Apa yang dikatakan oleh saudaranya Diki membuat Diki terheran-heran. Tapi akhirnya Diki pun menuruti apa yang telah diperintahkan oleh saudaranya ini. Karena memang dia ingin mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi dan ingin mengetahui tentang jati dirinya yang sepenuhnya.
"Baiklah, Bi. Kalau memang aku harus pergi dulu untuk tahu apa yang sebenarnya tentang diriku. Maka aku akan pergi!" Diki mengatakan itu dengan penuh pertanyaan besar.
Sedangkan wanita paruh baya itu langsung pergi ke kamar dan menangisi Diki yang akan meninggalkan dirinya.
Keesokan harinya Diki pun berkemas dan bersiap untuk pergi.
Diki mengenakan jaket serta celana jeans yang jarang ia pakai. Sehari-hari biasanya Diki memakai pakaian kaos yang lusuh dan celana biasa yang warnanya sudah kusam.
Diki hanya mempunyai satu baju yang lumayan masih bagus dan itulah yang di pakainya.
Sambil memasukan pakaiannya ke dalam tas ransel Diki pun melamun. Diki melamunkan bagaimana dirinya akan pergi dengan hanya membawa uang dua ratus ribu rupiah saja? Diki takut kalau sampai uang itu tidak cukup untuk sampai membawanya ke tempat yang ingin dituju itu. Diki pun bergeming sambil menatap uang dua ratus ribu yang sedang ia pegang.
Tiba-tiba saja wanita paruh baya itu datang mengejutkan Diki dan memegang pundak Diki.
"Kamu gak perlu bingung, Nak. Ini Bibi punya sedikit uang untuk bekal kamu," ucap wanita paruh baya itu memberikan uang lembaran seratus ribuan.
Diki menerima uang itu dengan wajah yang sedih. Diki sedih karena dirinya selalu merepotkan wanita paruh baya ini.
"Maafkan aku ya, Bi. Aku selama ini merepotkan Bibi. Harusnya aku yang membantu Bibi, bukan Bibi yang selalu membantuku," lirih Diki sedih.
Wanita paruh baya itu pun memeluk Diki karena ia akan membiarkan Diki pergi ke tempat yang berbahaya.
Diki pergi sambil melambaikan tangannya terhadap wanita paruh baya itu. Terlihat sekali raut wajah kesedihan terpampang di wajah Diki dan wanita paruh baya itu.
Diki berjalan dan berniat untuk pergi ke tempat terminal angkot. Tapi pada saat berjalan dirinya bertemu dengan kekasihnya yaitu Mahira.
"Diki." wanita itu mengatakan namanya dan tiba-tiba saja memeluk Diki.
Diki tertegun saat dirinya dipeluk oleh kekasihnya. Diki merindukan kekasihnya sungguh sangat merindukannya. Diki membalas pelukan itu dengan erat.
Setelah beberapa saat mereka pun melepaskan pelukannya.
Diki menanyakan kabar kekasihnya dan mereka pun berbincang sebentar.
"Untung kamu tidak jadi menikah Mahira," terang Diki. Diki bersyukur karena ternyata kekasihnya ini tidak jadi menikah dengan pria yang sudah disiapkan oleh orang tuanya.
Kekasihnya pun menjelaskan kenapa pernikahannya bisa batal.
Baru sekarang mereka bisa bertemu, karena ternyata kekasihnya selalu dikurung oleh ayahnya. Karena syarat untuk tidak jadi menikah adalah dikurung dan tidak boleh bertemu dengan Diki. Dan sekarang kekasihnya bisa bebas karena kabur diam-diam disaat ayahnya lengah, karena sengaja ingin menemui Diki.
Diki bersyukur untuk itu lalu ia pun pamit terhadap kekasihnya.
"Doakan aku ya, Mahira. Aku akan pergi ke kota untuk merubah nasibku, doakan aku agar aku bisa secepatnya sukses dan pulang," terang Diki kepada kekasihnya.
Kekasihnya Diki terlihat begitu sangat syok dengan apa yang diucapkan oleh Diki. Baru saja bisa bertemu, tapi sekarang Diki sudah akan pergi lagi.
Kekasih Diki bertanya kenapa harus pergi ke kota? Kekasih Diki takut terjadi hal yang buruk menimpa Diki lagi.
Tapi Diki terus meyakinkan kekasihnya bahwa dirinya akan baik-baik saja.
Karena terus melihat kekasihnya yang menangis menahan kepergiannya. Akhirnya Diki pun langsung meninggalkan kekasihnya begitu saja sambil berlari.
