Share

Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan
Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan
Author: Puziyuuri

Bagian 1

Author: Puziyuuri
last update Huling Na-update: 2025-04-14 23:26:14

Dering ponsel membuyarkan konsentrasi Kiria yang tengah mengamati perubahan warna di tabung reaksi. Meskipun malas, dia tetap mengeluarkan ponsel dari saku jas laboratorium. Tulisan "Presdir Arya" di layar membuatnya seketika menghela napas berat.

"Ck! Sejak si galak ini yang menjadi presdir, aku sudah seperti budak," keluhnya.

Sudah setahun berlalu sejak presiden direktur di perusahaan farmasi tempatnya bekerja mengalami pergantian. Sebelumnya, PT. Farma Medikal dipimpin oleh Abimana Shaka Wijaya. Namun, dengan alasan kesehatan, lelaki bersahaja yang selalu memperlakukan Kiria seperti anak emas itu telah digantikan putranya, Arya Caraka Wijaya.

Meskipun baru menginjak kepala tiga, Arya sangat berdedikasi. Perusahaan berkembang dengan pesat. Sayangnya, tekanan kerja yang diciptakannya juga besar, terutama pada divisi pengembangan formula obat yang dipimpin oleh Kiria. Untunglah, Kiria memang berbakat dan berhasil menelurkan banyak formula yang membanggakan.

"Entah apa lagi maunya si galak ini!"

Kiria mendengkus kasar dan masih enggan menerima panggilan. Namun, rupanya sang atasan juga tak menyerah. Dering ponsel hanya berhenti beberapa saat untuk kemudian menjerit-jerit lagi. Kiria hampir saja melempar ponsel sialan itu ke waterbath. Namun, Arlita, asistennya segera mencegah.

"Sabar, Ketua, sabar. Meskipun orangnya nyebelin, bonus dari beliau, kan, juga banyak," hibur Arlita.

Gadis bertubuh mungil menepuk pelan pundak Kiria, lalu menuangkan cairan bening di gelas beker ke labu ukur. Aroma dari gelas beker seketika membuat Kiria mendelik.

"Hei, hati-hati, Lita! Kamu, kan, lagi pegang asam sulfat!"

Arlita menyengir lebar.

"Maaf, Ketua, maaf."

Kiria menggeleng pelan.

"Ya, sudahlah. Aku minta tolong sekalian amati perubahan warna di tabung no 51, ya, Lit. Kujawab dulu panggilan Pak Bos."

Setelah mendapat anggukan dari Arlita, Kiria segera keluar dari ruangan. Dia mengatur napas sejenak terlebih dahulu sebelum menerima panggilan. Amarah yang tengah bergejolak ditahan sekuat mungkin agar suara yang terdengar tidak terkesan penuh emosi.

"Halo, selamat malam, Pak Arya. Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

Terdengar suara serak dan berat. "Cepat ke klub Dream Night, ruang VVIP 1, bawakan aku penawar afrodisiaka terbaik!"

Tuuut

Ponsel diputus begitu saja. Kiria mendengkus kasar. Beginilah kebiasaan si pimpinan baru. Meskipun sering memberikan bonus, Arya juga suka memberikan pekerjaan di luar nalar.

Klub malam? Dalam mimpi pun, Kiria tak ingin datang ke tempat seperti itu. Terlebih, si bos meminta penawar afrodisiaka. Berarti, Arya memang tengah dijebak orang dengan obat perangs*ng. Bukankah berbahaya bagi seorang wanita mendatanginya?

"Bukankah Bapak bisa minta utus orang untuk mengambil obat dariku? Kenapa harus menganggu penelitian penting? Sialan! Sialan! Dasar bos diktator!"

Kiria tak berhenti menggerutu bahkan saat masuk kembali ke laboratorium dan menyiapkan penawar afrodisiaka. Arlita yang tengah mencatat perubahan warna tabung reaksi mendekat dengan wajah kepo. Kiria mendelik tajam pertanda tak ingin ditanya-tanya. Namun, Arlita sudah terlanjur melihat obat yang dimasukkan ke box khusus.

"Pak Arya dijebak lagi? Kasian banget, ya ...."

"Lebih kasian aku yang disuruh-suruh menjadi kurirnya, Lita."

"Menurutku, itu tanda Pak Arya sangat percaya pada Ketua."

Kiria mengibaskan tangan. Dia segera bergegas meninggalkan laboratorium. Namun, baru saja menuju halaman depan perusahaan dan hendak memesan taksi, porsche hitam dengan nomor seri khusus telah berhenti di depanya. Seorang pria dengan setelan serba hitam keluar.

"Silakan naik, Bu Kiria. Sesuai perintah Pak Arya, kami akan mengantar Anda," tuturnya sembari membukakan pintu.

Dengan perasaan gelisah, Kiria memasuki mobil. Tak lama kemudian, dia terus menyumpah dalam hati. Pengawal Arya menyetir dengan kecepatan di luar nalar.

