Home / Romansa / Dead&Queen / Bab 61 : Aku-kamu?

Share

Bab 61 : Aku-kamu?

Author: Ucyl_16
last update Last Updated: 2025-09-20 22:21:49

Rian berdiri di lantai dua, dekat balkon kecil yang menghadap ke lobi. Ia baru

saja keluar dari ruang server ketika matanya tanpa sengaja tertumbuk pada pemandangan di bawah. Alma—berdiri dengan payung kecil. Dan Gio—yang melangkah mendekat, lalu meraih tangannya.

Rian terdiam. Jantungnya seperti berhenti sejenak.

Ia melihat semuanya dengan jelas. Percakapan lirih yang tak sampai ke telinganya, tatapan penuh luka, lalu akhirnya… pelukan. Alma menunduk di dada Gio, bahunya bergetar. Dan Gio memeluknya erat, seakan dunia hanya milik mereka berdua.

Rian memejamkan mata. Jadi akhirnya… ini pilihannya.

Hatinya remuk. Ada bagian dari dirinya yang ingin segera turun, ingin berteriak, ingin bertanya kenapa bukan dirinya.

Tapi langkahnya tak bergerak.

Ia menggenggam pagar balkon erat-erat, sampai buku jarinya memutih.

Kalo dia akhirnya menemukan tempatnya di Gio… gue siapa untuk halangi?

---

Suara hujan makin deras, menutupi napas beratnya. Rian menunduk, membiarkan perih itu menembus tanpa p
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dead&Queen   Bab 144 : Pengorbanan tanpa izin

    Hujan turun lama. Bukan deras yang dramatis, tapi cukup konsisten untuk membuat kota terlihat buram. Alma berdiri di depan jendela kantor, menatap tetesan air yang jatuh berurutan, saling mengejar, lalu pecah di ambang. Polanya berulang, seperti pikiran yang tidak bisa ia hentikan meski sudah ia coba alihkan seharian. Dulu Gio pernah bilang, “Hujan tuh bikin orang jujur sama pikirannya sendiri.” Alma mendengus kecil. “Kebanyakan baca quotes,” gumamnya pelan— meski orangnya sudah tidak ada di sampingnya untuk tersenyum setengah tersinggung. Ia tetap berdiri beberapa menit lagi, membiarkan hujan mengisi ruang kosong di kepalanya. Tidak ada rapat. Tidak ada notifikasi mendesak. Hanya suara air dan pantulan lampu kota di kaca. Saat jam pulang tiba, Alma tidak memesan kendaraan seperti biasa. Ia melangkah keluar gedung, langsung disambut gerimis yang dingin dan tipis. Ia berjalan kaki lebih lama dari biasanya, membiarkan sepatu basah, membiarkan rambutnya kena hujan sampai berat dan men

  • Dead&Queen   Bab 143 : Hari-hari tanpa Gio

    Alma masih bangun pagi seperti biasa. Alarm jam enam berbunyi. Ia meraih ponsel setengah sadar, refleks membuka chat Gio. Tidak ada pesan baru. Ia menutup layar, bangkit, dan tetap mandi. Tetap pakai kemeja kerja. Tetap mengikat rambut dengan rapi. Semuanya berjalan… normal.Normal versi Alma adalah bergerak tanpa berpikir terlalu jauh. Air hangat mengalir di kulitnya, kopi menetes pelan di mesin, sepatu dipakai sambil berdiri. Tidak ada yang berubah—kecuali dadanya yang terasa sedikit lebih kosong dari biasanya, seperti ada ruang kecil yang lupa diisi. Di jalan menuju kantor, ia hampir mengetik, Udah sampe? Tapi jarinya berhenti di atas layar. Kata-kata itu terasa terlalu biasa untuk sesuatu yang tidak biasa. Terlalu ringan untuk situasi yang sejak semalam menggantung tanpa penjelasan. Alma mengunci ponselnya, menaruhnya kembali ke tas, dan menatap jalanan yang bergerak mundur di balik kaca mobil. Lampu merah. Klakson. Orang-orang menyebrang dengan wajah setengah mengantuk. Kota t

