Beranda / Fantasi / Dendam Jendral Dewa Tertinggi / bab 3: Ketenangan dan Badai

Share

bab 3: Ketenangan dan Badai

Penulis: Adaha Kena
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-29 11:03:13

Satu tahun berlalu, Bima Bayukana kini mulai terbiasa dengan tubuh lemah seorang bayi. Di kehidupannya yang sekarang dia tetap diberi nama yang sama seperti di kehidupannya yang lalu. Dan dengan segala keterbatasannya tersebut dia berusaha memahami dunia yang baru.

Selain tinggal di gubuk reyot, ternyata keluarganya hidup di sebuah desa kecil. Arundari, begitulah seisi desa memanggil ibunya. Sedangkan ayahnya dikenal sebagai pria bernama Suta Narendra.

Pagi ini, seperginya Narendra ke dalam hutan, Bima Bayukana diajak Arundari berkeliling desa seperti pagi biasanya. Sesekali ibunya itu bertegur sapa dengan warga desa dan singgah berbincang.

Sepanjang Bima Bayukana menyimak, sama sekali tidak ada yang menyinggung tentang pertarungan. Warga desa hanya tahu bertani serta berburu untuk mencukupi makan mereka sehari-hari. Dapat dikatakan mereka tinggal di desa yang aman dan juga damai.

"Tunggu ya Bima, kau pasti lapar, di hutan ayahmu sedang mencarikan makan untuk kita," ucap Arundari setelah cukup lelah berkeliling.

Dengan segera Arundari membawa langkahnya kembali menuju gubuk. Di tengah perjalanan pulang itu, dia bertemu dengan ibu muda yang menggandeng seorang anak perempuan.

"Bibi Arundari! Aku ingin bermain dengan Bima!" Panggil gadis berumur 5 tahun itu lalu melepas pegangan tangan dengan ibunya.

"Jangan lari-larian, Lyra!" Arumi merasa takut anaknya tersandung.

Gadis bernama Lyra Angraeni itu menghiraukan ibunya dan terus memacu langkah secepat mungkin. Untunglah ia dapat menyeimbangkan tubuh hingga dengan selamat sampai tepat di depan Arundari.

Sungguh pencapaian luar biasa untuk anak seusianya setelah berlari sekuat tenaga. Memperhatikan hal itu, Bima Bayukana sampai berpikir bawah Lyra memiliki pondasi beladiri yang bagus.

"Maaf ya Lyra, Bima harus pulang untuk makan," jelas Arundari lembut.

"Kalau begitu aku ikut ke rumah Bibi!" balas Lyra dengan mata yang memancarkan binar pemaksaan.

"Lyra, jangan terus-terusan merecoki bibi Arundari," tegur wanita yang juga kini berhasil menyusul anaknya ke hadapan Arundari. "Katanya tadi mau ikut mama pergi mencari jamur."

"Tapi ...." Lyra tertunduk lesu.

"Tidak masalah, Arumi. sebelum ke hutan kamu dan anakmu boleh singgah sebentar," ungkap Arundari tak tega melihat wajah gadis kecil tersebut berubah sedih.

"Kalau begitu maaf kali ini aku lagi-lagi merepotkanmu." Arumi tersenyum lalu beralih pada anaknya. "Lyra, ingatlah untuk tidak merepotkan Bibi."

"Iya, aku hanya akan bermain dengan Bima seperti biasa. Sama sekali tidak akan merepotkan Bibi Arundari," jawab gadis itu dengan ekspresi kembali sangat senang.

Ketiganya pun berjalan bersisian menuju gubuk di ujung desa. Sepanjang jalan Bibir Lyra tidak henti-hentinya bersenandung sambil melompat-lompat kecil. Bima Bayukana yang berada di gendongan Arundari begitu terganggu oleh senandung itu.

