Share

Tough

    Abigail sudah duduk di teras depan rumah, ketika paman dan bibinya mencari keberadaannya. Ia menikmati embusan angin yang lembab serta cahaya mentari pagi yang hangat. Perlahan Alex dan Alona duduk di dekat gadis yang sedang duduk di atas kursi ayunan yang bergoyang perlahan.

    Alona menyentuh jemari Abigail, membuat gadis itu tersadar akan kedatangan dua orang terkasihnya. Perlahan ia membuka mata demi manatap kedua orang tua barunya itu.

    "Abby sayang, Hari ini Paman akan menemui seorang pengacara yang telah ditunjuk oleh ayahmu untuk mengurus segala aset yang ia tinggalkan untukmu. Apakah kau siap untuk menemuinya hari ini? JIka kau ingin menggulur waktu, Paman akan sampaikan padanya," tutur Alex, dengan sangat hati-hati, khawatir jika sampai mengusik ketenangan gadis remaja itu.

    Bisa saja Abigail merasa terusik karena ingin hidup tenang tanpa gangguan apapun yang berhubungan dengan ayahnya. Namun, dengan tujuannya untuk membalaskan dendam ayahnya, ia mungkin ingin tahu seberapa banyak aset yang dtinggalkan James untuknya.

    Abigail menoleh pada pamannya, "Jam berapa kita berangkat? Apa yang harus kupersiapkan?" tanya gadis itu.

    "Uhm, Abby, jika kau belum siap untuk membahas ini, paman dan bibi akan-"

    "Tak apa, Bi. Aku akan hadapi. Aku tidak takut karena aku memiliki kalian sekarang. Benar, 'kan?!" ujar Abigail memotong perkataan bibinya, kemudian mengulas senyum tulus pada dua orang yang menatapnya dengan penuh haru.

    Paman dan bibinya mengangguk kemudian merengkuhnya ke dalam pelukan mereka.

    "Tentu, sayang. Kau akan selalu memiliki kami," isak Alona, haru, kemudian membiarkan Abigail meringkuk dalam pelukan mereka untuk beberapa saat.

***

    Seorang pria bertubuh dempal mengobrak-abrik tumpukan kertas di atas meja kerjanya. Bukan tanpa alasan ia melakukan itu. Ia mencari setumpuk berkas yang sangat ia butuhkan. Benda yang seharusnya dibawa oleh anak buah dan istrinya saat itu.

    Tak menemukan apa pun dari atas meja, ia beralih pada laci dan bahkan brankasnya.

    "Sial! Di mana berkas-berkas itu?" ucap pria itu sembari menggebrak meja kerjanya. Ia merasa gusar karena tak menemukan benda penting itu.

    Apakah ia meletakkan di sebarang tempat? Ataukah memang berkas itu sebenarnya tak pernah ada? Ia bergegas memanggil istrinya untuk segera menuju ke ruang kerjanya.

    "AMANDA!" Beberapa kali memanggil, pada akhirnya terdengar suara ketukan hak sepatu yang beradu dengan lantai berbahan tatami.

    Terdengar semakin mendekat disusul dengan pintu yang terbuka. Wajah cantik anggun dengan rambut coklat ikal yang digerai, lipstik merah merona serta dress berwarna selaras dengan warna pemerah bibirnya yang melekat sempurna di tubuhnya, menampakkan kesan anggun dan dominan.

    Ia mendekat pada pria yang sejak tadi kesal karena kehilangan sesuatu.

    "Ada apa, sayang? Mengapa kau berteriak seperti itu, nanti Monica akan terbangun mendengar suaramu yang menggelegar itu." Wanita itu mendekat pada suaminya kemudian memerhatikan pria yang sedari tadi sibuk membongkar benda dalam lacinya.

    "Apakah kau melihat berkas yang kita dapatkan dari James Anderson?" tanya pria itu, tanpa menghentikan gerak tangan serta mata yang memindai tiap file satu per satu.

    "Berkas? Berkas yang mana? Saat di sana sepertinya aku hanya membawa satu koper kecil yang aku sendiri tak tahu apa isinya. Sesuai apa yang kau perintahkan."

    "APA? bagaimana mungkin kau tidak memerhatikan dan memeriksa apa yang kau bawa?" amuk pria itu. Wanitanya justru terlihat masa bodoh. "Tidak becus!"

    "Jika kau tahu aku dan anak buahmu itu tidak becus, mengapa tidak kau lakukan saja sendiri. Sekarang carilah di mana pun. Mungkin saja di dalam koper itu masih ada barang berharga lain. Meski tidak seberharga apa yang kau inginkan." Wanita itu berbalik kemudian suara stiletto-nya terdengar menjauh meninggalkan suaminya yang masih bergelut dengan kegusaran.

***

    Abigail duduk di hadapan seorang pria berkumis dengan kacamata menggantung di pangkal hidungnya. Alex duduk mendampingi disamping Abigail, sementara Alona duduk nyaman di sofa jauh dari keduanya.

