Share

5~DS

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-10 17:15:49

“Makasih, ya,” ucap Sinar sembari melepas sabuk pengaman. “Aku, tuh, jadi enak kalau diantar jemput gini tiap hari.”

Sinar terkekeh sesudahnya sambil menyampirkan tas kerja di bahu. Setelah pertemuan pertama kala itu, hubungannya dengan Axel semakin dekat. Bahkan, hampir setiap hari pria itu mengantar jemputnya bekerja dengan suka rela.

Awalnya, Sinar memanfaatkan kehadiran Axel untuk menjaga jarak dengan Bintang. Namun, seiring waktu, kehadiran Axel justru memberi kenyamanan baru. Pria itu seperti membawa warna yang berbeda ke dalam hidupnya. Axel sangat hangat, dewasa, dan hampir tanpa cela.

Axel ikut terkekeh atas ucapan Sinar yang tidak berbasa-basi. “Malam minggu nanti, aku ajak kamu ke rumah ya? Makan malam sama keluargaku.”

“Bentar.” Sinar tidak jadi menarik handle pintu. Ia justru mengeratkan pegangannya di sana. “Makan malam sama keluargamu?”

Axel mengangguk. Menggeser posisinya agar nyaman menatap Sinar. “Makan malam dengan mama papaku. Aku ajak Jennar juga, biar kamu nggak terlalu gugup.”

“Tapi ...” Jantung Sinar mulai berdebar-debar. “Kenapa aku diajak makan malam dengan keluargamu?”

“Karena aku mau serius sama kamu,” jawab Axel sembari meraih tangan Sinar. “Aku tahu ini terlalu cepat, tapi—”

“Bisa aku pikir-pikir dulu,” sela Sinar sembari membuka pintu mobil. Namun, tangan lainnya masih ada di genggaman Axel. “Kita ... lagi nggak pacaran, kan?”

“Kalau begitu, ayo pacaran,” ajak Axel tidak mau menunggu lagi. “Jadi, aku bisa kenalin kamu sebagai pacarku malam minggu nanti.”

“Ini terlalu cepat.”

“Nggak papa, kan?”

“Kasih aku waktu untuk berpikir,” pinta Sinar menarik tangannya dengan perlahan dari genggaman Axel. Permintaan pria itu sungguh mengejutkan, jadi, Sinar tidak bisa memberi keputusan begitu saja.

Ia keluar dari mobil lalu menatap Axel yang juga keluar dari pintu yang berbeda.

“Maaf,” ucap Sinar sambil menghampir Axel lebih dulu. “Aku cuma syok. Kaget aja ditembak begini.”

“Kalau gitu pikirkan dulu.” Axel terkekeh maklum. “Makan malamnya ditunda minggu depan.”

Sinar baru membuka mulut, ketika melihat mobil yang sudah sangat ia hafal melewatinya. Tanpa sadar, tatapannya terus tertuju pada mobil tersebut hingga berhenti. Sosok pria yang keluar dari sana, membuat Sinar menarik napas panjang dan segera mengalihkan pandangan.

“Nggak usah ditunda,” ujar Sinar tersenyum kecil sambil meraih tangan Axel. “Aku mau makan malam di rumahmu.”

“Serius?”

Sinar mengangguk. Sudut matanya menangkap sosok Bintang berjalan memasuki lobi. Ia yakin, pria itu pasti melihatnya bergandengan tangan dengan Axel. Sama seperti di kafe saat itu. “Aku serius.”

“Jadi, kita pacaran?” tembak Axel.

“Yaaa ... oke!”

Demi membuang nama Bintang dari hatinya, Sinar merasa harus mencari sosok pengganti, yaitu Axel.

“Aku masuk dulu, ya,” ucap Sinar sambil berjalan menjauh dan melepas tangannya. “Bye Axel.”

“Bye, Beb,” balas Axel langsung mengubah panggilannya. “Aku jemput nanti sore.”

“Oke!” Sinar melambai dan langsung berbalik pergi. Memasuki kantor dan berbelok menuju tangga.

“Jadi, sudah ada yang baru?”

Langkah Sinar melambat. Agak terkejut ketika Bintang ternyata sudah ada di sebelahnya, menaiki tangga yang sama. Ia mengira, Bintang sudah lebih dulu berada di lantai dua, tetapi dugaannya salah. 

