma dengan kabar bahwa dirinya baru saja menjadi korban pemerkosaan.

Isna percaya, Allah itu maha adil. Jika dia tidak bisa membalas perbuatan jahat kedua lelaki itu, suatu hari nanti, mereka pasti akan mendapat karma atas perbuatan bejat mereka.

"Isna, kamu dengar perkataan saya kan?"

Suara Malik yang kembali terdengar membuat Isna tersadar dari lamunannya.

Isna menatap lekat wajah Malik yang saat itu menatapnya bingung. Hingga dia pun berucap dengan suara yang terdengar tegas.

"Maaf, Om. Saya memang orang miskin. Tapi, bagi saya, pernikahan itu tidak pantas dijadikan bahan lelucon dengan alasan sebagai pelunas hutang! Dan saya ucapkan terima kasih banyak atas bantuan yang Om berikan untuk keluarga saya malam ini. Sekarang saya hanya butuh waktu untuk bisa mengumpulkan uang dan mengembalikan semua uang yang telah Om keluarkan tadi, permisi!"

Isna langsung keluar dari mobil bahkan saat Malik berusaha menahan lengannya, Isna malah menepis kasar jemari Malik.

Membuat lelaki itu hanya bisa terdiam sambil memandangi Isna yang berjalan menjauhinya.

*****

"Hasna, lihat Hp warna silver yang Mba pegang di rumah sakit tadi nggak? Tadi seingat Mba pas kembali ke rumah, Mba langsung simpan Hp itu di kamar Mba, di lemari pakaian," tanya Isna pada Hasna yang saat itu sedang berkutat di depan layar laptop mengerjakan tugas sekolahnya.

"Nggak tuh," jawab Hasna tanpa berani menatap Isna.

Isna menatap curiga ke wajah sang adik. "Yakin kamu nggak tau? Kan yang tadi keluar masuk kamar Mba cuma kamu?" ucap Isna menyelidik. Isna sangat berharap dia bisa menemukan ponsel itu karena dia yakin ponsel itu adalah pemberian dari orang yang telah memperkosanya. Siapa tau, Isna bisa mendapatkan petunjuk mengenai siapa sebenarnya lelaki bernama Julian dan Adi itu. Di mana mereka tinggal dan apa motif mereka melakukan hal tak senonoh terhadap dirinya.

Hasna mengesah seraya mendelikkan kedua bola matanya ke atas, merasa tersinggung atas tuduhan Isna terhadapnya.

"Hasna bener-bener nggak tahu Mba! Emangnya itu Hp siapa sih? Setahu Hasna Hp Mba itukan warnanya hitam."

Kali ini Isna terdiam. Bingung juga mau menjelaskan. Tidak mungkin juga jika Isna mengatakan bahwa Hpnya hilang. Bisa jadi panjang urusannya.

Meski mereka cukup dekat, namun Isna belum bisa sepenuhnya percaya pada Hasna.

Sikap Hasna yang kekanak-kanakkan dan tak bisa menjaga rahasia, membuat Isna lebih memilih untuk menyimpan semua masalah yang sedang dia hadapi ketimbang menceritakannya pada Hasna.

Meski dalam hal akademik Hasna memang selalu menjadi yang terdepan.

Isna berlalu dari kamar Hasna dan hendak kembali menuju kamarnya ketika tiba-tiba, Dharma keluar dari kamar dan mengajak Isna bicara.

Sepertinya ini hal serius.

Karena wajah sang Ayah yang memang terlihat sangat serius.

"Ada hubungan apa kamu dengan lelaki bernama Malik itu?" tanya Dharma saat keduanya kini sudah duduk berhadapan di ruang tamu.

"Nggak ada hubungan apa-apa Pak," jawab Isna yang sebenarnya malas menanggapi pertanyaan Sang Ayah.

"Tapi tadi Nak Emir bilang, kalian sudah kenal dekat, dan Malik menyukaimu, benar begitu?"

Kedua bola mata Isna melotot.

Sepertinya dua lelaki itu memang sengaja bersekongkol untuk menjebaknya. Pikir Isna membatin.

"Kalau masalah itu Isna nggak tau Pak. Cuma tadi itu, Malik ajak Isna menikah. Dia bilang sebagai balasan karena dia sudah melunasi semua hutang-hutang kita. Tapi Isna nggak mau!"

Kali ini kening Dharma yang berkerut. "Kenapa tidak mau? Hasna bilang, Malik itu lelaki mapan. Dia chef terkenal. Bisa-bisanya kamu menolak Malik? Jangan bilang kalau alasan kamu menolak Malik karena lelaki bernama Wildan itu?" cecar Dharma yang jadi emosi karena sudah mengecewakan lelaki yang jelas-jelas memiliki niatan baik pada keluarga mereka.

"Pak, menikah itu bukan permainan! Dan Isna juga nggak mencintai Malik. Kenal juga baru kemarin gara-gara Isna nggak sengaja nabrak mobilnya," ups... Isna langsung menutup mulutnya dengan dua tangan, sadar dirinya sudah keceplosan.

"Jadi kamu sudah menabrak mobil Malik?" tanya Dharma lagi.

"Nggak sengaja Pak!" timpal Isna yang hendak meluyur pergi.

"Isna, Bapak belum selesai bicara!"

"Isna capek Pak, mau tidur!"

Hasna tersenyum di balik pintu kamarnya. Dia baru saja menguping pembicaraan Ayah dan Kakaknya itu dari kamar.

Remaja berusia delapan belas tahun itu menyeringai lebar sambil memegangi sebuah ponsel berwarna silver yang memang dia ambil dari kamar sang Kakak tadi sewaktu acara tahlilan masih berlangsung.

Pantes aja dia tetiba punya Hp baru, mahal lagi? Pasti ini yang beliin Chef Malik.

Hmmm, gue embat aja kalo gitu.

Palingan juga nanti Mba Is dibeliin yang baru lagi sama Chef Malik.

Hehehe...

Hasna bergumam dalam hati.

Gadis itu melepas sim card yang terdapat di dalam ponsel keluaran terbaru itu dan menaruh Sim Cardnya di laci meja komputernya.

Hasna berniat menjual ponsel itu supaya dia bisa ikut kegiatan mendaki gunung di sekolahnya.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Anggra
adik GK ada akhlak emang si husna
goodnovel comment avatar
Annissa Amalia
adik gk tau diri bgt
goodnovel comment avatar
Asrinda 24
Hasna ternyata adik gk tau diri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status