Share

Bab 5 (Permulaan)

Author: Lovaera
last update Last Updated: 2025-06-26 15:07:19

Karena aku tahu, bahkan di tempat setenang Frendell... luka tidak pernah benar-benar tidur

“Ruth,” panggilku sebelum dia benar-benar keluar ruangan.

Dia menoleh, alisnya sedikit terangkat.

“Kau yakin tidak ada hal lain yang... perlu aku tahu soal tempat ini?”

Dia masuk lagi, menutup pintu dengan punggungnya, lalu menyandarkan diri sebentar. “Frendell?”

Aku mengangguk.

Dia menyilangkan tangan, tatapannya sedikit berubah. “Kau tahu kastil ini pernah jadi wilayah pengasingan, bukan?”

“Untuk siapa?”

“Orang-orang penting yang terlalu... berbahaya untuk dibunuh, tapi terlalu rusak untuk dibiarkan di ibu kota.”

Aku menarik napas perlahan. “Lalu kenapa sekarang jadi milikku?”

“Karena kau berbahaya... dan bisa dikendalikan,” katanya lirih. “Atau setidaknya mereka pikir begitu.”

Aku menatap gelasku. “Mereka?”

“Kau tahu siapa maksudku.” Ruth mendekat lagi, menarik kursi dan duduk. “Dewan dalam. Menteri pengawasan. Penasihat kekaisaran. Dan mungkin... permaisuri baru.”

“Kau mencurigai mereka mengatur ini?

“Aku tidak menuduh,” katanya tenang. “Aku hanya bilang—tidak ada yang gratis dari kekaisaran. Bahkan hadiah.”

Aku mengangguk pelan.

Lalu kutanya lagi, lebih hati-hati, “Lalu Zoey... menurutmu dia bagian dari hadiah, atau bagian dari jebakan?”

Ruth menatapku, dan untuk pertama kalinya malam itu, dia tak langsung menjawab.

“Dia tidak cocok dengan istana, itu jelas,” katanya akhirnya. “Terlalu diam, terlalu... tak terawat. Tapi bukan berarti dia bodoh.”

Aku menatap api lagi. “Dia tahu sesuatu.”

“Mungkin.”

“Atau dia disimpan di tempat yang cukup jauh agar tak tahu apa pun.”

Ruth memainkan gelasnya. “Kadang, mereka yang tahu terlalu banyak... justru dibungkam dengan cara yang paling sunyi.”

“Dengan pernikahan.”

“Dengan kesepian,” bisiknya.

Kami terdiam lagi.

Lalu aku berkata, “Jika ini jebakan, aku harus tahu bentuknya.”

Ruth berdiri. “Kalau itu yang kau inginkan... aku akan mulai menyelidiki.”

Aku mengangguk. “Periksa semua jalur logistik. Siapa yang mengatur suplai dari ibu kota. Aku tak mau diracun hanya karena minum air dari sumur yang salah.”

“Aku akan pastikan kau bahkan bisa memakan sup dengan mata tertutup,” katanya, tersenyum miring.

Sebelum keluar, Ruth menoleh sekali lagi. “Dan Zergan?”

“Ya?”

“Kalau kau bisa... jangan lupa perhatikan dia. Sang putri.”

Aku hanya menatapnya diam.

“Kadang, luka paling dalam bukan yang dibuat musuh. Tapi keluarga.”

Kemudian Ruth pergi.

Aku duduk sendiri, membiarkan kata-katanya mengendap.

Topi militarku, yang sekarang digunakan istriku—yang tak kukenal—masih tertinggal di bayang-bayang malam.

setelah Ruth pergi. Kali ini Zergan keluar kamar dan mencari Mike, kepala pelayan Frendell, untuk mengurus urusan administratif dan kebutuhan awalnya sebagai Duke baru.

🥁

Frendell, malam hari — aula bawah

Langkahku bergema di lorong batu saat aku meninggalkan ruang pertemuan. Lampu-lampu minyak yang menggantung di dinding mengeluarkan cahaya temaram. Aroma debu tua dan batu lembap mengiringi setiap helaku napas. Frendell bukan rumah, belum. Tapi ia harus jadi markas.

Aku berjalan menuju kantor administrasi kecil di sayap barat, tempat Mike—kepala pelayan—biasanya berada menurut informasi Ruth.

