Share

Part 3. Dunia lainnya

Author: Rizuki
last update Last Updated: 2022-02-22 09:36:45

Di perubahanku yang pertama dan kedua, aku belum pernah merasa sedamai ini. Tak ada suara bergemuruh, geraman, atau hal yang membuatku muak. Di sini terasa sunyi, dengan mata yang masih terpejam dan sekeliling yang gelap.

Rasanya damai, dan aku seolah enggan meninggalkan tempat ini.

Aneh, di perubahan yang ketiga ini, tak kurasakan ikatan dengan serigalaku. Di mana dia? Bukankah seharusnya aku bisa memberi perintah padanya? Wolf akan menjadi buas tanpa perintah dari were-nya, dan begitulah! Werewolf selalu terhubung menjadi satu kesatuan yang terikat, bukan individu dan berjalan masing-masing.

Keterikatan kami inilah yang membuat werewolf berbeda dengan serigala biasa.

“Hai!”

Sebuah suara menyapa indera pendengarku. Ah, sepertinya waktu damaiku tak bisa berlanjut lebih lama, ya. Segera kubuka mata, dan tempat yang belum pernah kutahui ada di pandangan.

“Kau mirip ayahmu, ya?”

Aku terlonjak, dan langsung terduduk begitu mendengarnya. Kucari di mana asal suara itu berada, dan ternyata, ada seorang pria berambut navi yang duduk di sebelahku. Siapa dia? Selama ini aku sama sekali tak pernah mengenal atau bertemu dengannya.

“Kau, siapa?” tanyaku. Kulihat ia tersenyum lembut.

“Davian.”

Ha? Aku bertanya namanya, tapi mengapa dia malah memanggilku?

“Ya, ada apa? Siapa kau?”

Dia terkikik, seolah apa yang kuucapkan adalah sebuah lelucon untuknya. Memang, apa yang salah dengan ucapanku? Aku tak berbicara terlalu formal, karena kulihat kami hampir seumuran.

“Maksudku, namaku Davian,” jawabnya setelah menghentikan kikikan.

“Jadi, oh! Kita memiliki nama yang sama, ya?”tanyaku lagi. Untuk sementara ini, hanya satu kesimpulan ini saja yang muncul di benakku.

“Ya. Namaku juga Davian. Sepertinya, ibumu terlalu mencintaiku hingga memberikan namaku pada putranya. Oh, ya. Apa ayahmu tidak marah akan hal ini?”

“Ayah?”

“Iya, ayahmu.”

“Aku tak mengerti apa yang kau maksud.”

Aku bertanya-tanya akan maksudnya, tapi yang terjadi dia kembali terkikik. Semakin memusingkan rasanya. Semua hal yang  ada di sini begitu membuatku asing. Mulai dari tempat, yang seperti tak memiliki ujung. Juga dengan pria aneh di sampingku, yang mengenalkan jika namanya Davian—nama yang sama denganku. Lalu, bertanya tentang ibu dan ayah. Tentu saja, aku tak salah duga jika ayah kandung yang dimaksukan. Bukan ayah yang sebenarnya pamanku itu.

Akan tetapi, tempat asing ini memberiku kenyamanan. Fakta bahwa aku tak menderita gagap di sini, membuatku senang. Ah, andai di rumah aku juga seperti ini. Maksudku, rumah dan tempat normal yang biasa aku tempati.

“Begini, Dav—ah, aneh juga menyebut nama sendiri. Tapi, aku ini dulunya adalah mate ibumu. Kau tahu mate, kan?” tanyanya. Aku mengangguk. Tentu saja sangat mengetahui apa arti mate itu sendiri. Memangnya dia pikir, siapa aku? Aku bukan werewolf yang tinggal sendiri di pedalaman hutan, dan sama sekali tak mengetahui apa pun. Jadi, pengetahuan seperti ini bukan masalah untukku.

Akan tetapi, jika yang mengaku bernama sama denganku ini  mate ibuku, kenapa dia ada di sini?

