Share

4

Author: Novisi
last update Last Updated: 2025-10-28 13:03:14

Setelah sidang pertama, yakni upaya mediasi gagal karena keduanya bersepakat bercerai, maka hakim memutuskan mengabulkan gugatan perceraian yang diajukan Marsel terhadap Aira. Aira pun tidak berniat untuk melakukan upaya hukum banding. Dua pekan kemudian, barulah mereka menerima akta cerai.

Secara tidak sengaja mereka bersamaan mengambil akta perceraian. Aira menampilkan paras cerah sewaktu menerima akta cerai. Namun, tidak demikian dengan Marsel. Dia tampak kaku membaca kertas dengan tulisan besar AKTA CERAI. Melihat tak ada reaksi sedih dari Aira, perasaan Marsel seolah-olah membalik.

“Sepertinya kamu senang,” sapa Marsel sewaktu mendatangi Aira yang berniat keluar dari kantor tanpa menyapanya.

“Seperti yang kamu lihat.” Aira mengangkat kertas akta sembari melebarkan senyumnya menandakan kepuasaan karena mereka berdua telah sah menjadi mantan.

Dengan kepala tegak dan dada yang membusung, Aira melewati Marsel. Sebaliknya, Marsel tampak gusar melihat Aira berubah sikap dari sebelumnya.

Aira sudah tidak lagi mempekerjakan Dara, dia memilih untuk hidup mandiri mengingat harus membangun ketangguhan dan ketegaran sebagai seorang janda. Dia memilih pergi ke makam tempat ibunya beristirahat, menceritakan apa yang telah terjadi lalu meminta maaf gara-gara pernikahannya gagal..

Selang beberapa waktu, ponselnya berdering, tertera nama ‘Pak Satrio’ di layar.

“Ada waktu malam ini bertemu?” tanya pria itu dari seberang, tanpa basa-basi. Aira mengira Satrio akan membicarakan soal rumah.

“Bukan itu, ini soal ... lebih baik bertemu,” pinta Satrio menahan informasi.

Dengan berat hati, Aira mengiyakan, tak masalah baginya karena pria itu bertemu di ruang publik sehingga Aira merasa cukup aman untuk bertemu.

“Kamu baca ini.” Satrio menyodorkan map coklat pada Aira saat mereka berjumpa di sebuah restoran. Aira tampak tidak tertarik untuk menyentuh, apalagi membacanya.

“Peristiwa malam ....” Satrio tidak enak melanjutkan, tetapi ia harus mengungkap kebenaran. “Peristiwa itu terjadi atas suruhan Marselino Wijaya, mantan suami kamu.”

Bagai petir di siang bolong, Aira tersentak mendengar tuduhan Satrio terhadap mantan suaminya.

“Semua bukti ada di dalam map ini. Aku menyuruh orang untuk mencari tahu kebenarannya.”

Sigap Aira mengambil map dan membukanya, ia membolak-balik bukti yang diserahkan Satrio. Ada bukti percakapan, foto pertemuan, dan foto obat untuk orang dewasa.

“Brengsek!” maki Aira.

Tidak sabaran, Aira berjalan keluar. Sebelum itu, Satrio mencegatnya. “Kamu mau pergi ke mana?” Niatan awal Satrio untuk mengetahui apa rencana Aira setelah mengetahui jebakan mantan suaminya.

“Mencari Marsel.” Aira mengempas kuat lengannya sampai terlepas dari Satrio.

“Marsel akan mengira kamu menyesal bercerai darinya.” Aira berpikir keras, ia begitu marah dan bermaksud melabrak Marsel.

Satrio mengajak Aira kembali duduk.

“Kamu harus menyusun langkah untuk menghadapi Marsel, mantan suami kamu orang yang licik. Salah langkah bukan keadilan yang kamu dapatkan, bisa jadi sebaliknya. Aku akan membantu kamu,” ungkap Marsel.

Aira memandang Marsel dalam, pria itu pun membalas tatapannya.

“Mengapa mau membantu, Pak Satrio?”

Satrio kehilangan kata-kata, ia mengalihkan pandangan ke arah lain dengan manik mata yang berpindah-pindah. Dia tak berniat menjawab pertanyaan Aira.

Aira diantar pulang oleh Satrio, sedari tadi perempuan itu hanya diam, ternyata duduk ketiduran di samping Satrio. Pria itu menunggu Aira bangun, tanpa mengganggunya. Melihat arloji menunjukkan malam makin larut, Aira dibangunkan pelan oleh Satrio tanpa menyentuhnya.

“Aira,” panggil Satrio.

Namun, Aira malah merebahkan badannya ke kanan mendekati Satrio. Sigap pria itu menahan badan Aira agar tidak terhempas sehingga posisi kepala Aira berada di bawah dagu Satrio.

