Share

Dua

Penulis: pipitxomi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-27 21:47:39

Diam-diam, Bintang menghela nafas. Kini dia mengerti kenapa kakaknya memilih untuk kabur. Kalau hanya tampan tapi tidak bisa melihat dan berjalan, apa gunanya?

Pantas saja ibunya juga mengatakan kalau tuan muda ini hanya ingin seorang teman, bukan istri. Dengan suami seperti ini, mungkin dia akan tetap perawan sampai mati.

Di dalam mobil, Bintang yang duduk di samping Charles meliriknya sebentar. Pria itu sibuk mendiskusikan sesuatu dengan Thomas dan Bintang tidak tertarik untuk mendengarkannya.

Gadis itu mengeluarkan ponsel dan melihat beberapa pesan dari Wina yang menanyakan keberadaannya.

[Sedang ada urusan keluarga. Besok aku ceritakan.]

Tentu saja Bintang tidak akan menceritakan alasannya absen kuliah hari ini. Itu hanya alasan yang dia buat agar kedua temannya tidak bertanya lebih banyak.

Setelah membalas pesan Wina, Bintang menyimpan ponselnya dan menatap keluar.

Lama-kelamaan, keningnya berkerut menyadari jika mobil tidak mengarah ke rumah orang tuanya.

Bintang sontak menoleh. “Kita ke mana?”

Charles tersenyum. Kepalanya sedikit miring, lalu dengan suaranya yang serak dia berkata, “Kita sudah menikah. Tentu aku akan membawamu tinggal di rumahku.”

“Hah? Tapi aku tidak membawa baju ganti. Tidak membawa apapun.”

Charles masih tersenyum. “Tidak perlu repot. Semua sudah disiapkan.”

Jawaban itu sama sekali tidak membuat Bintang lega. “Bagaimana dengan kuliahku? Pekerjaanku?”

Bintang memang masih terdaftar sebagai karyawan di sebuah perusahaan kecil sebagai admin. Meskipun gajinya tidak besar, tapi setidaknya bisa mencukupi kebutuhan hariannya dan mengirim beberapa rupiah kepada orang tuanya.

Charles masih tersenyum. Namun, alih-alih menjawab, dia justru menutup matanya. “Thomas.”

Thomas yang melirik dari kaca spion berkata, “Sebagai istri tuan muda, seluruh kebutuhan anda akan terpenuhi, tapi Anda masih diijinkan kuliah hingga lulus.”

“Jadi, aku tidak lagi bekerja? Kalau begitu, antarkan aku ke sana. Aku akan berpamitan dengan bos.”

“Semua sudah diselesaikan. Nona tidak perlu khawatir.”

Bintang mengernyit. “Kenapa kalian tidak meminta pendapatku terlebih dulu? Ah, sudahlah.”

Bintang membuang muka, tampak jelas jika suasana hatinya sangat buruk.

‘Orang sombong tetap akan menjadi sombong meskipun berpenyakitan!’

Bintang mendengkus. Bosnya itu baik. Teman-teman kerjanya juga suportif. Bintang ingin berpamitan dengan layak, bukannya pergi begitu saja.

Sudahlah, Bintang tahu dia tidak akan menang jika berdebat dengan Charles atau Thomas. Bintang menutup mulutnya rapat-rapat.

Suasana di dalam mobil menjadi hening. Thomas kembali melirik spion. Tuan mudanya sedang mengistirahatkan matanya sementara Bintang hanya melihat keluar.

Thomas tidak banyak berkomentar. Dia fokus menyetir. Saat tiba di rumah Charles, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh.

Bintang menatap tidak berkedip rumah mewah yang ada di depannya. Halamannya luas, dipenuhi dengan tanaman-tanaman yang dibentuk dengan estetik. Garasinya besar. Bintang bisa melihat setidaknya lima mobil dan masih ada ruangan kosong. Pilar-pilarnya tinggi dan kokoh dengan jendela besar yang berukiran indah.

Bintang hampir saja membuka pintu saat dia mendengar suara merdu Charles. “Tunggu sebentar.”

Gerakan Bintang terhenti, menunggu, sesuai kata-kata Charles.

Detik kemudian, dia mengernyit, merasa aneh dengan sikapnya. Kenapa dia bisa menurut begitu saja?

Tapi, tunggu dulu!

Bintang menoleh dengan cepat. Dilihatnya Charles sedang turun dibantu oleh Thomas.

‘Bukankah dia buta? Bagaimana dia tahu kalau aku mau turun?’

