Share

Dear Suami Butaku
Dear Suami Butaku
Author: pipitxomi

Satu

Author: pipitxomi
last update Last Updated: 2025-04-27 21:46:23

“Bintang, kamu harus pulang sekarang dan menikah dengan tuan muda! Kakakmu … dia kabur.”

Bintang yang baru saja memasuki kelas hanya bisa terdiam mendengar tangisan ibunya. Perlahan, dia berbalik dan berjalan menuju lorong sepi.

“Bintang, kamu dengar apa kata ibu? Pulanglah sekarang. Kalau tidak, ayahmu akan dipenjara. Hutang seratus juta sudah lama jatuh tempo. Ayahmu sudah tua. Hanya pensiunan pegawai pabrik. Bagaimana bisa melunasinya?”

Bintang menutup matanya. Rahangnya mengetat.

Selalu saja begini! Kakaknya, Luna, selalu membuat masalah dan dia selalu ‘diminta’ berkorban untuk membereskan semua masalahnya. Lagi dan lagi, Bintang dipaksa mengalah.

Saat lulus SMA, Bintang sangat bahagia karena akhirnya dia berhasil diterima di sebuah kampus favorit yang menyediakan asrama. Tanpa banyak berpikir, Bintang pindah ke asrama, berharap bisa keluar dari bayang-bayang Luna yang menyesakkan. Baru satu tahun dia merasa bebas, dia kembali harus berkorban untuk Luna.

“Ibu, coba hubungi teman-temannya. Siapa tahu kakak hanya pergi bermain dengan mereka. Bukankah kakak sangat suka pergi dengan teman-temannya?” Bintang mencoba berkata dengan tenang.

Jika saja Sekar, ibunya, berada di depannya sekarang, maka perempuan itu akan melihat betapa merah mata Bintang.

“Ayahmu sudah menelepon mereka. Ibu juga sudah pergi ke rumah Tina. Tapi, mereka semua menjawab tidak tahu. Dan ternyata Luna sudah keluar dari pekerjaannya sejak kemarin. Bintang, apa yang harus ibu lakukan? Hanya kamu yang bisa menyelamatkan ayahmu.”

Tangisan ibunya membuat amarah yang membakar hatinya meredup. Meskipun dia membenci kakaknya, tapi ayah dan ibunya hanya terlalu baik dan polos.

Bintang ingat ayahnya pernah berhutang seratus juta kepada pemilik pabriknya dulu karena Luna menabrak seorang anak dan membutuhkan operasi. Kejadiannya sudah agak lama. Waktu itu, dengan sombongnya, Luna berjanji akan mencicilnya. Namun, kenyataan berkata lain.

Lina baru membayar selama satu tahun, lalu dia mangkir. Sisanya, ayah dan ibunya harus banting tulang untuk membayar setiap bulan. Bahkan Bintang sendiri merelakan yang jajannya untuk membantu mencicil dan memilih untuk bekerja demi uang saku dan kebutuhan sekolahnya.

Sekarang, saat sudah genting, Luna yang harusnya menikah dengan tuan muda justru pergi dengan entengnya.

Bintang sungguh geram. Jika saja dia bisa bertemu kakaknya, ingin sekali dia memukul kepalanya agar sadar.

“Bu, yang berhutang itu sebenarnya Kak Luna! Dia yang memaksa ayah berhutang seratus juta untuk biaya operasi waktu itu. Seharusnya, dia yang menikah dan bertanggung jawab.”

Sekar membeku. Ya, dia tahu itu. Sangat tahu. Itu sebabnya, saat tuan muda meminta seorang istri, Bayu dan Sekar menyodorkan Luna kepadanya. Siapa yang menyangka jika putri sulungnya itu justru kabur?

“Lalu, apa kamu akan membiarkan ayahmu dipenjara? Apa kamu tidak memikirkan bagaimana nasib ibumu ini? Hidupmu masih enak, bisa kuliah dan bersenang-senang. Sedangkan keluargamu di sini….” Sekar menangis, tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

Kepala Bintang langsung berdenyut.