“Maksud Pak Bin apa?”

“Kamu, saya, dan dia,” jawab Bintang tanpa melihat Sinar. “Yang belakangan ini selalu antar jemput kamu.”

“Masalahnya apa?” tanya Sinar berjalan sambil menunduk.

“Masalahnya ...” Bintang menarik napas panjang ketika sudah berada di lantai dua. Ia menunggu Sinar sebentar, lalu bertolak pinggang. “Harusnya, kamu selesaikan dulu masalah dengan saya.”

“Kita nggak punya masalah apa-apa.” Sinar terus berjalan menuju meja kerjanya. Hari masih pagi, jadi lantai redaksi masih terlihat sepi.

“Jadi, kejadian pagi itu nggak berarti apa-apa?”

“Nggak,” jawab Sinar datar, sambil meletakkan tasnya di meja. “Bapak sudah punya istri,” ucapnya memelankan suara. “Punya anak juga. Jadi, jangan ngotot mau nerusin sesuatu yang salah.”

“Karena itu, kita harus bicara, Nar.” Bintang pun memelankan suaranya. Ia mengeluarkan dompet dan menarik sebuah kartu dari sana. Meletakkannya di meja Sinar. “Access card unit saya. Datang kapan pun kamu siap dan kita bicarakan semuanya.”

Tanpa ingin memperpanjang perdebatan, Bintang segera berbalik pergi menuju tangga. Ia kembali menuju lantai satu karena harus pergi ke ruang iklan.

Sementara itu, tubuh Sinar langsung merosot lemas di kursinya. Menatap sebuah kartu yang tergeletak di meja.