***

Kiria merasa merinding saat memasuki klub malam. Terlebih, beberapa pria menatap liar pada tubuh berisinya. Musik menghentak dan aroma parfum, keringat, juga alkohol yang bercampur membuat kepalanya terasa sakit.

"Aroma laboratoriumku lebih baik daripada ini. Gara-gara bos galak," gerutu Kiria dengan suara sangat pelan. Dia tentu tak mau para pengawal kekar itu mendengarnya.

Tak ingin pingsan di sana, Kiria mempercepat langkah menuju ruangan VVIP bersama para pengawal. Kiria hanya berharap segera menyelesaikan tugas dan kembali ke laboratorium. Sialnya, terjadi keributan kecil di tengah arena tari klub. Beberapa pengunjung saling dorong.

"Dasar sialan!"

"Berengs*k, siapa yang berani memukulku!"

"Anj*ng!"

"Mony*t!"

Bruk!

Seorang pria kekar menubruk punggung Kiria. Gadis itu seketika terjerembab, lalu terguling-guling membuat beberapa orang juga ikut jatuh. Sepasang kaki penuh timbunan lemak terangkat. Kiria berguling lagi ke arah jam 12 tepat sebelum wajahnya tertimpa kaki tersebut.

Setelah berjibaku menghindari aneka bentuk kaki, Kiria berhasil selamat. Dia bisa berdiri dan pergi ke tempat aman. Namun, kelegaannya tak berlangsung lama.

"Sh*t! Ke mana para pengawal itu?"

Kiria mendengkus. Karena tak ingin berlama-lama, dia terpaksa bertanya ruangan yang dimaksud Arya kepada salah seorang pekerja di sana. Tatapan mata pemuda pekerja itu sedikit aneh. Kiria benar-benar ingin meledak. Dia bisa menebak pikiran liar orang lain tentang wanita yang mendatangi ruangan VVIP.

"Mbaknya naik ke lantai dua. Lurus saja ruang VVIP 1 ada di paling ujung."

"Terima kasih, Pak."

Kiria segera pergi ke lantai dua. Dia terus berjalan cepat sambil mengenggam tali tas. Namun, suara familiar dari salah satu ruangan yang sedikit terbuka membuat langkahnya seketika terhenti.

"Cium! Cium! Cium!"

"Tapi, ini seperti tidak benar. Mana mungkin aku dan Kak Al ...."

Kiria menajamkan pendengaran. Dia tak mungkin salah. Dengan hati berdebar, Kiria membuka pintu dengan kasar.

"Aldino? Nia? Apa yang kalian lakukan?" seru Kiria saat melihat kekasihnya, Aldino hendak mencium Kanania, adik kesayangnya.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 175

    Alina dan Bram segera menghampiri Kiria. Begitu juga dengan orang tua Arya dan orang tua angkat Kiria. Sementara itu, Arya sudah menggendong Kiria. Dia memberi isyarat pada Sandi untuk mendekat. "Cepat siapkan mobil! Kita harus segera ke rumah sakit!" "Siap, Bos!" Sandi mengangkat tangan. Beberapa pengawal langsung membuka jalur. Para tamu seketika mundur. Tentu tak ada yang berani mencari masalah. Begitu jalur menuju pintu terbentuk, Arya bergegas membawa Kiria keluar. Alina, Bram, Rose, Abimana, Riani, dan Agung mengekor dengan cepat. Kanania, Satya dan Tiara yang sedari tadi asyik mengobrol tersentak, lalu ikut mengejar. Sementata itu, Arya sudah mencapai halaman. Air ketuban yang mulai merembes dan membasahi kemeja membuatnya mempercepat langkah. Hati Arya serasa tersayat. Jika bisa, biarlah dia yang menanggung sakitnya. "Silakan, Bos," ucap Sandi sambil membukakan pintu mobil. Arya membawa Kiria masuk. Setelah pintu ditutup, Sandi segeta duduk di belakang kemudi dan

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 174

    Tangan yang hampir mendarat di pipi Kiria tertahan di udara. Tatapan tajam terarah pada wanita bergaun biru. Gadis bergaun pink di belakangnya seketika menelan ludah, lalu mundur teratur melihat siapa yang menangkap tangan temannya. "Siapa sih? Rese banget!" umpat wanita bergaun biru. Dia mengalihkan pandangan ke kanan dan ke kiri. Rasa dingin seketika terasa mencekik. Bram dengan wajah garang berdiri di sebelah kanan. Sementara itu, di sisi kiri, Arya menatap tajam dengan tangan yang mencengkeram kuat pergelangan tangan lawan. "Berani sekali kamu hendak menyakiti putriku!" bentak Bram. "Sepertinya, tangannya yang lancang ini perlu dipotong dengan rapi, Ayah Mertua," timpal Arya. "Ide bagus, Menantu," sahut Bram dengan seringaian yang meremangkan bulu kuduk. Kali ini, dia akur dengan Arya. Wanita bergaun biru seketika menjadi lemas. Tubuhnya oleng. Arya melepaskan cengkeramannya membuat wanita bergaun biru terempas di lantai.Sementara itu, beberapa tamu di sekitar mereka kompak