“Aku bilang, dulunya, kan? Dan itu berarti sebelum ibumu bersama dengan ayahmu. Mungkin, jika aku tidak gegabah dan menuruti perintah kakakku, aku akan berdiri di sampingmu sebagai sosok ayah.”

Aku semakin tidak mengerti dengan apa yang dikatakannya. Omongannya terlalu berbelit-belit.

“Intinya, aku adalah mate ibumu—dulunya. Sebelum ayahmu membunuhku dan menjadi mate penggantiku.”

Aku mengangguk. Tapi ... apa katanya? Ayah membunuh orang yang kini ada di sampingku ini? Itu berarti, aku bukan di tempat yang seharusnya? Bertemu arwah orang yang sudah meninggal dan ... bernama sama denganku? Aku takut, aku merinding hanya dengan membayangkannya. Karena selama ini, aku selalu takut dengan hal yang berbau mistis.

“Ja ... Jadi, bagaimana bisa ayah membunuhmu? Apakah itu sebabnya mengapa aku memiliki nama yang sama denganmu, atau anda? Karena anda adalah masa lalu ibuku?”

Bukan tanpa alasan aku menanyakannya. Ini karena jika dia mate ibuku sebelum ayah, pasti mmiliki usia yang tidak jauh berbeda dengan ibuku, kan? Jadi, jika aku tidak memanggilnya anda, terasa janggal rasanya.

“Panggil aku seperti tadi saja. Aku hanya sedikit lebih tua darimu, omong-omong. Yah, sebelum usiaku di dunia habis, tentunya.” Kulihat dia tersenyum geli. Memang, apa yang salah dengan semua ini?

“Jika an, maksudku kau sudah meninggal sejak lama, mengapa aku bisa berada di sini? Apakah ini dunia roh? Seingatku, aku sedang berubah menjadi bentuk serigalaku. Seharusnya ada ikatan di antara kami yang bisa dirasakan. Sekarang, kenapa rasa ikatan itu sama sekali tidak ada?” Akhirnya, aku tak bisa untuk memendam rasa penasaran ini lebih lama lagi. Aku harus mencari jawabannya, atau aku sama sekali tak akan bisa pernah mengerti lagi.

“Aku juga tidak tahu ini di mana, sih,” jawabnya, “aku hanya menyebut ini sebagai tempat kesunyian. Tempat di mana kita berada di alam bawah sadar. Dulu, aku pernah menemui ibumu ketika aku sudah tiada dan ibumu menyerahkan kesadarannya pada yang berhak. Saat itulah, saat terakhir aku menemuinya. Kini, tak kusangka aku malah menemukanmu di tempat ini. Apakah kau memiliki status Delta, sama seperti ibumu?”

Mulutku menganga. Status Delta, katanya? Selama ini aku sama sekali tak tahu statusku apa. Banyak yang berkata jika statusku ini sulit untuk dikenali. Terlalu kuat jika menjadi Omega atau Gamma, tetapi terlalu lemah untuk menjadi Beta. Namun, sama sekali tak kusangka jika Delta adalah pilihan yang pas. Bukankah jika aku Delta, harus memiliki mata yang berbeda dan ikatan yang terputus? Tapi ... tunggu! Aku memang benar-benar tak bisa mengetahui lebih jelas, karena warna bola mata satunya tertutup. Entah tertutup karena memang begitu sejak awal, atau ada sesuatu?

Akan tetapi, kemungkinan aku Delta tentu semakin besar, jika pria di hadapanku mengatakan bahwa ibuku juga Delta. Lalu, bagaimana dengan ayahku?

“Ibu, Delta? Dan pernah berada di tempat seperti ini bersama Paman? Oh, maaf jika aku harus memanggil Paman, ya?”

Pria itu tersenyum simpul, lalu berucap, “Aku bertemu dengannya di tempat ini, setelah dia sekarat dan aku meninggal di tangan ayahmu. Aku tak akan berbicara banyak, Dav. Tapi harus kau tahu, kau itu hebat. Kelak kau akan mengerti mengapa namaku menjadi namamu juga. Dan, jangan membenci ayahmu. Selamat tinggal.”