Pintu kayunya terbuka sedikit, cahaya redup keluar dari sela-selanya.

Kupukul pelan.

“Masuk saja, Yang Mulia,” suara Mike terdengar dari dalam, tenang dan tua.

Kudorong pintu itu dan masuk. Ruangannya dipenuhi rak buku, gulungan peta, dan tumpukan dokumen. Mike duduk di balik meja kayu lebar yang permukaannya dipenuhi tinta, pena bulu, dan segel lilin.

Ia berdiri dan membungkuk dengan dalam.

“Maaf membuat Anda menunggu,” kataku.

“Tidak ada yang lebih penting daripada Anda, Duke Ezaquile,” jawabnya. “Saya merasa terhormat Anda datang langsung.”

Aku langsung ke inti. “Saya ingin melihat semua dokumen yang terkait dengan kastil ini. Kepemilikan tanah, daftar inventaris, persediaan makanan, laporan keamanan, struktur pelayan, juga surat resmi dari istana yang berkaitan dengan pengalihan wilayah ini kepada saya.”

Mike tidak tampak terkejut. Ia mengangguk, lalu berjalan ke lemari logam tua di sudut ruangan. Tangannya cekatan meski usianya sudah lanjut.

“Sebagian besar dokumen itu sudah saya siapkan sejak tadi siang,” katanya sambil meletakkan map-map kulit tua di atas meja. “Saya menduga Anda akan memerlukannya malam ini.”

Aku membukanya satu per satu. Daftar nama pelayan, jumlah penjaga lokal, bahkan jenis bahan makanan yang terakhir dikirim dari ibu kota dua minggu lalu.

“Apa tempat ini biasa menerima kiriman dari pusat?” tanyaku tanpa menoleh.

Mike menjawab, “Sebulan sekali. Tapi tidak selalu tepat waktu. Tergantung siapa yang sedang duduk di kursi pengurus wilayah barat.”

“Kita perlu jadwal yang lebih pasti. Dan jalur logistik alternatif.”

“Baik, Yang Mulia.”

Aku berhenti di satu dokumen. Tinta di atasnya masih baru. Surat perintah penyerahan Frendell dari Kekaisaran kepada Duke Ezaquile. Stempel merah kekaisaran menyala di ujung bawah.

“Saya lihat, Anda bahkan tahu siapa saya sebelum saya datang,” kataku.

Mike tersenyum tipis. “Saya membaca banyak hal, Yang Mulia. Tentang perang Sanvid, tentang Komandan Besi yang menahan Benteng Barur selama enam malam. Saya juga tahu Anda orang yang tidak suka ketidakteraturan.”

“Lalu kenapa pelayan-pelayan Anda berdiri seperti patung siang tadi?”

“Mereka takut. Bukan pada Anda... tapi pada apa yang mungkin Anda bawa.”

Aku menatapnya dalam-dalam.

Mike melanjutkan, “Frendell sudah terlalu lama jadi tempat yang dilupakan. Kehadiran Anda seperti suara guntur di tengah hutan sunyi. Beberapa akan merasa terbangun. Tapi sebagian lagi… mungkin akan merasa terganggu.”

Aku menutup map itu perlahan. “Kau sudah lama di sini?”

“Dua belas tahun. Saat Frendell hanya diisi burung hantu, dan tahanan yang tak lagi dianggap.”

“Dan sekarang?”

“Saya di sini karena saya ingin melihat sesuatu berubah, Yang Mulia.”

Aku mengangguk.

“Apa Anda butuh tempat kerja sendiri?” tanyanya.

“Ya. Kamar kosong di menara barat akan saya ubah jadi ruang kerja dan strategi. Kirim dua orang untuk bersih-bersih, dan beri tahu saya siapa saja yang punya akses ke ruangan itu.”

“Segera, Yang Mulia.”

Aku hendak pergi, tapi teringat sesuatu.

“Dan satu hal lagi.”

Mike menoleh.

“Buatkan daftar semua orang di kastil ini. Nama, usia, pekerjaan, dan... loyalitas.”

Mata Mike menyempit, tapi bukan karena tak setuju.

“Saya mengerti.”

Aku keluar dari ruangannya. Angin malam menusuk dari celah jendela lorong. Saat aku kembali berjalan ke kamarku, kulihat sebuah pintu kayu kecil terbuka sedikit di lorong jauh.

