Beranda / Urban / Dear Mantan / Tetangga Baru

Share

Tetangga Baru

Penulis: Butiran Rinso
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-10 06:30:01

Jika hidup penuh cobaan, maka cobaan terbesar bagi Vina adalah Sean. Sean Davichi!

Vina menghela napas berulang kali, sudah hampir jam sebelas malam dan ia masih berkutat dengan laporan keuangan.

Seandainya otaknya seencer Einstein, mungkin hanya hitungan menit Vina akan selesai mengerjakan semua hukuman ini.

Akibat kecerobohannya, Vina harus lembur di hari pertama kerja sebagai sekretaris. Menyebalkan!

Vina terus fokus pada angka di layar monitor, namun lama-kelamaan angka-angka itu jadi membelah diri. Vina memejamkan matanya, menggeleng cepat dan membuka mata selebar-lebarnya. Vina berusaha menepis rasa kantuk yang mulai mendominasi.

Perlahan namun pasti mata itu kembali terpejam, bersamaan dengan kepalanya yang terjatuh ke atas tumpukan proposal di meja.

Vina merasa rileks, tubuhnya seakan ringan, melayang di atas hamparan bunga di musim semi. Namun semua berubah jadi petaka, ketika suara bass menggelegar itu membuat matanya terbuka lebar.

"DAVINA AYUDYA!!!"

Vina membuka matanya secara perlahan, pertama kali yang dilihatnya wajah tampan yang ada di depan mata.

Jaehyun NCT!

"Daebak! JAEHYUN!!" Vina menangkup wajah itu, membingkai wajah yang melongo karena terkejut dengan sikap Vina.

"Davina!"

"Ssstuuuuttt!" Vina menekan tangannya di bibir pria itu. "Jaehyun ganteng banget, cium boleh?" Tak menunggu jawaban, Vina langsung memoyongkan bibirnya. Mendekat ke arah pria itu, menepis jarak yang semakin tipis.

Sedikit lagi Vina bisa merealisasikan impiannya, namun tubuhnya justru terdorong mundur dan terjatuh di atas lantai. Pria itu mendorong wajah Vina dengan kasar.

"Gila lo ya!"

Vina mengerjapkan mata berulang kali, ketika mendengar suara yang sangat familiar di telinganya. Matanya membeliak kala melihat Sean berdiri di depannya sambil berkacak pinggang.

Terlihat jelas aura kemarahan Sean, sorot matanya menjelaskan semua kejadian yang baru saja terjadi. Astaga, Vina merutuki diri sendiri. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya.

Ya Tuhan, help me.

Sean mengusap kasar wajahnya, kini ia berada di kamarnya. Duduk termenung dengan pikiran yang berkecamuk. Wajah Vina terus berkeliaran di otaknya, seperti hantu kuyang.

Kilas balik kejadian tadi terus mengusiknya, ketika Vina hampir saja menciumnya. Entah kenapa Sean merasakan gejolak aneh di dalam dada. Bahkan seperti tersihir Sean dibuat tak berdaya, hampir saja ia terlena kalau kesadarannya tidak pulih.

"Gak bisa! Gak bisa begini!!" Sean menggelengkan kepalanya. Ia harus buat perhitungan dengan wanita laknat itu. "Mikir Sean, mikir!!" Sean merebahkan diri di atas ranjang. Menatap langit-langit kamarnya.

Bodoh!

Sean terus menyumpah serapah diri sendiri, entah apa yang membuatnya harus kembali ke sana. Ingatannya kembali berputar.

"Kamu kerjakan ini semua!" Mata Vina membulat, menatap tumpukan berkas yang Sean letakkan di mejanya. Vina mendongakkan kepala.

"I ... i—ni se—mua." Sean mengangguk, terlihat raut wajah Vina yang begitu pasrah.

"Ingat, kamu gak boleh pulang sebelum ini semua selesai. NGERTI!!"

"Iya."

Sean pergi begitu saja, dalam hati ia bersorak merayakan kemenangannya. Hatinya begitu puas, melihat Vina menderita.

Jahat!

Tentu saja tidak, bagi Sean itu setimpal dengan apa yang Vina lakukan. Karena telah membuat wajah tampannya terkena cream cake.

Sean tak langsung pulang, ia pergi ke cafe milik Davin. Di sana teman-temannya tengah berkumpul. Mereka langsung menyambut kedatangan Sean.

