Derttt ... Derttt ... Derttt ...
Suara ponsel yang bergetar membangunkan Akira yang tengah terlelap.
"Duhh siapa sih malam-malam masih nelpon? nggak tahu orang sedang istirahat!" gerutunya kesal sambil meraih handphone yang ia letakkan asal di sisi bantal.
"Eh Pak Agus, iya Waalaikumsalam. Ada apa, Pak?" tanyanya pada orang di ujung telpon.
"Ha! penemuan mayat! dimana lokasinya, Pak? oh iya saya tahu tempat itu. Baik, saya segera ke sana. Terimakasih infonya, Pak," ucap gadis itu tergesa.
Akira keluar dari kamar kosnya dengan perlahan. Tak ingin membuat keributan dan memancing tanya dari pemilik kos ataupun penghuni lainnya. Angin malam yang berhembus dari luar seolah-olah menyambut kehadiran gadis itu. Cuaca saat ini sangat dingin lantaran hujan yang turun beberapa saat lalu cukup deras membasahi bumi. Namun begitu, hawa dingin yang rasanya menusuk tajam ke dalam pori-pori kulit hingga menembus tulang, tak dihiraukan gadis itu. Dengan memakai hijab lebar dan membungkus tubuhnya dengan jaket tebal, Akira lalu bergegas menaiki sepeda motornya yang basah karena tetesan hujan. Dengan mengendarai sepeda motornya sedikit kencang Akira membelah malam menuju lokasi penemuan mayat seorang warga di desa Santangi Ulu. Tiba di lokasi, tampak beberapa warga berkerumun. Terlihat sejumlah aparat tengah memasang garis polisi di pinggir sungai yang menjadi lokasi tepat ditemukannya mayat korban. Sementara itu tiga anggota kepolisian mengangkat kantong jenazah berwarna orange menuju mobil ambulan. "Siapa korban itu, Pak?" tanya Akira pada seorang polisi tak berseragam. "Kami belum dapat pastikan identitasnya, Mba. Karena kondisi tubuhnya terpotong-potong. Sampai saat ini baru bagian badan, tangan kiri, dan kaki kanan yang ditemukan. Sedangkan yang lain masih dicari," jawab polisi yang tak asing wajahnya itu. "Innalillahi ...," ucap gadis itu lirih.Seketika wajah Akira menjadi pucat menyaksikan kondisi bagian tubuh mayat yang begitu mengenaskan. Terlihat jelas, ketiga potongan tubuh korban yang belum diketahui identitasnya itu sengaja dipotong dengan sadis oleh pelakunya. Gadis itu sontak bergidik ngeri dan menutup mulutnya saat sepintas melihat seorang polisi memasukan potongan jari yang terbungkus plastik bening ke dalam kantung jenazah. Tak hanya itu, terdapat beberapa luka sayatan hampir menutup di setiap kulit korban. "Ya Allah serem banget," gumamnya bergidik. "Jika melihat kondisinya seperti ini ada dua kemungkinan. Pertama, pelaku sangat benci dan dendam kepada korban, dan kedua pelaku ingin menghilangkan jejak," tutur polisi itu. Saat Akira tengah sibuk mengamati bagian potongan jasad korban, tiba-tiba Agus Suseno datang menghampiri wanita berjilbab itu.
"Sudah lama, Mba Akira?" sapa Agus.
