Share

Bab 2.1

Penulis: Miss Abbas
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-12 23:16:15

“Bunda, sejak kapan besanan dengan Om dan Tante Girish adalah mimpi Bunda juga?” Fayla dengan rambutnya yang masih dalam gulungan handuk. Keluarga Girish sudah pulang sedari tadi dan keinginannya untuk istirahat hilang sudah. Namun Bunda Lachlan menyuruhnya untuk membersihkan diri sebelum ia sempat buka mulut untuk menuntut penjelasan.

“Lho, bukannya sejak dulu Bunda juga memanggil beliau dengan sebutan “besan”?” Bunda Lachlan yang sedang membongkar tas oleh-oleh Fayla dan memasukkan sebagian isinya ke kulkas.

“Tapi, kan bukan dengan Anael...”

Wanita itu paruh baya itu memberi Fayla pelototan. Namun ia tetap melanjutkan dengan keras kepala, “Kan, memang benar!”

Ia memerhatikan bunda menghela napas. Perlahan berdiri dari sikap membungkuknya sambil menutup pintu kulkas. “Abang Anael, Fayla. Dan sudah waktunya kau memikirkan masa depanmu.”

Handuk tersentak lepas dari rambut Fayla, tampak tidak terima. “Masa depanku adalah membesarkan warung makan Bunda dan hidup bahagia selamanya bersama Bunda...”

“Dan Bunda tidak akan selamanya berada di sini menemanimu...”

“...Siapa yang bilang aku tidak bisa pergi lebih dulu dari Bunda?!”

Bunda sekarang tampak lelah. Suaranya sangat kecil ketika ia berkata, “Kalau begitu apa kau berharap Bahram-lah yang datang melamarmu. Alih-alih Anael?”

Mulut Fayla sudah terbuka, namun ia menelan kembali jawabannya. Tidak pernah sekalipun terpikir olehnya tentang itu. Apalagi penolakan dalam diam pria itu yang telah dilakukan selama bertahun-tahun. Salah satunya adalah menolak berada dalam satu angkot dengannya saat sekolah dulu.

Mereka tetap diposisinya masing-masing sebelum Bunda mengibaskan tangan ke depan. “Mama Anael berkata kalian akan makan malam berdua malam ini. Membicarakan tentang apa yang akan kalian hadapi bulan depan. Berdua.”

Fayla baru akan memprotes lagi. Nyaris frustrasi dengan kekerasan kepalaan Bunda. Seingatnya tidak ada pernikahan dalam keputusannya pulang kampung dan Bunda tahu tentang itu. Namun bunda sudah memutar tubuh dan masuk ke kamarnya. Fayla juga masuk kamar dengan langkah menyeret. Menghempaskan duduk dengan sangat keras hingga seluruh ranjang tuanya berderit menakutkan.

Ia mendongak untuk memandangi kamarnya yang penuh dengan poster Harry Potter, Hunger Games, dan beberapa kutipan dari novel klasik kesukaannya. Satu rak besar berisi koleksi buku-bukunya. Bagian bawahnya dikosongkan akibat banjir yang terjadi beberapa bulan lalu. Saat ini bukunya berantakan dan tidak disusun sesuai dengan serinya. Lalu ada lemari kayu tua yang rangkanya miring akibat banjir. Menunggu untuk diisi kembali dengan pakaian Fayla yang telah bertambah usia.

Wanita itu memastikan bunda tidak melakukan perubahan apapun pada kamarnya. Warna catnya tetap abu-abu, kecuali satu sisi dinding tempat air meleleh dari atap rumah ketika hujan. Matanya masih nyalang memandang ke salah satu poster sebelum ponselnya berbunyi. Nama kakaknya tertera di dilayar. Fayla mengangkat telepon itu dengan ogah-ogahan.

“Hey, aku dengar kau akan dikawinkan Bunda bulan depan,” ucap wanita itu dari seberang sana.

Perkataan tersebut membuat Fayla bersumpah-serapah. Ditanggapi ringan  oleh kakak perempuannya dengan tertawa terbahak. “Jangan bilang Kakak juga sudah tahu sebelumnya!” sembur Fayla setelah tawa kakaknya selesai.

Kakaknya – Deva Lachlan itu meringis. “Well, aku juga tidak bisa bilang kalau Bunda tidak pernah bincangkan kemungkinan itu padaku.”

“Kalau begitu kutebak Kakak juga akan datang ke sini bulan depan?”

“Jadi kau sudah mengiyakan?”

Fayla ingin menyumpah lagi tapi kali ini ia hanya memutar bola mata.

