Share

22~DS

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2025-05-13 14:24:48
Elo baru menutup pintu mobil, ketika melihat sebuah motor melintas di depannya. Dua orang di atasnya tampak tertawa dan Elo spontan mengumpat detik itu juga.

Elo melangkah pelan menuju pelataran gedung, berhenti tepat di depan pintu masuk, menanti keduanya datang mendekat.

“Vio, masuk!” titah Elo datar dan tegas. “Sinar, ikut aku.”

“Buru, Vi, masuk,” bisik Sinar. “Tanduknya muncul.”

“Permisi, Pak El,” pamit Violet bergegas masuk ke dalam kantor, daripada melihat wajah galak Elo.

“Ikut ke mana?” tanya Sinar sambil menggaruk leher.

Dengan cepat, Elo menarik Sinar ke arah parkiran mobil. “Kenapa kamu berangkat ke kantor sama Vio?”

Sinar menggembungkan pipi sebentar. “Emang kenapa?”

“Kenapa kamu berangkat ke kantor sama Vio?” tanya Elo sekali lagi. “Dia jemput kamu?”

Sinar menggeleng. “Saya tidur di kontrakannya tadi mal—”

“APA!”

“Iss!” Sinar menjauh satu langkah. “Nggak usah teriak-teriak.”

“Kamu ... kamu tidur di kontrakan Vio tadi malam?” tanya Elo memastikan lagi.

“Iya.” Sinar mengangg
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (12)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
penasaran sebenarnya ada apa dengan Vio?
goodnovel comment avatar
Rayani
vio kenapa nihh??
goodnovel comment avatar
MAIMAI.
violet mata mata dr saingan kah atau violet itu lesbong?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dear Secretary   161~DS

    “Cih!” Sinar berdecih tanpa sungkan, setelah Rista pergi dari ruang kerja Kaisar yang digunakan Pras untuk membahas pekerjaan. “Seumur-umur aku jadi sekretaris, baju yang kupake nggak pernah seketat itu. Mana roknya pendek. Seneng, kan, kamu liatnya?”Tadinya, Sinar sudah meminta Irfan untuk menemani Pras bertemu Rista di ruang kerja. Namun, wanita itu datang lebih awal di saat Sinar masih berada di rumah.Karena itulah, Sinar yang akhirnya menemani Pras untuk bertemu dengan wanita itu.“Hm.” Pras hanya menggumam sambil memilah berkas yang ada di meja. “Pras!” panggil Sinar geregetan.“Hm,” gumamnya tanpa melihat Sinar.“Ck! Apa Rista pernah jadi partnermu?” selidik Sinar mulai curiga. “Aku punya aturan dan batasan sendiri dalam mencari partner,” jawab Pras enteng dan masih menatap berkas-berkasnya. “Selama mereka masih berada di circle yang sama denganku. Pengacara, jaksa, hakim, dan sejenisnya, aku nggak akan menyentuh mereka.”Sinar kembali berdecih. Kali ini lebih keras untuk me

  • Dear Secretary   160~DS

    “Duduk sini,” pinta Eila pada Sinar yang menghampirinya di gazebo. “Ada yang mau Mami obrolin tentang Pras.”Sinar menurut dan duduk bersila di tepi gazebo. Seketika hatinya dipenuhi rasa penasaran, karena Eila akan membicarakan masalah Pras.“Berhubung kamu sudah jadi istri Pras dan sudah menjadi bagian keluarga ini, maka kamu harus tahu sesuatu.”Sinar mengangguk, semakin penasaran. Ada rahasia apa gerangan yang disimpan oleh keluarga Sagara. “Pernah dengar nama Narendra Zamar?” tanya Eila.“Per … nah,” jawab Sinar ragu-ragu. Nama tersebut terasa tidak asing, tetapi Sinar tidak bisa memastikannya. Namun, mengapa Eila mempertanyakan hal tersebut? Apa hubungannya dengan Pras? “Tapi saya agak lupa dia siapa. Kalau nggak salah, dia itu salah satu pejabat juga.”“Betul.” Eila mengangguk. “Dia pernah menjabat sebagai Ketua Badan Legislatif. Dan dia … ayah kandung Pras.”Mulut Sinar terbuka, belum bisa percaya sepenuhnya. “Tapi, maaf, Mi. Bukannya mas Pras dibawa dari panti asuhan?”“Jadi