Usai berucap demikian, dia pergi menghilang. Tubuhnya mengeluarkan pendar putih dan perlahan memudar. Menyilaukan mata, tetapi aku tak bisa memejamkannya. Beberapa detik setelah itu, aku merasa ulu hatiku sakit. Aku berani bersumpah jika rasanya sakit sekali. Nyeri, dan terasa kebas hingga aku kembali kehilangan kesadaran karenanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Delta yang Terpilih (She-wolf Sequel)   155. Akhir Segalanya

    “Kalau kau memilih, kau tidak bisa menarik kembali apa yang telah disepakati. Pertukaran yang telah terjadi, akan mengambil yang diserahkan. Kau tidak akan bisa mundur, Dav. Jadi pikirkan baik-baik apa yang akan kau korbankan,” ucapnya lagi. Paman Davian terdengar seperti menekankan dengan jelas apa yang harus kupilih.Aku memang belum lama menikmati hidup, tetapi kurasa semua itu sudah cukup. “Aku benar-benar akan menyerahkan nyawaku jika bisa memastikan Arthur menghilang selamanya. Kalau perlu, dia tak perlu reingkarnasi kembali,” putusku. Setidaknya itu setimpal.Orang tuaku sudah pernah berusaha untuk menyingkirkannya, tetapi tidak disangka dia seolah bangkit dari kematian dan menghancurkan semuanya. Jika dia benar-benar dimusnahkan, aku serius untuk memberikan nyawaku untuk itu. Bagaimanapun juga, aku sudah tidak memiliki siapa pun.“Pikirkan lagi, Dav. Kau tidak bisa memutuskannya dengan cepat. Ingat, kau hidup masih hanya belasan tahun. Kau bisa hidup lebih lama lagi. Kau bisa

  • Delta yang Terpilih (She-wolf Sequel)   154. Kuberikan Nyawaku

    “Aku harusnya berterima kasih kepada kalian sebelum mencabut nyawa kalian, kan?”Aku mendengar suara Arthur yang berat. Terdengar menyeramkan dan ….“Aku meminta maaf atas kesalahanku, Dav. Tidak seharusnya aku menyelamatkannya, dan membuat keadaan seperti ini,” ujar Aline dengan lirih. Dia terbaring di sampingku, dengan keadaan telentang dan tangan kaki yanga terikat. Sedangkan aku, langsung dengan posisi menyamping menghadapnya. Mungkin Arthur kesulitan membuat posisiku telentang dengan tubuh serigalaku.Suasana yang gelas, membuatku sedikit takut. Ada beberapa titik obor yang tidak berpindah. Mungkin tidak dipegang oleh makhluk, tetapi ditancapkan di tanah. Arthur yang masih bertubuh setengah serigalanya berdiri menantang seperti tidak mengalami perang sebelumnya. Berbeda dengan aku dan Aline yang sudah terlihat mengenaskan. Bulu serigala Devan sudah memiliki banyak bercak darah, dan luk

  • Delta yang Terpilih (She-wolf Sequel)   153. Persembahan

    “Kau hanya tikus kecil yang tidak tahu apa-apa, Bocah!” ucap Arthur. Dia menangkap pergerakan Aline dan mencekik lehernya. Setelah itu, pergerakan Aline benar-benar dilumpuhkan. Aku terkejut, tak menyangka jika Aline bisa dikalahkan semudah itu.Aku tidak bisa tinggal diam. Tangan kecil Aline berusaha untuk melepaskan cekikan Arthur padanya. Namun, pergerakan itu sama sekali tidak membuahkan apa pun. Aline justru terdengar merintih kecil. Mungkin, dia merasa sangat kepayahan akibat cekalan Arthur yang begitu kuat.Aku tahu, Aline telah melakukan hal yang tidak kusukai, atau malah lebih ke menghancurkan hidupku. Akan tetapi, jika kupikir lagi itu bukan muri kesalahannya. Dia tidak tahu siapa yang ditolong, dan apa yang telah diperbuat oleh orang yang terlihat menyedihkan. Aline, dia hanya memiliki sifat empati lebih banyak dari sebangsanya.Hanya saja aku tidak tahu, kenapa aku harus disandingkan dengn vampire sepertinya, dan bukan dengan sesame werewolf seperti yang lain.“Kau ingin m

