Home / Fantasi / Dendam Jendral Dewa Tertinggi / bab 2: Terlahir Kembali

Share

bab 2: Terlahir Kembali

Author: Adaha Kena
last update Last Updated: 2025-05-29 11:03:09

"Tidak! Anakku masih hidup. Dia tidak mungkin mati!" raung seorang perempuan dengan histeris.

Entah sudah berapa lama Bima Bayukana terjebak di keheningan tak berujung, karena raungan tidak terima takdir tersebut dia merasa seperti tersentak dari tidur panjang. Telinganya sampai terasa ditusuk jarum karena tidak pernah menerima suara untuk waktu yang lama.

"Kamu pasti salah Nenek Gayatri. Tolong periksa lagi. Aku yakin anak kami pasti masih hidup!" seorang laki-laki terdengar menambahkan, nada penolakan tidak kalah besar dari suara perempuan itu.

Selain pendengaran, indra Bima Bayukana yang lain sama sekali tidak berfungsi. Matanya terkunci rapat dan berat untuk dibuka. Dengan keadaan ini tentu dia tidak dapat memastikan siapa yang ada di sekelilingnya.

'Bukankah aku sudah benar-benar mati? Lalu siapa orang-orang ini? Apa ada seseorang yang berhasil menyelamatkanku?' pikir Bima Bayukana kebingungan.

Dia sungguh ingin segera mengetahui kebenaran, tapi percobaan untuk membuka mata acap kali gagal. Hingga entah usaha yang ke berapa, dia akhirnya berhasil dan dapat melihat samar siluet perempuan tua.

"Bayi kalian cacat dan tubuhnya sangat lemah. Aku sudah memastikan berkali-kali kalau napasnya sudah tidak ada," ucap perempuan tua tersebut setelah menggeleng masam.

"Tidak mungkin! Anak kami tidak mungkin mati. Aku tahu itu Nenek Gayatri," sanggah lelaki yang berbicara dengannya, masih tidak terima. "Sini biar aku langsung yang memastikan!"

Seorang lelaki tampan tiba-tiba menyerobot tempat ke sisi nenek tua itu. Bima Bayukana hanya bisa balas menatapnya. Baik nenek bernama Gayatri tersebut atau pria di depannya sekarang, tidak satupun yang dapat dia kenali.

"Anak kita masih hidup sayang! Matanya bergerak dan dia sedang menatapku!" teriak pria itu gembira saat melihat langsung keadaan Bima Bayukana.

"Jangan bicara omong kosong Narendra. Jelas-jelas tadi ...." Perkataan nenek Gayatri memudar saat pandangannya juga tertuju pada Bima Bayukana. Bayi yang tadinya dia kira tidak dapat bertahan hidup kini tengah menatap mereka. "Mana mungkin bis—"

"Nenek Gayatri, sepertinya matamu bermasalah karena umur. Anakku jelas masih hidup!"

"Aku tahu aku sudah cukup tua, tapi aku masih memiliki mata yang bagus." Nenek Gayatri masih kebingungan.

Dia telah memastikan dengan sangat teliti, anak dari sepasang suami istri yang dia bantu kelahirannya sama sekali tidak bersuara. Tidak ada tangis khas bayi ketika bayi tersebut pertama kali mengenal dunia. Mana mungkin tiba-tiba hidup kembali hingga bisa menatap mereka seperti sekarang.

"Aku sudah bilang anak kami tidak mungkin mati. Sayang, aku tidak berbohong dan kau bisa memastikannya sendiri, dia sama tampannya seperti diriku," ucap lelaki itu antusias, tangannya dengan hati-hati meraup Bima Bayukana yang masih belum dapat mencerna situasi.

"Tunggu! Kenapa kau bisa menggendongku dengan sangat mudah?" Begitulah yang kiranya ingin diucapkan Bima Bayukana saat tubuhnya terangkat. Namun, suara yang keluar dari mulutnya berbeda dari apa yang ingin dia ucapkan, persis seperti bayi yang masih tak dapat mengolah kata!

Bima Bayukana lantas berbicara sekali lagi, tapi mulutnya tetap tidak dapat merealisasikan apa yang ada di pikirannya dengan benar. Bahkan setelah melakukannya berulang kali, hasilnya tetap sama.

"Sayang, dia benar-benar sehat," imbuh lelaki itu tambah gembira mendengar celotehan dari Bima Bayukana.

