"Ini gak mungkin, alatnya pasti rusak. Gak mungkin aku beneran hamil." Liona berjongkok menangkup wajahnya yang berantakan. Hidupnya seakan menjadi benang kusut, bagaimana ia akan merajutnya kembali. Liona ke luar dari kamar mandi dan di kejutkan oleh Arka yang sedang berdiri tepat di depan pintu. Saking terkejutnya tespack yang ia pegang terjatuh."Sudah di cek?" Arka memungut tespack yang tergeletak di lantai dengan menyeringai tanpa Liona sadari."Benihku lebih cepat tumbuh dari yang aku kira, kamu milikku sepenuhnya Liona, ada sesuatu yang hadir di perutmu hasil dari buah cinta kita." ucapnya bangga, mengelus perut bawah Liona di luar baju yang Liona kenakan."Jangan sentuh aku, ini pasti salah, hasilnya pasti salah." Liona lari ke kamarnya dan mengunci pintu."Aku gak mau hamil, aku gak mau..." menangis putus asa sambil meremas perutnya yang rata.Liona mengambil ponsel dan menghubungi seseorang."Hik..hikk Met, tolong gue Met. Gue gak tau harus bilang sama siapa lagi. Gue gak s
"Na, gmna rencana gue? Lo berhasil bikin Arka mabuk dan nemuin rekaman itu kan?" Liona hanya meratapi pesan temannya tanpa membalas. Fakta baru yang ia dapat beberapa jam lalu setelah Arka mengatakan semuanya di sela- sela mabuknya membuat Liona tak bisa berucap lagi. Liona tak percaya Arka telah mengatur semua muslihat dari awal untuk mengukung hidupnya."Jadi itu alasan kenapa dia tau dimana aku tinggal bahkan saat pertama kali dia mengantarkan aku pulang? Dia yang menguntitku selama ini sampai aku memutuskan pindah kosan? Kenapa aku bodoh." Liona lagi- lagi memukul kepalanya, ia tak menyadari bahwa semua keanehan yang terjadi padanya adalah kelakuan Arka."Aku harus pergi dari sini, dia mengerikan, tak waras." Liona beranjak dari kasur dan menuju pintu yang membuatnya berhenti. Tak ada kunci disana, Arka terbiasa menyimpannya karena takut Liona akan pergi diam- diam."Dimana ia menyimpannya." Dejavu, Liona meraba semua saku di pakaian yang Arka kenakan. Tubuh itu tak bergerak sama
"A.. aku harus pergi." Liona sontak berdiri dari kursi Arka, namun sebelum sempat kakinya melangkah, tautan di tangannya membuat ia kembali pada posisinya."Tidak perlu pergi." mengetatkan pegangan saat Liona mencoba melepas tautan itu, ingat bahwa ada sepasang mata masih berada di depan mereka."Dia pacarku, dan apa yang kamu lihat tadi aku minta untuk kamu merasahasiakannya. Jika sampai hubunganku dengan Liona sampai di ketahui karyawan lain, maka kamu orang pertama yang akan aku cari." wanita lain yang masih mematung di ujung pintu memilin ujung bordir pada rok yang ia kenakan. "Baik pak. Dan, maaf atas kelancangan saya. Saya hanya membawa file yang bapak minta." Nadine melewati Liona yang masih tertunduk di sana dan menyerahkan seberkas kertas ke meja Arka."Saya permisi." Liona tak sabar mengutuk pria di depannya. Bisa- bisanya ia mengklaim bahwa dia adalah kekasihnya."Kenapa kamu mengatakan hal itu padanya? Siapa yang kamu maksud sebagai pacar?" Pria di depannya bergerak kelew
"Kenapa kamu datang?" di depan pintunya sudah berdiri Arka dengan setelan rapinya."Ayo, kita berangkat. Aku bangun lebih pagi untuk jemput kamu." Ia menyandarkan sikut di kusen pintu, tepat dimana Liona menopang berat tubuhnya."Kamu pasti lupa aku udah punya motor, aku bisa berangkat sendiri Arka. Kamu duluan aja." Liona mengingatkan."Tapi aku udah sampe sini, kamu nyuruh aku pergi?" Liona mengurut pertengahan alisnya, ingin sekali memaki, siapa juga yang meminta untuk di jemput. Toh meski Liona belum punya motor sekalipun, ia biasa pergi ke kantor sendiri."Pokonya aku akan tetap bawa motor pagi ini." tegasnya lagi, tidak, kali ini ia yang harus menang dalam argumennya. Liona janji ia tidak akan terus patuh pada perintah Arka."Kalau gitu aku ikut kamu naik motor." Kalimat itu sukses membuat mata Liona berputar ke arahnya. "Kamu serius? Jangan mengada- ngada. Kamu ke sini bawa mobil, lagian aku gak bisa bawa boncengan. Kamu berat." Liona menolak, tetap bersikuku."Siapa yang suruh