“Ibu, jangan menangis. Aku akan pulang sebentar lagi.”

Memangnya Bintang punya pilihan lain? Tidak! Ayah ibunya memang terlalu memanjakan kakaknya.

“Baguslah, Nak. Jangan khawatir, tuan muda bukan orang yang merepotkan. Dia hanya ingin ditemani. Kamu cukup menjadi temannya yang baik, tidak perlu melakukan apa-apa, dan hidupmu akan baik-baik saja. Pulang cepat. Ibu dan ayah menunggumu.”

Bintang menghela nafas panjang. Lalu, perlahan menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas.

Keinginan Bintang untuk mengikuti perkuliahan hari ini harus kandas. Percuma saja dia kuliah kalau tidak bisa fokus. Dengan langkah pasti, dia berbalik.

“Bintang, mau ke mana?” seru Wina melihat Bintang yang tadinya ada di sebelahnya tiba-tiba saja berbalik.

“Ada urusan,” jawabnya acuh, lalu melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan teriakan temannya itu.

Suasana hati Bintang jelas buruk.

**

“Apa dia calon suamiku?” tanya Bintang kebingungan.

Saat ini, dia sudah memakai baju pengantin dan siap untuk melakukan pernikahan meskipun hati kecilnya ingin menolak.

Sekar menggeleng sambil tersenyum kaku.

Bintang mengangguk. Sudah dia duga. Calon suaminya memang sombong.

Dia berjalan dengan tenang. Tidak ada riasan berlebih di wajahnya. Rambutnya juga hanya digerai sederhana dengan satu jepit rambut berhiaskan bunga di atasnya. Benar-benar sangat sederhana.

Raut Thomas sempat berubah melihat calon pengantin tuan mudanya. Namun, perubahan itu hanya sekilas dan tidak membuat siapapun menyadarinya.

Tanpa kata, Thomas berbalik.

Bintang mengepalkan tangannya. Meskipun dia kaya, tapi apa pantas bersikap setidak sopan itu? Penilaiannya terhadap calon suaminya menjadi semakin negatif.

“Silakan, Nona.” Thomas membuka pintu belakang.

Bintang pun masuk dan Thomas segera menutup pintu.

Perjalanan menuju kantor catatan sipil terasa seperti satu abad. Bintang mengira calon suaminya juga akan menjemput, tapi ternyata itu hanya angan-angan saja.

Penilaian Bintang terhadap tuan muda semakin negatif. Tapi, itu bukan masalah. Bintang bisa berteman dengan siapa saja. Dia hanya perlu memberi apa yang dia terima. Simple!

Bintang tidak tahu berapa lama dia melamun. Tiba-tiba saja, pintunya terbuka.

“Kita sudah sampai, Nona.”

Bintang mengerjapkan matanya, lalu melihat keluar. Benar saja, dia sudah tiba. Dia pun turun. Dengan cekatan, Thomas menunjukkan sebuah ruangan yang masih tertutup. Dia membukanya dan tanpa ragu, Bintang masuk.

Betapa terkejutnya dia melihat seorang pria tampan dengan kulit putih pucat duduk dengan tenang di sampingnya. Wajahnya tampan, lebih tampan dari tokoh komik yang biasa dibaca Wina. Rahangnya, hidungnya, matanya, semuanya sempurna.

Tunggu sebentar…

Kenapa Bintang merasa mata indah itu tampak kosong. Pria itu bahkan tidak menoleh saat dia masuk.

Namun, itu tidak menjadi fokusnya sekarang karena pria itu menggeser sebuah kertas ke arahnya.

“Istriku, silakan tanda tangan.” Suaranya terdengar dalam dan serak, dan ada sedikit nada lembut di sana.

Bintang meliriknya, tapi tuan muda itu tetap menatap ke depan.

Dalam hati, Bintang mulai menerka-nerka, ‘Dia buta?’

Dia membaca sekilas tulisan yang ada di atas, melirik nama pengantin laki-laki.

Charles Smith..

Bintang hanya menatapnya, lalu membubuhkan tanda tangannya tanpa banyak bertanya.