“Well, jadi tidaknya pernikahanmu bulan depan aku sekeluarga akan datang juga. Abang iparmu merindukan seafood segar.”

Fayla mendengus. “Elakkan yang bagus sekali.”

Deva menghela napas panjang. “Fayla, dengarkan aku. Tidak ada salahnya, kan? Anael juga bukan pria sembarangan. Bunda mengenal keluarganya. Kau besar bersama seluruh saudaranya.”

Tangan Fayla terangkat untuk memijat pelipisnya. Baik ibu dan kakaknya sama sekali tidak tahu apa yang sudah ia lalui selama “bersama” seluruh saudara Girish. Ia sangat yakin tidak ada gadis belia yang mau bertukar posisi dengannya pada saat itu.

“Mana dulu kau menaksir adiknya!” Lanjut kakaknya diiringi suara terbahak-bahak diujung sana yang membuat wajah Fayla terasa panas.

Karena untuk yang satu itu Fayla tidak bisa membantah. Cinta pertamanya adalah Bahram Girish. Saudara kedua dari ketiga saudara Girish. Jika diingat-ingat lagi kenangan itu sangat menghantuinya hingga membuatnya menjadi bulan-bulanan seluruh teman sepermainan mereka.

“Fayla, sayang. Tidakkah ini seru? Kau dulu berkata hidupmu sangat membosankan?”

“Menikah bukan permainan, Kak.”

Deva tertawa lagi. “Kata siapa kau tidak bisa melakukan keduanya?”

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dendam Membara Mas Tetangga   Bab 5

    “Apa kau mau menceritakan pada Bunda apa saja yang kalian bincangkan semalam?”Fayla yang sedari tadi sedang membaca setiap kiriman yang ada pada beranda Linkeidn langsung mematikan layar ponselnya dan berkata dengan senyum simpul, “Tidak banyak.”Suasana ruang tunggu rawat jalan rumah sakit umum daerah tempat mereka saat ini cukup ramai akibat awal bulan. Wajah-wajah paruh baya mendominasi ruangan tersebut. Di temani oleh sanak keluarga yang membantu memegangkan amplop berisi kertas berbagai macam hasil pemeriksaan. Sebagian tampak melamun di kursinya. Sebagian lagi sedang sibuk sarapan dengan jajanan pasar yang dibungkus dalam plastik makanan.Agar mendapatkan kuota pemeriksaan penyakit dalam. Mereka – termasuk Fayla dan bunda – harus datang sangat pagi dan mengantri untuk mendapatkan nomor antrian. Bersama para pemegang asuransi milik negara dan para pensiunan lainnya. Akhirnya mereka baru bisa duduk tenang menunggu giliran untuk bertemu dokter pada pukul sembilan pagi.“Kau tahu k

  • Dendam Membara Mas Tetangga   Bab 4

    Fayla muda berusia enam belas tahun baru saja menutup bukunya ketika ia menyadari suara bisik-bisik menggema dan sangat mengganggu terjadi di seluruh perpustakaan. Ia mengedarkan pandangan dan menyadari beberapa gadis yang tersebar duduk di banyak saling berbisik dan melirik ke arahnya dengan dahi mengerut.Ia ingin menghiraukannya. Ini bukan kali pertama Fayla menjadi bahan gosip seluruh sekolah. Ibu Girish menegurnya dengan sangat ramah hingga menimbulkan tatapan penuh tanya oleh seluruh teman kelasnya. Lalu beberapa pekan kemudian ia mendebat habis salah seorang gadis satu tingkat di atasnya akibat perundungan yang tidak ada hubungannya dengan menjadi bagian dari klub buku.Setelah itu setiap gerak-geriknya diawasi oleh banyak pasang mata. Dengung itu makin keras. Fayla bahkan mendengar namanya disebut secara terang-terangan sekarang. Ia juga mendengar nama “Girish Bersaudara” terikut. Ia tidak tahan. Diletakkannya kembali buku yang baru saja ia baca kembali ke lemari sambil menar