Terlihat kalau kekasihnya ikut berlari untuk mengejarnya. Tapi tiba-tiba saja mobil pickup melewati mereka.
Diki yang melihat bak mobil pick up itu kosong, ia langsung berlari mengejar mobil itu dan melompat ke atas mobil. Diki pun tidak menyangka bahwa dirinya bisa melompat dengan jarak ketinggian mobil pick up yang masih berjalan.
Diki melambaikan tangannya kepada kekasihnya sambil mengusap air matanya. Dan Diki pun melihat kekasihnya yang menangis sambil berteriak kepadanya.
"Aku tunggu kamu pulang. Cepatlah kembali."
***
Diki menangis karena teringat dengan kekasihnya yang menangisinya tadi. Dan ia pun bertekad akan merubah nasibnya di kota nanti, dan akan segera pulang ke kampungnya.
Walaupun sebenarnya dirinya sudah sangat kebingungan harus bagaimana nantinya. Tapi ia hanya akan membiarkan bagaimana air mengalir. Yang penting dirinya sudah berusaha terlebih dahulu.
Mobil pickup yang ditumpangi masih melaju. Tapi terminal angkot sudah hampir dekat. Diki pun kembali meloncat ke luar mobil pickup yang masih berjalan. Tubuhnya terasa ringan saat meloncat. Dan tidak ada rasa takut apapun yang ada di dalam dirinya. Ternyata memang latihannya bersama kakek tua itu benar-benar sudah meresap di tubuhnya.
"Makasih, Mang." teriak Diki kepada mobil yang sudah ia tumpangi.
Walaupun si supir tidak mengetahui kalau Diki telah menumpangi mobilnya, tapi Diki tahu diri dan mengucapkan terima kasih.
Diki pun menaiki angkot yang ada di terminal. Diki akan menaiki angkot menuju stasiun kereta untuk menuju kota. Diki berniat untuk menaiki kereta agar biayanya lebih murah.
"Mang, bawa saya ke stasiun kereta, ya!"
***
Setelah sampai di kota. Diki memandangi kertas alamat yang telah diberikan saudaranya itu.
"Harianto?" gumam Diki.
Diki melihat area sekelilingnya. Ia bingung mencari alamat ini kemana. Lalu tatapannya terhenti ke sebuah tempat pos satpam yang ada di pinggir jalan.
Diki pun melangkah ke arahnya.
"Permisi, Pak. Maaf mau tanya alamat ini," terang Diki kepada penjaga pos.
Penjaga pos itu membaca kertas yang Diki berikan. Lalu memberitahukan kalau tempat yang dituju Diki masih jauh dan harus ditempuh dengan kendaraan.
"Oh, baiklah, Pak. Terimakasih." Diki pun melangkah pergi dari tempat itu.
Diki mencari kendaraan umum yang lewat tapi tidak ada yang berhenti karena tumpangannya penuh. Tapi walaupun ada banyak taksi yang lewat, Diki tidak mencegatnya karena Diki tahu kalau biayanya mahal.
"Lebih baik aku berjalan dulu sambil menunggu ada angkot yang lewat," gumam Diki sambil berjalan.
Di dalam perjalanan tiba-tiba mata Diki tertuju kepada seorang bapak-bapak yang sedang di todong dengan senjata. Diki terkejut dan ia pun mencoba menghampirinya dengan perlahan.
"Beritahu kami cepat!"
Pria yang sedang di todong oleh senjata itu terlihat enggan berkata sepatah katapun padahal dirinya sudah dalam bahaya.
Entah apa yang diinginkan oleh orang-orang jahat ini sehingga menodongkan senjata kepada pria paruh baya itu dan menyuruhnya mengatakan sesuatu.
"Saya tidak akan memberitahukan dimana orang yang kalian cari. Karena memang saya tidak tahu, ditambah kalaupun memang dia masih hidup! Maka saya tidak akan memberitahukannya. Saya lebih baik mati daripada harus memberitahukan kalian!"
Para penjahat itu nampak kesal.
Brugh!!!