Seperti kebanyakan wanita saat berkumpul, para pria pun melakukan hal yang sama. Mereka saling bercerita tentang karir dan percintaan masing-masing. Sampai waktu tak terasa sudah menunjukkan pukul 22.00.

Namun mereka masih belum beranjak dari sana, begitupun Sean. Ia tak ingin pulang dan mendengarkan celotehan mamanya tentang perjodohan. Memangnya Sean gak laku sampai harus dijodohkan.

"Gimana jadi CEO baru? Pasti seru." tanya Davin. Sean hanya menyahutinya dengan senyuman tipis. Seru apanya, ia bahkan membenci pekerjaanya.

"Sekretaris lo cakep gak?" timpal Andra. "Masih ting-ting?" Andra memperagakan tangannya membentuk tanda kutip.

Sean melirik sebal Andra, kenapa ia bisa berteman dengan garangan fakboi. Apakah otak Andra hanya berisi selangkangan saja? Benar-benar pria laknat.

Ngomong-ngomong soal sekretaris, Sean jadi teringat dengan Davina. Sean melirik jam tangannya, sudah hampir jam sebelas.

"Mau ke mana?" tanya Davin, ketika Sean beranjak dari duduknya.

"Gue cabut dulu, ada urusan penting," jawab Sean, ia meraih jasnya.

"Baru jam segini, atau jangan-jangan lo mau ...." Andra menggantungkan ucapannya, menatap Sean dengan seringai menyebalkan.

"Dasar VIKTOR!" Sean berdecak lalu pergi begitu saja.

"Jangan lupa pake pengaman!" teriak Andra di sambut gelak tawa teman-temannya.

Sean tak menggubrisnya, pikirannya kalud karena teringat Vina yang masih dikantor. Seingat Sean, wanita itu sangat takut gelap. Sementara lampu di kantor akan otomatis mati saat pukul 23.00.

Sean memacu mobilnya dengan kecepatan penuh, tampak gusar karena Vina tak kunjung mengangkat teleponnya.

"Bego, lo ngapain si! Kenapa gak angkat telepon gue!" Sean terus menggerutu, kepanikan membuatnya semakin khawatir.

Sean memarkirkan mobilnya di depan lobi, ia masuk ke dalam mengabaikan pertanyaan security. Benar dugaan Sean gedung itu sudah gelap gulita, ia segera naik ke lift. Sean terus merutuki Vina yang tak kunjung mengangkat teleponnya.

Sean sampai di depan pintu ruangannya, ia menarik knop pintu dan terdiam di depan pintu dengan mulut menganga. Ingin rasanya Sean mengumpat saat ini juga.

Orang yang Sean khawatirkan justru tengah tertidur pulas. Sean mendekati Vina yang sedang mendengkur, ia tampak geleng-geleng kepala.

"Dasar kebo, ngiler lagi!" Sean bergidik ngeri melihat proposal yang sudah berlukiskan pulau.

Tiba-tiba terlintas ide jahil dalam pikirannya, Sean menyeringai. Ia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Vina. Mengamati wajah teduh yang terlihat sangat cantik.

"Cantik," gumam Sean tanpa sadar. Seketika ia menggeleng, memukul bibirnya saat tersadar dengan apa yang baru saja di ucapkan. "Gue ralat gak jadi cantik, tapi jelek!" Sean memang labil, ia terlalu jaim untuk mengakui kecantikan Vina.

Sean menyingkirkan rambut Vina yang menghalangi wajahnya, ia menyelipkannya ke belakang telinga. Dengan aba-aba dalam hati, Sean langsung berteriak tepat di depan telinga Vina.

"DAVINA AYUDYA!!!"

Namun di luar dugaan, respon Vina justru membuat Sean spot jantung. Bagaimana tidak, Vina langsung menangkup wajah Sean. Ia tampak tersenyum lebar, wajahnya penuh binar dengan mata yang masih meredup.

"DAVINA!" Bukannya melepas, Vina justru menekankan jarinya ke depan bibir Sean. Membuatnya tercekat.

Sean melotot saat Vina dengan berani mendekatkan wajahnya, bibir monyongnya membuat Sean kalang kabut. Sean benar-benar merutuki tindakan gila wanita itu.

