Share

02. Rasa sakit

Diki terbelalak, "Apa yang kamu katakan Mahira?" Diki terkesiap dengan apa yang wanita di hadapannya ini katakan.

Apa yang diucapkan Mahira berhasil membuat Diki sangat terkejut. Mana mungkin Mahira pergi dari rumah? Ayahnya pasti akan menghancurkan dan mengejarnya sampai dapat.

Diki pun meyakinkan Mahira untuk tidak melakukan itu karena itu salah dimatanya. Dan meyakinkan Mahira kalau ia akan berusaha merubah nasibnya dan berusaha lebih keras lagi agar bisa menikah dengan jalur baik. Dengan cara merubah nasibnya menjadi lebih baik.

"Pulanglah, dan yakinlah kalau aku akan berusaha untuk mendapatkan kamu."

Mendengar apa yang Diki ucapkan Mahira pun pulang dengan kayakinan yang sudah Diki tanamkan.

Berapa hari berlalu Diki pun mencoba untuk memulai kembali berkerja di tempat biasa ia bekerja. 

Sepulang bekerja di dalam perjalanan tiba-tiba saja ia mendengar kabar kalau kekasihnya akan dijodohkan dan menikah dengan seseorang yang terpandang. 

Hati Diki hancur mendengar kabar itu. Ia pun melangkah dengan langkah yang begitu berat. Badannya terasa lemas mendengar kabar itu. 

Karena penasaran dan ingin memastikan kebenaran kabar tersebut, Diki pun berniat untuk menemui Mahira di rumahnya. 

"Aku harus memastikan sendiri yang sebenarnya. Mungkin saja kabar yang aku dengar itu salah!" 

Diki pun berlari menuju ke kediaman rumah Mahira.

Setelah sampai di rumah Mahira, Diki mengetuk pintu rumah dan berteriak memanggil-manggil nama Mahira. Berharap Mahira ada dan menemui dirinya.

Ceklek!

Pintu pun terbuka dengan lebarnya. 

Diki terbelalak karena bukan Mahira yang keluar dari rumahnya melainkan ayahnya. Diki berani datang ke rumah Mahira karena biasanya ayahnya Mahira jam segini tidak ada di dalam rumah. Tapi ternyata perkiraannya salah dan terlihat sekali kalau ayahnya Mahira memandangi dirinya dengan penuh emosi. Walaupun sudah diberi pelajaran masih saja pemuda ini berani datang kemari. Pikir ayah Mahira kesal.

"Punya keberanian kamu datang kemari?" tanya Ayah Mahira dengan penuh penekanan. 

Diki mencoba untuk mengatur nafasnya karena merasa gugup dan ia pun memberanikan diri untuk menjawab apa yang ayahnya Mahira tanyakan. Tidak ada hal lain lagi yang ada di pikiran Diki selain memastikan kalau kabar yang ia dengar itu tidaklah benar. Diki mengesampingkan rasa takutnya karena ingin benar-benar bertemu dengan Mahira dan menanyakan yang sebenarnya.

"Saya disini ingin menemui Mahira. Tolong pertemukan saya dengan Mahira!" 

Ayah Mahira dengan kasar langsung menampar wajahnya Diki dengan keras.

Plak! Ayah Mahira kesal karena berani-beraninya Diki dengan lantang mengatakan ingin menemui anaknya. Enak saja, ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Mahira tidak boleh bertemu dengan Diki. Sama sekali tidak boleh.

"Gak ada kapok-kapoknya ya, kamu! Mimpimu ketinggian ingin menikahi putriku!" teriak ayah Mahira. Ayah Mahira menatapnya dengan penuh rasa emosi.

Diki yang mendengarnya menjadi sangat kesal. Walaupun sadar dengan keadaan dirinya sendiri akan keadaanya yang tidak mampu. Seharusnya tidak seperti ini ayahnya Mahira memperlakukan dirinya. Setidaklah berikan kesempatan untuk Diki merubah nasibnya dan melamar Mahira.

"Setidaknya berikanlah saya kesempatan untuk menemui Mahira. Saya ingin memastikan bahwa apa yang saya dengar itu tidak benar!" 

Ayah Mahira tersenyum dengan sinis, "kabar kalau Mahira akan saya nikahkan itu benar! Saya akan menikahkan Mahira secepatnya agar dia tidak bisa bertemu lagi dengan kamu, Pria Miskin!" 