Diki yang melihat kejahatan di hadapannya tidak bisa diam dan ia ingin menolong pria paruh baya yang sedang di todong oleh senjata itu. Brug!!! Diki melompat dan menendang punggung salah satu penjahat yang menodongkan senjata di leher pria paruh baya itu lalu kembali ke posisinya dengan kuda-kuda yang terpasang dan tangan yang dikepalkan, siaga untuk menahan serangan.Ketiga penjahat dengan pakaian jas hitam itu pun menoleh dengan garang ke arah Diki dan menggeram kesal."Sialan bocah ingusan!" geram salah satu penjahat yang tidak terkena serangan Diki. Ia kesal melihat temannya yang diserang mendadak.Sedangkan yang terkena serangan itu masih tengkurap di tanah lalu mencoba untuk beranjak bangun.Mereka semua menatap Diki dengan garang.Sedangkan pria paruh baya itu terkejut karena ada pria muda yang mau membantunya dan membuat nyawanya terancam.Para penjahat itu langsung menyerang Diki dengan tendangan, tonjokan dan pukulan maut mereka tapi Diki berhasil menangkis semua serangan
Diki bingung harus bayar pakai apa karena di dalam tas dan sakunya, ternyata tidak ada uang sepeserpun karena telah hilang."Kalau gak punya duit gak usah makan! Alasan aja hilang." pedagang bakso itu terlihat meneriaki Diki karena tidak percaya kalau Diki memang telah kehilangan uangnya."Tapi uang saya hilang! Bukan alasan," sahut Diki sambil memikirkan sesuatu.Diki bingung hendak berbuat apa untuk membayar makanannya."Kalau boleh saya akan cuci mangkok buat bayar makanan yang saya makan. Boleh kan Mang?" tanya Diki.Diki tidak ada pilihan lain selain mencuci mangkok pedagang itu untuk membayar makanannya."Ya Sudah, daripada tidak dibayar!Pedagang itu pun membolehkan Diki untuk membayarnya dengan cara membersihkan mangkoknya.***Diki saat ini sedang menelusuri tempat yang telah ia lalui. Ia ingin mencari uangnya yang telah hilang itu dan berharap kalau uang itu masih ada dan belum dipungut oleh siapapun."Duh dimana ya uang itu? Kalau aku gak punya uang, bagaimana nanti?" Diki
Diki mendengar sosok wanita paruh baya yang menangis kepada satpam dan satpam terlihat terkejut karena mendengar kalau pak Harianto belum pulang-pulang.Diki pun menyimpan makanannya lalu menghampiri mereka."Yasudah Ibu tenang saja, mungkin bapak pulang terlambat hari ini," terang Pak satpam berbicara kepada ibu paruh baya itu."Tapi tolong terus awasi kawasan ini ya, Pak. Saya takut terjadi apa-apa sama suami saya soalnya dia tidak bisa dihubungi. Ditambah saya pernah melihat orang yang mencurigakan mengintai rumah kami, bukannya area sini sudah dijaga dengan ketat? Tapi kenapa masih ada orang asing yang bisa masuk ke dalam dan mengintai rumah?" tanya wanita paruh baya itu terhadap pak satpam."Wah, padahal saya terus berjaga disini. Dan kami selalu bergantian mengawasi, apakah mungkin mereka menaiki dinding pembatas lewat belakang? Tapi kan dinding itu sangat tinggi?" Pak satpam terlihat sedang berpikir.Diki pun melihat wanita paruh baya itu yang melangkah untuk masuk."Bu, Ibu tu
Pertanyaan itu membuat Bella dan Diki terkesiap.Lalu, mereka pun beranjak berdiri."Ibu, pria ini ingin bertemu dengan bapak!" terang Bella.Istri dari pak Harianto itu berdecak, "Kan kamu tahu sendiri kalau bapak tidak ada? Dan entah dimana ia sekarang. Jadi, lebih baik kamu suruh dia pulang!" suruh istri dari Pak Harianto. Wanita paruh baya itu sedang lelah dan banyak pikiran karena mencemaskan suaminya."Ibu, tunggu sebentar." tahan Diki yang melihat istri dari pak Harianto hendak pergi."Saya tahu kalau Pak Harianto itu masih belum pulang juga. Tapi, setidaknya berikan saya sesuatu untuk bisa membantu mencarinya." terang Diki berniat untuk mencari Pak Harianto yang menghilang itu.Istri dari pak Harianto berdecak, "Kamu bisa apa? Polisi saja yang ahli masih belum bisa menemukannya. Apalagi kamu pria biasa!" hina istri dari Pak Harianto.Diki sadar diri lalu menunduk tapi ia akan berjuang. Ia tidak akan menyia-nyiakan waktunya yang hanya harus menunggu. Lebih baik ia berusaha untu
