Share

Part 8. Kecewa

          Siang itu, suasana kantor surat kabar harian Local Post, tampak lengang. Sebagian besar karyawan banyak yang berada di lapangan untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Hanya ada beberapa karyawan di bagian administrasi yang bertugas di kantor. Kedatangan Ramdan dan Akira pun tak banyak mendapat perhatian. 

          "Selamat siang, Pak Ram. Eh ada Ira juga yah," sapa Gita, gadis cantik berpostur tinggi dengan rambut lurus sebahu. Ia salah satu karyawan administrasi marketing. 

          "Lho tugas liputan sudah selesai, Ra. Kok tumben ngantornya cepat?" tanya gadis yang mengenakan jeans ketat dan kaos putih lengan pendek yang membentuk setiap lekukan tubuh itu. Sangat cantik, aroma tubuhnya yang wangi terbang hingga jarak lima meter dimana Akira berdiri.

          "Iya, Git. Tadi motorku kehabisan bensin. kebetulan Pak, Ram lewat jadi sekalian diajakin ikut ke kantor," sahut Akira sembari melenggang menuju meja kerjanya.

          "Katanya ada yang harus ditanda tangani. Mana berkasnya, Gita?" tanya Ramdan.

          "Iya, Pak. Sudah saya letakkan di meja bapak," sahutnya lembut sembari tersenyum menawan. 

          "Ok kalau gitu," ujar Ramdan lalu beranjak ke ruangannya.

          "Ish, cuek banget sih pak bos ini! padahal udah dilembut lembutin gini kok," gerutu Gita kesal melihat Ramadan yang langsung pergi. 

          Sementara Akira kini tengah sibuk mempersiapkan bahan berita aksi demo yang diliputnya tadi. Namun konsentrasinya pecah karena tiba-tiba teringat permintaan Edi semalam. Ia masih ragu dengan jawaban apa yang harus disampaikannya ke Edy nanti.

          "Selesaikan berita dulu baru pikirkan yang lain.  Ayo fokus Akira!" ucapnya pada diri sendiri. 

          Gadis itu pun mulai menulis dengan konsentrasi. Berkat data yang lengkap, hanya berselang 30 menit ia akhirnya mampu menyelesaikan beberapa berita dengan cepat. Tak lama terdengar suara adzan dzuhur dari notifikasi di ponselnya,  membuat gadis itu menarik napas lega. Karena waktu salat baginya adalah saat tepat untuk  mengistirahatkan badan dan menyegarkan otaknya sejenak. 

          Berjalan menuju areal belakang kantor, yang terdapat wc dan dapur khusus karyawan. Setelah berwudhu, la lalu melangkah menuju musholla kecil di pojok ruangan. Sejak awal bergabung di perusahaan ini,  ruangan itulah yang menjadi tempat favorit Akira ditengah kesibukan pekerjaannya. Ia pun melaksanakan salat dzuhur dengan khusyu'. Tak lupa memohon petunjuk dari yang kuasa untuk menentukan jawaban apa yang harus diberikan kepada Edi yang ingin menjadi kekasih menuju halalnya. 

          "Mbak Met udah datang belum ya, rasanya lapar banget ini," gumamnya saat merasakan perut yang mulai gaduh di dalam sana. 

          Beranjak keluar dari musholla, gadis itu berniat mencari makan di warung depan kantor. Seketika dari arah pintu muncul Edi yang datang dengan membawa sebuah plastik putih transparan.

          "Ini."

          "Apa, Mas ?" tanyanya saat melihat Edi meletakan plastik itu di meja. 

          "Tadi pesan di Grim food." 

          "Makan gih, pasti lapar kan? katanya seraya tersenyum. 

          "Mas sudah makan?"

          "Saya udah tadi," jawabnya seraya duduk di kursi yang menghadap Akira. 

          "Terima kasih ya, Mas," ucapnya seraya membuka box makan yang kini menguarkan aroma sedap. 

          "Saya makan ya, Mas. Bismillah," tambahnya sambil mulai menikmati makanannya dengan santai. Menyadari pria bermata sipit di hadapan terus menerus menatapnya tajam. Cukup membuat ia risih dan tiba-tiba teringat soal ucapan Edi semalam. 