  • Dendam Membara Mas Tetangga   Bab 3

    “Mungkin kau benar. Ingatanku bercampur aduk antara kau dan Bahram. Namun yang aku tahu dengan pasti aku tidak pernah mengobrol dengan salah satu dari kalian sebanyak ini selama seumur hidupku.” Fayla menunjuk Anael dengan sumpit dan tangannya yang lainnya menopang dagu. Kelakuan yang jelas membuat Fayla dicubit oleh bunda jika beliau melihatnya.“Well, itu karena kau menampakkan dengan jelas kalau kau menyukainya.”“Itu ketika usiaku sepuluh tahun, demi Tuhan. Dan ibumu menambah bensin ke api ketika beliau membuat pemberitahuan kalau aku adalah calon anak menantunya. Di sekolah! Padahal itu sudah bertahun-tahun setelahnya.”Anael mengelap mulutnya dengan tisu. “Aku rasa kita tidak bisa menyalahkan Mama-ku sepenuhnya. Kau berprestasi, beberapa kali memenangkan kontes memasak sekolah, dan berkelahi dengan kakak kelas ketika masih di kelas 10?” Pria itu menyeringai. Matanya berbinar entah karena kepedasan atau karena kata-katanya tadi.“Sekarang lupakan dulu masa lalu. Kita butuh membah

  • Dendam Membara Mas Tetangga   Bab 2.2

    Walau dengan amat berat hati. Fayla menghabiskan sisa sore itu berdebat dengan bunda pakaian apa yang bisa ia gunakan untuk acara makan malamnya dengan Anael. Fayla tidak ingin ia terlihat seperti bersusah-payah atau mencoba mendapatkan nilai tambah di mata pria itu. Toh, Fayla belum tahu motif pria itu dan alasannya kenapa begitu keras kepala untuk menikahinya.Jadi ia memilih pakaian kasual biasa yang terdiri dari sebuah kemeja longgar berwarna biru laut, ditambah kaos putih di dalamnya, dan celana jeans. Sedangkan bunda memaksanya untuk memakai pakaian yang lebih feminin. Berupa blouse dan rok span semata kaki. Tapi ia bersikeras hingga membuat bunda menyerah.“Kalau begitu paling tidak pakai ini.” Bunda mengeluarkan sebuah cincin perak dengan batu permata putih keci di tengah dari kotak perhiasannya dan menyematkannya di jari manis kiri Fayla.“Ini...”“Iya, cincin kawin mendiang ayahmu. Anggap saja ini cincin tunangan sementara.”Fayla baru akan membantah, namun Bunda sudah meng

  • Dendam Membara Mas Tetangga   Bab 2.1

    “Bunda, sejak kapan besanan dengan Om dan Tante Girish adalah mimpi Bunda juga?” Fayla dengan rambutnya yang masih dalam gulungan handuk. Keluarga Girish sudah pulang sedari tadi dan keinginannya untuk istirahat hilang sudah. Namun Bunda Lachlan menyuruhnya untuk membersihkan diri sebelum ia sempat buka mulut untuk menuntut penjelasan.“Lho, bukannya sejak dulu Bunda juga memanggil beliau dengan sebutan “besan”?” Bunda Lachlan yang sedang membongkar tas oleh-oleh Fayla dan memasukkan sebagian isinya ke kulkas.“Tapi, kan bukan dengan Anael...”Wanita itu paruh baya itu memberi Fayla pelototan. Namun ia tetap melanjutkan dengan keras kepala, “Kan, memang benar!”Ia memerhatikan bunda menghela napas. Perlahan berdiri dari sikap membungkuknya sambil menutup pintu kulkas. “Abang Anael, Fayla. Dan sudah waktunya kau memikirkan masa depanmu.”Handuk tersentak lepas dari rambut Fayla, tampak tidak terima. “Masa depanku adalah membesarkan warung makan Bunda dan hidup bahagia selamanya bersama

  • Dendam Membara Mas Tetangga   Bab 1

    Fayla Lachlan dengan keadaan yang sayu dan pakaian berantakan baru saja keluar dari pintu kedatangan bandar udara kota tempat kelahirannya. Dirinya langsung diterpa udara pengap, ciri khas kota yang berada di pinggir laut. Suara riuh para sopir taksi gelap terus saja berteriak ke arahnya yang membuatnya risih, namun berusaha keras untuk tidak tampak di wajahnya.Karena Fayla tahu ia harus kembali membiasakan diri dengan keadaan yang berbanding terbalik dengan ibukota. Baik seluruh tubuh dan perasaannya.Mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru untuk mencari wajah familiar yang seharusnya datang untuk menjemputnya. Namun ia malah mendapati wajah lain yang saat ini memberinya isyarat untuk mendekat menggunakan lambaian tangan. Fayla menghela napas lega, namun bukan berarti kekhawatirannya belum sirna.“Om Ian sendirian?” Fayla mengerutkan dahi. Masih berharap bundanya muncul di balik tubuh Om Ian. Seorang pemilik rental mobil yang menjadi langganan keluarganya yang seluruhnya perantauan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status