Saat bibir itu hampir menyentuh wajah Sean, tangannya dengan sigap mendorong wajah Vina dengan kasar. Bahkan Vina sampai terjungkal ke lantai.

"Gila lo ya!"

Sean geleng-geleng kepala. Membungkam mulutnya, tak bisa dibayangkan jika bibir itu benar-benar menempel. Apa jadinya jika iler itu juga ikut menempel.

"Tidaaak!!!"

—————

Vina terbangun ketika gedoran pintu terdengar begitu kencang. Siapa yang berani menggedor di pagi buta seperti ini. Vina pikir ini masih pagi, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 08.00. Vina melirik jam wekernya yang menunjukkan pukul 03.00.

Sial, gara-gara jam wekernya mati ia jadi kesiangan. Vina bergegas turun dari kasur. Ia berjalan ke kamar mandi, namun gedoran pintu membuatnya kembali berbalik menuju pintu.

"Siapa si, pagi-pagi beri ...." Vina mengatupkan bibirnya saat tahu siapa yang berdiri di depan pintu. Nyalinya tiba-tiba menciut.

Mak Erot? Apa gue lupa bayar kos? Atau kreditan panci?

"Eh, Emak." Vina menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ada apa Mak? Kayanya bukan tanggalnya nagih kos-kosan."

"Beresin barang-barang kamu!"

"Hah?" Vina melongo. "Loh kenapa Mak? Kan Vina gak telat bayar."

"Pokoknya pindah, sudah ada yang sewa lebih mahal!" Vina hendak protes tapi ibu kosnya langsung melotot dengan wajah ganas.

Ketika uang lebih berkuasa, Vina yang tak memiliki apa-apa ini tak bisa berbuat banyak.

"Oh iya, ada yang nunggu kamu di bawah," ucap Mak Erot sebelum pergi.

Siapa?

Vina melongokkan kepalanya ke bawah, matanya melotot. "Pak Bian!"

Vina menghela napas panjang, entah ke mana pak Bian membawanya. Hukuman apa lagi yang akan Vina dapatkan karena tidak masuk kantor.

"Bapak ngapain bawa saya ke sini?" Vina celingukan, memperhatikan gedung tinggi di depannya. "Apartemen?"

"Turun!" perintah pak Bian, mengabaikan pertanyaan Vina.

"Gak mau!" Vina curiga, ia mulai panik dan ketakutan. Bagaimana jika dirinya nanti diapa-apain, secara kan pak Bian jomblo.

"Buang pikiran kotor kamu!" Vina mengerjapkan matanya, kenapa pak Bian bisa tahu isi otaknya?

Terdengar helaan napas panjang dari pak Bian, ia menyodorkan kunci pada Vina.

"Apa ini?" Vina mengrnyitkan dahi.

"Kunci." Vina mendengus mendengar jawaban polos pak Bian. Yang bilang itu tongkol siapa?

"Saya tahu itu kunci, tapi buat apa?"

"Tempat tinggal kamu yang baru."

"Hah?" Vina melongo, tempat tinggal? Vina menoleh pada gedung tinggi itu, bahkan ia tak pernah membayangkan tinggal di sana. "Tapi———"

"Itu fasilitas dari kantor, kamu juga akan dapat fasilitas antar jemput setiap harinya. Untuk hari ini kamu gak perlu ke kantor, jadi pergunakan waktu kamu untuk bebenah," ujar pak Bian.

"Sungguh?" Di luar ekspetasinya, ternyata jadi sekretaris tidak buruk-buruk banget.

Vina bisa menghemat gajinya, ia tidak perlu bayar kos, tidak perlu bayar bis. Vina bisa mengumpulkan uang yang banyak dan mewujudkan impiannya.

Vina dibuat takjub saat memasuki apartemennya, ruangan yang tiga kali lipat lebih lebar dari kamar kosnya. Vina menyentuh setiap perabotan di dalamnya, semua barang-barang itu terlihat sangat mewah.

"Daebak!!" Decak kagum tak henti-hentinya keluar dari mulut Vina, ia langsung menghambur ke kamar.

Menjatuhkan diri di atas ranjang berukuran besar. Vina seperti ikan hiu terdampar, tangannya bergerak-gerak ke atas ke bawah. Hingga matanya mulai terpejam.