Bima Bayukana tidak berhenti kebingungan bahkan setelah dirinya dibaringkan di sisi ranjang bersama seorang wanita cantik. Wajah wanita itu penuh peluh seolah baru selamat dari kematian. Di sisi lain, ada kegembiraan yang terpancar di wajah teduh itu saat menatapnya.

"Ini mama, Nak," ucap Arundari memperkenalkan diri. Seulas senyum merekah saat perempuan itu menyelipkan telunjuknya di antara telapak tangan Bima Bayukana.

Bima Bayukana tidak mengerti kenapa genggamannya tidak jauh lebih besar dari telunjuk wanita cantik itu. Saat dia ingin menggerakkan tangan satunya untuk membandingkan, rasanya ada yang janggal dan tubuhnya tidak bisa bangkit. Bukan karena dia terluka atau apa, tapi tubuhnya memang tidak mampu untuk itu.

"Tidak masalah dia hanya memiliki satu tangan. Dia tetap anak kita, aku sangat senang dia terlahir," gumam Arundari membuat Bima Bayukana tersadar tangannya yang lain tidak ada.

"Tentu saja, aku pun merasa sangat senang. Dia tetap akan menjadi anak kesayangan kita apa pun kekurangannya," jawab lelaki di sisi mereka dengan penuh syukur.

Nenek Gayatri melangkah ke sisi Narendra. Bagaimanapun memikirkannya, dia merasa hidup bayi tersebut tidaklah memungkinkan. Namun, kenyataan berkata berlawanan, bayi di depan mereka sekarang memang benar-benar hidup.

"Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Sepertinya ini adalah keajaiban untuk kalian," ucap nenek Gayatri turut bersuara.

Dari segala pembicaraan tiga orang di sekelilingnya, Bima Bayukana akhirnya sadar kalau dia terperangkap di tubuh seorang bayi. Tidak, bukan terperangkap, lebih tepatnya dia terlahir kembali.

Semua masih sulit dicerna. Apalagi sebelum tertidur pajang hal terakhir yang dia ingat adalah seekor buaya putih raksasa telah menelannya. Ke belakang lagi, dia dikhianati Wulandari dan Raja Langit setelah jasa besarnya dalam penyatuan Lautan Dunia.

"Apa aku bertahan selama 400 tahun sehingga mendapatkan kesempatan kembali pada jasad yang baru?" pikir Bima Bayukana selagi orang-orang di sekitarnya terus mengucapkan puji syukur.

Setelah jasad rusak, jiwa atau sukma cenderung terlepas serta terlempar ke luar. Sukma yang tidak memiliki jasad akan diserang dan dihancurkan oleh ketiadaan, tanpa ampun. konsep Ini sama seperti konsep jasad yang terurai oleh alam setelah kematian.

Adapun kenapa Bima Bayukana sampai berpikir dia telah melewati 400 tahun untuk terlahir kembali di jasad yang berbeda, itu karena dia pernah mendengar legenda tersebut dari seseorang.

Dikatakan, selama seseorang dapat melewati tanggat waktu 400 tahun setelah kematian, dia akan terlahir kembali sebagai manusia. Dia sama sekali tidak menduga itu akan bekerja.

"Tapi aku tidak mengerti sebenarnya buaya putih yang aku lihat itu? Kenapa aku masih dapat kembali hidup bahkan setelah ditelannya?"

Bima Bayukana tidak berhenti kebingungan atas hal-hal yang terjadi. Setelah kepalanya sakit sendiri karena tidak juga menemukan alasan yang masuk akal, dia tidak mau repot memikirkannya lagi. Yang terpenting sekarang dia telah kembali hidup dan mendapat kesempatan membalas dendam.

Sesaat Bima Bayukana ingin kembali fokus dengan apa yang ada di sekitar, dia langsung mengarahkan pandangan ke arah lain. Begitulah setelah badannya digeser-geser oleh lelaki yang tadi sempat menggendongnya, dia terus menghindar untuk menatap sesuatu.

"Ini mama, ayo minum, Nak. Kamu perlu asi untuk tumbuh dan segera besar," desak perempuan yang terbaring di samping Bima Bayukana mencondongkan tubuhnya mendekat.

Sebagai bayi yang memiliki kesadaran orang dewasa, apalagi setelah menjalani kehidupan ribuan tahun, Bima Bayukana tentu terus menghindar ketika disodorkan sesuatu yang seharusnya tidak dia lihat. Bahkan dia sampai memejamkan mata ketika didesak berkali-kali.