"Eh, Pak Agus. Baru saja datang. Kondisinya mengenaskan sekali yah pak," ucap Akira. "Iya. Tampaknya sebelum tewas korban dianiaya dengan senjata tajam terlebih dahulu," tutur pria berambut cepak itu seraya menunjuk banyaknya luka sayatan di beberapa bagian jasad korban. "Kemudian setelah puas menganiaya, dengan sadisnya tubuh korban dipotong pelaku menjadi beberapa bagian terpisah. Termasuk bagian kepala juga. Sampai saat ini baru tiga bagian yang kami peroleh. Yakni tangan kanan, tubuh, dan kaki kiri," lanjutnya. "Oh begitu yah pak. Lalu selanjutnya bagaimana, Pak?" tanya Akira lagi. "Untuk sementara bagian potongan yang sudah ketemu akan kami bawa dulu ke rumah sakit untuk dioutopsi. Sedangkan bagian yang lain masih kami cari," jawabnya. "Hmmm ... beberapa hari ini kan warga sekitar lagi ramai dengan aksi demo menentang perusahaan. Apa penemuan mayat ini ada kaitannya dengan aksi itu?" tanya Akira lagi. "Kami masih minim petunjuk, Mba. Jadi belum bisa menyimpulkan apa-apa. Mungkin kalau identitas korban bisa diketahui, baru bisa kami simpulkan apa motif pelaku," tambah Agus. "Oh baik, Pak. Kami tunggu informasi selanjutnya." Ucapnya hormat.Gadis itu pun meminta ijin kepada polisi sebelum mengambil gambar dari beberapa sudut untuk mendukung kelengkapan beritanya. Sesekali diedarkan pandangannya mencari rekan dari media lain. Rupanya mereka sedang menginterview beberapa warga.
Akira lantas mendekati sekelompok warga yang tengah berkumpul. "Bapak yang menemukan jasad korbannya?" tanya Akira pada pria berbaju merah dengan sarung yang menutupi sebagian tubuhnya. Pria berumur sekitar 50 tahunan itu masih terlihat pucat atas kejadian yang baru saja dialaminya. "Iya, Mbak. Saya dan dua kawan saya ini yang menemukan" jawab Muliadi sambil menunjuk ketiga pria yang ada di sisinya. Satu pria berbadan kurus, tinggi, berkulit kecoklatan dan berambut kriting bernama Anto. Sedangkan satunya lagi berbadan sedikit gemuk, dan berambut plontos bernama Joko.Muliadi menceritakan, sebelum kejadian mereka sedang mencari lokasi untuk memancing. Maklum lokasi penemuan mayat tersebut memang dikenal sebagai lokasi favorit warga untuk memancing. Karena sungainya agak dalam dan banyak terdapat beberapa jenis ikan air tawar. "Nah waktu kami mau turun ke sungai, tiba-tiba saya merasa menginjak sesuatu. Awalnya saya kira batang pohon mati, karena tertutup daun. Eh pas dibuka ternyata tangan orang," jelas Muliadi. "Betul, Mba saya sampai nggak percaya kalau itu tangan orang," timpal Joko dan Anto membenarkan perkataan rekannya. Akira mengedarkan netranya ke sekitar lokasi kejadian. Sungai panjang yang membentang di belakang rumah warga itu terlihat berwarna kecoklatan pekat. Sehingga bisa dipastikan tak layak untuk dikonsumsi manusia. Wajar saja warga melakukan protes besar-besaran terhadap perusahaan jika benar rusaknya sungai mereka akibat limbah pabrik perusahaan. Cukup lama Akira menghabiskan waktunya berbincang bersama warga. Setelah memastikan semua data beritanya aman, gadis itu beranjak meninggalkan lokasi. Wajahnya terlihat putih bersih karena udara dingin. Bibirnya merona dengan kelopak mata yang sedikit gelap. Ia kemudian menjalankan kendaraannya pulang ke kos. Sambil mengingat peristiwa pembunuhan yang baru saja terjadi.
"Sungguh mengerikan," gumamnya.
"Hanya dalam jangka waktu sehari pasca unjuk rasa, tiba-tiba ditemukan ada mayat tanpa identitas tewas mengenaskan. Apa sebenarnya yang terjadi?" pikirnya. "Apa ini ada kaitannya dengan aksi demo kemarin ya? Ah lebih baik aku bicarakan dengan Pak Ramdan" ucapnya termangu. Sesaat setelah gadis itu tiba di kos, suara adzan subuh berkumandang dari surau. Ia pun segera membersihkan diri dan mengambil wudhu, lalu melaksanakan kewajiban salat subuhnya.@@@
Pagi harinya gadis itu telah siap, berusaha menahan kantuk sambil meregangkan setiap pergelangan juga otot yang sempat kaku sejak semalam. Aroma sabun dan sampo yang ia pakai terhirup hingga membuat jiwanya tenang dan kembali bersemangat.