Lantas, apa yang harus Sinar lakukan setelah ini?

~~~~~~~~~~~~~

Makan malam di rumah Axel malam itu benar-benar terasa hangat. Kedua orang tuanya menyambut Sinar dengan ramah, seolah ia sudah lama menjadi bagian dari keluarga. Kehadiran Jennar pun turut mencairkan suasana, menghilangkan kegugupan yang sempat membayangi Sinar sejak awal.

Namun, ada satu anggota keluarga yang tidak bisa hadir malam itu, yaitu kakak laki-laki Axel, Izac. Pria itu sedang ditugaskan ke luar kota selama beberapa hari, sehingga Sinar hanya bisa mengenalnya lewat foto keluarga yang terpajang di ruang tengah.

“Karena makan malamnya sudah selesai, aku mau bilang sesuatu …” Axel menatap satu per satu wajah di hadapan, lalu menarik napas panjang. “Aku serius sama Sinar dan aku mau melamarnya.”

Sinar sontak menoleh, menatap Axel dengan mata membesar.

Bukan hanya Sinar yang terperangah, tetapi juga Jennar dan kedua orang tua Axel. Sejenak, suasana hening menyelimuti ruang makan tempat mereka berkumpul.

“Me-melamar?” cicit Sinar ingin memperjelas maksud Axel. Belum genap satu minggu mereka berpacaran, tetapi Axel sudah ingin melamarnya.  

“Iya,” jawab Axel tanpa ragu, ketika memandang Sinar yang duduk di sampingnya. “Besok malam aku ke rumahmu, bicara sama bundamu.”

“Aseeek,” celetuk Jennar memecah ketegangan yang ada.

“Kalau menurut Mama, lebih cepat lebih baik” ujar Shania, mama Axel yang tiba-tiba terlihat bersemangat. “Karena kalau nungguin Izac, kalian mungkin nggak nikah-nikah karena isi kepala anak itu cuma kerja, kerja, dan kerja.”

“Betul!” sambar Jimmy, papa Axel yang juga setuju dengan ucapan sang istri. “Nggak perlu menunda sesuatu yang baik. Jadi, setelah Axel ketemu bundamu besok, kita bisa percepat aja semuanya. Gimana kalau bulan depan, Nar?”

Sinar terpojok. Merasa serba salah. Bukan karena ia tidak ingin menikah, tetapi semua ini terasa begitu cepat. Kendati demikian, menolak di situasi seperti ini pun bukan pilihan mudah. Apalagi, saat ia menangkap tatapan penuh harap dari Jimmy dan Shania yang tampak bahagia menanti jawabannya.

Akhirnya, senyum tipis terukir di wajah Sinar.  Cenderung dipaksakan untuk menghormati kedua orang tua Axel. Dengan anggukan pelan, Sinar pun menjawab ...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
senjata makan tuan y Sinar.. niat hati pengen menjauh dari Bintang malah kejebak sama Axel..
goodnovel comment avatar
Yelloe Duassatu
Beneran nih mau sama Axel ntr udah ia2 malah nyamperin Apartnya masbin paa liat kartu pasnya hehe
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dear Secretary   104~DS

    “Dibaca dulu,” ujar Bintang sambil menyodorkan dokumen.Ryu mengangguk. Mengambil dokumen tersebut lalu duduk di sofa. Sejenak, pandangannya tertuju pada Asa yang duduk anteng di pangkuan Bintang, juga sebuah botol susu kosong yang tergeletak di sebelah pria itu.“Nyonya ke mana, Pak?” tanya Ryu tidak melihat Sinar di mana pun. “Tumben nggak kelihatan.”“Di sebelah,” jawab Bintang singkat, sambil menahan senyum karena mengingat banyak hal yang mereka lakukan pagi tadi.“Ooo ...” Ryu segera membuka halaman pertama dokumen. “Ini, kan, laporan kinerja perusahaan.”“Betul.” Bintang mengangguk. Meletakkan Asa yang mulai menggeliat di sofa dengan perlahan. Sambil mengawasi, Bintang melanjutkan kalimatnya. “Pelajari lagi masalah perusahaan lebih dalam. Karena ke depannya fokusmu cuma di Trading House. Urusan yayasan, nanti biar Sinar yang handle.”“Kalau Network?”“Saya yang urus sama Sinar,” jawab Bintang. “Kami nunggu masa jabatan pak Harsa selesai, baru mundur pelan-pelan dan cuma di bela

  • Dear Secretary   103~DS

    “Pak Edi langsung pulang aja,” ujar Sinar setelah membaca pesan dari Bintang. “Nanti saya dijemput Bapak.”“Baik, Bu.”“Makasih, Pak,” ujar Sinar kemudian keluar dari mobil dan terdiam. Menatap mobil Elo yang terparkir di luar pagar. Pria itu, ternyata sudah lebih dulu ada di rumah Praba untuk bertemu Asa.Dengan langkah berat, Sinar masuk ke dalam. Namun, ia memilih melewati garasi agar tidak bertemu Elo lebih dulu.“Sore, Oma,” sapa Sinar saat melihat June sedang berada di dapur. Saat mendekat, ternyata wanita itu sedang membaluri udang dengan tepung. “Mas El sudah lama?”“Sore,” balas June ramah. “Hampir setengah jam kayaknya. Katanya masih kangen sama Asa.”Sinar duduk di kursi plastik yang ada di samping pintu dapur. Melihat sesaat ke kiri dan ke kanan, untuk memastikan sesuatu. Karena mobil Janus dan Praba tidak ada di carport maupun garasi, maka Sinar memastikan kedua orang itu belum ada di rumah.“Bibik ke mana?”“Keluar, katanya mau nungguin bakso di depan,” jawab June sambil