“Selamat, anda berdua sudah sah menjadi suami dan istri,” ucap petugas di depan mereka dengan senyum lebar.

Charles mengangguk, tampak tenang dan tidak banyak berekspresi.

“Ayo kembali!” Charles mengangkat tangannya, memberi kode kepada Thomas.

Thomas bergegas menyimpan semua berkas dan mendorong Charles kembali ke dalam mobil.

Tubuh Bintang menegang. Karena hanya fokus pada wajah Charles, dia tidak menyadari jika suaminya itu duduk di atas kursi roda.

Nafasnya terasa berat. Tidak hanya buta, suaminya juga lumpuh?!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dear Suami Butaku   64

    Charles memiliki jadwal yang padat. Pagi hari, dia disibukkan dengan banyaknya jadwal pekerjaan hingga sore bahkan sampai petang. Setelah itu, dia mencurahkan seluruh energi dan waktunya untuk Bintang. Tidak ada waktu untuk bermain-main, kecuali dengan sang istri di kamar. Wajar jika dia tidak mengetahui kabar kembalinya Luna.Matanya melirik Thomas dengan tajam seolah menyalahkan Thomas karena tidak memberi tahunya tentang ini. Kepalanya sedikit miring, bersiap menyerbunya.Thomas merasa gugup mendapat tatapan tajam itu. Keningnya basah karena keringat.Habis sudah! Bonusnya bulan ini tidak akan bertambah dan mungkin justru akan dipotong.“Nona, mohon minggir. Kami akan lewat,” ucap Thomas sopan.Tangan Luna terkepal. Dia tidak menyangka bahwa Charles melupakannya. Bagaimana bisa? Bukankah pria itu yang mengusulkan pernikahan padanya? Itu menunjukkan jika sebenarnya Charles memiliki sesuatu di hatinya, bukan? Lalu apa ini?Luna mengerjapkan matanya, menatap Charles dengan polos. Waja

  • Dear Suami Butaku   63

    Charles bekerja dengan penuh semangat. Ide-ide brilian muncul seperti air terjun. Otaknya berputar dan tangannya bergerak lincah di atas papan ketik. Hingga tiba-tiba, Thomas datang.“Permisi, Tuan, lima belas menit lagi rapat dimulai.”Charles sontak menoleh ke arah jam. Tidak disangka, dua jam sudah berlalu. Pantas saja dia merasa tenggorokannya kering.“Hmm, terima kasih.” Charles menyimpan pekerjaannya, lalu membuka botol air di depannya. Setelah meminum setengahnya, dia berdiri.“Ayo pergi!”Seperti yang dikatakan Thomas, rapat kali ini membahas tentang gaji dan bonus yang akan diterima karyawan.Charles mengangguk tipis sambil mendengarkan uraian direktur keuangan. Direktur tadinya merasa gugup. Dia bahkan sudah menyiapkan argumen dan rencana cadangan jika usulannya ditolak. Sepertinya, suasana hati Charles sedang baik. Semua usulan direktur diterima dengan baik dan hanya memberi beberapa masukan kecil. Saat rapat berakhir, semua keluar dengan hati lega.Thomas bergegas mengik

  • Dear Suami Butaku   62

    Bangun di pagi hari, Bintang merasa tubuhnya ringan dan penuh semangat. Senyumnya secerah langit biru. Matanya bersinar seperti air kolam yang terkena sinar matahari. Kakinya melangkah ringan dan panjang, berjinjit dan menapak, berjalan lurus, dan menyamping.“Hati-hati!” seru Charles. Sejak tadi, hatinya begitu gelisah melihat tingkah istrinya yang seolah tidak bisa berhenti. Apakah dia tidak memiliki rasa lelah?Semalam, mereka telah melewati pertarungan yang cukup panjang dan menyenangkan. Istri kecilnya itu kini memiliki banyak imajinasi liar. Dan Charles begitu menyukainya. Dia meladeni hingga jarum menyentuh angka dua. Siapa yang menyangka jika pagi ini, baterei Bintang masih terisi penuh?Bintang tertawa melihat wajah suaminya. Dengan tawa yang menghiasi wajahnya, Bintang duduk di sebelahnya. “Aku berhati-hati.”Charles mengelus rambut Bintang, merapikannya, lalu berkata dengan lembut, “Dua minggu lagi ujian. Jangan sampai terjadi sesuatu padamu.”Wajah Bintang berubah. “Jan