"Gue rasa gue suka sama orang lain." kalimat Bily mengundang perhatian Liona lagi."Jadi kamu bener selingkuh dari Tasya? Dia pasti kecewa sama kamu, dia sayang banget sama kamu Bil. Aku bisa lihat dari semua perhatiannya selama kamu sakit kemarin." mata itu menatap nanar, menyuarakan ketidaksukaannya."Gue juga gak tau kenapa hati gue bisa berkhianat setelah sekian lama menjalin hubungan dengannya." Tatapannya lurus ke depan, meninggalkan mata penasaran dari lawan bicaranya."Apa cewe itu tau kamu pacaran sama Tasya? Dia tau perasaan kamu ke dia?" kicaunya lagi, Liona benar- benar di buat penasaran."Hmmm dia orang yang gak peka terhadap sekitarnya." Bibirnya mengulas senyum miring."Ekpresi macam apa itu, Bil kamu harus memikirkannya sekali lagi. Mungkin saja itu karena kamu kesepian karena kamu dan Tasya berhubungan jarak jauh." "Udah lah, lupain aja. Ayo, gue anter lo pulang." "Aku.. aku bisa pulang sendiri." jarinya tertaut gelisah."Lo masih gak mau ngasih tau tempat lo tinggal
"Kenapa tiba- tiba lo ngajak kita liburan? Gak biasanya lo begini" Livy membuka kaleng minumannya sambil menggunjing ayam goreng."Gue cuma butuh liburan, kalian juga kan? Kita kerja tiap hari, anggap aja ini self reward." Mereka baru saja sampai di villa milik keluarga Meta. Saat Liona bersungut ingin liburan, Meta langsung bersuara untuk menawarkan tempat milik keluarganya itu, itung- itung bisa lebih hemat dan lokasinya lebih dekat. Jadi liburan singkat ini tidak akan menghabiskan banyak waktu di perjalanan.Liona menelungkupkam ponselnya dengan layar yang sudah gelap. Sejak keberangkatan, Liona irit sekali bicara."Lo kok diem aja si Na, harusnya happy dong kan lo yang ajak kita." Meta tak biasa dengan Liona yang masih duduk tenang."iya Na, kok lo murung gitu. Bentar ya gue ke toilet dulu." Livy beranjak dari kursinya.Sepeninggalan Livy, Meta yang berada di sebrang kursinya berpindah tempat, merapatkan diri di sebelahnya."Sebenarnya apa yang terjadi? Gue yakin lo gak lagi baik
“Tadinya mas mau ketemu sekalian ngajak makan di luar mumpung ada waktu di sini dua hari. Kamu pulang kapan Na?”“Ini udah di jalan ko, mas aku lupa ngasih tau kalo aku juga udah pindah. Oh iya, mas nginep di apartemen aku aja dari pada sewa hotel. Kalo mau tar aku kasih alamat nya.”“Ohh gitu, yaudah kalo gitu, tar kita ketemu disana aja kalo kamu udah sampe.”“Mas kesana duluan aja, tar aku kasih tau password akses nya ya, soalnya aku kayanya pulang pagi.”Telpon di tutup, Meta dan Livy yang berada di sampingnya sudah tertidur lelap. Liona segera berbenah untuk mulai memejamkan matanya tapi tak bisa. Ia berjalan ke luar villa untuk sekedar duduk di teras."Kamu belum tidur?" suara di belakangnya berhasil membuatnya terperanjat."Ya ampun, kamu membuatku kaget. Kamu masih ada di sini? Aku kira kamu udah pulang." "Kita jadi nginep disini, Vano sama Andri mabuk berat jadi bahaya kalau berkendara." jelas William."Na, untuk yang kemarin aku minta maaf. Aku gak seharusnya angkat telpon
"Kamu harus datang ke acara makan malam besok Arka." kalimat dari pria tua itu membuat Arka merotasi matanya."Aku tidak punya urusan untuk datang ke sana." harusnya ia lembur malam ini, tapi kedatangan Papanya membuatnya hilang mood untuk bekerja."Kamu yakin masih ingin bekerja di tempat ini? Bahkan perusahaanku lebih besar dari kantor ini. Kamu harusnya mempersiapkan diri mengambil posisiku nanti, bukan malah mengabdi di tempat orang lain." ucap Papanya bersungut pamer. "Jika Papa sudah selesai bicara, silahkan ke luar dari ruanganku." tanpa menatap mata yang sudah keriput itu, Arka menunjuk pintu ke luar dengan tangan kanannya."Bicaramu semakin tidak sopan pada orang tua, pokonya kamu harus datang nanti malam. Banyak klien penting yang akan datang, kamu tahu kan, Tania anak klien Papa sangat tertarik padamu." Lidahnya menusuk ke pipi kirinya, menahan luapan emosi yang hampir tak terkendali, Papanya ini sangat pintar sekali menguji kesabarannya."Ayolah, kamu sudah seharusnya mov