Share

Walk Out

Author: Kennie Re
last update Last Updated: 2021-11-01 20:26:14

        Abigail tersadar dari lamunannya sesaat. Ingatannya sempat kembali pada masa dimana ia akhirnya menyandang namanya yang sekarang. Pada mulanya ia tidak terima melepaskan nama keluarganya, tetapi ia kemudian sadar bahwa itulah cara Alex untuk menjauhkan dirinya dari bahaya.

        Abigail meraih blazer merah dari balik pintu kemudian memakai sembari melangkah tergesa keluar dari kantornya. Ia sudah membuat janji dengan Mr.Thompson untuk membicarakan tentang misinya. Tidak, ia tidak mengatakan pada dektektif itu detail tujuannya mencari tahu identitas rival bisnis James, ayahnya. Ia hanya akan menyampaikan alasan yang berhubungan dengan bisnis.

        Saat mobilnya tiba di halaman parkir L'Restaurante, sudah terlihat dari kejauhan sosok Mr.Thompson yang duduk di sudut ruangan dekat dengan jendela besar. Mungkin agar mempermudah dirinya mengawasi sekitar. 

        Tak masalah bagi Abigail, ia telah merogoh kocek cukup dalam untuk mempekerjakan pria itu. Sudah seharusnya ia melakukan segalanya sesuai keinginan.

        Abigail melangkah masuk ke restaurant itu, beberapa pasang mata langsung tertuju padanya. Ia memang memiliki kecantikan dan pesona. Rambut hitam yang panjang terurai, tubuh jenjang sedikit berisi, serta proporsi wajah yang menawan.

        Gadis itu mengulas senyum tipis sembari tetap melangkah anggun. Ia segera duduk berhadapan dengan Mr. Thompson saat tiba di meja, dan memesan secangkir kopi untuknya.

        "Maaf membuatmu menunggu lama." Gadis itu meletakkan tas tangan di sampingnya lalu membenarkan duduk agar lebih nyaman. "Kita mulai saja, jika kau tidak keberatan. Kau pasti punya kepentingan lain."

        "Ah, baik, Nona Genovhia." Pria itu terlihat gugup, mengeluarkan beberapa berkas data yang ia miliki.

        "Ini beberapa hal yang aku miliki tentang rival bisnis tuan James Anderson, dan ... ada namamu juga sebagai pembeli sisa aset yang dimilikinya sejak kebakaran."

        "Oh, ya, benar. Aku memang membelinya, sayang saja jika lahan itu tidak dimanfaatkan. Sementara untuk membangun ulang sebuah perusahaan bukanlah hal mudah, bukan?!"

        "Benar, nona. Apakah tuan James adalah rivalmu?" selidik pria itu. Abigail menyandarkan punggungnya.

        "Hmm ... bagaimana aku menjelaskannya, ya? Jadi, keluargaku memiliki saham di perusahaan tuan Anderson, dan ketika aku ingin mengambil alih saham tersebut, justru terjadi kejadian naas itu. Semua aset dan lainnya hangus sudah. Aku hanya sedang ingin membangun kembali usaha keluargaku, tetapi dengan cara yang benar." Abigail menghirup kopinya sejenak.

        "Aku harus tahu, segarang apa rival bisnis tuan Anderson agar bisa menyiasati perusahaanku tak mengalami nasib sama. Kau tahu,'kan, dunia bisnis sangat kejam." Gadis itu menghentikan kalimatnya. Telunjuknya memainkan bibir cangkir yang masih berada di atas mejanya.

        Mr. Thompson memandangnya penuh tanya. Ia kemudian menoleh ke arah lain di mana beberapa pria masih memaku tatapan mereka pada gadis anggun di depannya.

        "Sejak tadi beberapa pasang mata itu tak lepas memerhatikanmu," ucap Mr. Thompson kemudian menyeruput kopinya. Tegukan terakhir. Abigail menoleh sedikit mengikuti arah yang ditunjukkan Mr. Thompson, senyum simpul tersungging di ujung bibirnya.

        Ia tak perduli berapa pasang mata pun yang memerhatikannya, ia tidak tertarik.

        "Kau ingin pesan kopi lagi?" tawar Mr. Thompson pada Abigail. Gadis itu menggeleng.

        "Aku cukup. Setelah ini harus kembali ke kantor. Kau sendiri?"

        "Ah, aku akan memulai pencarian saja. Day is still young, aku harus memanfaatkan dengan baik. Kau membayarku tidak sedikit untuk ini."

        "Baguslah kalau begitu." Abigail menghirup minumannya terakhir kali sebelum kemudian bangkit. "Untuk selanjutnya jika ada informasi dan apa pun yang kau butuhkan bisa menghubungi nomorku. Aku permisi." 

