Share

4~DS

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2025-04-09 18:23:21

Sinar mencengkeram kemeja Andri, menariknya dengan gerakan cepat dan kasar, sebelum melepaskannya dengan dorongan kuat ke sudut kantor yang sepi.

“Hei, apa—”

“Kamu sudah nyampurin minumanku dengan obat tidur malam itu!” potong Sinar tajam, mendorong dada Andri dengan penuh amarah. “Berengsek!”

Bukannya menyesal, Andri justru terkekeh pelan. Ia menegakkan diri, melirik sekeliling sejenak. Di siang hari seperti ini, lorong menuju tempat percetakan memang sepi. Para pekerja baru akan berdatangan menjelang sore.

“Jangan lebay, Nar.” Andri menyeringai, merapikan kerah seragamnya. “Gue cuma mau bantu lo istirahat. Lo kelihatan capek, kan? Capek hati habis patah hati.”

“Bukan urusan lo!” Sinar sudah enggan bersikap sopan pada pria itu. Namun, darimana Andri tahu Sinar sedang patah hati?

Jangan-jangan, Bimalah yang memberitahukan hal tersebut pada pria itu.

Andri berdecih. Menghabiskan jarak, tetapi gadis itu segera mundur beberapa langkah. “Heh! Gue tahu, ya! Malam itu lo dibawa sama pak Bintang! Dibawa ke mana lo? Sudah diapain aja sama dia?”

Sinar berusaha untuk tidak menelan ludah, agar pikiran Andri tidak semakin liar. Namun, tiba-tiba ia mengingat gosip yang beredar di kantor tentang Bintang. Dengan cepat, Sinar mengangkat wajah, menatap Andri tanpa takut.

“Diapain aja?” Sinar berdecih. Maju satu langkah, memelankan suaranya. “Lo lupa? Pak Bin itu gay?”

Entah bagaimana gosip itu bermula. Namun, Sinar tahu pasti, Bintang tidak seperti yang mereka katakan. Ia sudah membuktikannya sendiri. Ciuman panas dan setiap sentuhan yang pernah terjadi di antara mereka, sudah cukup memastikan bahwa Bintang masih menyukai wanita.

Sinar dapat merasakan hasrat tersebut dan juga menikmatinya sekaligus.

Andri mulai ragu dengan pikirannya. Selama ini, gosip tersebut memang sudah menjadi rahasia umum. Andri juga tidak tahu dari mana asalnya, tetapi ia pun termasuk salah satu orang yang mempercayai hal tersebut.

Bintang memang sudah menikah, tetapi semua orang tahu jika wanita yang dinikahi pria itu adalah janda almarhum kakaknya. Dan selama tujuh tahun menikah, pria itu tidak memiliki anak dengan istrinya tersebut. Hanya ada anak dari almarhum kakaknya yang dibesarkan bersama.

Desas-desus pun beredar. Ada yang bilang pernikahan mereka hanya formalitas, sekadar bentuk tanggung jawab Bintang terhadap keluarga almarhum kakaknya. Ada juga yang berbisik bahwa rumah tangga mereka tidak lebih dari sebuah sandiwara.

Kenapa begitu? Karena sebelum menikah, Bintang tidak pernah terlihat "dekat" dengan wanita mana pun. Bahkan, pria itu tidak pernah digosipkan berhubungan dengan rekan kantor sekali pun. Bintang terlalu baik dan mungkin karena itulah orang-orang mulai menggosipkan hal yang tidak-tidak tentang pria itu.

Kesal karena argumennya terpatahkan, Andri meraih lengan Sinar dengan kasar, menyeretnya ke sudut ruangan yang lebih sepi. Dengan gerakan cepat, ia menghimpit tubuh Sinar ke dinding, lalu tanpa peringatan, menekan bibirnya dengan paksa.

Sinar tersentak. Tubuhnya menegang seketika, tangannya langsung terangkat, mendorong dada Andri dengan sekuat tenaga. Namun, pria itu tetap bertahan, menahannya dengan tubuh yang lebih besar. Sinar meronta, kepalan tangannya menghantam bahu Andri, kukunya mencakar kulit di bawah kerah kemeja pria itu.

“Berengsek!” Sinar menggeram, berusaha memalingkan wajahnya, tetapi Andri menahannya. Napasnya tersengal. Amarah dan jijik bercampur menjadi satu. Refleks, lututnya terangkat tinggi dan menghantam bagian inti tubuh pria itu dengan keras.

“Sialan!” Andri terbatuk, sedikit terhuyung ke belakang. “Lo—”

“Lo yang sialan!” Sinar memotong tajam, wajahnya merah padam oleh amarah. Ia melepas salah satu high heel-nya, menggenggamnya erat di tangan, lalu mengacungkannya ke arah Andri seperti senjata.