    Pria yang usianya kira-kira setengah abad itu mengeluarkan berkas-berkas dari dalam brankas kabinetnya. Kemudian menyerahkan pada Abigail. Gadis itu melempar pandangan pada Alex yang dibalas dengan anggukan. Remaja itu kemudian perlahan membuka amplop berwarna coklat di hadapannya.

    Beberapa lembar kertas ada di dalamnya. Salah satunya jelas bertuliskan 'Surat Wasiat'. Meski ia tidak mengerti isi dari semua itu, dengan bantuan pamannya ia akan bisa memahami isi surat itu. Namun, tetap saja ia membalik tiap kertas dan membaca sedikit demi sedikit apa yang tertulis di sana.

    'Menyerahkan seluruhnya dari aset yang kumiliki kepada putri satu-satunya Abigail Anderson ....'

    Gadis itu tidak melanjutkan kalimat lain yang tertulis di sana. Ia rasa sudah cukup, matanya mulai memanas dan sebentar lagi bulir halus pasti akan jatuh dari sana. Ia mengusapnya dengan punggung tangan agar tak sampai menetes. Ia tak ingin paman atau bibinya melihat kesedihan. 

    Pria yang merupakan pengacara ayahnya itu, ia lupa menanyakan namanya, tetapi Abigail tak akan lupa jasa pria itu pada ayahnya dengan menjaga aset yang telah ditinggalkan James padanya. Dari penjelasan pria itu, seluruh aset akan diserahkan padanya saat nanti usianya menginjak 18 tahun, dan untuk sementara James menunjuk Alex untuk menjadi wali.

    Cukup jelas dan bisa dipahami oleh gadis remaja seusia Abigail saat ini. Apa pun yang tertulis di sana pun sudah jelas, ia hanya tinggal mempersiapkan diri menjadi dewasa seperti yang diinginkan ayahnya. Juga, agar ia bisa membalas dendam dengan cara elegan seperti permintaan pamannya.

***

    Abigail membanting tubuh ke atas ranjang. Memejamkan mata berusaha melupakan segala kejadian yang satu per satu muncul dalam ingatannya. Semua ini tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Harus menjalani kehidupan tanpa kedua orang tua kandung. Meski Alex dan Alona mencintainya seperti anak sendiri, tetapi sangat berbeda dibanding apabila ia dibesarkan dan diasuh oleh orang tua kandung.

    Alona dan Alex masuk bersamaan ke dalam kamar Abigail. Membuat gadis itu terpaksa menyingkirkan kembali ingatan tentang kenangan pahit hidupnya. Ia bangkit dan duduk di atas ranjang, menanti paman dan bibinya duduk di sisi ranjang. Alona naik ke atas ranjang empuk Abigail, duduk di sisi gadis itu kemudian memeluk dan mengecup keningnya.

    "Sayang, Paman dan Bibi sudah mendaftarkan sekolah untukmu ...," ucap Alona ragu.

    Ia cemas jika Abigail tidak ingin melakukan apa pun karena jiwanya masih terluka. Namun sebaliknya yang dipikirkan Alex. Baginya Abigail adalah gadis yang kuat dan tangguh. Dengan memulai kehidupan yang normal, akan lebih cepat menyembuhkan luka batinnya.

    Alex menyodorkan sebuah amplop coklat pada gadis berambut blonde itu. Iris mata sebiru langit itu menatap paman dan bibinya bergantian. Ingin mendapat jawaban dan penjelasan atas semua ini.

    "Bukalah," titah Alex, yang langsung dipatuhi oleh gadis remaja itu.

    Ia membuka dan mengeluarkan berkas yang ada di dalam amplop coklat itu. Sebuah benda berbentuk persegi panjang, menyerupai buku hanya lebih tipis. Sebuah pasport. Ia membuka halaman benda itu dan membaca sebaris nama yang tertulis di sana.

    "Abigail Genovhia?" tanya Abigail, bingung.

    Ia tidak pernah mengetahui hal semacam ini sebelumnya. Mengapa bukan Abigail Anderson? Bukankah itu nama aslinya? Kemudian berkas lain membuatnya mengerti dan paham apa yang telah dilakukan paman dan bibinya. Selembar akta kelahiran yang menyebutkan Abigail Genovhia terlahir dari Alona Genovhia.

    Ia menoleh pada paman dan bibinya dengan mata yang berkaca.

    Alex dan Alona memandang gadis itu penuh cinta dan haru. Mereka berdua membenamkan Abigail dalam pelukan penuh kasih.

    "Bersiaplah untuk mulai masuk sekolah, dan menjalani kehidupan yang baru. Kau akan baik-baik saja, Abby, kami berjanji padamu. Kita akan lalui ini bersama," ucap Alex, dengan suara bergetar.

    Tangis Abigail pecah karena haru. Ia mungkin tidak beruntung karena harus kehilangan kasih sayang orang tuanya di usia muda, tetapi ia mendapat ganti orang tua angkat yang sangat mencintainya melebihi siapa pun. Ia bahagia, dan akan baik-baik saja mulai saat ini.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status