        Abigail mengambil selembar kartu nama dari tasnya kemudian meletakkan di atas meja, mengangguk, lalu memutar tubuh melangkah meninggalkan restaurant.

            ***

        Abigail menderap langkah memasuki gedung kantornya. Beberapa pegawai menyapa dan menyambut kedatangannya. Terlalu berlebihan baginya, tetapi hal itu sudah menjadi kebiasaan pegawai yang sebagian besar adalah berasal dari perusahaan James Anderson. Pegawai yang loyal dan dapat menjaga kepercayaan dengan baik.

        "Nona Genovhia," panggil seseorang sembari berlari kecil mengejar langkah Abigail. Gadis itu memutar tubuh demi melihat siapa yang terlihat datang terburu-buru.

        "Ya, Tamara? Apakah ada masalah?"

        Tamara mengatur nafas sebelum menjawab pertanyaan bosnya. Ia menyodorkan sebuah amplop cokelat beserta sebuah undangan.

        "Amplop cokelat itu baru saja dikirimkan oleh Mr. Thompson, dan undangan itu—"

        "Aku bisa membacanya, Tamara. Terima kasih, kau bisa melanjutkan pekerjaanmu. Oh, iya, tolong pesankan gaun di butik yang terbaik. Kau pasti tahu bagaimana seleraku." Abigail kembali melangkah menuju ruangannya. Namun, ia berhenti sejenak, berbalik lagi.

        "Terima kasih, Tamara," ucapnya lagi, kemudian melanjutkan langkahnya.

        Setiba di ruangannya, ia membuka amplop cokelat yang dikirimkan Mr. Thompson. Ada beberapa nama rival bisnis yang ternyata memiliki saham di perusahaan lama ayahnya. Sayang, perusahaan itu sudah tak menyisakan aapaa pun selain puing kala itu, karena ulah Abigail sendiri. Gadis itu menyungingkan senyum sinis.

            Ia meletakkan amplop itu di atas meja kerjanya, meraih amplop lain dengan aksen emas. Pelantikan CEO baru di Zacamers Corp. Ia baru mendengar nama perusahaan itu. Bisa jadi perusahaan baru atau berkembang. Belum sesukses perusahaan miliknya. Tentu saja.

        Perusahaan miliknya merupakan perusahaan yang dikelola dengan baik oleh ayahnya, tentu saja sebelum tragedi itu terjadi. Hingga saat Abigail kembali, perusahaan itu masih berdiri berkat Alex. Dan kini, ia melanjutkan apa yang sudah dilakukan James dan Alex. Tentu saja, masih dalam pantauan pamannya.

            Sesungguhnya Abby sedikit gentar jika harus menghadapi musuh ayahnya seorang diri, tetapi Alex berjanji akan selalu menjadi pendukungnya kapan pun ia membutuhkan.

        Abigail melemparkan undangan itu ke atas meja, mengambil telepon kantor dan menekan tombol line yang langsung terhubung pada asistennya, Tamara.

        "Tamara, bagaimana gaun yang kupesan?" tanya Abigail sembari memainkan kukunya.

        "Sedang proses pengantaran, Nona Genovhia. Apakah sebaiknya kuambil langsung agar anda tidak perlu menunggu?" ucap Tamara, memastikan.

        "Tidak, biarkan saja. Aku akan ke salon sebentar, tolong kau awasi lainnya. Pesta pelantikan ini penting, siapa tahu mereka bisa menjadi kolega bisnis yang potensial." 

        Abigail menutup sambungan telepon, kemudian bergegas ke salon seperti yang ia rencanakan. Acara pelantikan bisa menjadi berbagai macam kesempatan. Kesempatan menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan baru, sekaligus bertemu dan mengenal satu per satu rival bisnis ayahnya.

        ***

        Seorang pria dengan penampilan parlente, mengenakan setelah jas berwarna silver dipadu kemeja hitam, terlihat menawan. Sorot mata tajam yang dihias bulu mata dan alis yang lebat, serta rambut kecoklatan yang disisir rapi melengkapi ketampanan dari pemilik rahang tegas itu.

        Ia berdiri dan berbincang dengan lainnya di antara alunan musik jazz nan lembut, menanti sang empunya acara naik ke atas panggung dan memanggil namanya untuk maju ke podium.

        Pesta sedang berlangsung sebagaimana mestinya saat kemudian seseorang melangkah masuk ke dalam aula tempat dihelatnya acara tersebut.

        Dengan gaun malam velvet yang membalut tubuh, bibir ranum dipoles lipstick berwarna pink muda, menambah pesona dan kecantikannya. Semua mata terpaku saat ia berjalan masuk, tak elak Zachary Emerson-sang putra mahkota Emers Corp. Ia bahkan tak ingin berkedip dan melewatkan kehadiran gadis itu. Jika saja ia tak mengingat dirinya sudah memiliki kekasih, maka sudah ia datangi sosok menawan itu.