Zoey.

Bayangannya samar, hanya berdiri di ambang pintu, masih mengenakan topi militerku.

Aku berhenti. Tapi dia tidak bicara. Tak bergerak. Hanya melihat.

Aku ingin mendekat. Tapi langkahku berat. Maka aku hanya menunduk sedikit dari jauh.

Sebentuk penghormatan. Atau... permohonan maaf yang tak bisa kuucapkan.

Dan dia kembali menutup pintu.

Tanpa suara.

🌷

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Darah & Bisikan Istri Terkutuk   Bab 40 (Opsi Kecurigaan)

    Langkah sepatu hak tinggi bergema di lantai marmer yang dingin. Wanita itu berjalan perlahan, nyaris angkuh, dengan gaun mewah berwarna merah marun menyapu lantai seperti darah mengalir. Setiap perhiasan di tubuhnya.Ada sesuatu yang ia cari didalam kamar ini… dan ia menemukannya.Sehelai rambut. Lalu dua. Lalu tiga.Ia meraihnya perlahan, hati-hati, seakan menyentuh pusaka rapuh. Diselipkannya rambut-rambut itu ke dalam sapu tangan sutra putihnya, lalu dilipatnya rapi.Namun sebelum ia sempat berbalik, suara langkah lain menggema dari lorong. Tegas. Berwibawa.Kenop pintu berputar keras. Pintu terbuka. BRAK!Sosok kaisar muncul, berdiri tegak di ambang pintu dengan wajah murka. Heran dengan sikap wanita didepannya.“Apa yang kamu lakukan di sini?” lanjut kaisar. “Aku tidak pernah mengizinkan siapa pun masuk ke kamar putriku sejak ia menikah.”Diam.“Di mana Pangeran Ketiga?” desaknya. “Atau... apa sekarang kau akan mengulangi kejadian mengerikan yang menimpa Axa?”Sorot mata Elira se

  • Darah & Bisikan Istri Terkutuk   Bab 39 (Apa?)

    Siang turun cepat. Para prajurit duduk terengah-engah di bawah naungan kecil. Air disediakan dalam kendi besar, dan luka ringan diobati oleh dua orang maid.Zergan masih berdiri, tidak minum. Tapi tatapannya berputar, menghitung, mengukur siapa yang cepat lelah, siapa yang bertahan meski kehabisan tenaga.Kemudian, bayangan lembut bergerak di pinggir lapangan.Zoey.Ia berjalan perlahan, diiringi Lily yang membawa tas berisi kuas dan kain lap. Di tangan Zoey, ia membawa lukisan setengah jadi—yang kini warnanya mulai hidup.“Apakah aku mengganggu?” tanyanya pelan dari sisi lapangan.Zergan berjalan menghampirinya, ekspresinya tidak berubah, tapi nada suaranya sedikit melunak.“Kau tidak pernah mengganggu.”Zoey tersenyum kecil. “Aku pikir… tempat ini terlalu banyak warna abu-abu. Jadi aku datang membawa sedikit warna.”Ia menunjukkan lukisannya. Di dalamnya, langit sedikit lebih jingga dari aslinya. Kabut lebih tipis, dan prajurit-prajurit digambar seperti siluet yang tumbuh dari tanah

  • Darah & Bisikan Istri Terkutuk   Bab 38 (Melukis Ksatria)

    Ruangan itu masih berbau debu tua dan arang terbakar. Namun begitu Zoey duduk, keheningan berubah jadi sesuatu yang lembut—seperti lembaran kain tipis yang melayang dan menyelimuti mereka berdua.Zergan menatap istrinya sebentar, lalu bertanya dengan nada rendah dan hati-hati, “Bolehkah aku mendekat, Zoey?”Zoey menoleh perlahan, matanya menyapu wajah Zergan yang selama ini ia rindukan dari balik mimpi-mimpi kabur. Ia mengangguk kecil.Zergan menggeser duduknya, kini berada tepat di samping perempuan itu.Ia tidak langsung menyentuhnya. Tapi melihat rambut pirang yang kusut oleh tidur panjang itu, Zergan mengangkat satu tangannya dan merapikannya perlahan. Beberapa helai tersangkut di bahunya, seperti bekas dari bantal yang tak pernah nyaman.“Rambutmu... seperti belum disentuh tangan siapa pun sejak semalam,” gumamnya.“Kau masih sedikit demam,” ujar Zergan sambil menyentuh pelan keningnya dengan punggung jari.“Hanya sedikit Zergan,” balas Zoey, suaranya pelan namun jelas.Zergan me