“Muna lo!” maki Andri masih menahan nyeri dengan tertunduk. "Di kantor belagak alim, di luar lo jagonya clubbing!"

“Yang muna gue, kenapa lo yang berisik!” Sinar berjalan mundur, menjauh dari Andri dengan kaki yang pincang, karena hanya memakai satu high heel. Entah dari mana lagi Andri tahu jika Sinar terkadang suka memasuki kelab malam untuk menghilangkan penat. Namun, itu tidak salah, kan? Sinar juga tidak merugikan siapa-siapa? Jadi, Andri tidak punya hak untuk menghakimi. “Jangan pernah lagi macam-macam sama gue, karena bukan cuma elo yang punya bekingan, tapi gue juga. Dasar banci!”

Setelah puas mengeluarkan isi kepalanya, Sinar berbalik cepat. Menjauh sambil memakai kembali sepatu high heelsnya. Ia berlari kecil, sembari mengeluarkan ponsel yang berdering dari saku jasnya.

Sinar melirik sekilas nama yang tertera di layar ponselnya. Tanpa ragu, ia langsung mengangkatnya dengan senyum. Jennar, teman SMA Sinar yang sampai sekarang masih berhubungan, meskipun sudah sangat jarang sekali. Jennar adalah seorang model dan sering berpergian ke luar kota, bahkan luar negeri. Karena itulah, mereka sudah jarang sekali bersua karena kesibukan masing-masing.

“Halo, Jen!” sapanya, berusaha mengabaikan emosi yang masih bergejolak di dalam dada.

“Aku di depan kantormu,” ujar Jennar tanpa basa-basi. “Makan siang bareng, yok!”

“Ayok!” Sinar langsung bergegas menuju lobi. Namun, sebelum keluar, ia lebih dulu menghampiri resepsionis untuk menyampaikan bahwa ia akan pergi makan siang.

Setelahnya, ia melangkah keluar dengan ringan, matanya langsung mencari sosok gadis yang sudah lama tidak ia temui. 

“Nar!” panggil Jennar sambil melambai.

Sinar balas melambai. Menghampiri Jennar dengan berlari kecil. Ada seorang pria tampan berdiri di samping gadis itu dan Sinar menduga pria itu adalah kekasih barunya. 

“Kusut amat,” kata Jennar menyeringai kecil. Dengan segera ia meraih tangan kanan pria di sebelahnya dan mengulurkan pada Sinar. “Axel! Sepupu jauh banget. Baru putus dari pacarnya.”

Axel berdecih sebentar ketika menatap Jennar, tetapi dengan segera ia memperkenalkan diri pada Sinar. “Axel Zachary.”

“Sinar Bhanuresmi,” balasnya menyambut uluran tangan pria blasteran, yang auranya langsung menyita perhatian sejak pertama kali menatap. Bagaimana tidak menarik, jika sosok pria jangkung berkulit putih bersih itu mengingatkannya pada Angkasa.

“Kita jadi makan?” tanya Jennar menatap Axel dan Sinar bergantian. “Atau berdiri di sini aja?”

Sinar terkekeh. Bergeser dengan cepat ke samping Jennar, lalu menggandeng gadis itu. “Kita ke kafe pojok aja. Biar nggak jauh-jauh.”

Jennar mengangguk. Mendekatkan wajah ke telinga Sinar, setelah melihat Axel berjalan di belakang mereka. “Seleramu banget, kan? Kalau nggak bapak-bapak, pasti sukanya sama bule-bulean gitu. ”

“Paan, sih!” Sinar terkikik dan mencubit gemas lengan Jennar. “Dia baru juga putus. Entar aku dijadiin pelarian.”

“Sama aja kek kamu, baru putus.”

“Heh! Pacaran aja nggak, gimana bisa putus?”

“Eleh! Nggak ada status, tapi udah kek orang pacaran aja sama Angkasa,” cibir Jennar. “Coba aja dulu, Nar. Kita satu server, jadi bisa aja dilanjut kalau mau serius. Lagian, dia itu seleramu, kan? Blasteran gitu, udah sunat pula, aku saksinya!”

“Jennar!”

Jennar tergelak, lalu menoleh ke belakang sebentar. “Tanya aja kalau nggak percaya.”

“Nggak mungkinlah aku nanya begituan."

Jennar memelankan tawanya. "Jumat malam clubing yok! Bareng Axel."

"Ayok!" jawab Sinar tanpa ragu. "Jemput aku di sini, ya, jadi ..."