Hari ini sebenarnya jadwal libur Akira. Biasanya ia akan tidur seharian di kamar. Apalagi jatah tidurnya semalam berkurang, karena harus melaksanakan liputan malam. Namun keinginan untuk tidur terpaksa ditunda. Karena ia harus segera ke kantor menyelesaikan berita kasus penemuan jasad mutilasi yang menghebohkan warga Desa Santangi Ulu. "Ayo Akira ... kerja, kerja, kerja kamu harus semangat. Ingat, masih banyak mimpi yang harus kamu raih," gumamnya memberi semangat pada dirinya.Tiga puluh menit berselang, Akira tiba di depan kantor tempatnya bekerja. Perlahan ia memasukan sepeda motor kesayangannya ke halaman parkir. Kakinya pun kemudian melangkah menaiki anak tangga kantor. Di depan pintu masuk, gadis berjilbab ungu itu disambut tatapan kebingungan oleh Ismail.
"Lho mba Akira bukannya hari ini libur. Kok masuk kerja?" tanya Ismail keheranan. Karena pria berkumis tebal itu tahu betul jika sudah jadwal libur, Akira tak pernah masuk kantor.
"Iya nih, Pak Mail. Lagi ada berita penting, terrpaksa liburnya di pending dulu, deh," ucapnya sambil berlalu dengan senyum memasuki pintu kantor.Hanya butuh tiga puluh menit bagi Akira untuk menuntaskan penulisan berita. Segera ia kirim berita tersebut ke server redaksi untuk selanjutnya diperiksa sebelum terbit cetak.
"Wah beritanya bagus Ra, besok akan kita buat full halaman. Khusus membahas kasus penemuan mayat mutilasi ini" ucap Ramdan yang tiba-tiba masuk ke ruangan redaksi dan duduk di hadapan Akira dengan antusias.
"Tapi, Pak hari ini kan jadwal saya libur?" katanya keberatan. "Eits ... nggak boleh libur dulu. Berita ini akan viral, jadi harus running terus, Ra. Hari ini juga kamu lanjutkan kembali liputannya ke polisi bagaimana perkembangan kasusnya!" tegas pria tampan itu. "Ada kemungkinan polisi kembali menemukan beberapa potongan bagian tubuh lainnya," tambahnya. "Baiklah, Pak. Tapi setelah selesai saya minta liburnya dirapel ya, Pak" jawab Akira mengalah. "Oke bisa diatur yang penting urus dulu berita ini sampai tuntas," ucap Ramdan tersenyum.To Be Continued ...
by Ananabennu
*** Ana'na Bennu***
Part57. Ketika Ulat Bulu Datang Pagi itu Mufidah berencana untuk menemani putranya di rumah. Setelah beberapa hari sebelumnya ia selalu pergi meninggalkan demi restorannya yang sedang berkembang pesat. Meskipun ada Yanti orang kepercayannya yang bisa menghandel, tetap saja ia harus memantau secara langsung agar tidak terjadi kecurangan dalam pengelolaan keuangan di setiap cabang resto miliknya. "Sayang, bagaimana kakinya? apa masih sering terasa sakit?" tanyanya pada Ramdan yang sedang berjalan mengelilingi kolam renang yang ada di sayap kanan rumah mereka. "Baik," jawabnya cuek. Lelaki itu bahkan tak menoleh saat Mufidah berjalan menghampirinya. "Obat nya sudah diminum, Nak?" katanya sambil berdiri tak jauh dari putranya yang kini duduk di tepi kolam. Lelaki itu membiarkan kakinya tenggelam dal
Part56. SepiPoV Ramdan "Bi ...! tolong ambilkan ponsel saya di kamar!" teriakku pada Bi Ijum. Wanita itu segera berjalan tergesa menuju kamarku. Tak lama kemudian datang dengan ponsel di tangannya. "Ini, Den," ucapnya sopan. "Ada lagi yang perlu Bibi bantu?" tanyanya sebelum berlalu. "Tidak ada. Trima kasih, Bi," sahutku. "Oh ya, Mama biasa pulang jam berapa dari restonya?" tanyaku. "Biasanya sore kalau normal, Den. Tapi kalau sedang sibuk Nyonya bisa sampai malam," jelasnya. "Kalau butuh apa-apa, panggil Bibi saja, Den," katanya tersenyum. Wanita paruh baya itupun berlalu dari hadapan