Sesampainya di gubuk, Lyra dengan tidak sabar menunggu Bima Bayukana dibaringkan di ranjang. Dia langsung memencet-mencet pipi Bima Bayukana sambil terkikik kesenangan. Seolah ekspresi Bima Bayukana yang merasa kesal adalah hiburan baginya.

"Bibi, kenapa Bima cepat sekali tumbuh? Pipinya bahkan sangat ingin aku gigit, mirip kue beras," seru gadis tersebut tak henti-hentinya memencet-mencet pipi Bima Bayukana.

"Bima memang agak istimewa, dia sering minum susu binatang buas," jawab Arundari terkekeh.

Sejak pertama kali hadir ke dunia, Arundari merasa sedih Bima Bayukana tidak mau minum asi darinya. Namun, anaknya yang tidak lain adalah Bima Bayukana di tubuh bayi tersebut menunjukkan dirinya sehat. Mungkin karena selalu meminum susu dari binatang seperti harimau dan sejenisnya.

"Lalu kenapa dia jarang sekali menangis?" tanya gadis kecil itu lagi. "Anak-anak lain suka sekali menangis."

"Bibi juga tidak tahu. Itu sudah terjadi sejak dia lahir. Terkadang juga wajahnya tampak seperti sedang melakukan hal yang serius."

Sebagai ibu, Arundari sendiri bingung anaknya jarang sekali menangis seperti bayi kebanyakan. Bahkan ketika ditakut-takuti, Bima Bayukana kecil malah memasang wajah dingin.

Terkadang juga Arundari merasa bahwa Bima Bayukana mengerti segala tindakan orang dewasa. Contohnya ketika dia sibuk mengurus pekerjaan rumah, bayinya itu seolah memaklumi dan tidak rewel.

Di sudut pandang Bima Bayukana sendiri, ekspresi serius yang dia tampilkan berkena'an dengan pengawasannya terhadap situasi. Terutama tentang tenaga dalamnya yang tumbuh lebih cepat dari yang seharusnya. Agar tidak membebani tubuh, Bima Bayukana terpaksa menyegel tenaga dalamnya sendiri.

Sekilas penyegelan ini mustahil, tapi karena Bima Bayukana memiliki sisa-sisa tubuh sukma semasa masih menjadi jendral dewa tertinggi, dia dapat melakukannya. Sebelum tubuh fisiknya sanggup menangani pertumbuhan tenaga dalamnya, dia tidak boleh melepas segel itu.

Seusai cukup bermain, Lyra dan ibunya pergi untuk melanjutkan tujuan mereka yang sempat tertunda. Sementara itu, Arundari ikut pergi sebentar mencari suaminya yang tak kunjung kembali, karena ini sudah cukup jauh dari jam makan Bima Bayukana.

Di kamar yang tenang, Bima Bayukana berbaring memikirkan banyak hal. Dia memang biasa ditinggalkan sendiri karena dianggap anak yang pintar.

"Ruang lingkup desa ini terlalu kecil. Dari informasi terbatas ini mana mungkin bisa mengetahui di alam mana sekarang."

Kilas penyesalan timbul di mata Bima Bayukana. Seandainya dulu dia cukup pintar menilai orang, dia tidak akan berakhir demikian. Sekarang dia terlahir cacat dan terjebak di tubuh seorang bayi. Sekedar menggulingkan tubuh pun dia perlu usaha yang banyak.

"Padahal saat menjalani perang puluhan bahkan ratusan tahun, bagiku waktu sangat cepat berlalu. Satu tahun sudah aku terjebak di tubuh cacat lagi ringkih ini, tapi rasanya begitu lama. Agaknya aku tidak punya pilihan lain selain bersabar."

Bima Bayukana menghela napas. Sembari menatap langit-langit gubuk dia tidak sabar menunggu ibunya kembali.

Jujur saja dia sudah sangat lapar, biasanya jam hampir menjelang siang begini Suta Narendra telah membawa hewan buruan dan susu binatang buas untuknya, tapi sekarang entah kenapa ayahnya itu belum kembali juga.