"Apa dia tidak ingin asiku?" Perempuan itu tampak sedih melihat reaksi penolakan dari Bima Bayukana.

"Sayang, anak kita sepertinya belum lapar," hibur lelaki yang setia berada di sebelahnya.

Nenek tua yang pertama kali Bima Bayukana lihat entah sejak kapan pergi, mungkin sewaktu dia sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Baiklah, kau mungkin benar, mungkin dia belum lapar," ucap perempuan itu mencoba meyakinkan diri.

Usai tidak lagi didesak, Bima Bayukana kini dapat dengan leluasa melihat sekeliling gubuk reyot yang mereka tinggali. Sebagai Jendral Dewa Tertinggi yang ada di penglihatannya selama ini adalah kemewahan. Pemandangan seperti sekarang jarang dia lihat sewaktu di Alam Dewa.

Namun, entah kenapa dia lebih senang dengan suasananya. Ini mengingatkannya kembali pada masa kecilnya sebelum menjadi Jendral Dewa Tertinggi.

Semakin ingatannya berjalan ke depan perasaan Bima Bayukana juga semakin berubah. Mula-mula hatinya dipenuhi kehangatan, tapi lama-lama dia menjadi geram dan sangat marah. Apalagi setelah mengingat kembali pengkhianatan Raja Langit dan Wulandari terhadapnya.

"Bagus sekali. Bagus sekali," pikir Bima Bayukana sambil tersenyum puas. "Tunggulah sampai aku datang membalasmu, Raja Langit!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    Bab 40: Pembentukan Alam Sukma

    Energi sekitar masuk ke tubuh seperti luapan sungai. Dari yang tadinya di tingkat Kebangkitan Sukma, usai mengolahnya menjadi tenaga dalam, Bima Bayukana kini naik tingkat ke tingkat Intervensi Sukma. Bagi para pendekar naik tingkat kependekaran adalah hal menggembirakan. Tingkat Intervensi Sukma memungkinkan seorang pendekar mampu menggunakan pusaka. Lebih dari itu, di tingkat ini, tenaga dalam sudah mulai dapat dialirkan ke benda.Meski demikian, mengingat bahaya yang dihadapi pemuda tersebut, tidak lantas semua pendekar ingin menggantikan posisinya. "Tubuhku mulai rusak, jika aku tidak mengimbangi pengolahan energi menjadi tenaga dalam, energi yang masuk ke tubuhku akan tertumpuk dan meledak," pikir pemuda itu.Pengekang yang difokuskannya untuk membatasi ledakan sukma telah hancur. Imbasnya, beberapa organ miliknya mengalami luka. Kerusakan tersebut akan bertambah seiring dengan menumpuknya energi mentah yang belum diolah."Baiklah, aku akan merepresentasikan alam sukma sebelum

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 39: Menahan Penyerapan Energi

    "Tidak ... memakai Akar Jantung Bumi sebagai obat sama saja bunuh diri," tolak Arkadewi. "Kau tampak baik-baik saja. Aku berjanji akan mencarikan obat yang jauh lebih baik setelah kita ke luar dari pegunungan Mangkurat." Dalam segala percobaan, Akar Jantung Bumi selalu menghasilkan kesembuhan bagi pengonsumsinya. Akan tetapi, kesembuhan tersebut akan sia-sia saat ledakan sukma terjadi, memicu tubuh menyerap tanpa ampun energi mentah. Demi menghindari kematian, berbagai cara telah dilakukan untuk menghindari efek samping ini. Mulai dari pergi ke tempat yang minim energi, sampai mengembangkan cara cepat mengolah energi alam menjadi tenaga dalam. Namun, setiap pendekar yang melakukannya tetap terbunuh karena terlalu banyaknya energi yang belum stabil terolah. Melakukan penyerapan tanpa ampun atas energi alam menjadi tenaga adalah adalah dinding kemustahilan. Arkadewi tentu tidak ingin Bima Bayukana menanggung risiko yang orang-orang terdahulu tidak berhasil melewatinya. Seperti mere

