Share

3

Author: Novisi
last update Last Updated: 2025-10-28 13:01:54

“Bu, ada kabar baik.” Dara duduk di samping Aira sembari menyodorkan air minum. “Ada yang berniat membeli rumah ibu ini,” ucap Dara girang menunjukkan percakapannya dengan seseorang yang disebut sebagai calon pembeli.

Menjelang sore, pria yang dimaksud Dara duduk di teras rumah Aira. Suasana baik di hati Aira meningkat, ia punya harapan pria itu akan membeli rumahnya dengan harga yang layak.

“Satrio?” ucap Aira serasa tidak percaya saat sosok itu membalik. Badannya hampir limbung ke belakang, untung saja Dara sigap menopang lengan Aira.

“Sore Aira, aku tertarik dengan rumah ini.” Satrio mengulas senyum tipis. Aira bergeming tidak menunjukkan reaksi.

“Tiga milyar,” ucap Satrio tegas tanpa basa-basi.

Aira memejamkan mata, jantungnya berdetak kencang, kehilangan kata-kata. Memori bersama Satrio yang merupakan konselor psikologis yang seharusnya menangani perkara kesehatan mentalnya menari-nari di pikirannya hingga malam buruk yang menghancurkan Aira dan kepercayaan dirinya. Tubuh Aira bergetar hebat.

“Empat milyar,” lanjut Satrio ringan, pria itu menghela napas dalam.

Aira tidak mau tahu, ia melangkah masuk ke dalam rumah, meninggalkan Satrio dan Dara.

“Aira, aku tahu kamu butuh uang.” Satrio menyusul, langkah kaki Aira terhenti. “Kamu harus melanjutkan hidup dengan baik.”

Aira memutar badannya. “Hidupku hancur, Pak Satrio. Ditinggal ibu bapak, suami berselingkuh, dan kamu... kamu juga turut menghancurkan hidupku! Lalu kamu bilang hidup dengan baik?!” Aira berteriak disusul terdengar tawa sumbang. Hidupnya seperti lelucon. Bersama tawa, air matanya pun mengalir.

Meskipun diliputi keraguan, Satrio memberanikan diri melangkah maju. “Aku akan membantu kamu membenahi kehidupan. Masalah bukan akhir dari hidup, Aira.”

Dara gegas menopang Aira dan mendudukkan di kursi ruang tamu.

“Aku tidak bisa mengembalikan keadaan seperti semula, tapi aku bisa temani kamu melangkah ke depan,” ucap Satrio terus terang. Aira mengangkat kepalanya, ia menatap Satrio penuh luka.

Mata Satrio berbicara penuh harap agar Aira menerima tawarannya.

“Aku terima tawaran pembelian rumah ini,” ucap Aira usai menimbang untung dan rugi. Satrio diselimuti kelegaan, dia bisa menebus rasa bersalah yang selama ini mengganggunya.

Marsel menghubungi Aira kembali esok harinya, memastikan bila calon pembeli telah didapat oleh istrinya.

“Aku menjualnya satu setengah milyar,” lapor Aira disusul sorak gembira Marsel dari seberang.

“Tidak disangka kamu pintar juga. Kalau begitu, jadwalkan secepatnya untuk pengurusan ke notaris PPAT.” Aira menyadari kalau Marsel hanya mengejar penjualan rumah sehingga ia membohongi Marsel soal harga rumah.

“Besok pagi.” Aira tersenyum lantaran Marsel setuju.

Sesuai yang direncanakan, Aira, Satrio, dan Marselino bertemu di kantor notaris untuk membuat akta. Aira bersikeras untuk langsung menandatangani akta jual beli dan pelunasan hari itu juga supaya secepatnya tidak berurusan dengan Marsel lagi.

Melihat siapa yang datang bersama Aira, Marsel merasa tidak senang. Apalagi sewaktu mengetahui, Satrio adalah pemilik rumah baru mereka.

“Tidak disangka pembelinya selingkuhan kamu,” ejek Marsel sewaktu Aira telah berada di parkiran. Mereka menyelesaikan pembagian harta saat itu juga ke bank.

Dengan mantap, Aira melayangkan tamparan keras di pipi Marsel. Dia menunggu taksi yang akan menjemputnya, tetapi suaminya malah mencari gara-gara.

“Ini balasan untuk kamu karena menggampar aku tempo hari. Kita impas.” Aira berjalan ke arah jalan raya tanpa menoleh, mengabaikan teriakan Marsel yang berteriak menyumpahinya. Rasa malu Aira ditutupi rasa tidak suka terhadap Marsel.

Taksi yang ditunggu tak kunjung datang, maka Aira terus berjalan mencari yang lain.