Pertanyaan itu terus berputar di benaknya hingga seorang pelayan membukakan pintu untuknya. Saat memasuki rumah, Bintang takjub dengan ornamen dan lukisan yang digantung, membuatnya melupakan apa yang tadi ada di benaknya.

“Kamar kita ada di lantai tiga,” ucap Charles tanpa menoleh.

Meskipun tidak jelas siapa yang diajak bicara, tapi secara naluri, semua tahu jika kata-kata itu untuk Bintang.

“Tapi, bagaimana kamu menaiki tangga?”

Begitu kata-kata itu terucap, Thomas memencet sebuah panel kecil di sudut dinding. Lalu tiba-tiba saja, dinding itu bergerak dan ternyata itu sebuah lift.

Oke, Bintang merasa seperti seorang udik sekarang.

Kamar Charles berada di tengah-tengah lantai tiga. Sebelahnya ada ruang serbaguna dan satu lagi ruang kerja.

Thomas membuka pintu, lalu berkata, “Saya akan merepotkan Nona Bintang sekarang.”

Bintang awalnya tidak mengerti, tapi saat Thomas melepas kursi roda dan keluar kamar, Bintang akhirnya tahu.

“Maaf.” Bintang mendekat dan mulai mendorong kursi roda Charles, lalu berhenti di tengah-tengah kamar.

“Kamu ingin di kasur atau di mana?” tanyanya kebingungan.

“Bawa aku ke sofa. Ada hal yang harus kita bicarakan.”

Di depan sofa, ada sebuah meja bundar.

“Apa kamu melihat amplop di sana?”

Bintang mengangguk, lalu sadar jika Charles tidak bisa melihat. Jadi, dia menjawab, “Iya, ada amplop di sana.”

“Bukalah!”

Bintang membukanya. Rasa penasaran terlihat di wajahnya. Ternyata itu adalah sebuah kartu.

“Ini apa?”

“Itu kartu yang dibuat khusus untukmu. Setiap bulan akan ada sejumlah uang yang masuk. Kamu bisa membeli apapun yang kamu mau dengannya termasuk kebutuhan kuliamu.”

Bintang menggenggam kartu itu dengan kuat. Perasaannya campur aduk. “Terima kasih. Lalu, apa yang harus aku lakukan sebagai gantinya?”

Tentu saja Bintang tahu kalau Charles tidak akan serta merta memberinya kartu ini. Dia pasti meminta balasan. Bukankah sifatnya itu terlihat jelas?

Charles terkekeh. “Dengan kondisiku yang seperti ini, aku tidak yakin bisa membuatmu bahagia di dalam kamar. Aku tahu aku tidak seharusnya menikah denganmu, tapi dengan kakakmu. Tapi, itu tidak masalah. Siapapun yang dipilih Pak Bayu, aku menyetujuinya. Jadi, aku hanya mengingatkan kamu jika pernikahan ini sungguhan. Kamu istriku dan aku suamimu. Kamu tidak diijinkan berteman dekat apalagi menjalin hubungan dengan lawan jenis. Kita akan saling menghormati. Sedangkan aku, kamu juga pasti yakin jika aku tidak akan tertarik dengan perempuan lain. Apa kamu mengerti?”

Jantung Bintang berdegup kencang. Pernikahan sungguhan? Apa itu berarti tidak ada perjanjian perceraian? Dia kira isi amplop itu adalah perjanjian nikah yang harus dia tanda tangani -seperti dalam novel-novel yang pernah dia baca-. Namun, ternyata angan-angannya meleset. Charles ingin pernikahan sungguhan!

‘Baiklah, tidak apa-apa. Hidup bersama pria tampan dan kaya -meskipun sombong- sepertinya tidak terlalu buruk. Lagi pula, aku juga mendapat uang saku dan masih bisa mengirim beberapa rupiah kepada ayah dan ibu.’

“Aku mengerti. Jadi, aku bisa melakukan apapun dengan kartu ini?”

Charles mengangguk. “Iya. Dan kamu tidak perlu mengirim apapun kepada Pak Bayu. Thomas sudah mengurus semuanya. Setiap bulan, dia akan mendapat uang sepuluh kali lipat dari yang biasa kamu kirimkan.”

Rahang Bintang terjatuh. Sepuluh kali lipat?? Itu jumlah yang sangat banyak bagi keluarga biasa seperti dirinya.

Apa sebenarnya suaminya ini peri baik hati?

Apa kebaikan yang sudah aku lakukan dulu hingga mendapat keberkahan seperti ini?