        Abigail yang kini tengah berada di antara lainnya, sepertinya tak ingin beramah tamah dengan tamu lain. Ia terlihat memilih tempat yang agak jauh, mengedar pandangan dari sudut ruangan yang hiruk-pikuk dengan suara musik mendayu-dayu.

        Ia memerhatikan saja bagaimana pesta berlangsung, dan seperti apa penampakan sang putra mahkota pemilik Emers Corp yang ramai diperbincangkan terlebih oleh kaum hawa. Mungkin saja ia bisa menjalin hubungan baik dalam hal bisnis.

        Tak berapa lama, harapan Abigail terwujud. Garry Emerson sebagai pemilik perusahaan Emers Corp naik ke atas panggung, memperkenalkan putranya yang akan menjabat sebagai CEO dari perusahaan miliknya sendiri sekaligus anak perusahaan Emers Corp.

Zachary Emerson yang disebutkan oleh pria bertubuh tambun itu kemudian maju ke depan, disambut sorak sorai beberapa pemuda yang terlihat seperti sahabat pria itu.

        Lainnya mengiring langkah Zachary dengan tepuk tangan yang meriah. Namun, tidak dengan Abigail. Ia memutar tubuh dan melangkah keluar dari ruang pesta sebelum memastikan seperti apa penampakan seorang Zachary Emerson. Ia berubah pikiran dan memilih untuk hengkang dari acara itu.

        Setidaknya ia sudah mengisi buku tamu dan membiarkan mereka mengetahui nomor yang mungkin bisa mereka hubungi nanti. Untuk saat ini ia ingin sendiri.

        ***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dark Secret of Lady CEO   Rencana yang Gagal

    Belum pukul lima bahkan, tetapi Zachary sudah berada di ruangan Abigail sekarang. Duduk dengan manis memerhatikan gadis yang akan segera menjadi kekasihnya itu kini tengah bergulat dengan setumpuk berkas. Belum lagi beberapa map yang dibawa oleh Zachary sore ini.“Seriously, you gonna be killing me, Zac! Berkas ini … file bulan lalu, kan? Mengapa baru diserahkan hari ini?” tanya Abigail, sembari menatap pria di hadapannya dengan sorot tajam.“Sidney yang menyimpannya. Kupikir ia telah menyerahkan padamu. Sepertinya ia memang tak ingin jika aku bertemu denganmu, karena itu ia menyembunyikan file itu,” terang pria itu, berharap mendapat pemakluman dari gadis di hadapannya“Hmm … gadis itu cukup berbahaya, rupanya. Aku jadi takut.”Zachary bangkit dari tempatnya, menuju ke tempat di mana Abigail duduk, ia kemudian berjongkok dan meraih jemari gadis itu untuk diremasnya lembut.“Sekarang ia tak akan ada di sekeliling kita lagi, Abby. Sekarang hanya ada aku dan kau.”“Ke mana lainnya?” tan

  • Dark Secret of Lady CEO   Memperjuangkan Keadilan

    Abigail duduk di depan meja kerjanya, menghadap pada tumpukan berkas dan laptop yang masih menyala. Kemarin ia tak langsung datang pada Zachary meski demi mengabarkan tentang berakhirnya hubungan dirinya dan Ashton. Seperti yang selalu ia katakan, ia hanya ingin melampiaskan dendnya pada keluarga Emerson, jadi apa pun yang terjadi pada Zachary, tak akan pernah penting bagi gadis itu. Satu pria yang dicintai Abigail, hanyalah Ashton. Ia tak pernah memikirkan pria lain. Meski terkadang ada desir aneh muncul di hatinya setiap memikirkan Zachary, dengan cepat ia singkirkan semua itu. Zachary hanyalah sarana. Meski mungkinnia tak bersalah, tetapi tetap saja salah ketika ia terlahir dari keluarga Emerson. Terlebih ia merupakan putra dari Garry Emerson, pria yang telah menghancurkan keluarganya juga kebahagiaannya. Pria yang telah membuat dirinya dan Gin menjadi yatim piatu, memisahkan dirinya dan Gin sekian lama. Ia tak mungkin bisa memaafkan sikap pria itu dan apa yang telah ia lakuka

