Short
Demi Kekasih Gelap, Anak Menjadi Korban

Demi Kekasih Gelap, Anak Menjadi Korban

Oleh:  JinanTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
Belum ada penilaian
8Bab
1.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Kekasih gelap suamiku kembali ke negara ini bersama putranya. Demi kekasih gelapnya, putraku meninggal di depan pintu bar. Sambil menangis histeris, aku memeluk tubuh putraku dan berlari masuk ke bar, melihat mereka berciuman di tengah sorakan. Aku marah dan membalikkan meja, lalu menyiram seember air pel di lantai ke atas kepala mereka. Saat melihat jasad putranya, suamiku langsung mengusirku dengan dua kata. "Kita cerai!" Cerai? Tidak semudah itu. Aku ingin kalian berlutut dan membayar kesalahan kalian. Aku ingin kalian menyusul anakku ke alam baka.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

Pukul sepuluh malam, saat sedang lembur, aku menerima telepon dari anakku.

Aku terkejut, tetapi saat mengangkat telepon dan hendak menenangkan anakku, aku mendengar suaranya yang begitu lemah.

"Ibu, kalau Arya sudah nggak ada, Ibu harus menjaga diri baik-baik. Jangan biarkan orang lain mengganggu Ibu."

"Arya nggak bisa mengantar barang yang Ayah butuhkan. Arya sangat kedinginan dan kesakitan."

"Arya ingin tidur, Bu. Selamat malam, aku sayang Ibu."

Hatiku seketika terasa sangat sakit, seolah ada sesuatu yang buruk akan terjadi.

Dengan hati gelisah, aku terus memanggil Arya.

Namun, tidak ada respon.

"Aku harus melacak lokasinya ...."

Aku bergumam pada diri sendiri seolah aku menemukan secercah harapan. Dengan tangan gemetar, akhirnya aku berhasil menemukan lokasinya.

Di depan bar.

Anakku tergeletak di atas genangan darah, tanpa tanda-tanda kehidupan, dengan luka tikaman yang sangat mengerikan.

Darah menempel pada pakaian yang melekat di tubuhnya, dan mawar putih yang dia genggam juga telah ternoda oleh darah segar.

Pikiranku berputar hebat. Dengan tangan gemetar, aku meraba hidung Arya tetapi tidak ada sedikit pun napas yang terasa.

Aku langsung terjatuh lemas ke tanah, dan dengan panik menelepon Yudha.

Setelah terdengar nada sambung beberapa saat.

Nila menjawab dengan nada tidak senang, "Siapa ini?"

"Di mana Yudha?"

Nila terdiam sebentar, lalu tertawa ringan. "Oh, ternyata kamu. Kami ada di ruang 206 di Golden Bar, kamu bisa datang dan ikut bersenang-senang bersama kami."

Aku menutup telepon dan menggendong Arya dengan hati-hati seperti saat dia masih kecil.

Darah mengalir perlahan di sepanjang lenganku, tetapi aku tidak merasakannya.

Dengan begitu banyak darah dan luka, Arya pasti sangat kesakitan.

Tanpa sadar air mata mengalir dari mataku.

Saat mendekati ruang VIP, aku mendengar seseorang mengeluh. "Yudha, sepertinya Arya nggak akan datang, ya? Lalu bagaimana dengan bunga mawarku? Kukira istrimu mengajari Arya dengan baik, ternyata hal kecil seperti ini saja dia nggak bisa melakukannya."

"Jihan itu nggak berguna, bagaimana bisa mengajari anak dengan baik? Mereka berdua sama-sama nggak ada gunanya! Kalau bukan karena kamu yang ingin dia mengantarkannya, aku nggak akan membiarkan dia menyentuh barang-barangmu!"

Suara sinis Yudha membuat pikiranku terhenti seketika.

Semua suara di sekitarku menghilang, dan aku terdiam lama di tempat itu.

Tidak peduli dengan tatapan orang-orang di sekitarku, aku meletakkan anakku di tanah sambil bergumam pelan, “Nak, tunggu Ibu ya, kita pulang bersama.”

"Brak!"

Aku berdiri dan menendang pintu hingga terbuka lebar.

Suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuat seluruh ruangan seketika sunyi.

Di tengah kerumunan, seorang pria dan wanita terlihat berciuman dengan begitu mesra, seolah tak ingin berpisah.

Dengan wajah dingin, aku membalikkan meja di depan mereka.

Saat minuman tumpah ke mana-mana, barulah mereka sadar aku ada di sana.

Nila berteriak kaget dan cepat-cepat bersembunyi di belakang Yudha dengan wajah penuh kepura-puraan.

"Jihan, maaf, ini semua gara-gara teman-teman yang menggodaku untuk mencium Yudha. Kalau kamu keberatan, kamu bisa menciumku untuk mengambil kembali ciuman itu ...."