"Aku harap hari ini aku minum susu harima—"

Brak! Brak!

Bima Bayukana tersentak saat pintu gubuk dibukan dan ditutup dengan kasar. Sesaat kemudian Arundari datang terburu-buru.

Melihat ekspresi ibunya yang tampak seperti baru saja melihat setan, Bima Bayukana cukup heran. Bukankah tadi ibunya itu pergi mencari ayahnya?

"Kamu harus tetap hidup, Bima anakku," ucap Arundari berusaha terlihat tenang. "Mama tahu kamu anak yang pintar. Jangan pernah bersuara. Apapun yang terjadi tetaplah diam."

Arundari meraup Bima Bayukana lalu memasukkannya ke dalam lemari kecil. Dengan raut kebingungan dia menolehkan kepalanya dari celah pintu lemari itu, melihat ibunya buru-buru menuju dapur.

"Apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa mama meletakkanku di tempat sesak seperti ini?" pikir Bima Bayukana.

Braaak! Braak! Braaaak!

Suara pintu kembali terdengar, kali ini suaranya lebih nyaring. Besar kemungkinan pintu gubuk baru saja diterobos paksa seseorang.

Bima Bayukana menajamkan penglihatannya untuk mengintip keluar. Tidak lama berselang, di depan pintu kamar dia mendapati dua orang dengan wajah garang dan golok di pinggang.

Satu dari mereka terus ke dapur sementara satunya lagi berhenti dan memindai seisi kamar.

"Wanita cantik, kau tidak usah bersembunyi. Semua warga desa sudah tertangkap. Sebaiknya kau menyerahkan diri dan melayani tuanku dengan tulus." Sosok itu tersenyum picik lalu melangkah memasuki kamar.

Bisa Bayukana tidak tahu siapa dia, tapi jelas dia tidak bermaksud baik. Dia terus memperhatikan dari celah lemari hingga kemudian orang itu mengendap-endap seperti maling. Tiba-tiba saja setelah itu sosoknya menjatuhkan diri ke lantai untuk mengecek kolong ranjang.

"Tidak ada." Pria itu mengedikan bahu lalu tanpa sengaja menatap ke arah Bima Bayukana disembunyikan. "Memang mustahil wanita cantik tadi bersembunyi di lemari yang kecil, tapi siapa tahu dia punya harta berharga."

Bima Bayukana yang ada di dalam lemari seketika merasa tegang. Sehebat apapun dia di kehidupan sebelumnya, di usia yang sekarang dia seorang bayi cacat yang rentan, apalagi setelah tenaga dalamnya tersegel.

Pria itu memegang pintu lemari dan bergumam, "Nah mari lihat apa yang ada di dal—"

"Tidak! Lepaskan aku! Lepaskan aku!"

Dari arah dapur tiba-tiba Arundari memekik, menghentikan tindakan pria yang hendak membuka lemari. Dia bangkit dan sejurus kemudian Arundari dilemparkan ke hadapannya.

"Ke—kenapa dia terluka?" tanyanya terkejut akan keadaan Arundari.

Bima Bayukana menghela napas lega setelah perhatian pria itu teralihkan. Namun, ketika kembali mengintip ke luar, dia tidak kalah terkejut akan keadaan ibunya. Wajah serta sekujur tubuh Arundari sudah dipenuhi darah padahal tadi baik-baik saja.

"Sepertinya dia tahu tujuan kita. Wanita sialan ini sengaja melukai wajah dan tubuhnya sendiri!" Jawab temannya menarik rambut Arundari dengan kesal.

"Gawat, tuan pasti akan membunuh kita. Ini wanita yang diinginkan tuan menemaninya secara khusus," imbuh pria itu panik.

"Kau sudah mengecek kamar ini?" Sosok yang menarik rambut Arundari menatap seluruh kamar. "Bukankah itu kain lampin? Artinya dia punya bayi."