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 173

    "Aku tidak rela dia mati ...," Alina menyeringai, "karena hukuman dengan kematian terlalu mudah untuk si berengsek itu." Bram tergelak. Amarah langsung surut. Suasana yang tegang seketika berubah menjadi damai kembali. "Ya ampun, Sayang. Kamu benar-benar cocok denganku." Bram tersenyum lebar. Lengannya melingkar di bahu Alina. Meskipun sudah diturunkan tetap dinaikkannya lagi. Dia mengelus dagu. "Hmm ... baiklah, kalau begitu kutekan saja pengadilan biar perkara cerai cepat selesai!" serunya antusias. Dia tersenyum menggoda, "Setelah itu kita bisa menikah," bisiknya mesra. Alina bergidik. Namun, dia tetap berusaha bersikap sopan pada ayah kandung putrinya itu. Terlebih, Bram memang memiliki kuasa yang tak biasa. Salah-salah Keluarga Respati bisa terkena masalah. "Maaf, Pak Bram. Aku tidak punya rencana akan menikah lagi." Bram memasang wajah sendu. Kanania dan Kiria kompak berpelukan karena aura sedih lelaki itu membuat bulu kuduk berdiri. Arya melihat aksi keduanya langsung

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 172

    Arya dengan sigap menahan tubuh Kiria. Kepala sang istri yang lemas terkulai di bahunya. Lengan kokoh Arya melingkar pelan di pinggang Kiria, lalu menggendongnya. Dia melangkah cepat menuju pintu. "Kau mau bawa ke mana putriku?" sergah Bram seraya menarik lengan baju Arya. "Tentu saja, ke rumah sakit. Lepaskan saya, Pak Bram! Ria harus segera diperiksa dokter.""Tidak perlu."Arya, Kanania, dan Alina kompak melotot. Bram tak peduli. Dia menekan salah satu tombol di remote kontrol yang ada di meja. Terdengar suara berderak. Mereka pun kompak mengalihkan pandangan. Dinding yang tadinya dihiasi lukisan mahal bergerak ke arah berlawan. Ruangan serba putih dengan aroma antiseptik terpampang di depan sana. Seorang pria tampan berjas putih menghampiri Bram dan bertanya dengan santun, "Apakah Pak Bram merasa tidak enak badan hari ini?""Bukan aku, tapi putriku."Bram memberi isyarat pada Arya agar membawa Kiria memasuki ruangan. Arya menurut, lalu meletakkan istrinya di ranjang pemeriksaa

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 171

    "Kamu siapa?!" seru Bram setelah terpaku cukup lama. Riani masih melongo. Bahkan, air matanya tidak lagi mengalir saking kagetnya. Riani tahu tentang Bram dari Kanania. Putri bungsunya itu memang sangat mengidolakan sang raja akting. Melihat Bram yang begitu dielu-elukan kaum hawa menjadi pelaku penculikan, Riani tentu langsung syok. Dia mencoba mereka-reka kembali kegiatan seminggu bahkan sebulan belakangan. Mungkinkah seorang rakyat biasa sepertinya bisa bersinggungan dengan publik figur sebesar Bram? "Atau Nia pernah menyinggungnya?" gumam Riani dalam hati. "Tidak! Tidak mungkin! Nia, kan, penggemar berat pasti berhati-hati. Bahkan kata Nia, Bram tidak marah saat Kiria tidak sengaja jatuh ke pelukannya."Riani mengelus-elus dagu sendiri. Dia sesekali mengangguk-angguk. Riani tak menyadari wajah Bram yang sudah dipenuhi amarah. "Kamu siapa?! Kenapa bisa ada di sini!" seru Bram. Riani seketika terlonjak. Hampir saja, dia terguling dari kasur. Untunglah, tangannya sempat berpegan

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 170

    "Nia, tenang dulu. Jelaskan pelan-pelan," bujuk Agung. Kanania masih terisak untuk beberapa saat, lalu melanjutkan ceritanya, "Aku baru pulang sama Ibu dari belanja. Tiba-tiba ada banyak mobil di halaman. Banyak preman keluar dari sana langsung membawa Ibu," cerocos Kanania. "Iya, Nia. Ayah mengerti. Kami akan segera pulang."Kanania tak menjawab, hanya terdengar isakannya. Agung pun berniat pulang. Kiria, Arya, dan Alina ikut serta. Saat mereka tiba, rumah Agung sudah dalam keadaan berantakan. Kanania terduduk di teras dengan wajah berurai air mata. Begitu melihat ayahnya, dia seperti mendapat kekuatan, memeluk sang ayah dan menangis histeris. "Yah! Kita harus cepat lapor polisi! Jangan sampai Ibu kenapa-kenapa!" seru Kanania panik. "Iya, Nia. Ayo kita ke kantor polisi!" Agung sudah menarik tangan Kanania menuju mobilnya. "Tunggu, Yah!" sergah Arya. Langkah Agung dan Kanania terhenti. Mereka menatap Arya dengan alis berkerut. Arya menghela napas. "Penculik ini tiba-tiba berak

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status