Mendengar apa yang ayah Mahira katakan membuat Diki sakit hati, Diki pun langsung berteriak memanggil nama Mahira dengan harapan Mahira bisa mendengar teriakannya dan bisa menemuinya.

"Mahira?! Mahira?!"

Mendengar teriakan dari Diki ayah Mahira kesal dan langsung menggusur tubuh Diki dan mendorongnya.

"Pergi dari sini, jangan membuat keributan. Sampai kapanpun saya tidak akan membiarkan Mahira bisa bertemu dengan kamu, Dasar Pria Miskin. Ingat ini, sampai saya mati pun Mahira tidak boleh bertemu dengan kamu! Camkan itu."

Diki menatap wajah garang dari ayahnya Mahira. Dengan hatinya yang pilu dan terluka Diki pun akhinya ia pergi darisana.

Seperti biasa Diki bekerja di kebun atasannya. Tapi hal tak terduga terjadi karena ternyata rekan kerjanya menghina dirinya karena Diki mengejar-ngejar Mahira. Kabar Diki dekat dengan Mahira terdengar satu kampung dan menjadi bahan ejekan.

"Pria miskin so-soan ingin menikahi permaisuri, mimpi yang terlalu jauh," ucap rekan Diki.

Rekan Diki begitu tidak suka kepada Diki dan sangat membencinya. Apalagi mendengar Diki yang ingin dekat dengan Mahira ditambah ada rasa iri karena Diki selalu jadi pusat perhatian membuat rekan kerjanya membenci dirinya.

"Mungkin dirumahnya gak ada kaca, sehingga tidak bisa ngaca kalau dirinya tidak layak dekat dengan wanita mana pun." tambah rekan kerja Diki yang lain.

Cacian dan hinaan terus terdengar di telinganya Diki. Diki pun berpindah tempat agar tidak mendengar apa yang rekannya terus katakan.

"Yang pantas dengan permaisuri itu raja, bukan babu!" 

Walaupun sudah berpindah tempat, tapi masih saja Diki mendengar hinaan itu dan akhirnya membuatnya murka.

Brugh!!! 

Diki yang teramat kesal karena terus-terusan mendengar ejekan dari teman-temannya ia pun akhirnya tidak tahan lagi memendam emosi di dalam dirinya dan langsung memukuli salah satu rekannya dengan penuh amarah.

"Wah, berani-beraninya ya cari masalah?" teriak salah satu teman dari rekanya lalu mencoba untuk memukuli Diki.

Diki menangkis semua serangan itu dan melawannya. Dan akhinya mereka bertiga pun berkelahi.

Setelah perkelahian selesai mereka bertiga pun di panggil oleh atasannya mereka dan mereka semua di tegur.

Mereka bertiga saling menyalahkan satu sama lain tapi yang akhirnya yang di percayai oleh pemilik kebun itu adalah Diki.

Sepulang dari pekerjaan Diki melangkah lesu karena habis bertengkar dengan rekannya sendiri, di tambah sakit hatinya tentang kebenaran kalau Mahira akan menikah. Sambil berjalan Diki pun mengelap area pipinya yang basah karena air matanya mengalir.

Tidak terima akan perbuatan Diki dan sakit hati karena selalu kalah oleh Diki serta Diki yang selalu di percayai oleh atasannya. Rekan Diki yang tadi sempat berkelahi pun mencegat dan menghadang Diki di perjalanan.

"Mau apa lagi kalian?" tanya Diki saat dirinya di hadang dan di cegat.

Mereka berdua tersenyum menyeringai, "Kami tidak akan membiarkan kamu terus menyakiti hati kami, dan kami akan buat kamu habis sekarang juga!"

Perkelahian pun terjadi, Diki yang sedang terpuruk dan sudah kehabisan tenaga akhirnya kalah. Tubuh Diki yang lemas dan tidak bisa melawan lagi akhirnya di gotong oleh mereka.

"Baiknya kita apakan dia supaya bisa tamat?"

Rekan Diki terlihat sedang memikirkan cara supaya bisa menghabisi Diki tanpa jejak. Akhirnya mereka pun mencoba melakukan pelenyapan dengan membuang Diki ke sungai yang deras agar jasadnya tidak di temukan.

"Mampus Lo sialan! Gue pastikan Lo mati!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Cinta Dewi
ya allah semoga diki baik-baik saja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status