Keadaan itu membuat Satrio tidak bisa bergerak, bahkan matanya setia terjaga, tidak seperti Aira yang begitu lelap dalam dekapan Satrio. Kendaraan pun masih terparkir rapi di depan rumah Aira, padahal sudah hampir tengah malam.

Saat Aira bergerak, Satrio mengira perempuan itu terbangun, ternyata ia hanya mencari posisi nyaman untuk tidur lebih dalam. Napas tenang Aira mengganggu sekitar leher dan dada Satrio, jantungnya mulai berdetak tidak karuan.

Saat ini Satrio sangat berusaha mengendalikan diri untuk tidak memegang bagian tubuh Aira. Malangnya, suara Satrio untuk membangunkan Aira tidak keluar sedikit pun. Dia hanya terdiam membeku.

Satrio merasa situasi yang dihadapinya begitu berat, ditambah lagi peristiwa malam bersama Aira di sebuah hotel malah menari-nari dalam pikirannya. Dalam keadaan angin AC menyala, Satrio berkeringat dingin.

“Aira.” Satrio cukup lega akhirnya suaranya bisa keluar, meskipun sulit. Dia berusaha memanggil sekali lagi, Satrio menyadari suaranya mulai berbeda dan semakin lama kondisi mereka seperti itu tidak aman untuk Aira.

Terasa pergerakan pelan Aira, perempuan itu menggosok-gosok matanya. Dia tersentak mendapati posisi yang begitu dekat dengan Satrio.

“Aduuh...,” ucap Satrio dengan ekspresi kesakitan, sembari memijit pundaknya yang terasa kebas. Ia mengangkat lengan kiri agar ototnya meregang.

Aira melihat sekitar. “Sudah sampai?” ucapnya seperti bertanya.

“Sudah. Kamu ketiduran, aku tidak melakukan apa-apa sama kamu,” ujar Satrio menggeleng-geleng seraya mengangkat kedua tangannya.

“Mengapa tidak membangunkanku?!” Nada suara Aira meninggi menuntut jawab. Sewaktu Satrio ingin menjelaskan, Aira telah lebih dulu membuka mobil lalu turun sembari menutup pintu dengan kencang sampai membuat Satrio terpejam.

“Dasar perempuan!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dekapan Terlarang sang Konselor   8

    "Dara itu adikku," ucap Satrio sewaktu pulang mengantarkan Aira. Pria itu menolak menjelaskan saat di rumah kediaman Tarasumitro lantaran mereka harus bergabung lagi dalam makan malam bersama."Mengapa tidak jujur sedari awal?""Kalau jujur, kamu pasti menolak bantuanku.""Jangan-jangan kamu yang membayar tagihan rumah sakitku," selidik Aira. Satrio fokus memandang jalanan di depan. "Begitulah," jawabnya datar."Aku tadi lihat kamu berduaan dengan Dinda sebelum kita pulang, sepertinya Dinda sesayang itu dengan kamu." Suasana hati Aira tidak cukup bagus sepulang dari kediaman Tarasumitro. Seharusnya ia bisa senang menjadi menantu orang kaya raya di negara tempatnya tinggal, akan tetapi Aira merasa banyak hal tidak dimengertinya. "Kami tumbuh bersama sedari kecil. Dia hanya takut kehilangan kakak laki-laki, tapi aku katakan kalau itu tidak akan terjadi.""Ya, terlihat akrab, sampai berpelukan dan -- dia mencium kamu." Aira tidak menyukai perasaan posesif yang mendadak timbul dalam hat

  • Dekapan Terlarang sang Konselor   7

    Suasana dalam kendaraan mewah Satrio hening, Aira sibuk dengan pikirannya sendiri. Malam ini dia diajak Satrio ke kediaman kakeknya. Satrio mengatakan kalau keluarga besarnya ingin bertemu dengan Aira.[Mereka akan menyukaiku, tidak, ya?] suara Aira dalam hatinya. Dia menyadari posisinya sebagai perempuan bercerai, lewat pengalaman orang lain, cukup sulit mendapat tempat di keluarga suami. Namun, Aira bertekad untuk tampil apa adanya agar tidak punya beban. Memasuki kediaman Tarasumitro membuat Aira tercengang, rumah di hadapannya itu bak istana yang megah. Dia tidak menyangka kalau konselor yang rutin dijumpainya berasal dari keluarga kaya raya.“Aku sudah kabarkan soal kehamilan kamu pada keluargaku,” ucap Satrio memecah keheningan. Aira tidak tertarik menanyakan reaksi pendengar, bagi Aira keluarga Tarasumitro pasti saja tidak terjangkau olehnya. Dia ada di sini karena tidak sengaja ketahuan mengandung bayi Satrio.Satrio dan Aira berjalan berdampingan, pria itu membawa Aira k