          "Astagfirullah!" ucapnya.

          "Kenapa, Ra? tanya Edy kaget.

          "He he. Nggak apa-apa kok, Mas," jawabnya merasa kikuk.

          "Gimana, Ra, sudah ada jawabannya belum?" tanya Edi yang kini menyodorkan botol minuman kemasan pada gadis di hadapannya. 

          "Hmm gimana ya, Mas. Sa ... " ucap Akira yang tersentak kaget melihat kedatangan dua sahabatnya yang muncul tiba-tiba.

          "Cieeeee!" teriak Bimo dan Meta berbarengan. 

          "Asiknya makan berdua nggak bagi-bagi," ucap Bimo dan Meta. 

          Keduanya langsung duduk di sisi Akira, yang kini tengah membereskan plastik bekas makannya. Mengambil tisu dan melap mulut yang sedikit berminyak. 

          "Apaan, sih. Siapa yang makan berdua, yang makan tuh saya. Ini rejeki buat anak manis kaya saya, karena liputan udah, berita juga sudah beres. Sekarang perut kenyang,  saatnya pulang tidur," jawab Akira terkekeh dan beranjak dari kursi. 

          "Jadi langsung pulang, Ra? tanya Meta yang mulai mengetik beritanya. 

          "Iya, Mba Met," jawab Akira menepuk bahu sahabatnya sejenak sambil berlalu. 

          "Bagus, Bim. Fotonya keren-keren nih," ungkap Edy yang tengah mengecek foto-foto hasil jepretan Bimo. 

          "Kirim ke server sekalian teks fotonya yah," ucap Edi yang kini beranjak meninggalkan ruangan.

          Pria itu bergegas keluar ingin mengejar Akira. Kesal dengan kemunculan kedua sahabat gadis itu yang membuatnya batal mendengar jawaban soal permintaannya semalam. Mengedarkan netranya ke halaman parkir kantor. Tak ditemukan keberadaan gadis itu. 

           "Cari siapa, Mas? tanya Ismail, petugas keamanan yang sedang berjaga. 

          "Akira sudah pulang ya, Pak?" 

          " Sudah, Mas. Baru saja lewat tadi sama bos Ram," tutur pria paruh baya itu.

          "Ha sama pak, Ram? naik mobil bos gitu?" tanyanya memastikan.

          "Iya, Mas. Mbak Akira nggak bawa motor.  Mungkin masih rusak motornya. Biasanya kan selalu bawa motor kalau ke kantor," ungkapnya.

          Wajah Edi memerah menahan rasa kesal sekaligus cemburu. Merasa kalau gadis pujaan hatinya pergi meninggalkan dirinya dan kini sedang bersama pria lain.

          "Huh sialan Ramdan itu! mentang-mentang bos, bisa-bisanya mengajak Akira pulang. Seharusnya aku yang mengantar pulang!" umpatnya kesal lantas kembali masuk kantor dengan membanting pintu dengan keras. 

                                                         @@@

          Ramdan menjalankan kendaraannya dengan santai, menyusuri jalan kota yang tak terlalu padat. Sesekali tangannya menggerakkan cermin kecil yang berada di atas dashboard. Gadis itu duduk diam tampaknya masih kesal lantaran sepeda motornya lupa diantar ke kantor. Sehingga dengan terpaksa naik ke mobilnya. 

          "Maaf ya, Ra. Saya betul-betul lupa minta pak Eko ngambil motor kamu," ucapnya. 

          Hening tak ada jawaban. 

          "Ra ... kamu tidur atau melamun?" tanyanya lagi.

           "Harusnya tadi saya langsung isi bensin saja, Pak. Jadi nggak perlu menumpang mobil terus," jawab gadis itu pelan.

          "Oya besok jadwal kamu libur kan, Ra? tanya Ramdan mengalihkan topik pembicaraan.

          "Iya, Pak."

          "Saya ajak ke suatu tempat mau nggak, Ra?" tanyanya.