  • Dark Secret of Lady CEO   Perpisahan

    Abigail berlari sekuat yang ia mampu demi mengejar Ashton yang mungkin saja sudah naik ke pesawat. Ia masih berharap pria itu sedang menanti di lounge, menunggu kedatangannya setidaknya untuk sekedar ciuman selamat tinggal. Namun, ketika tiba di bandara, ia hanya mendulang kekecewaan lantaran tak menemukan Ashton di mana pun. Ia nyaris meninggalkan bandara saat kemudian peia itu berdiri tepat di hadapannya. "Abby-bear ... apa yang kau lakukan di sini?a apakah kau ingin ikut—" Abigail menggeleng cepat. "Uhm ... tidak. Ya, sebenarnya aku sangat ingin ikut bersamamu, Ash. Namun, kau tahu, kan kalau aku masih memiliki tanggung jawab atas apa yang telah kumulai?" "Kau benar." Ashton mengangguk sembari mengulas senyum pedih. Ini sungguh perpisahan terpahit yang pernah ia rasakan. Ia tak menyangka jika dirinya harus berakhir sendiri lagi, meninggalkan Abigail dengan mimpi yang tak pernah terwujud. Mimpinya untuk menikahi satu-satunya wanita yang ia cintai di dunia ini setelah ibunya. Ki

  • Dark Secret of Lady CEO   Langkah Cepat

    Abigail tengah menikmati sarapan bersama Gin, saat terdengar suara bel. Salah seorang asisten rumah tangga tergopoh membuka pintu dan disusul suara langkah kaki mendekat, serta kehadiran seorang pria berambut sewarna tembaga. Sorot matanya tampak cerah dan bersinar seketika tatkala menemukan gadis tercintanya yang tengah meneguk jus di tangannya. "Hey, Zac. Kemarilah, bergabung bersama kami." Abigail membuka piring di atas meja tepat di sampingnya, kemudian salah seorang pelayan menuangkan jus ke dalam gelasnya, lalu menyajikan sepiesi pancake. "Apa hang membawamu kemari sepagi ini?" tanya Abigail, setelah Zachary mulai menikmati sarapannya. "Oh, maaf ... habiskan dulu sarapanmu, kita bicara nanti." Abigail mengulas senyum, yang sesungguhnya tak ingin ia sunggingkan. Bagaimana tidak, dirinya tengah patah hati karena kepergian Ashton, dan sekarang harus beramah tamah dengan pria yang merupakan sasaran dari misinya, sungguh itu membuatnya hak bers

  • Dark Secret of Lady CEO   Menuntaskan Rencana

    Ashton terenyak kala mendengar apa yang baru saja diucapkan kekasihnya. Ia beringsut bangkit dan duduk menghadap pada Abigail yang duduk bersandar pada tepian ranjang. "Kau tidak serius mengatakan itu, kan, Abby?" tanya pria itu lagi, berusaha meyakinkan diri bahwa Abigail saat ini mungkin tengah mengerjainya, seperti apa yang biasa dilakukan gadis itu. Namun, tak ada jawaban dari Abigail, ia tetap bergeming dengan ekspresi penuh kesedihan. "Maafkan aku, Ash. Aku tak ingin kita mengakhiri hubungan ini. Kau tahu, aku hanya ... maukah kau mendengarkanku dulu?" Abigail membenarkan selimut yang menutupi dadanya, kemudian meraih jemari kekasihnya, kemudian mengecupnya. "Masih ada beberapa hal yang harus kulakukan, Ash. Demi kedua orang tuaku dan adikku." Ashton mengerutkan dahinya kala mendengar perkataan Abigail. "Apa itu? Mungkin aku bisa membantumu, agar segalanya bisa lebih cepat selesai, dan kita bisa segera menikah." Gadis itu menggeleng.

  • Dark Secret of Lady CEO   Refusal

    Sidney membelalakkan maniknya kala mendengar kalimat yang dengan ringannya diloloskan oleh Zachary. Ia tak menyangka bahwa kisah cintanya harus berakhir begitu menyedihkan. Sbeelumnya, belum pernah ada yang mencampakkannya seperti ini. Ia termasuk wanita paling didambakan oleh beberapa pria di kampus bahkan di dunia bisnis. Mungkin. Sampai akhirnya Zachary, dan beberapa pria mengetahui kualitas Abigail yang jelas tak hanya mengandalkan kecantikan luar saja, melainkan juga kecerdasan yang berhasil membuat pria sekelas Zachary dan Ashton bisa begitu bertekuk lutut. Itu salah satunya yang membuat Sidney sangat tidak menyukai gadis itu. Ia hampir saja mengetahui banyak hal mengenai kisah hidup Abigail, jika tidak dihalangi oleh seorang pria dan wanita misterius yang ia tidak ketahui. Tepat saat dirinya datang berkunjung ke unit rehabilitasi kejiwaan di mana Selena dirawat. Salah seorang perawat bersedia memberi keterangan mengenai Abigail, tetapi seorang pria yang tidak ia kenali memin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status