  • Delta yang Terpilih (She-wolf Sequel)   152. Aline

    Ada sebuah hal yang membuatku ingin menerkam tubuh wanita itu. Selain menerkamnya, mencabik tentu adalah hal terbaik begitu hal itu dilakukan. Dorongan itu begitu kuat, seiring perubahan yang lebih banyak lagi di tubuhku. Aline, wanita yang baru kutemui tidak sampai sehari, begitu membuat hidupku jungkir balik dalam sekejap.Akan tetapi, andai semua dorongan itu kulaksanakan, bagaimana rasanya, ya?Aku berusaha menahannya. Bagaimanapun juga, Aline bukan seseorang yang pantas untuk diperlakukan seperti itu. Singkatnya hubungan kami bukan sesuatu hal yang patut dijadikan alasan. Dia adalah pasanganku, dan tentu tidak akan mudah untuk mengabaikan hal besar seperti itu.“Percayalah, aku tidak melakukannya secara sengaja, Dav. Aku benar-benar tidak tahu kalau dia adalah semua akar permasalahan yang besar. Aku pun tidak menyangka jika dia akan memperburuk suasana hingga sampai sejauh ini.” Aline berucap lirih. Sia

  • Delta yang Terpilih (She-wolf Sequel)   151. Half Transformation

    Untuk sesaat, aku tertegun. Fakta yang terdengar sepele—mungkin untuk sebagian orang tentunya, tetapi tidak denganku. Arthur adalah sumber dari segala hal yang menyiksaku. Dia membuatku terpisah dengan ibu sejak keil, membuat ayah dibenci ibu, dan membuat keluargaku meregang nyawa. Kalau saja dia tidak ada, tentu aku tidak akan mengalami itu semua. Ah, aku lupa. Paman Davian juga tidak ada karena dia, kan? Kalau memang begitu kenyataannya, kenapa harus aku yang menjadi pasangan dari Aline? Bukankah secara tidak langsung dia yang menyebabkan aku berpisah dengan keluargaku? “Al ...,” ucapku lirih. Tubuhku terasa lemas, seolah semua tulang penyangganya kehilangan kekuatan. Tak hanya itu, napas juga semakin memburu dengan jantung berdebar kencang. “Dav ... maksudku bukan begitu. Aku ... aku hanya ... tidak tahu dia siapa ....” Aline membalasnya. Jika dia menjawab seperti itu, bukankah itu

  • Delta yang Terpilih (She-wolf Sequel)   150. Dia yang Menyelamatkannya

    Arthur tertawa sambil menghindari serangan-serangan yang Aline berikan padanya.“Aku tak akan membiarkanmu hidup dengan tenang, Art! Kau bedebah busuk yang hidup tidka lama lagi, sama sekali tidak berhak untuk mengatakan hal itu padanya!” maki Aline. Ada yang janggal dari setiap serangannya. Dia terlihat kacau dengan sekejap hanya dari beberapa kata yang diucapkan Arthur. Bukankah sebelumnya Aline masih baik-baik saja, tidak mengalami lonjakan emosi seperti itu?Untuk sekilas, mungkin tidak akan ada yang memahami pola serangan Aline. Terlihat biasa, dan sama sekali tidak akan kentara jika dia menyembunyikan banyak hal. Namun, aku menyadari bahwa ada sesuatu yang salah. Tidak seharusnya Aline bertempur dengan cara seperti itu. Tidak! Aku harus menghentikannya sebelum terlambat.“Al, mundurlah untuk sejenak! Control dulu emosimu, lalu kita kembali menyerangnya seperti tadi,” ucapku. Ah, sebenarnya a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status