"CK, dasar pria miskin!" hina Alvin tersenyum mencemooh.Bella tidak terima kalau Diki dihina seperti itu. Ya walaupun Diki baru ia kenal tapi ada sedikit rasa tertarik dan penasaran karena Diki orang misterius baginya."Alvin, kamu jangan hina Diki seperti itu dong. " Bella melarang Alvin untuk menghina Diki."Yaudah gapapa, aku memang orang miskin, Kok." sambung Diki merendah. Diki pun mengambil tas ranselnya berniat untuk mencari pakaian lain, walaupun ia bingung karena tidak ada lagi pakaian yang layak.Tiba-tiba saja Bella merebut tasnya, "Sudahlah Diki, kalau memang tidak ada baju lain kita beli saja yang baru, biar Alvin yang bayar, yah." Bella menatap Alvin berharap kalau Alvin setuju."Kenapa harus aku, Bell?" tanya Alvin tidak mengerti dan tidak mau."Ya terus mau aku? Ya aku gapapa sih karena sanggup, tapi kamu masa gak malu dikalahkan oleh wanita cuma masalah duit. Katanya kamu milyuner?" sindir Bella lalu melihat ke dalam tas ranselnya Diki."Hmm, iya, iya, biar aku deh
Diki menelan salivanya saat pria sangar yang berteriak ke arahnya itu mendekati Diki dan menatap tubuh Diki dari bawah sampai akhir."Saya belum pernah lihat dia, Alvin? Dia siapa?" tanya pria paruh baya yang terlihat begitu garangnya dengan tubuh yang kekar dan mata yang melotot."Dia teman baru, Alvin. Keturunan keluarga Wington Paman!" jawab Alvin berbohong."Oh, mereka ternyata punya keturunan blasteran juga, Paman kira turunan Wington itu anak-anaknya gak ada yang blasteran kayak dia, mereka kan keturunan lokal?" Alvin tersenyum karena memang keturunan keluarga itu tidak ada yang seganteng dan setampan Diki yang mempunyai hidung mancung dan mata hazel seperti dari keturunan Spanyol."Dia beda, Paman. Dia baru datang dari luar negeri dan wajahnya di operasi plastik biar mirip orang luar!" Alvin berbohong agar tidak banyak pertanyaan terus yang keluar dari mulut pamannya yang agresif serta garang. 'Alvin berbohong tentang keadaanku?' dalam batin Diki dan malah ingin tertawa."Yas
"Apa maksudnya, Alvin?" Bella sungguh terkejut mendengar apa yang telah Alvin katakan. Sedangkan Diki ia juga tertegun mendengarnya. Masa Alvin menyuruh dirinya untuk bunuh diri? Alvin tertawa, "Nyali Lo sampai mana? Gue mau tahu?" selidik Alvin. Alvin ingin menguji nyali Diki, apakah Diki akan menerima tantangan dari Alvin? Atau langsung menciut ketika Alvin mengatakan itu? "Kalau Lo mau melanjutkan latihan ini, maka turuti apa yang gue katakan! Lakukan itu di kepala Lo saat gue memberikan aba-aba!" suruh Alvin. Bella tidak terima dan langsung melarang Alvin untuk menyuruh Diki berbuat seperti itu. "Jangan ini bahaya, itu tandanya Alvin ingin kamu mati, Diki. Ayo, kalau seperti itu kita pergi saja! Kita berdua bisa cari bapak!" Bella langsung menggusur tangan Diki untuk pergi. Alvin gila? Mana mungkin Diki harus latihan uji nyali seperti ini? Diki menatap Alvin, ia yakin kalau Alvin hanya mengujinya saja. Maka, kalau begitu ia akan menuruti semua yang Alvin perintahkan. Di
Alvin ingin membuat sketsa wajah saat ini, ia telah menghubungi seseorang yang ahli membuat sketsa wajah.Diki pun bersiap menceritakan tentang ciri-ciri orang itu, tapi Alvin tahan karena menunggu orang yang ahli untuk membuat sketsa wajah."Tunggu, kita tunggu dulu orang yang akan membuat sketsa wajah. Nanti, Lo ceritakan langsung kepadanya!" tahan Alvin. Mendengar apa yang telah Alvin ucapkan akhirnya, membuat Diki diam karena mengerti.***Di tempat lain, begitu terdengar tangisan air mata, dan jeritan yang menggema di sebuah ruangan gelap. Ruangan itu terdiri dari obor dan api yang sedikit menyinari ruangan gelap itu. Tepatnya di dalam sana ada pria paruh baya yang diikat kuat-kuat dengan tali tambang yang melilit kedua tangannya. Tubuh pria paruh baya itu terpasung seperti salib.Cetarrr ….Suara cambukan yang mendarat di tubuh pria paruh baya itu. "Arghhhh!!!" Pria paruh baya itu meringis kesakitan karena merasakan sakit di area tubuhnya."Katakan! Katakan dimana pewaris Vel