Keesokan paginya, Vina terbangun dengan napas memburu. Mimpi buruknya kembali menghantui. Vina turun dari ranjang, mengucek-ngucek matanya sambil berjalan ke pintu.

"Iya." teriak Vina saat mendengar bunyi bel apartemennya. "Siapa si pagi-pagi buta begini udah berisik!" gerutunya.

Vina mencepol tinggi rambutnya, ia masih mengenakan tanktop dan hotpants tanpa memakai cardigan lebih dulu. Sepertinya Vina belum sepenuhnya sadar.

"Siapa ...?" Vina cengo ketika pintu terbuka lebar.

Matanya melotot, ketika bola matanya bertubrukan dengan sorot tajam di depannya. Seringai menyebalkan itu menyambutnya.

"Selamat pagi tetangga baru."

Mata Vina berkedut, rasanya ia ingin menangis. Sejauh mana pun Vina berada, kenapa selalu Sean yang muncul di hadapannya.

TAKDIR MACAM APA INI?! 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dear Mantan   Pesan Mantan

    Setalah cuti kerja hampir dua minggu paska acarapernikahan dan honeymoon. Kini Sean kembali ke rutinitas, bekerja di perusahaan orangtuanya. Meski rasanya berat harus berpisah dengan istrinya, mengingat Vina sudah tidak diperbolehkan lagi jadi sekretarisnya oleh sang mama, dengan alasan agar Vina tidak kecapekan dan bisa segera memberi beliau cucu.Itu kenapa Sean terlihat nggak semangat di hari pertama kerja setelah cuti. Ia terlihat ogah-ogahan bangun dari tempat tidur, berjalan keluar kamar saat tak menemukan keberadaan istrinya. Aroma lezat masakan, menggiring langkah Sean menuju dapur. Seperti yang Sean duga, istrinya sudah menyibukkan diri di dapur.Sean terdiam di dekat bar kitchen, memandangi siluet tubuh istrinya yang tampak sibuk di depan kompor. Sean menelan ludah, bohong kalau ia tidak tergoda melihat penampilan Vina saat ini.Rambut panjang yang dicepol tinggi, memperlihatkan leher mulus yang mengundang Sean untuk menciumnya. Bahu yang terbuka, karena Vina hanya memakai t

  • Dear Mantan   Mimpi Buruk

    "Maaf ya, Sean. Aku kayaknya nggak bisa sama kamu lagi.""Hah?""Maksud kamu apa, Vin? Nggak usah aneh-aneh deh!""Ternyata aku nggak benar-benar cinta sama kamu.""Nggak cinta?" Sean mengernyit, nggak habis pikir Vina yang baru seminggu jadi istrinya justru bilang seperti itu. "Vin, beneran nggak lucu ya. Kita baru seminggu loh nikah, terus kita lagi honeymoon. Bisa-bisanya kamu bilang begini? Kamu ngerusak suasana!""Maaf." Vina meminta maaf, tapi raut wajahnya yang datar sama sekali tak menunjukkan rasa bersalah sedikit pun. "Tapi aku tetep pengen pisah dari kamu.""Vin, seriously?" Sean meremas selimut yang menutupi setengah tubuhnya ke bawah. "Padahal kita baru saja—""Justru karena itu aku pengen pisah sama kamu," potong Vina, beranjak dari ranjang membiarkan selimut yang menutupi separuh tubuhnya merosot. Ia berdiri di dekat ranjang dengan hanya memakai pakaian dalam, menatap Sean dan kembali berkata, "aku merasa di-prank sama kamu. Kirain gede, tahunya mini-mini."What the hel

  • Dear Mantan   Epilog

    Alarm terus berbunyi, memenuhi ruangan. Suaranya yang nyaring memekakkan telinga, sangat mengganggu.Sean melenguh, tangannya terulur mematikan alarm. Ia perlahan membuka mata saat merasakan pergerakan di dadanya. Sean tersenyum tipis melihat siapa pelakunya.Sean bergerak hendak bangun, tapi tangan mungil itu melingkar di perutnya. Memeluknya semakin erat, bahkan sesekali mengerang dengan mata masih terpejam."Do not leave me alone," gumamnya."Baby I want to go to the toilet." Sean menangkup pipi Vina yang begitu menggemaskan.Vina menggeleng, menyembunyikan wajahnya di dada telanjang Sean. "Stay with me."Sean mendengus geli karena tingkah Vina yang seperti anak kecil, ia menyentil kening Vina sampai perempuan itu memekik."Oppa!! Sakit," rengek Vina mengusap keningnya, bibirnya mengerucut ke depan."Makanya jangan nonton drakor mulu, halu kan." Sean terkekeh geli. "Ayo bangun katanya mau lihat sunrise."Sunrise?"Ya ampun, jam berapa sekarang?" Vina mencari-cari keberadaan ponseln