Dia meminta maaf dengan wajah yang penuh rasa bersalah.

Yudha mengerutkan keningnya, dan berkata dengan nada tidak senang, "Kenapa harus menjelaskan padanya? Aku mencintaimu dengan terang-terangan, nggak ada yang perlu disembunyikan!"

Tiba-tiba pandangannya terpaku ke satu arah, dan wajahnya langsung berubah gelap.

Aku mengikuti pandangannya dan melihat setitik darah merembes dari lengan Nila.

Jika bukan karena kulitnya yang cukup putih, darah itu tidak akan terlihat jika tidak diperhatikan dengan seksama.

"Plak!"

Tanpa aba-aba, Yudha menampar wajahku dengan keras.

"Kalau kamu mau mengamuk, pergilah ke tempat lain untuk melampiaskan amarahmu. Kalau kamu sakit, pergilah berobat. Sekarang, cepat minta maaf pada Nila!"

Yudha berteriak dengan wajah penuh amarah.

Kebenciannya terlihat jelas di matanya.

Aku menatapnya sejenak, lalu tiba-tiba tertawa, meskipun air mata tetap mengalir dari mataku.

"Nggak akan!"

Aku mengambil seember air pel di sana dan menuangkannya ke atas kepala mereka berdua.

Nila terkejut dan kembali bersembunyi di belakang Yudha.

Yudha, yang tampak berantakan, menatapku dengan wajah muram. Saat aku mencoba mendekati Nila, dia segera menahanku.

Aku kemudian berbalik dan mengambil botol minuman di atas meja.

Ketika Yudha lengah, aku memukul bagian belakang kepalanya dengan keras.

Dia jatuh terduduk di lantai sambil memegangi kepalanya.

Dalam sesaat, dia tidak lagi memperhatikanku.

Aku berjongkok, mengambil sepotong pecahan dari lantai, dan perlahan mendekati Nila.

Orang-orang di sekitar terkejut dengan tindakanku yang begitu nekat dan tiba-tiba. Tidak ada satu pun di antara mereka yang berani mendekat.

Mereka hanya bisa melihatku membawa pecahan itu ke hadapan Nila, sambil memegang seikat bunga mawar di tangan lainnya.

"Nila, kamu suka mawar, 'kan? Menurutmu, apa warna mawar ini cukup cerah?"

"Sebenarnya, hanya mawar yang berwarna merah darah yang paling indah."

Wajah Nila terlihat pucat ketakutan. Dia mencoba melarikan diri, tetapi aku menariknya kembali dengan paksa.

Di hadapan semua orang, aku menggoreskan pecahan kaca itu ke kulitnya berulang kali.

Darah mulai merembes dari lengannya.

Aku mengangkat pergelangan tangan Nila tinggi-tinggi, dan membiarkan darah menetes sedikit demi sedikit ke bunga mawar.

Mawar putih itu menjadi sangat indah dengan warna darah. Namun, tatapan orang-orang di sekitar justru semakin ketakutan.

Aku merasa sedikit puas, tetapi juga sedih.

Andai saja aku datang lebih awal untuk membela Arya, mungkinkah dia masih hidup?

Satu goresan, dua goresan, tiga goresan ....

Aku terus menggores tanpa lelah, mewarnai bunga mawar itu dengan darah.

Orang-orang di sekitarku tidak berani bergerak sedikit pun.

Namun, tanganku tidak berhenti bergerak.

Tiba-tiba ....

Aku terhempas keras ke dinding.

Yudha yang duduk di lantai akhirnya sadar dan berkata, "Apa kamu benar-benar gila?"

"Nila memiliki gangguan pembekuan darah. Kalau terjadi sesuatu padanya, aku nggak akan memaafkanmu!"

Dia langsung menggendong Nila dan keluar dari ruangan.

"Bawa orang gila ini ke kantor polisi!"

Aku mengabaikan mereka, membersihkan darah di tanganku, dan berbalik untuk menggendong Arya pulang.

Orang-orang mengikutiku keluar dan menatap Arya yang berlumuran darah.

Beberapa dari mereka yang awalnya ingin menahanku kini terpaksa mundur.

Teriakan terdengar dari kerumunan, tetapi aku tidak peduli.

Arya yang berada dalam pelukanku terlihat berantakan, tetapi dia seperti sedang tidur dengan tenang.

Aku bergumam, "Arya, Ibu datang untuk membawamu pulang."

Setiap langkah yang kuambil terasa sangat berat.

Orang-orang terus mengikutiku keluar, tetapi aku mengabaikan mereka. Dengan nada dingin, aku berkata, "Siapa pun yang terus mengikutiku akan masuk rumah sakit bersama Nila."

Orang-orang yang awalnya sudah ketakutan langsung mundur, dan hanya bisa melihatku dan Arya berjalan pulang.