Part 55. Berpisah "Saya pamit pulang ya, Pak." Lelaki itu tak menyahut, padahal posisi kami tidak jauh, hanya berjarak 1 meter pasti dia bisa mendengar ucapanku. Tapi kenapa tak merespon, apa dia melamun? "Pak ! saya pamit mau pulang," kataku lagi mengeraskan suara. Ia menoleh dan menatapku intens dari atas hingga ke bawah, seperti sedang menilai penampilanku. "Kenapa pulang? Apa kamu lelah membantuku?" ucapnya pelan namun cukup membuatku tersindir. Ah lagi-lagi aku merasa serba salah. Aku pulang ini karena ingin menemui mamak dan keluarga, tapi meninggalkan lelaki yang telah mengalami kecelakaan karena berniat menjemputku ini rasanya sangat membuatku putus asa. "Tidak, Pak. Saya akan kembal
Part54. Amnesia "Nggak usah sok baik, aku bisa jalan sendiri, Kok!" ketus Ramdan saat aku mencoba membantu bangkit dari posisinya yang kini terduduk di rumput taman. "Astaga orang ini, nggak bersyukur banget ada yang mau bantu! Coba kalau bukan bos ku sudah kutinggalkan dari tadi orang ini!" omelku kesal. "Apa kamu bilang?" sentaknya. "Eh ng--nggak ada bilang apa-apa kok, ayo jalan lagi! atau bapak mau istirahat dulu sambil makan? sahutku asal. "Tidak usah! saya jalan lagi saja!" ucapnya sambil berusaha bangkit dari duduknya dengan tangan bertopang pada tiang lampu taman. Jatuh bangun lelaki ini belajar berjalan, hingga terlihat bulir keringat menetes di dahinya. Wajah tampannya yang terlihat sedikit tirus
Part53. Sadar Setelah menerima telpon dari mamak. Aku masuk ke ruangan Ramdan, kulihat kondisinya masih sama. Tidak ada perubahan. Padahal kata dokter Yusuf, ia akan sadar setelah 1 jam pasca operasi. Ini sudah hampir 2 jam belum tampak perubahannya. Ada apa ini? Aku mulai panik, begitu juga dengan Tante Mufidah dan om Fatih. "Kok belum sadar ya, Om?" Om Fatih hanya menggeleng tak mengerti. Sementara Tante Mufidah terus menggenggam tangan putranya. Sambil mengucapkan kalimat-kalimat memotivasi untuk bangun. "Coba kita hubungi dokter Yusuf," ucapnya sembari meraih ponsel dari sakunya. Aku memilih duduk di sisi lain ranjang pasien meraih mushaf yang kuletakkan di atas nakas, lalu membacanya dengan lirih. Kubaca terus hingga membuatku tenang. Tak lama ti
Part52. SenduPov Akrom "Rom, sedang sibuk tidak? aku mau bicara sesuatu." Pesan dari Akira kuterima. Gadis yang sedang coba untuk kucintai. Iya, saat ini aku sedang belajar untuk mencintainya. Tinggal hitungan hari dan kami akan segera menikah. Tetapi saat mendengar penuturannya ditelpon. Aku sungguh merasa menjadi lelaki yang tak dihargai. Hari itu Akira menelpon untuk memintaku membatalkan pernikahan kami. Ada- ada saja permintaan gadis itu. Aku jelas merasa heran mendengarnya, apalagi saat ia menjelaskan alasannya sungguh membuatku sakit hati. "Sebenarnya ... aku mencintai orang lain, Rom. Maaf, aku sepertinya tidak bisa melanjutkan perjodohan ini. Bisakah kamu menyampaikan kepada orangtuamu bahwa aku menolak untuk menikah denganmu?" tutur gadis itu.