  • Dekapan Terlarang sang Konselor   6

    Aira berusaha melepaskan diri dari Satrio, saat berhasil dia melayangkan tangannya dengan keras ke pipi Satrio. Susah payah Aira menghirup udara bebas, ia melangkah mundur menjauh dari Satrio.Satrio menyentuh pipinya yang mendadak panas, terasa sakit bekas tamparan Aira.“Aku akan bertanggung jawab,” ujar pria itu membuat Aira geram.“Laki-laki begitu mudahnya berucap, kamu tidak jauh beda dari Marsel!” maki Aira dengan mata memerah. “Mengkhianati satu perempuan demi perempuan lain.” Aira merasa direndahkan sebagai perempuan.“Aku bisa mengurus Dinda, kamu tidak perlu kuatir.” Kalimat Satrio bukannya membuat Aira tenang, ia semakin muak terlibat percakapan dengan pria itu.Aira menarik kembali kopernya, memberanikan diri melintasi Satrio menuju pintu keluar. Sebelum berhasil meraih gagang pintu, pria itu dengan sigap memeluk Aira dari belakang membuat Aira kembali meradang.“Lepaskan!”Badan Aira dibalik oleh Satrio, pria itu kembali ingin mencium Aira, dia hanya ingin menenan

  • Dekapan Terlarang sang Konselor   5

    Terasa berputar dunia saat Aira membuat proposal usaha yang akan digeluti paska bercerai dari Marselino Wijaya. Sengaja Aira keluar rumah untuk mencapat inpirasi demi masa depannya. Dia berada di sebuah restoran dengan pemandangan alam perbukitan.Tenggorokan Aira terasa panas dan masam, matanya berair sewaktu rasa mual menyerang Aira. Cepat Aira berlari ke toilet meninggalkan barang-barangnya.Di waktu bersamaan, Satrio tengah bersama rekan kerjanya ke restoran yang sama dengan Aira. Pertemuannya telah selesai, ia hendak kembali pulang. Satrio memandang tas yang mirip sekali dengan yang dimiliki oleh Aira.“Terima kasih kedatangannya, kerja sama kita pasti akan besar dan diterima masyarakat,” ucap Satrio pada rekan bisnisnya. Tamu Satrio pamit undur diri, tinggallah Satrio bersama seorang perempuan. Satrio kembali menatap tas yang mirip dengan kepunyaan Aira.“Kak Satrio, aku kembali ke perusahaan bersama kakak, ya?” tanyanya.Satrio tidak menjawab, ia malah duduk di kursi tempa

  • Dekapan Terlarang sang Konselor   4

    Setelah sidang pertama, yakni upaya mediasi gagal karena keduanya bersepakat bercerai, maka hakim memutuskan mengabulkan gugatan perceraian yang diajukan Marsel terhadap Aira. Aira pun tidak berniat untuk melakukan upaya hukum banding. Dua pekan kemudian, barulah mereka menerima akta cerai.Secara tidak sengaja mereka bersamaan mengambil akta perceraian. Aira menampilkan paras cerah sewaktu menerima akta cerai. Namun, tidak demikian dengan Marsel. Dia tampak kaku membaca kertas dengan tulisan besar AKTA CERAI. Melihat tak ada reaksi sedih dari Aira, perasaan Marsel seolah-olah membalik.“Sepertinya kamu senang,” sapa Marsel sewaktu mendatangi Aira yang berniat keluar dari kantor tanpa menyapanya.“Seperti yang kamu lihat.” Aira mengangkat kertas akta sembari melebarkan senyumnya menandakan kepuasaan karena mereka berdua telah sah menjadi mantan.Dengan kepala tegak dan dada yang membusung, Aira melewati Marsel. Sebaliknya, Marsel tampak gusar melihat Aira berubah sikap dari sebelu

  • Dekapan Terlarang sang Konselor   3

    “Bu, ada kabar baik.” Dara duduk di samping Aira sembari menyodorkan air minum. “Ada yang berniat membeli rumah ibu ini,” ucap Dara girang menunjukkan percakapannya dengan seseorang yang disebut sebagai calon pembeli.Menjelang sore, pria yang dimaksud Dara duduk di teras rumah Aira. Suasana baik di hati Aira meningkat, ia punya harapan pria itu akan membeli rumahnya dengan harga yang layak. “Satrio?” ucap Aira serasa tidak percaya saat sosok itu membalik. Badannya hampir limbung ke belakang, untung saja Dara sigap menopang lengan Aira.“Sore Aira, aku tertarik dengan rumah ini.” Satrio mengulas senyum tipis. Aira bergeming tidak menunjukkan reaksi. “Tiga milyar,” ucap Satrio tegas tanpa basa-basi. Aira memejamkan mata, jantungnya berdetak kencang, kehilangan kata-kata. Memori bersama Satrio yang merupakan konselor psikologis yang seharusnya menangani perkara kesehatan mentalnya menari-nari di pikirannya hingga malam buruk yang menghancurkan Aira dan kepercayaan d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status