Aku tidak tahu berapa lama kami berjalan, atau bagaimana akhirnya kami tiba di rumah.

Tanpa memikirkan hal lain, aku segera membersihkan darah di tubuh Arya dengan penuh perhatian.

"Arya, kamu suka kebersihan. Noda ini nggak pantas ada di tubuhnya," bisikku lembut.

Pada hari pemakaman, Yudha yang sudah lama tidak terlihat muncul.

Dengan wajah penuh amarah, dia langsung meraih pergelangan tanganku.

"Ikut aku! Nila mengalami masalah karena kamu. Kamu harus bertanggung jawab dan mendonorkan sumsum tulangmu untuknya!"

Yudha berkata tanpa basa-basi, lalu segera berbalik untuk pergi.

Dia menarikku, tetapi aku tidak bergerak sedikit pun.

"Kalau sakit, ya berobat. Apa hubungannya dengan aku?" jawabku.

"Aku harap dia mati saja."

Aku berkata sambil menunduk dan melindungi kotak abu di pelukanku, tanpa sedikit pun menatap Yudha.

Seketika dia marah besar, suaranya semakin cemas dan penuh amarah, "Apa kamu nggak punya hati? Nila punya masalah pembekuan darah, tapi kamu sengaja melukainya begitu parah dan ingin dia mati? Kamu benar-benar kejam!"

Melihat aku tidak bereaksi, cengkeramannya di pergelangan tanganku semakin kuat. Giginya terkatup rapat, menunjukkan betapa marah dan putus asanya dia.

"Suka atau nggak, kamu akan tetap mendonorkan sumsum tulang untuknya!" Yudha bersikeras.

Aku menutup mata sejenak, lalu memandang kotak abu di pelukanku dengan hati yang berat.

Hari ini adalah pemakaman Arya. Tidak pantas bagiku untuk membuat masalah.

Aku menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Yudha. "Yudha, hari ini adalah hari pemakaman anakku. Aku nggak mau bertengkar denganmu. Pergilah."

Yudha terdiam sejenak, lalu tertawa sinis. "Jihan, kamu semakin gila. Kamu menggunakan alasan apapun untuk menipuku!"

Aku menahan amarah, dan berkata dengan suara berat. "Lihat sekelilingmu dengan baik. Apa aku sedang menipumu?"

Yudha memandang ke sekelilingnya, lalu melihat bunga putih di dadaku dan kotak abu di pelukanku.

"Kamu benar-benar totalitas ya dalam berakting? Apa yang kamu gunakan untuk mengisi kotak abu ini? Tepung?"

Yudha berkata sambil mencoba menjatuhkan kotak abu di pelukanku.

Dengan ekspresi tegang, aku langsung melindungi kotak abu itu. Saat memastikan tidak ada yang tumpah, aku pun merasa lega.

Namun, Yudha tidak menyerah. Dengan alis yang berkerut, dia mendorongku ke lantai.

Kemudian, dia merebut kotak abu dari pelukanku dengan paksa.

Hatiku berdebar kencang. Saat aku bangkit, aku melihat abu berhamburan keluar dari kotak itu.

"Aku ingin lihat apa ini benar-benar abu!" katanya.

Begitu melihatnya, dia terdiam.

Amarahku memuncak. Seperti binatang buas yang marah, aku langsung menyerang Yudha.

Dia terjatuh ke lantai, dan aku berhasil merebut kembali kotak abu itu.

Dengan hati-hati, aku mengumpulkan abu yang tumpah dan memasukkannya kembali ke kotak, memastikan Arya aman.

Ekspresiku seketika menggelap. Aku pergi ke dapur, mengambil sekantong tepung dan sebotol air panas.

Tanpa ragu, aku menuangkan seluruh tepung itu ke tubuhnya.

Aku juga menuangkan air panas ke kepalanya.

"Yudha, lihat baik-baik, apakah ini abu atau tepung?"

Tepung dan air itu membentuk pasta lengket.

Aku mengoleskan pasta itu ke wajahnya, menutupi matanya, mulutnya, dan hidungnya.

"Yudha, lihat baik-baik, ini abu atau tepung?"

Wajahnya memerah, dan dia hampir tak bisa bernapas.

Saat tenagaku mulai melemah, dia mendorongku dengan keras, hingga aku terhuyung menjauh darinya.

"Jihan, kamu benar-benar gila!" teriaknya.

"Aku benar-benar buta telah menikahimu! Kita cerai!"

Dia berbalik dan memerintahkan seseorang untuk membawa surat cerai, lalu melemparkannya di depanku.

"Cerai? Kamu mau cerai agar kamu dan anak dari selingkuhanmu bisa bebas? Jangan mimpi! Aku akan menghancurkan kalian! Kalian harus ikut mati bersama anakku!"

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
8 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status