  • Dead&Queen   Bab 142 : Tanpa kabar kembali

    Alma menatap layar laptopnya, jari-jari menggantung di atas keyboard, tapi tidak bergerak. Beberapa kali ia mulai mengetik email, lalu menghapusnya. Kata-kata yang ingin ia tulis terasa tidak cukup, tidak pantas, atau terlalu lemah untuk menjangkau Gio. Ia menarik napas panjang. Mata berkeliling ruang kantor yang riuh—keyboard diketik cepat, percakapan bisik-bisik di sisi meja, aroma kopi dari mesin di pojok—namun semuanya terdengar jauh. Kosong. Seperti dunianya sendiri tiba-tiba tertahan di udara, dan tidak ada yang bisa ia pegang. Akhirnya, ia mengetik hanya satu kalimat, seolah itu cukup untuk mengekspresikan seluruh kegelisahan yang menumpuk. To: gio@skala.co.id Subject: Sayang, kamu baik-baik saja? Hatinya berdegup keras ketika menekan tombol send. Ia menunggu, berharap ponselnya akan bergetar, suara notifikasi muncul, apapun—tanda bahwa Gio masih ada di dunia yang sama dengannya. Tapi tidak sampai lima menit, balasan otomatis muncul di layar: Out of Office Terima kasih at

  • Dead&Queen   Bab 141 : Kabar Gio

    Pagi datang, tapi tanpa Gio. Matahari di Jakarta tidak pernah sehangat pelukan yang Alma harapkan. Cahaya masuk dari jendela, menempel di lantai, tapi tidak mampu menembus rasa hampa di dada. Tidak ada suara pesan masuk, tidak ada dering telepon, tidak ada notifikasi yang membawa sedikit kehangatan. Alma duduk di tepi ranjang, rambut masih berantakan, jaket masih tersampir di kursi, dan koper kecil yang tadi dibawa dari Tegal masih di pojok kamar. Tangannya gemetar saat mengambil ponsel.Ia mencoba menelepon. Sekali. Dua kali.Tidak aktif.Hatinya mulai berdetak lebih cepat. Napasnya sedikit tersengal. Ia mencoba menenangkan diri, menyuruh otak dan hatinya untuk tidak panik. Ia mengetik pesan, perlahan. Setiap huruf terasa seperti menaruh kepingan hatinya di atas layar.Alma: Sayang, kamu di mana?Satu centang.Lalu dua.Dibaca.Tapi… tidak ada jawaban.Alma menatap layar ponsel beberapa saat, mencoba mencari alasan. Mungkin… benar-benar sibuk? Mungkin ada urusan yang mendesak?Ia men

  • Dead&Queen   Bab 140 : Perubahan

    Kereta terus melaju, membawa mereka semakin jauh dari Tegal dan semakin dekat pada kota yang tak pernah benar-benar tidur. Stasiun-stasiun kecil berganti nama, berganti wajah, lalu menghilang begitu saja. Waktu seperti dipotong-potong, tapi pikiran Alma tetap utuh di satu titik yang sama. Ia membuka ponsel. Pesan dari Ibunya masuk beberapa menit lalu.Sudah berangkat, Nak?Alma membalas singkat.Sudah, Bu. Di kereta. Nanti sampai aku kabari.Ia menatap layar sebentar lebih lama dari yang diperlukan, lalu mematikannya. Rasanya seperti menutup pintu kecil yang aman, lalu memilih berdiri di lorong yang belum sepenuhnya terang. Gio masih sibuk dengan ponselnya. Kali ini lebih lama. Jempolnya bergerak cepat, lalu berhenti. Mengetik, menghapus. Menghela napas pelan. Alma tidak bertanya. Ia hanya mengamati dari sudut matanya. Dulu, ia selalu percaya diam adalah bentuk pengertian. Tapi kini, diam terasa seperti ruang kosong yang makin melebar. "Kamu laper?” tanya Gio tiba-tiba, tanpa menoleh

  • Dead&Queen   Bab 139 : Overthinking Alma

    Ruangan langsung hening. Bapak Alma mengangkat alis, jelas terkejut. “Kau… anak mereka?” Gio mengangguk. “Aku nggak pernah mau nyambungin hidup ku dengan masa lalu keluarga ku. Tapi ternyata… mereka punya dendam ke keluarga Alma karena peristiwa Aurora dulu. Dan sekarang, mereka nggak setuju aku melamar Alma.” Alma terduduk, suaranya hampir hilang. “Jadi… keluarga kamu nggak mau aku… cuma karena aku.... pihak yang ngerusak Aurora?” Gio memegang tangannya. “Sayang… akunggak peduli masa lalu itu. Aku nggak pernah lihat lo sebagai bagian dari masalah itu. Buat ku… kamu itu rumah.” Air mata Alma perlahan mengalir. “Tapi kenapa kamu nggak bilang dari awal? Kenapa aku baru tau sekarang?” “Karena aku takut kamu bakal mikir cintanya bakal jadi ribet. Aku takut kamu ninggalin aku duluan.” Suaranya pecah. Bapak Alma akhirnya bicara, suaranya tegas namun terkendali. “Gio, pernikahan itu bukan cuma tentang hati. Ini soal dua keluarga. Kalau keluargamu sudah menolak sejak awal… bagai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status