“Baiklah, aku setuju.” Bintang tersenyum lebar.

Charles tersenyum lebih lebar. “Bagus.”

Lalu, dia menekan sesuatu di kursi rodanya dan keluarlah sebuah tongkat. Charles menariknya menjadi lebih panjang, lalu dengan santainya, dia berdiri.

Mata Bintang membelalak. “Kamu,,, kamu bisa berjalan?” Telunjuknya mengarah kepada Charles dengan gemetar.

Masih dengan tersenyum, Charles menjawab, “Kakiku hanya mudah lemas, bukan cacat. Jadi, aku akan menggunakan kursi roda saat di luar.”

Lalu, dia berjalan menuju lemari, membukanya. Tangannya menyentuh deretan baju dan tiba-tiba berhenti, lalu mengambil baju tersebut. Setelah itu, dia berjalan ke kamar mandi.

Bintang menatap semua adegan itu dengan kepala berkecamuk. Semua gerakan Charles tampak alami seolah dia sudah terbiasa melakukannya. Bahkan Charles juga bisa menebak arah lemari dan kamar mandi dengan tepat. Jika Bintang tidak melihat bagaimana mata pria itu menatap, dia pasti mengira Charles sebenarnya bisa melihat.

“Lalu, kenapa tadi dia memintaku mendorongnya ke sofa?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dear Suami Butaku   Tiga Puluh Enam

    Suasana meja makan terasa tegang. Randi menghela nafas sambil menatap papanya yang duduk di depannya, menyesali keputusannya untuk pulang.Sejak awal, dia tidak ingin memperebutkan kekuasaan keluarga Adiwijaya. Dia ingin hidup bebas tanpa beban yang mengekang. Kini, dia sudah menjadi aktor dan influencer terkenal. Dia bisa memiliki tempat tinggalnya sendiri dan jarang pulang. Hanya pulang sesekali kalau sedang merindukan mamanya.Melirik sebelah, dia melihat Rana, adik Kevin, yang sejak tadi menunduk dan fokus pada ponselnya, tampak cuek dan acuh tak acuh. Dia pun tersenyum tipis. Tampaknya, ketiga cucu Adiwijaya tidak ada yang tertarik menjadi penerus.—Saras mengetuk pintu kamar Kevin. Tanpa menunggu jawaban, dia langsung membukanya.Kevin sedang bermain ponsel di atas kasur saat sang mama memasuki kamar. “Aku sedang tidak ingin sarapan. Bilang saja pada ayahmu itu untuk meninggalkan aku sendiri.” Dia tidak perlu mendongak atau bertanya. Dia jelas tahu tujuan kedatangan mamanya.

  • Dear Suami Butaku   Tiga Puluh Lima

    Suasana di ruang makan itu cukup sibuk. Beberapa pelayan hilir mudik mengantar makanan dari dapur dan menatanya di atas meja. Piring-piring dan alat makan lainnya sudah ditata rapi. Setelah semua siap, semua pelayan bergegas kembali ke tempat masing-masing, menyisakan ruang makan yang hening. Tidak lama kemudian, pintu terbuka lebar. Seorang pria berambut putih berjalan dengan tongkat di depan. Langkahnya mantap. Sorot matanya tajam dan penuh wibawa. Di belakangnya, beberapa orang berjalan mengikuti. Dia adalah sosok di balik kekuasaan Adiwijaya yang luas. Meskipun tidak sekuat keluarga Smith, tapi keluarga Adiwijaya juga tidak bisa diremehkan. Di umurnya yang hampir tujuh puluh tahun, dia belum mengumumkan siapa yang akan menjadi penerusnya. Tuan Tua Adiwijaya hanya memiliki dua anak, Sena dan Tania. Yang satu tidak cukup pintar, yang satu lagi penakut. Tidak ada yang cocok menjadi pemimpin keluarga. Sangat mengecewakan. Harapannya ada pada Kevin, cucu pertamanya. Kevin tel