  • Dear Mantan   Resepsi

    Selepas acara akad nikah di Bandung, keesokan harinya dilanjutkan acara resepsi di Jakarta. Orangtua Sean menggelar acara resepsi pernikahan di ballroom hotel bintang lima di Jakarta.Davin memasuki ruangan, berjalan tertatih dengan bantuan tongkat dan teman-temannya."Hati-hati," kata Devan."Gue gak papa," tukas Davin yang enggan dibantu."Dasar keras kepala!" gerutu Andra, dibalas dengusan Davin.Mereka bertiga berjalan menghampiri sang mempelai pengantin yang ada di singgasananya. Senyum lebar menghiasi wajah Sean saat menyambut ketiga sahabatnya."Akhirnya Sean nikah, gak jadi karatan," seru Devan dengan kekehannya yang terdengar garing."Sial, lo kira gue besi tua," gerutu Sean."Emang, lo kan jomblo tua," balas Devan. "Tapi, selamat Bro. Gue ikut seneng akhirnya lo bisa menyelesaikan cinta lama lo yang belum kelar," ucap Devan sembari memeluk hangat Sean."Thank's Bro. Jadi kapan lo nyusul, gak baik nyebar benih di kloset." Sean terkekeh geli karena Devan langsung melepas peluk

  • Dear Mantan   Akad

    Kimmy menggerutu sepanjang jalan, jika bukan karena Reyvan yang menyuruhnya ke butik maka ia tak akan mengalami kejadian naas seperti tadi.Arrggghhh!!!Bahkan Kimmy semakin kesal saat bayangan itu terus melintas, berseliweran di otaknya yang tiba-tiba dungu."Udahan?"Kimmy masuk ke kafe dan mengabaikan pertanyaan sang pemilik kafe. Ia langsung menuju sofa paling ujung, merebahkan diri di sana. Kimmy tak peduli jika keadaan kafe sedang ramai, mengingat ini jam makan siang."Arggg!! Sial!" erang Kimmy tiba-tiba. Ia sudah muak dengan bayang-bayang yang mengotori matanya, membuat hatinya terus merongrong untuk mengamuk.Waras Kimmy! Waras!Kimmy terus meneriaki dirinya sendiri."Move on, move on, move on." Kimmy terus merapalkan kata-kata sakral itu sampai tak sadar seseorang duduk di hadapannya."Mochachino?"Kimmy membuka matanya dan mendapati Reyvan sudah duduk di hadapannya. Pria itu menunjuk gelas besar di atas meja dengan dagunya."Cuacanya emang panas, cocok buat dinginin pikiran

  • Dear Mantan   Baikan

    Sean pikir acara lamarannya akan berakhir berantakan karena kedatangan Davin. Bahkan ia sudah sangat cemas melihat pria itu nekad melamar Vina. Tapi jawaban Vina memupuskan kegusaran Sean."Maaf Davin, aku tidak bisa. Aku sudah menentukan pilihanku dan pilihanku itu Sean."Jawaban Vina bagai pukulan telak untuk Davin. Kata-kata Vina seperti belati yang menusuk hati, menorehkan luka menganga di dalam sana."Tapi Vin ...," lirih Davin. "Apa tidak ada sedikit pun kesempatan untuk aku?" Davin melihat Vina dengan tatapan sayu, seakan memohon.Sean sudah muak melihat drama tengik buatan Davin, ia sudah akan menerjang Davin. Beruntung sang mama menahan dirinya, membuat Sean urung melakukan tindakan gilanya. Sean hanya bisa mengepalkan kedua tangan, menyalurkan kekesalannya pada manusia tidak tahu diri macam Davin."Gak." Vina menggeleng dengan cepat. "Dari dulu cuma Sean yang aku cinta. Kamu tahu itu."Terdengar helaan napas berat Davin, ia mengusap wajahnya dengan kasar. Haruskah ia berhent

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status