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 38: Kepedulian Arkadewi

    "Di kota Bayan, aku ragu masih ada seorang ahli obat," imbuh salah satu pendekar kemudian mengedar pandang. "Kalau tidak terbunuh, seharusnya semua ahli obat pasti ada di sini sekarang." Seorang pendekar tingkat Kebangkitan Khodam menangguk setuju. "Benar, aku memiliki kemampuan cukup mempuni sebagai ahli obat. Yang bisa kita lakukan sekarang memang hanya membuat lukanya tidak bertambah buruk dengan pil obat, aku mempunyainya beberapa." "Aku juga punya." "Beberapa obat—aku juga memilikinya!" Para ahli obat mengeluarkan sebagian dari apa yang ada di kantong mereka. Umumnya perdekar pasti memiliki persediaan obat, oleh karenanya, pendekar yang tidak memiliki kemampuan mengolah obat juga memberikan sebagian persediaan yang mereka punya. Arkadewi mengambil semua obat sambil mengusap air mata. Meskipun mustahil mengobati Bima Bayukana, dia berharap obat yang dimasukkan ke dalam mulut pemuda tersebut mampu membuatnya sembuh. "Kenapa masih diam saja?!" teriak Abinaya kewalahan me

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 37: Seni Tubuh Keseribu

    "Aku akan membunuh mereka sekaligus!" teriak Bima Bayukana mengambil semua perhatian sambil berlari menuju tempat yang lebih tinggi. "Tolong arahkan mereka supaya berkumpul di jarak serangku." Tidak ada pendekar yang tidak mengerti bahwa apa yang dilakukan oleh mereka saat ini hanyalah menyibukkan tiga Ular Langit Malam. Bertahan hingga Bratadikara atau sosok pendekar hebat lainnya selesai juga sebuah kemustahilan. Jelas mereka sedang terjebak pada situasi tanpa harapan. Meski para pendekar meremehkan Bima Bayukana yang berteriak sambil berlari ke arah kaki gunung, entah kenapa perintahnya begitu meyakinkan. Tanpa harapan yang jelas, meski sangat berisiko, mereka tetap menurut karena memang tidak mempunyai pilihan lain. Bima Bayukana memejamkan matanya sesaat sampai di tempat yang lebih tinggi. Memiliki pengetahuan sebagai Jendral Dewa Tertinggi tidak serta merta membuatnya dapat mempraktikkan kemampuannya di kehidupan yang lalu. Dia tidak boleh kehilangan fokus. Sembari menung

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 36: Ular Langit Malam

    "Yang pertama Lebah, tadi Beruang Madu Api serta Macan Dahan, dan sekarang Ular Langit Malam," decak Bima Bayukana ketika sembilan ular berukuran besar akhirnya muncul dari balik pepohonan. "Tidak mungkin semua ini sebuah kebetulan. Sesuatu Pasti telah mengarahkan mereka." Hampir semua kaki pendekar di bawah tingkat Intervensi Khodam dibuat bergetar oleh tekanan sukma. Perasaan yang sama seperti saat berhadapan dengan Pendekar Intervensi khodam mereka rasakan dari ular-ular bercorak biru tua itu. Malahan mereka terasa lebih kuat dari seorang pendekar tingkat Intervensi Khodam. Meski tak terpengaruh tekanan sukma, Bima Bayukana sadar dirinya tidak akan mampu berbuat banyak. Tapi melihat jumlah binatang buas yang datang hanya sembilan ekor, kesempatan bertahan hidup masih ada. Bagaimana pun beberapa pendekar hebat Kerajaan Kastara ada di sana. Bratadikara menjadi pendekar pertama yang menerjang ke depan, tempat ia berdiri seketika meledak. Sosoknya melesat seperti peluru meriam lal

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    Bab 35: Binatang Berbahaya

    Beruang Madu Api dan Macan Dahan termasuk ke dalam binatang langka berbahaya. Secara alami Beruang Madu Api dewasa memiliki ketahanan tubuh tingkat Kanuragan Zirah. Di lain hal—Macan Dahan—satu tingkat di bawahnya. Dua binatang ini bukanlah binatang yang bergerak secara berkelompok, terutama Beruang Madu Api. Gerakan yang terorganisir membuat Bima Bayukana berspekulasi ada yang mengendalikan mereka. Sekurang-kurangnya sesuatu telah mengembala dua binatang ini hingga sampai di celah dua gunung. Ratusan Beruang Madu Api tiba lebih dulu di antara pepohonan. Sebelum menyerang, beruang yang tingginya dua kali lebih besar dari orang dewasa itu mengaum ganas, kemudian langsung berlari ke arah para pendekar. "Mereka datang," imbau Bima Bayukana dan segera bergerak ketika salah satu beruang besar itu tiba di hadapannya. Arkadewi bergerak membantu. Meski terlihat ringan, gerakan gadis itu memberikan dampak kuat saat pedangnya menyentuh tubuh Beruang Madu Api. Yang patut disayangkan tidak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status