          "Nggak mau, Pak. Waktu libur saya pakai istirahat di kos saja," jawabnya sambil menatap gawai di tangan.

          "Ya sudah kalau begitu kapan-kapan jalan bareng Meta dan Bimo, mau nggak?" tanyanya lagi. 

          "Boleh, Pak. Kapan itu? tanya Akira antusias.

          "Atur waktu libur kalian yang pas, jadi bisa barengan. Sekalian sama anak layout dan marketing yang sedang libur." Tukasnya sambil tersenyum. 

          Ia kini mulai mengenal watak gadis di belakangnya. Sosok yang berbeda dengan gadis manapun yang ia kenal. Ada prinsip yang coba dipertahankan dan itu tak mudah untuk digoyahkan. 

          Tak lama ia pun menepikan kendaraannya saat tiba di warung tempat menitipkan sepeda motor Akira saat kehabisan bensin. 

          "Makasih tumpangannya, Pak!" ucap gadis itu saat turun dari mobil. 

          "Iya sama-sama, jangan lupa diisi bensinnya," jawabnya sambil berlalu.

          "He he. Siap, Pak." 

          Akira pun segera membeli 2 liter bensin dan mengisi tangki motornya. Merasa konyol karena terburu-buru dan tidak mengecek isi tangki sebelum berangkat liputan pagi tadi. Gadis itu pun memacu kendaraannya di jalan beraspal yang lengang sehingga  mempercepat ia sampai ke kos. 

          Akira buru-buru masuk ke kamar indekosnya. Namun baru 10 detik ia menginjakkan kakinya di lantai keramik itu, tiba-tiba suara Iwan Fals yang menjadi nada dering ponselnya mengejutkan. Dengan malas ia meraih gawai yang sedari tadi berada di tas punggung birunya. 

          "Iya, Mas ada apa ? tanyanya  saat tahu Edi yang menelpon.

          "Sudah sampai kos, Ra? tanya  Edy.

          "Sudah. Ini baru sampai."

          "Ra, tadi kamu mau sampaikan jawaban pas di kantor kan?

          "Iya." 

          "Kamu mau jadi kekasih mas kan, Ra? tanyanya berharap. 

      

         "Maaf, Mas Edi. Saya nggak bisa," jawab Akira pelan. 

          "Kenapa, Ra? 

          "Karena saya sama sekali nggak ada perasaan apa-apa sama Mas," 

           "Tapi saya ada, Ra." 

          Gadis itu diam mematung, merasa hatinya tak berdebar sedikitpun walaupun pria tampan di seberang sana mungkin tengah menatapnya dengan tatapan tajam. 

          "Kenapa, Ra? bukankah selama ini kamu juga menyukai saya?"

          "Iya benar. Saya menyukai, Mas sebagai sahabat dan atasan yang sangat baik bagi saya. Hanya saja tak pernah terbersit untuk menjadi kekasih, Mas."

          "Kasih saya kesempatan, Ra. Please ...,"

          "Kesempatan apa,  Mas? Saya sadar kalau Mas sudah banyak membantu saya. Tapi saya nggak bisa memaksakan perasaan ini. Banyak wanita di luar sana yang lebih pantas untuk Mas Edi dan itu bukan saya. Saya lebih nyaman bila kita bersahabat saja ya, tolong pahami itu, Mas." Tukasnya sembari memutus sambungan telepon. 

          lelaki itu mematung diam membiarkan rasa perih bagai teriris sembilu menyayat hatinya. Baru kali ini ia ditolak. Merasa kalah dengan ambisinya ingin memiliki gadis itu. Tapi ia tak boleh menyerah, selama ini dengan mudah gadis-gadis takluk di hadapannya. Hanya dengan modal harta dan wajah tampannya. Para gadis itu tergila-gila padanya. Kali inipun tak boleh gagal ia sungguh menyukai gadis sederhana itu. 

          " Aku nggak akan menyerah, Akira. Kamu harus kudapatkan, harus menjadi milikku seutuhnya ...," gumamnya dengan mata berkilat. 

To Be Continued ...

                                                   *** Ana'na Bennu***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status