  • Dear Suami Butaku   61

    “Bajumu….” Bintang mengernyit menatap kemeja Charles yang kusut dan kotor. Tidak hanya itu, beberapa kancingnya terbuka, membuat tulang selangkanya terlihat; putih, bersih, dan menggoda. Namun, bukan itu yang mengusik pikiran Bintang.Kancing yang rusak menandakan kemeja itu ditarik paksa dengan kuat. Apa mereka berdua begitu bersemangat?Dadanya sontak berdegup kencang. Bayangan Luna datang dan menggoda Charles menari-nari dalam benaknya.Tidak, sepertinya Charles bukan tipe pria yang mudah tergoda perempuan lain. Namun, bisa saja itu terjadi. Jika Luna terus menggodanya, tidak menutup kemungkinan Charles menyerah. Bintang mengenal kakaknya dengan baik. Dia yakin Lina bahkan berani telanjang di depan Charles jika itu bisa membuatnya kembali.Darah Bintang berdesir lebih cepat, lebih panas. Sorot matanya berubah; dingin dan tajam.Charles refleks berhenti. Tenggorokannya kering dan dia kesulitan menelan ludahnya. Suara cegluk terdengar jelas di kamar yang sepi. “Sayang, ini tidak se

  • Dear Suami Butaku   60

    Coffeeshop ini sebenarnya cukup nyaman. Suasananya sejuk. Suara musiknya tidak lirih, tapi tidak juga menyakiti telinga. Makanan dan minumannya juga tidak mengecewakan. Namun, segala kenyamanan itu tidak membuat Luna tenang. Dia tidak tahu berapa lama dia duduk di dalam sini. Sejuknya pendingin ruangan tidak bisa mengusir rasa kesal dan penat yang dia rasakan. Otot matanya pegal karena terus menatap pintu utama kantor Charles, tapi yang ditunggu tidak juga keluar. Hingga matahari sudah berwarna kemerahan, sosoknya tidak terlihat.Sementara itu, Charles yang ditunggu-tunggu oleh Luna sedang berada di dalam mobil menuju bandara untuk pulang. Sejak pagi, dia berada di luar kota untuk meninjau lokasi dan penandatanganan proyek baru.“Kontrak kerja yang baru sudah saya kirim ke email anda. Perhitungan kasar valuasinya sepertinya cukup baik. Media juga sudah meluncurkan beritanya. Besok, harga saham diperkirakan naik hingga 20%. Aku tidak menyangka keputusanmu untuk mengakuisisi perusahaan

  • Dear Suami Butaku   59

    Luna begitu marah hingga dia ingin muntah darah. Adiknya, kini, begitu sombong dan arogan. Apa dia tidak ingat? Kalau bukan karena dirinya, Bintang tidak akan bisa mencicipi segala kemewahan yang dia dapat.Matanya terus mengikuti langkah Bintang. Tangannya terkepal melihat pakaian dan tas yang dikenakan adiknya. Batinnya menjerit. Dia ingin memiliki itu semua.Jika mengingat Bintang pergi dengan mobil dan sopir pribadi, ingin rasanya Luna menyeretnya keluar. Itu adalah mobil yang seharusnya menjadi miliknya! Kemeja mahal yang dia pakai adalah haknya! Tas yang ada di pundak Bintang juga punya dia.Saat dia melihat sepatu Bintang, darahnya semakin mendidih. Itu adalah sepatu yang dia idam-idamkan. Dia pernah melihatnya di internet dan harganya setara dengan harga ponselnya. Sepatu itu seharusnya menjadi miliknya. Bintang tidak memiliki satupun hak atas kemewahan dan kekayaan Charles. Semua itu adalah miliknya! Bintang telah merebutnya darinya.Dada Luna naik turun. Emosinya naik berka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status