Bunyi klakson dari belakang badannya membuat Aira kesal, ia berjalan di trotoar, tidak mungkin mengganggu pengendara. Bersiap mengeluarkan amarah, Aira memutar badan hingga ucapannya tertahan di mulut begitu menyadari siapa di balik kemudi.

“Aku antar pulang,” ajak Satrio dari dalam mobil. Aira membelakangi dan terus berjalan. “Kamu sulit mendapat taksi di sini.”

Apa yang dikatakan oleh Satrio ada benarnya, beberapa menit berjalan belum ada taksi yang lewat, tidak tahu harus berjalan berapa jauh lagi untuk mendapat kendaraan.

Aira berhenti lalu melangkah masuk ke dalam mobil Satrio, pria itu senang karena Aira mulai tidak begitu takut pada dirinya lagi.

Tidak jauh dari situ, Marsel melihat sosok Aira bersama Satrio, dia malah merasa kesal sendiri. Marsel meninju setir mobilnya sendiri.

Satrio tiba di depan rumah yang ditempati Aira. Perempuan itu teringat kalau rumah itu saat ini telah menjadi milik Satrio.

“Beri aku waktu untuk membenahi barang dan mencari rumah baru,” ucap Aira sebelum turun.

“Oh, tidak masalah, selama kamu mau menempatinya. Aku masih punya rumah yang lain.” Aira tahu kalau konselornya ini bukan orang sembarangan, pekerjaannya juga bukan hanya kantor konseling yang kerap disambangi. Sebelum Aira memutuskan memilih Satrio menjadi konselor, dia telah lebih dulu mencari tahu profil Satrio.

“Kalau begitu, aku mau menyewa rumah itu.” Aira menoleh menatap Satrio penuh harap.

Baru kali ini Satrio ditatap cukup lama semenjak mereka ada insiden di hotel. Pria itu menjadi salah tingkah dan mulai memikirkan bagaimana mencairkan suasana dinginnya hati Aira.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dekapan Terlarang sang Konselor   8

    "Dara itu adikku," ucap Satrio sewaktu pulang mengantarkan Aira. Pria itu menolak menjelaskan saat di rumah kediaman Tarasumitro lantaran mereka harus bergabung lagi dalam makan malam bersama."Mengapa tidak jujur sedari awal?""Kalau jujur, kamu pasti menolak bantuanku.""Jangan-jangan kamu yang membayar tagihan rumah sakitku," selidik Aira. Satrio fokus memandang jalanan di depan. "Begitulah," jawabnya datar."Aku tadi lihat kamu berduaan dengan Dinda sebelum kita pulang, sepertinya Dinda sesayang itu dengan kamu." Suasana hati Aira tidak cukup bagus sepulang dari kediaman Tarasumitro. Seharusnya ia bisa senang menjadi menantu orang kaya raya di negara tempatnya tinggal, akan tetapi Aira merasa banyak hal tidak dimengertinya. "Kami tumbuh bersama sedari kecil. Dia hanya takut kehilangan kakak laki-laki, tapi aku katakan kalau itu tidak akan terjadi.""Ya, terlihat akrab, sampai berpelukan dan -- dia mencium kamu." Aira tidak menyukai perasaan posesif yang mendadak timbul dalam hat

  • Dekapan Terlarang sang Konselor   7

    Suasana dalam kendaraan mewah Satrio hening, Aira sibuk dengan pikirannya sendiri. Malam ini dia diajak Satrio ke kediaman kakeknya. Satrio mengatakan kalau keluarga besarnya ingin bertemu dengan Aira.[Mereka akan menyukaiku, tidak, ya?] suara Aira dalam hatinya. Dia menyadari posisinya sebagai perempuan bercerai, lewat pengalaman orang lain, cukup sulit mendapat tempat di keluarga suami. Namun, Aira bertekad untuk tampil apa adanya agar tidak punya beban. Memasuki kediaman Tarasumitro membuat Aira tercengang, rumah di hadapannya itu bak istana yang megah. Dia tidak menyangka kalau konselor yang rutin dijumpainya berasal dari keluarga kaya raya.“Aku sudah kabarkan soal kehamilan kamu pada keluargaku,” ucap Satrio memecah keheningan. Aira tidak tertarik menanyakan reaksi pendengar, bagi Aira keluarga Tarasumitro pasti saja tidak terjangkau olehnya. Dia ada di sini karena tidak sengaja ketahuan mengandung bayi Satrio.Satrio dan Aira berjalan berdampingan, pria itu membawa Aira k