  • Darah & Bisikan Istri Terkutuk   Bab 37 (Pelatihan 2)

    Hari berikutnya, embun masih menempel di rerumputan ketika Ruth berdiri di pelataran, mengenakan jubah coklat tebal dan ikat pinggang berisi tiga gulungan simbolik. Kuda perak miliknya meringkik pelan, tak sabar. Di hadapannya, Zergan menatap tanpa ekspresi.Zergan tidak langsung menjawab. Ia menatap jendela lantai atas, kamar Zoey.Ruth menaiki kudanya,dia harus pergi keperbatasan San Jequine dengan Geneuine, siluetnya memudar.Dan Zergan pun berbalik.------------------------Satu jam kemudian, tanah lapang dalam halaman kastil mulai terisi.Zergan berdiri di tengah, mengenakan mantel kulit hitam dengan lambang Frendell disulam di sisi kanan dadanya. Di sekelilingnya, dua puluh pemuda dari desa-desa sekitar, sebagian besar belum pernah memegang pedang kecuali untuk menebas semak.Tak satu pun dari mereka bicara.Karena Zergan tidak membuka sesi ini dengan sambutan, pujian, atau janji.Yang ia lakukan adalah melempar tombak ke tanah.Keras.“Satu dari kalian akan mati jika ini adalah

  • Darah & Bisikan Istri Terkutuk   Bab 36 (Keakraban)

    Ruangan itu masih berbau debu tua dan arang terbakar. Namun begitu Zoey duduk, keheningan berubah jadi sesuatu yang lembut—seperti lembaran kain tipis yang melayang dan menyelimuti mereka berdua.Zergan menatap istrinya sebentar, lalu bertanya dengan nada rendah dan hati-hati, “Bolehkah aku mendekat, Zoey?”Zoey menoleh perlahan, matanya menyapu wajah Zergan yang selama ini ia rindukan dari balik mimpi-mimpi kabur. Ia mengangguk kecil.Zergan menggeser duduknya, kini berada tepat di samping perempuan itu.Ia tidak langsung menyentuhnya. Tapi melihat rambut pirang yang kusut oleh tidur panjang itu, Zergan mengangkat satu tangannya dan merapikannya perlahan. Beberapa helai tersangkut di bahunya, seperti bekas dari bantal yang tak pernah nyaman.“Rambutmu... seperti belum disentuh tangan siapa pun sejak semalam,” gumamnya.“Kau masih sedikit demam,” ujar Zergan sambil menyentuh pelan keningnya dengan punggung jari.“Hanya sedikit, Suamiku,” balas Zoey, suaranya pelan namun jelas.Zergan

  • Darah & Bisikan Istri Terkutuk   Bab 35 (Pelatihan)

    Hari berikutnya, embun masih menempel di rerumputan ketika Ruth berdiri di pelataran, mengenakan jubah coklat tebal dan ikat pinggang berisi tiga gulungan simbolik. Kuda perak miliknya meringkik pelan, tak sabar. Di hadapannya, Zergan menatap tanpa ekspresi.Zergan tidak langsung menjawab. Ia menatap jendela lantai atas, tempat Zoey masih belum bangun.Ruth menaiki kudanya, menarik tali kekang, dan dalam satu hentakan, kuda itu berlari melintasi jembatan batu Frendell. Di balik kabut pagi, siluetnya memudar.Dan Zergan pun berbalik.------------------------Satu jam kemudian, tanah lapang dalam halaman kastil mulai terisi.Zergan berdiri di tengah, mengenakan mantel kulit hitam dengan lambang Frendell disulam di sisi kanan dadanya. Di sekelilingnya, dua puluh pemuda dari desa-desa sekitar, sebagian besar belum pernah memegang pedang kecuali untuk menebas semak.Tak satu pun dari mereka bicara.Karena Zergan tidak membuka sesi ini dengan sambutan, pujian, atau janji.Yang ia lakukan ad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status