Langkah Sinar terhenti tepat di depan kafe. Matanya tidak berkedip menatap sosok Bintang yang sedang makan siang berdua dengan Rosa, sekretaris direksi Metro. Tidak ada gestur romantis di antara mereka, bahkan cenderung serius. Namun, entah mengapa sudut hatinya terasa nyeri. Sinar tidak suka melihatnya. Bahkan sangat tidak suka.

“Lumayan penuh, ya,” ujar Jennar, ikut berhenti di depan kafe. “Masih mau makan di sini, atau cari tempat lain?”

Sinar tersentak dari lamunannya, tersadar dengan tawaran Jennar. Ia buru-buru menggeleng, lalu melirik sekilas ke arah Axel yang berdiri tegak di sampingnya.

Entah dorongan dari mana, tetapi emosi yang mengendap tiba-tiba mendesaknya untuk bertindak. Tanpa pikir panjang, Sinar menggandeng lengan Axel dengan erat. Ia ingin Bintang melihatnya.

Sinar juga ingin menunjukkan, bahwa ciuman yang terjadi di apartemen pagi itu, adalah sebuah kesalahan kecil yang tidak berarti apa-apa.

“Ayo masuk,” ucap Sinar sambil tersenyum manis pada Axel. “Kita makan ... di sini aja.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
hadeh Axel buat panasan doang ya
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
kasihan Axel jadi tamengnya Sinar..
goodnovel comment avatar
Yelloe Duassatu
beuh kesian Axel jadi tumbalnya Sinar buat manasin Masbin...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dear Secretary   Extra Part Terakhir

    Sinar berdiri di samping Pras yang hanya terdiam di tepi kolam renang. Satu tangannya mengusap pelan di sepanjang punggung sang suami yang masih saja menatap lurus dan kosong.“I feel you, Pras.” Sinar menghela bersamaan dengan Pras. Kemudian, ia kembali melanjutkan kalimatnya yang menggantung. “Dulu, waktu bunda masih ada. Hubunganku juga nggak baik sama beliau. Kalimat terakhir yang aku ucapin terakhir kali sama beliau …”Wajah Sinar mulai memanas. Dadanya membuncah penuh dengan sesak tiba-tiba. “Aku benci sama bunda.”Air mata itu tiba-tiba saja meleleh tanpa permisi. Bila ingat semua masa lalu dengan sang bunda, Sinar pasti tidak akan kuat menahan pilu dan sesal yang kembali menyeruakPras menoleh, sedikit menunduk menatap Sinar. Tangan kanan Pras terangkat, merangkul tubuh sang istri. Kepala Sinar otomatis terjatuh pada lengan Pras, sambil mengusap perut yang sudah sangat besar di kehamilan keempatnya.Dan hanya tinggal hitungan hari, maka anak kelima Sinar akan lahir ke dunia.Ti

  • Dear Secretary   Extra Part Lagi

    Sinar membuka pintu ruang perpustakaan lalu masuk. Berjalan ragu menghampiri Pras yang tengah serius menatap laptop. Memeluk lembut tubuh Pras dari belakang dan meletakkan dagunya di pundak Pras.“Mau minta apa?” tanya Pras tetap menatap serius pada laptopnya. Ia bahkan belum menatap istrinya sama sekali. Menurutnya, jika Sinar sudah bersikap seperti sekarang, pasti ada maunya.Sinar terkikik. Ia sudah kebal dengan sikap Pras yang terkadang bisa sangat dingin itu. Lantas, untuk sedikit mencairkan suasana, Sinar pun memberi kecupan lembut pada leher sang suami. “Ada ayahmu di luar.”“Dia ke sini lagi?” Pras tetap menatap layar laptopnya. “Mau ngapain?”“Beliau udah nggak punya siapa-siapa Pras, ayolah temui sebentar.” Sinar melepas pelukannya. Bergeser lalu duduk di pangkuan Pras. Mengalungkan satu tangan pada leher suaminya. “Ayahmu mau ngajak makan siang di luar, mau ya? Bawa Akhil sama Arsya. Mumpung Aya sama Asa nggak di rumah, jadi nggak repot bawa semuanya.”“Aku sibuk.”“Jahat,