"Bayi?" Pria itu ikut menoleh ke arah temannya menghentikan pandang. "Ah, aku sampai tidak begitu memperhatikannya. Betapa bodohnya aku."

"Cepat cari di mana wanita sialan ini menyembunyikan bayinya. Semoga bayi itu yang menjadi pelampiasan kemarahan tuan, bukan kita."

"Tidak! Kumohon! Jangan libatkan anakku!" Arundari melonjak histeris saat pintu lemari di mana Bima Bayukana berada akan dibuka.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 7: Hasil Pertarungan

    Bima Bayukana menghindar ketika Dimas kembali menerjang membawa tangan terkepal kuat. Pukulan yang luput darinya menghantam lapangan hingga menimbulkan bunyi gedebuk keras—memberi sinyal kepada semua orang bahwa gerakan yang dilatih Dimas berada di level yang cukup tinggi. Sayangnya, Bima Bayukana telah melihat murid-murid melatih gerakan itu hampir setiap hari. Ditambah pengalamannya sebagai jendral Dewa Tertinggi, tentu tidak sulit untuknya menanggulangi kepalan tangan yang terus dilayangkan terhadapnya tersebut. "Kordinaasiku cukup buruk karena hanya memiliki satu tangan. Namun, untuk mengatasi bocah ini sepertinya tidak akan sesusah yang aku bayangkan," pikir Bima Bayukana menilai situasi. "Mungkin aku terbiasa mempersepsikan anak-anak berbakat di alam Dewa sampai-sampai lupa kalau di sini adalah alam fana, alam buangan." Di alam ini gerakan Dimas dianggap terstruktur dan tanpa celah. Hanya saja, di mata Bima Bayukana itu merupakan gerakan yang amat biasa. Pemuda tersebut da

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 6: Pertarungan

    Setibanya di puncak bukit, para murid langsung disambut oleh lapangan yang membentang luas. Tiga bangunan besar berdiri di setiap sisi dan lautan awan di belakangnya tampak tak berujung. Selain pemandangan menakjubkan itu, hampir seluruh murid dan sosok penting perguruan Angkinang ada di sana. Setiap tahun pengujian Khodam memang selalu menjadi sorot utama. Pada kegiatan inilah bakat seseorang murid dapat diketahui. "Ternyata pedang itu yang menekan sukma siapa pun yang mencoba menaiki bukit." Setelah matanya memindai, pandangan Bima Bayukana berakhir pada sebuah pedang yang tertancap di tengah lapangan. Dia memang sudah dari kecil berada di perguruan Angkinang. Namun, dia tidak pernah sekalipun naik ke puncak bukit. Hal-hal yang ada selain di dasar bukit hanya dia ketahui berdasarkan desas-desus murid lain saja. Sependengarnya, setiap murid yang baru saja melakukan pengujian Khodam diperkenankan untuk mencoba mencabut pedang pusaka berumur ratusan tahun. Sampai kini pusaka te

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 5: Cemoohan

    Lautan Dunia memuat lebih dari jutaan alam. Berdasarkan seberapa kuat dan banyak ahli yang tinggal di dalamnya, setiap alam diklasifikasikan lagi menjadi beberapa tingkatan. Sebagai Jendral Dewa Tertinggi tentu dulu Bima Bayukana tinggal di Alam Dewa, salah satu alam teratas dari setiap tingkatan alam. Sungguh berbanding terbalik dengan dirinya yang sekarang ternyata terlahir di alam fana. Alam fana merupakan alam terabaikan yang tidak termasuk ke dalam tingkatan alam, bahkan untuk yang terendah. Alam fana jumlahnya lebih dari puluhan ribu dan dianggap sebagai alam sampah di Lautan Dunia. Meski begitu, Bima Bayukana tidak dapat mengarungi alam-alam lain dengan keterbatasannya yang sekarang. Setelah 17 tahun sejak kelahirannya di alam ini pun dia belum benar-benar bisa meningkatkan kemampuannya. Sebab, meskipun telah berlatih sejak kecil, tubuhnya belum memungkinkan menampung tenaga dalam. Masih banyak yang perlu dibenahi dan dia sama sekali tidak boleh membuang waktu. Sepe