  • Dekapan Terlarang sang Konselor   6

    Aira berusaha melepaskan diri dari Satrio, saat berhasil dia melayangkan tangannya dengan keras ke pipi Satrio. Susah payah Aira menghirup udara bebas, ia melangkah mundur menjauh dari Satrio.Satrio menyentuh pipinya yang mendadak panas, terasa sakit bekas tamparan Aira.“Aku akan bertanggung jawab,” ujar pria itu membuat Aira geram.“Laki-laki begitu mudahnya berucap, kamu tidak jauh beda dari Marsel!” maki Aira dengan mata memerah. “Mengkhianati satu perempuan demi perempuan lain.” Aira merasa direndahkan sebagai perempuan.“Aku bisa mengurus Dinda, kamu tidak perlu kuatir.” Kalimat Satrio bukannya membuat Aira tenang, ia semakin muak terlibat percakapan dengan pria itu.Aira menarik kembali kopernya, memberanikan diri melintasi Satrio menuju pintu keluar. Sebelum berhasil meraih gagang pintu, pria itu dengan sigap memeluk Aira dari belakang membuat Aira kembali meradang.“Lepaskan!”Badan Aira dibalik oleh Satrio, pria itu kembali ingin mencium Aira, dia hanya ingin menenan

  • Dekapan Terlarang sang Konselor   5

    Terasa berputar dunia saat Aira membuat proposal usaha yang akan digeluti paska bercerai dari Marselino Wijaya. Sengaja Aira keluar rumah untuk mencapat inpirasi demi masa depannya. Dia berada di sebuah restoran dengan pemandangan alam perbukitan.Tenggorokan Aira terasa panas dan masam, matanya berair sewaktu rasa mual menyerang Aira. Cepat Aira berlari ke toilet meninggalkan barang-barangnya.Di waktu bersamaan, Satrio tengah bersama rekan kerjanya ke restoran yang sama dengan Aira. Pertemuannya telah selesai, ia hendak kembali pulang. Satrio memandang tas yang mirip sekali dengan yang dimiliki oleh Aira.“Terima kasih kedatangannya, kerja sama kita pasti akan besar dan diterima masyarakat,” ucap Satrio pada rekan bisnisnya. Tamu Satrio pamit undur diri, tinggallah Satrio bersama seorang perempuan. Satrio kembali menatap tas yang mirip dengan kepunyaan Aira.“Kak Satrio, aku kembali ke perusahaan bersama kakak, ya?” tanyanya.Satrio tidak menjawab, ia malah duduk di kursi tempa

  • Dekapan Terlarang sang Konselor   4

    Setelah sidang pertama, yakni upaya mediasi gagal karena keduanya bersepakat bercerai, maka hakim memutuskan mengabulkan gugatan perceraian yang diajukan Marsel terhadap Aira. Aira pun tidak berniat untuk melakukan upaya hukum banding. Dua pekan kemudian, barulah mereka menerima akta cerai.Secara tidak sengaja mereka bersamaan mengambil akta perceraian. Aira menampilkan paras cerah sewaktu menerima akta cerai. Namun, tidak demikian dengan Marsel. Dia tampak kaku membaca kertas dengan tulisan besar AKTA CERAI. Melihat tak ada reaksi sedih dari Aira, perasaan Marsel seolah-olah membalik.“Sepertinya kamu senang,” sapa Marsel sewaktu mendatangi Aira yang berniat keluar dari kantor tanpa menyapanya.“Seperti yang kamu lihat.” Aira mengangkat kertas akta sembari melebarkan senyumnya menandakan kepuasaan karena mereka berdua telah sah menjadi mantan.Dengan kepala tegak dan dada yang membusung, Aira melewati Marsel. Sebaliknya, Marsel tampak gusar melihat Aira berubah sikap dari sebelu

  • Dekapan Terlarang sang Konselor   3

    “Bu, ada kabar baik.” Dara duduk di samping Aira sembari menyodorkan air minum. “Ada yang berniat membeli rumah ibu ini,” ucap Dara girang menunjukkan percakapannya dengan seseorang yang disebut sebagai calon pembeli.Menjelang sore, pria yang dimaksud Dara duduk di teras rumah Aira. Suasana baik di hati Aira meningkat, ia punya harapan pria itu akan membeli rumahnya dengan harga yang layak. “Satrio?” ucap Aira serasa tidak percaya saat sosok itu membalik. Badannya hampir limbung ke belakang, untung saja Dara sigap menopang lengan Aira.“Sore Aira, aku tertarik dengan rumah ini.” Satrio mengulas senyum tipis. Aira bergeming tidak menunjukkan reaksi. “Tiga milyar,” ucap Satrio tegas tanpa basa-basi. Aira memejamkan mata, jantungnya berdetak kencang, kehilangan kata-kata. Memori bersama Satrio yang merupakan konselor psikologis yang seharusnya menangani perkara kesehatan mentalnya menari-nari di pikirannya hingga malam buruk yang menghancurkan Aira dan kepercayaan d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status