  • Dear Secretary   159~DS

    “Kenapa kembali?” tanya Pras yang sudah berbaring nyaman di tempat tidur. “Aku bebaskan kamu untuk tidur di kamar anakmu.”Sinar berdecak. Mengunci pintu lalu beranjak ke tempat tidur. “Asa sama Aya dibawa tante Eila ke kamarnya.”“Mami,” ralat Sinar. “Bukan tante lagi.”“Ah, iya.” Sinar masuk ke dalam selimut yang sama dengan Pras. Namun, memberi jarak, karena semua masih terasa canggung. “Aku belum biasa.”“Diam dan jangan berisik,” titah Pras. “Aku sudah mau tidur.”Sinar berbaring miring menatap Pras. “Lampu tidurmu di nakas masih nyala. Emang kalau tidur nggak dimatiin?”“Bukan urusanmu.”“Ih!” Sinar mencubit kecil lengan Pras. “Jawab yang baik coba!”Pras menangkup wajah Sinar dan mendorongnya. “Diam, ak–”“Praaas!” Sinar menepis cepat telapak tangan pria itu dari wajahnya. “Aku sudah pake skincare! Jangan pegang-pegang muka.”“Berisik!” Pras meraih kabel yang menjuntai di sebelahnya, lalu mematikan lampu tidurnya. “Sekarang diam. Aku capek dengar ocehanmu.”Bukannya diam, Sinar

  • Dear Secretary   158~DS

    Elo menyesap kopi pahitnya yang masih mengepul dengan perlahan, lalu meletakkannya kembali di atas meja. Pandangannya tertuju pada Bintang yang duduk di seberangnya. Dua pria itu bertemu di kafe, hanya untuk satu alasan, yakni membahas Sinar.“Bima sudah cerita semuanya, termasuk kejadian di rumah sakit waktu itu.” Elo menghela panjang dan kesal sekaligus. “Andai waktu itu aku tetap balik sama Sinar, mungkin semua ini nggak bakal kejadian. Ck! Nyesal aku, Mas!”“Aku tau, aku yang salah.” Bintang mengembuskan napas berat.“Jelas salah!” todong Elo semakin kesal. “Kenapa juga sampai bawa-bawa hak asuh Aya? Repot, kan, jadinya?”“Aku nggak pernah bermaksud mau ambil hak asuh Aya,” ujar Bintang. “Itu semua … kamu nggak jadi aku, El.”Elo mengendik cuek. “Kita sudah nggak bisa ngapa-ngapain lagi. Bu Eila sudah turun tangan dan tanggal sudah ditentukan. Ahh … berengsek!”“Bicaralah dengan Sinar,” ujar Bintang masih mencoba mencari jalan keluar. “Aku sudah angkat tangan.” Elo mendecak pelan

  • Dear Secretary   157~DS

    “Nggak usah ke toko, ya,” ujar Eila saat mobilnya berhenti di depan rumah Sinar. “Istirahat aja di rumah.”Sinar mengangguk saat menengok ke belakang. Menatap Pras yang tidak melihatnya, lalu beralih pada Eila. “Yang tadi itu … makasih, ya, Tan,” ucap Sinar dengan wajah yang masih sembab.Sepanjang jalan, ia tidak bisa menahan air matanya. Semua orang di dalam mobil hanya diam dan membiarkannya menghabiskan tangis yang seolah enggan mereda. “Dan makasih juga sudah diantar,” tambah Sinar. “Maaf kalau saya merepotkan.”“Tante nggak repot,” ujar Eila turut prihatin. “Sekarang keluar, masuk ke rumah, tidur. Dan, nanti kita bicara lagi kalau kamu sudah tenang.”Sinar mengangguk. “Saya permisi, ya, Tan. Sekali lagi, makasih.”Tanpa berpamitan pada Pras yang hanya menatap keluar jendela, Sinar keluar. Berdiri di depan pagar dan melambai pada mobil yang meninggalkannya.Sementara itu, Eila langsung menghela besar setelah meninggalkan rumah Sinar. “Jangan terlalu ikut campur dengan urusan o

  • Dear Secretary   156~DS

    “Gimana, Tan, terapinya?” tanya Sinar antusias saat melihat Eila lebih dulu keluar ruangan. “Pras mau datang aja, udah syukur banget, Nar,” jawab Eila. “Makasih, ya. Semoga aja ke depannya bisa ada progres. Apa pun itu.”“Saya yang harusnya berterima kasih.” Sinar kembali mengingat detik-detik di saat Pras menggeram menahan sakit kala itu. “Mau sebanyak apa pun itu, rasanya saya nggak bisa ngebayar utang budi saya ke mas Pras.”“Nggak usah terlalu dipikirkan,” ucap Eila mengusap lengan Sinar. “Tante minta doanya aja.”Sinar menatap ponselnya yang berdering singkat. Ia membaca pesan yang dikirimkan oleh Elo, tetapi tidak membalasnya,“Saya selalu doain mas Pras,” ujar Sinar masih merasa tidak enak hati pada Eila. “Semoga ada keajaiban dan dia bisa jalan seperti dulu.”“Amin.”“Tan, saya pamit ke toko dulu, ya,” ujar Sinar segera menyalami Eila. “Sudah ditunggu mas El di lobi.”“Oke, Tante juga bentar lagi pulang,” kata Eila. “Hati-hati, ya.”“Iya, Tan,” pamit Sinar lalu berlari kecil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status