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 4: Masa Lalu dan Mimpi Buruk

    Meski telah meraung seperti orang gila, Arundari tetap tidak dapat menghalangi dua penjahat itu membawa Bima Bayukana ikut bersama mereka. Sepanjang jalan menuju ke tengah desa, tampak jasad perempuan tua dan laki-laki dibiarkan bergelimpangan begitu saja. Saat sampai, sudah banyak gadis muda berwajah pucat yang dikumpulkan. "Mana wanita cantik tadi? Kenapa kalian malah membawa wanita penuh darah dan seorang bayi ini?" Pimpinan pendekar aliran hitam tampak sangat geram akan kedatangan mereka. "Aku sudah bilang kita hanya butuh wanita muda ... laki-laki, perempuan tua, dan anak-anak langsung saja dihabisi!" "I—ini wanita cantik tadi," lapor salah satu dari mereka gemeteran setengah mati. "Se—sedangkan bayi ini adalah anaknya." "Be—benar, dia melukai wajah dan tubuhnya sendiri," tambah yang satunya tidak kalah ketakutan. Pimpinan pendekar aliran hitam melirik Arundari yang hampir tak dapat dikenali. Seluruh wajah dan tubuh wanita tersebut dipenuhi darah, berbeda sekali denga

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 3: Ketenangan dan Badai

    Satu tahun berlalu, Bima Bayukana kini mulai terbiasa dengan tubuh lemah seorang bayi. Di kehidupannya yang sekarang dia tetap diberi nama yang sama seperti di kehidupannya yang lalu. Dan dengan segala keterbatasannya tersebut dia berusaha memahami dunia yang baru. Selain tinggal di gubuk reyot, ternyata keluarganya hidup di sebuah desa kecil. Arundari, begitulah seisi desa memanggil ibunya. Sedangkan ayahnya dikenal sebagai pria bernama Suta Narendra. Pagi ini, seperginya Narendra ke dalam hutan, Bima Bayukana diajak Arundari berkeliling desa seperti pagi biasanya. Sesekali ibunya itu bertegur sapa dengan warga desa dan singgah berbincang. Sepanjang Bima Bayukana menyimak, sama sekali tidak ada yang menyinggung tentang pertarungan. Warga desa hanya tahu bertani serta berburu untuk mencukupi makan mereka sehari-hari. Dapat dikatakan mereka tinggal di desa yang aman dan juga damai. "Tunggu ya Bima, kau pasti lapar, di hutan ayahmu sedang mencarikan makan untuk kita," ucap Arun

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 2: Terlahir Kembali

    "Tidak! Anakku masih hidup. Dia tidak mungkin mati!" raung seorang perempuan dengan histeris. Entah sudah berapa lama Bima Bayukana terjebak di keheningan tak berujung, karena raungan tidak terima takdir tersebut dia merasa seperti tersentak dari tidur panjang. Telinganya sampai terasa ditusuk jarum karena tidak pernah menerima suara untuk waktu yang lama. "Kamu pasti salah Nenek Gayatri. Tolong periksa lagi. Aku yakin anak kami pasti masih hidup!" seorang laki-laki terdengar menambahkan, nada penolakan tidak kalah besar dari suara perempuan itu. Selain pendengaran, indra Bima Bayukana yang lain sama sekali tidak berfungsi. Matanya terkunci rapat dan berat untuk dibuka. Dengan keadaan ini tentu dia tidak dapat memastikan siapa yang ada di sekelilingnya. 'Bukankah aku sudah benar-benar mati? Lalu siapa orang-orang ini? Apa ada seseorang yang berhasil menyelamatkanku?' pikir Bima Bayukana kebingungan. Dia sungguh ingin segera mengetahui kebenaran, tapi percobaan untuk membuka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status