Saat dirinya hampir kehilangan kendali, Arya terdiam. Dia menatap lekat wajah manis Kiria. Arya tak ingin akan ada penyesalan di hati sang istri keesokan harinya. Rasanya, Arya tak mampu jika harus menanggung kebencian Kiria seperti di film-film. "Ria, apa kamu sudah benar-benar yakin?" bisiknya lembut seraya merapikan anak-anak rambut yang berjatuhan di kening Kiria. "Ya, Arya! Aku sangat yakin!" tegas Kiria. Arya mengecup kening Kiria dengan lembut. Debaran jantung terdengar saling beradu. Panasnya napas yang menampar wajah, membuat pipi memerah. "Kemarin-kemarin kamu selalu menolak, apa yang membuatmu menjadi yakin menerimanya hari ini?""Raka."Arya seketika mendelik. Dia melepaskan pelukan dan hendak berdiri. Namun, Kiria menariknya kembali, hingga dua pasang mata kembali beradu. Jantung Arya berdetak tak terkendali. Sorot mata sang istri tak akan berbohong. Ada pancaran kasih sayang di sana. Arya pun menjadi bimbang, tak ingin melepaskan kesempatan, juga tak mau berakhir k
Semua mata terpaku pada layar. Hening terasa mencekam. Raka tersenyum penuh kemenangan saat dilihatnya wajah merah padam Arya. "Ria, jelaskan apa ini? Kenapa bisa seperti ini?" jerit Rose histeris. Dia hampir saja menampar Kiria. Namun, Abimana lebih dulu mengamankan sang istri. Abimana juga memberi isyarat pada Arya untuk mengendalikan situasi yang mulai kacau. Suasana di aula memang tak lagi kondusif. Bisik-bisik tak sedap mendengung bagai lebah. Cap wanita tak tahu diri mulai disematkan pada Kiria. Pandangan merendahkan begitu menusuk tanpa ampun. "Kurang apa Pak Arya? Bisa-bisanya dia berselingkuh dengan Pak Raka.""Apa kau tidak dengar di videonya? Cinta pertama! Cinta pertama itu sulit dilupakan! Apalagi Pak Raka juga sama suksesnya, 'kan?""Tapi, tetap saja benar-benar mencoreng nama baik Keluarga Wijaya saja."Viola yang menghadiri acara bersama ayahnya bersorak dalam hati, "Wanita miskin ini rupanya banyak musuh juga. Aku bahkan belum melakukan apa-apa, dia sudah kena kar
"Aku tidak bisa, Raka!" tegas Kiria.Dia menyentak tangan dengan keras, hingga genggaman Raka terlepas. Pemuda itu tampak sangat kecewa. Namun, entah kenapa tak ada rasa bersalah dalam hati Kiria, padahal saat menikahi Arya ada perasan tak enak hati pada cinta pertamanya."Bukankah dulu saat kamu memanggilku kucing kecil manis, kamu minta dipanggil serigala cantik karena serigala itu setia pada satu pasangan?"Kiria menghela napas berat. "Bukankah aku sedang membuktikan itu, Raka? Pasanganku saat ini adalah Arya dan aku akan setia padanya. Kuharap kamu menghargai keputusanku, Raka."Raka hendak bicara lagi. Namun, sorot mata Kiria menunjukkan rasa jengah yang mulai diwarnai kejengkelan. Raka merasakan sinyal untuk mundur terlebih dulu.Dia tersenyum hambar, lalu bergumam dengan sendu, "Maaf sudah bertingkah impulsif. Aku hanya berharap bisa membahagiakanmu."Kiria bangkit dari kursi. "Sepertinya, Pak Raka perlu menenangkan diri dan merenungkan kembali. Saya permisi," pamitnya, lalu m
Raka menunjukkan raut wajah muram. Bibirnya tersenyum hambar. Meskipun ada banyak keraguan, Kiria tetap merasa bersalah. Dia menghela napas."Raka ... aku benar-benar minta maaf. Kamu sangat berbeda dari yang dulu. Jadi, aku tidak bisa mengenalimu."Raka terkekeh. "Ya, ya, dulu aku cupu sekali, 'kan?"Kiria tertawa dengan canggung. Keraguan di hatinya semakin menguat. Raka masih tergelak sambil sesekali mengungkit kembali penampilannya di masa SMP, tak menyadari perubahan raut wajah Kiria yang tengah teringat masa lalu....Hari itu, Kiria baru pulang dari sekolah. Dia melangkah cepat, tak sabar hendak bermain dengan adiknya di rumah. Suara bentakan mengalihkan perhatiannya. Kiria pun mencoba mencari asal suara dan menemukannya di sebuah lorong gang buntu."Dasar cupu! Berani sekali menggoda pacarku, hah?" Seorang remaja bertubuh gempal menarik kerah kemeja remaja berkcamata tebal.Beberapa remaja lainnya berkerubung dengan tatapan mengejek. Mereka kompak menyanyikan yel-yel penuh pen
"Siapa bilang Kiria tidak memberitahuku?" potong Arya."Kak Ria pergi sendiri berarti tidak beritahu Kak Arya. Kalau beritahu, Kak Arya pasti temani Kak Ria," debat Viola masih dengan wajah sok polosnya.Rose dan Satya kompak menatap Arya. Sorot mata mereka jelas menuduh Arya sedang berusaha melindungi Kiria, menutupi kecerobohan sang istri. Arya dan Abimana menghela napas bersamaan."Ria langsung memberitahuku saat para penculik itu menelponnya. Tapi, Ria takut kalau di mobil kita atau ponselnya ada penyadap. Jadi, Ria mengenggam tanganku sambil menuliskan pesan di telapak tangan," jelas Arya.Rose menoleh pada Kiria. Sang menantu mengangguk membenarkan ucapan Arya. Dia pun menjelaskan kembali secara detail kronologis kejadian beberapa waktu lalu. Kiria merasakan firasat buruk dan menyadari keanehan pada ponselnya."Penjahat itu mengawasi. Jika aku terang-terangan memberitahu Arya, Kanania bisa langsung dieksekusi oleh mereka, Ma. Makanya, aku harus berpura-pura terkena jebakan merek
"Kakak, sebaiknya tinggalkan aku di sini. Kalau Kakak pergi sendiri, pasti bisa lolos." Kanania menahan isakannya. "Kumohon, Kak. Mungkin ini hukuman Tuhan untukku.""Anak Bodoh! Apa kau pikir aku datang ke sarang penjahat tanpa persiapan?" tegur Kiria. "Recana menyusup dan membawamu kabur hanya untuk merperkecil jumlah korban yang tidak perlu. Jika sudah seperti ini tentu harus pakai rencana B."Kanania terbengong-bengong. Sementara itu, situasi semakin mendesak. Kebetulan sekali, Genta juga sudah sadar kembali dan telah pulih dari sakitnya. Namun, amarahnya begitu tak terbendung.Awalnya, Genta tersadar dan senang karena tidak sakit lagi. Namun, saat menyadari "benda pusakanya" mengalami disfungsi, hatinya seketika menjadi panas. Dia pun bergegas keluar dari gudang hendak memberi pelajaran pada Kiria."Dasar waita sial*n! Beraninya kau meracuniku! Sekarang aku akan pastikan kamu akan merasa lebih baik mati saja!" geram Genta.Kiria tak tampak gentar, semakin menyulut emosi Genta. Di