  • Dear Secretary   Extra Part

    Balita yang sedang aktif-aktifnya berjalan itu, melepaskan diri dari sang bunda saat melihat sesuatu yang menarik. Melangkahkan kaki kecilnya begitu antusias, diantara padatnya lobi hotel.“Akhil!”Mendengar namanya dipanggil, Akhil justru mempercepat langkahnya. Tubuh kecilnya yang sesekali masih terhuyung itu, akhirnya berhenti mendadak. Jatuh terduduk setelah menabrak kaki seseorang.“Maaf, Pak,” ujar Sinar terburu, sedikit menunduk sungkan. “Anak saya lagi senang-senangnya jalan.”Baru saja Sinar hendak berjongkok untuk membawa Akhil berdiri, tetapi pria tua di depannya lebih dahulu mengangkat balita tersebut.“Nggak papa. Siapa tadi namanya?”“Akhil.” Sinar memasang senyum ramah. Mengingat-ingat, sepertinya ia pernah melihat pria tua tersebut.Namun, di mana?“Sepertinya, saya nggak asing sama Bapak,” ucap Sinar. “Pernah lihat di mana, ya.”“Di koran barangkali atau tivi.”Ah, ya!Wajar rasanya jika Sinar bertemu dengan pejabat atau pengusaha terkenal di lobi hotel berbintang.Nam

  • Dear Secretary   175~DS

    “Papi, papi, adek Aya gelak-gelak,” ujar Aya sambil menempelkan sisi wajahnya di perut sang bunda. “Dali tadi dak mau diyem. Bunda udah kasi maem tapi masi lapal kayakna. Dak bobo-bobo.”Sinar tergelak mendengar ocehan Aya. Putri kecilnya itu, selalu memiliki sesuatu yang membuat suasana rumah menjadi lebih hidup.“Ini memang bukan waktunya tidur,” ujar Pras sambil mengangkat Aya yang menempel pada perut Sinar. Kemudian, ia meletakkan gadis kecil itu di samping Asa yang sedang main play station seorang diri di karpet. “Mau berangkat sekarang?” tanya Sinar mengulurkan tangan pada Pras dan sang suami langsung menyambutnya. “Lima menit,” jawab Pras kemudian duduk di samping Sinar. “Lex baru datang. Biar dia ngopi du … mau apa lagi?” tanya Pras menatap datar pada Aya yang duduk di pangkuannya. Padahal, baru saja ia hendak berpamitan pada kedua calon bayi yang ada di perut Sinar, tetapi Aya tiba-tiba menyela. “Papi mau kerja, Ay,” ucap Sinar sambil mengacak rambut bergelombang Aya. “A

  • Dear Secretary   174~DS

    “Du-dua?” Eila menatap hasi USG yang diberikan oleh Pras. Melihat dua buah kantong janin yang ada di dalam sana. “I-ini ... kembar? Mami nggak salah, kan?”“Kembar,” jawab Pras untuk lebih meyakinkan sang mami. “Dan cuma dua.”Sinar reflek memukul lengan Pras. “Emang mau berapa? Enam?”Pras mengendik singkat. Sementara Eila langsung memeluk Sinar dengan erat. Menumpahkan kebahagiaan yang semakin bertambah di dalam keluarganya. Langkahnya untuk membawa Sinar masuk ke dalam hidup Pras ternyata tidak salah. Wanita itu ternyata mampu merubah banyak hal dan membuat hidup Pras semakin berwarna.Tentu tidak hanya Eila yang ikut berbahagia, Kaisar pun turut merasakan hal yang sama.“Mau apa?” Pras menahan kepala Bima yang mulai mendekat pada Sinar.“Ngasih selamatlah, Mas!”“Hm.” Pras bergeser segera. Berdiri di depan Sinar. Menjabat tangan Bima dengan segera. “Terima kasih. Sekarang kembali ke tempatmu.”Bima berdecih pelan. “Segitunya lo, Mas.”“Makanya nikah,” sindir Eila. “Bawa calonnya k

  • Dear Secretary   173~DS

    Tanpa berkata sepatah kata pun, Sinar mengangkat kerah kemeja suaminya. Ia membentangkan ujung dasi ke belakang leher, lalu menarik kedua sisinya ke depan. Dengan cekatan Sinar melilitkan kedua ujung itu sampai menjadi simpul yang rapi, kemudian menarik ujung dasi yang lebar ke bawah sambil menggeser simpulnya ke atas.Setelah selesai, Sinar kembali merapikan kerah kemeja tersebut. “Selesai.”Pras mencekal tangan Sinar yang hendak berbalik. Menariknya, hingga tubuh sang istri jatuh di pangkuannya yang sejak tadi duduk di tepi ranjang. “Aku mau ke persidangan, Nar. Bukan ke pesta atau klub malam. Jadi jangan merengut terus.” “Banyak ceweknya di sana, kan?” tanya Sinar dengan nada ketus.“Jelas.” jawab Pras. “Terus, habis itu kamu juga ada janji dengan Rista, kan?”“Betul!”“Ck! Aku nggak suka sama dia!” dengkus Sinar. “Bajunya ketat, roknya pendek. Kalau nggak ada aku, nanti kamu ditempel-tempelin sama dia!”“Ditempelin itu enak, anget! Seperti ini.” Pras memeluk erat tubuh Sinar y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status