  • Dear Secretary   102~DS

    “Sweetheart.” Bintang menyentuh bahu Sinar, ketika mobilnya berhenti saat lampu lalu lintas berubah merah.Sinar terkesiap, menoleh seketika. “Maaf, tapi aku kepikiran mas El.”“Tarik napas dalam-dalam,” pinta Bintang. Ia bisa mengerti dengan kekhawatiran istrinya. “Dan percaya sama aku, semua pasti baik-baik aja.”Sinar tidak membantah. Ia menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. “Dia nggak bakal aneh-aneh, kan, Mas?”“Masih khawatir sama dia?” tanya Bintang, sambil menginjak pedal gas saat lampu berganti hijau.“Jangan mikir macam-macam dulu,” ujar Sinar tidak ingin sang suami salah paham.“Aku nggak mikir macam-macam,” balas Bintang tersenyum kecil. “Wajar kalau kamu khawatir karena El itu ayahnya Asa. Dan kalian juga pernah hidup bersama. Tapi percayalah, El nggak akan berpikiran pendek kalau itu yang kamu khawatirkan. Dia cuma butuh waktu untuk memproses semuanya dan menerima kenyataan.”Ucapan Bintang mungkin ada benarnya, tetapi tetap saja hati Sinar belum bisa tenang

  • Dear Secretary   101~DS

    “Mas ...” Sinar menepuk-nepuk bokong Asa yang sang bertelungkup, sambil membaca dokumen yang Bintang beri padanya beberapa saat lalu. “Ini, kan ... Mas Bin punya saham di Network? Aku nggak salah baca, kan?”“Bukan sepenuhnya punyaku.” Bintang segera berbaring di samping Asa, setelah selesai membersihkan diri. “Uang dinginku nggak sebesar.”“Jadi, total saham segini itu ... uang siapa?”“Pak Harsa.” Bintang mengangkat Asa, meletakkan di atas tubuhnya. “Beliau nggak bisa pake namanya karena masih jadi pemred Metro. Tunggu masa jabatannya selesai dulu.”“Kenapa pak Harsa nggak beli saham Metro aja?” Sinar meletakkan dokumen yang telah dibacanya di nakas, lalu ikut berbaring di samping Bintang.“Riskan, karena kita nggak bisa lihat masa depan Metro,” ujar Bintang. “Perlu investor besar kalau mau mengubah Metro jadi lebih baik lagi.”“Oh! Masalah oplah yang terus turun, kan,” ujar Sinar sudah bisa mengambil kesimpulan. “Media cetak pelan-pelan mulai ditinggalin karena digitalisasi. Orang-

  • Dear Secretary   100~DS

    “Rasanya, kok, tambah deg-degan, ya, Mas?” tanya Sinar pelan. Jantungnya tidak berhenti berdebar sejak mereka meninggalkan rumah. Dan kini semakin menggila saat mobil mulai melambat, lalu berhenti di depan rumah Aster. Rumah yang dulu sempat ia kunjungi ketika status Bintang dan wanita itu masih suami istri, meski hanya di atas kertas.“Kita ke sini cuma untuk memberi tahu, bukan minta izin,” jawab Bintang tenang. “Cepat atau lambat Aster pasti tahu. Dan, lebih baik dia tau langsung dari kita. Tapi, mungkin Aster nggak akan terlalu kaget, karena aku sudah pernah bicara ke Astro soal kita. Jadi, mungkin dia sudah cerita ke mamanya. Atau, mamaku sudah lebih dulu bicara dengan Aster.”Sinar menelan ludah. Begitu Bintang membukakan pintu untuknya, pria itu mengambil Asa lebih dulu dari gendongan Sinar.“Tunggu di sini sebentar,” pinta Bintang menyerahkan Asa kembali pada Sinar dan meminta sang istri duduk di teras rumah.Setelah itu, Bintang masuk ke dalam rumah dan mendapati Aster sedan

  • Dear Secretary   99~DS

    June menangis tergugu saat Sinar berpamitan pergi. Hari itu juga, cucu kesayangannya akan ikut pindah bersama Sinar ke rumah Bintang. Meskipun akan tetap bertemu, tetapi hari-harinya pasti akan terasa berbeda tanpa kehadiran Asa.“Oma jangan nangis, ya. Besok Asa ke sini lagi,” ucap Sinar lembut setelah mengambil putranya dari gendongan June.June menyeka air matanya. “Mending Asa titip di sini aja dulu, Nar. Kamu, kan, baru nikah, biar bisa berdua dulu sama Bintang.”Kalimat sederhana itu langsung membuat suasana menjadi kikuk. Sinar dan Bintang saling pandang sesaat, lalu tertawa.“Kan, tiap hari juga udah berdua, Ma,” kata Sinar. “Aku, kan, kerjanya tiap hari sama Mas Bintang.”“Tapi sekarang, kan, beda,” balas June sambil tersenyum menggoda. “Sekarang kalian suami istri. Pengantin baru pasti butuh waktu buat berdua.”Sinar langsung menunduk malu. Rasanya ingin cepat-cepat pergi, sebelum June menambahkan kalimat akan membuatnya lebih salah tingkah.“Ya, ampun, Ma!” potong Janus yan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status