  • Dear Suami Butaku   Tiga Puluh Empat

    “Oleh-oleh untukmu.” Bintang menyerahkan satu buah tas kepada Wina.“Ini apa?” Wina meletakkan penanya dan membuka tas tersebut.Suasana kelas belum ramai. Teman-teman mereka sibuk berbicara sendiri. Tidak ada yang memperhatikan mereka.Matanya membelalak melihat apa yang ada di dalamnya; kaos, tas kanvas, gelang manik-manik, juga jepit rambut.“Kamu dari mana? Liburan? Sama suami kamu?” Wina menatap Bintang penasaran sementara tangannya mengamati oleh-oleh tersebut.Bintang mengangguk. “Ya, begitulah,” jawabnya sambil berpura-pura sibuk membuka tas untuk menutupi pipinya yang memanas.“Wah, bagus sekali!” Mata Wina berbinar. Dia mengangkat jepit rambut dari kayu yang dihiasi dengan bebatuan yang disusun indah.Gadis itupun melepas karet rambut yang dia pakai dan menggantinya dengan jepitan itu. “Cantik tidak?” tanyanya sambil menggoyang rambutnya.Bintang mengangkat kedua jempolnya.Wina lalu memakai gelang manik-manik itu, memperhatikannya dengan seksama sambil tersenyum lebar sebel

  • Dear Suami Butaku   Tiga Puluh Tiga

    “Kenapa lama?” tanya Charles begitu istrinya duduk.“Iya, airnya macet. Ayo makan! Nanti keburu dingin.” Seperti biasa, dia mengambilkan makanan untuk Charles terlebih dulu sebelum mulai makan.Dalam hati, Bintang cukup was-was, takut jika Charles melihat adegan tadi. Dia berusaha bersikap tenang. Dia tidak ingin pertemuannya dengan Kevin merusak suasana makan bersama ini. Selain itu, dia tidak ingin Charles berpikiran buruk tentangnya ataupun Kevin. Biarlah begini saja. Suaminya tidak perlu mengetahui hal kecil itu.Bintang terus meladeni Charles. Sesekali, dia juga menyuapinya. Tidak terlihat kecanggungan atau terpaksa. Hanya ada kelembutan dan kehangatan. Kevin melihat semua itu. Keinginannya untuk melepas stres di Lombok hilang sudah. Yang ada dia semakin stres. Tanpa menghabiskan makanannya, dia pergi.Beberapa orang yang tidak sengaja melihat kemesraan Bintang dan Charles langsung berdecak kagum.“Cinta sejati ternyata memang ada.”“Tidak peduli bagaimana keadaan suami, istriny

  • Dear Suami Butaku   Tiga Puluh Dua

    Charles cukup bermurah hati membiarkan Bintang mandi setelah satu kali permainan.Setelah membersihkan diri, mereka keluar kamar saat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh. Setelah itu, mereka berjalan keluar sambil bergandengan tangan, tampak bahagia dan akur.Thomas duduk di ruang tamu sambil bermain game di ponselnya. Mendengar suara langkah, dia pun menoleh. Bintang refleks melepaskan tangannya, tapi Charles menggenggamnya terlalu erat.“Kak, lepaskan. Ada pak Thomas,” ucap Bintang lirih.“Biarkan saja! Dia sudah tua. Pasti bisa mengerti,” jawab Charles acuh.“Tapi, Kak…” Bintang tampak cemas dan malu.Charles tidak mempedulikannya. Dia tetap menggenggam tangan Bintang dan bahkan memberinya kecupan di sana.Wajah Bintang semakin memerah.Sekali lagi, Thomas merasa menjadi obat nyamuk, tapi dia hanya bisa bersabar. Cukup membayangkan bonus yang akan dia terima akhir bulan ini dan bibirnya sudah bisa tersenyum. “Jadi, kalian sudah memutuskan mau pergi ke mana?” “Terserah Bintang saj

  • Dear Suami Butaku   Tiga Puluh Satu

    Bintang merasa tubuhnya remuk. Dia begitu kelelahan dan hanya bisa berbaring di atas kasur sambil melihat pantai. Charles benar-benar melakukan apa yang dia katakan. Awalnya, Bintang tidak yakin jika selama ini suaminya itu menahan diri. Pasalnya, dia juga selalu kelelahan setelah melakukannya. Namun, pikiran itu terbantahkan. Charles benar-benar melakukan semua yang ada dalam imajinasinya. Mereka tidak hanya melakukannya di atas ranjang, tapi juga di sudut ruangan, di atas meja, juga di kamar mandi dengan shower yang mengalir. Dia mendapatkan berbagai rangsangan yang membuat tubuhnya meledak berkali-kali.“Aku membawakan bubur dan minuman hangat untuk membantumu memulihkan tenaga.” Tiba-tiba, Charles sudah berdiri di dekatnya.Lihat! Saking capeknya, Bintang bahkan tidak menyadari langkah suaminya.“Aku akan membantumu duduk.” Charles meletakkan nampan di atas nakas, lalu membantu Bintang bersandar pada headboard.Dia merasa bersalah telah membuat istrinya kelelahan, tapi tolong jan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status