Share

Bab 2

Lima menit setelah Rozi pergi, Rani kembali menangis. Bayi kecil itu sepertinya sangat kehausan. Kamelia menatap tak berdaya ke arah sang bayi. Bisa-bisanya Rozi pergi padahal mereka tidak bisa melakukan apa pun?

Sementara Fahri dan Delisa menghambur-hamburkan nasi di ruang depan.

Kamelia menangis kembali. Dia ingin menggerakkan tangannya dan merangkul serta menyusui bayinya sendiri. Akan tetapi, dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Seharusnya, laki-laki itu tidak pergi. Bagaimana bisa dia pergi saat anak-anak mereka begitu membutuhkannya? Rani menangis keras hingga hampir satu jam lamanya. Kemudian akhirnya bayi itu hanya terisak-isak karena sudah kelelahan menangis kencang dan akhirnya diam.

Suasana di rumah itu kembali hening, hanya siaran kartun di televisi di ruang tamu yang berbunyi. Keheningan itu tidak berlangsung lama karena tiba-tiba saja Delisa masuk sembari menunjuk bokongnya.

"Mak, eek!" katanya seraya menunjuk-nunjuk ke arah bokongnya.

Lagi-lagi, ketidakberdayaan membuat Kamelia sedih. Jangankan bergerak, bersuara saja dia hampir tidak bisa. Wajahnya lumpuh sebelah—terkena bell palsy.

'Panggil Abang Fahri, suruh basuh,' ujar Kamelia dalam hati.

"Mamak, eek!" seru Delisa sambil menggoyangkan tubuh ibunya berkali-kali, berharap sang ibu bangun dan membasuh kotorannya.

Anak itu kemudian menangis. Dia duduk di lantai dan tantrum. Hal itu membuat adiknya yang tadi mulai terlelap kembali bangun.

Kamelia kembali menitikkan air mata dengan hati yang perih. Wanita itu bersumpah, bersumpah dalam hati. Jika saja saat ini ada yang menawarinya kekuatan dengan imbalan nyawanya sendiri, dia akan memilih hal itu. Kamelia benar-benar jatuh, tersungkur, dan terpuruk di dalam kesengsaraan.

Akan tetapi, tawaran semacam itu tentu saja tidak akan pernah ada. Jika ada kemudahan, tidak akan ada yang merasakan kesakitan di dunia ini bukan?

Delisa pada akhirnya terdiam, lalu bocah kecil itu berlari keluar kamar. Ternyata dia membuka sendiri popoknya. Namun, semua menjadi kacau karena kotorannya jatuh ke mana-mana.

Anak itu paham, dia ke kamar mandi dan berlama-lama di sana. Kamelia gelisah, dia takut anaknya kenapa-kenapa di dalam sana. Pikiran jahat mulai merasukinya, bagaimana kalau Delisa tenggelam di dalam bak?

Lagi-lagi hanya harapan yang bisa dia langitkan agar putri kecilnya tidak mendapatkan celaka. Untung saja saat itu Fahri masuk ke kamar mandi dan mengeluarkan adiknya dari sana.

"Ih, adik, eek di lantai," seru Fahri terlihat merasa jijik.

Dia membawa Delisa ke kamar. Kamelia terus menangis. Air matanya mengalir dengan deras. Bantal yang dia pakai basah dan sudah berjamur karena sering dihujani oleh air mata. Dia merasa kasihan pada anak-anaknya, jangankan mengurus mereka, membersihkan dirinya sendiri saja dia tidak sanggup.

Kamelia menderita stroke setelah melahirkan anak keempatnya. Sejak saat itu, Rozi yang mengurus semuanya. Laki-laki itu awalnya berpikir dia bisa melakukannya. Apalah kerjaan rumah. Itu hanyalah hal sepele. Seperti itulah anggapannya selama ini. Makanya dia tidak pernah mau membantu istrinya sama sekali sebelumnya. Namun, setelah dijalani, ternyata luar biasa. Pekerjaan rumah tangga tidak sebanding dengan pekerjaan mana pun.

Laki-laki itu sampai kurang tidur, makan tidak lagi teratur. Badannya terasa remuk redam karena harus bekerja dan mengurus anak sekaligus. Dia benar-benar lelah.

Karena bosan dan lelah, Delisa tertidur tanpa memakai pakaian di sisi ibunya. Sedangkan Fahri, anak shaleh itu mencoba membersihkan kotoran adiknya dengan seadanya. Walau tidak sempurna, setidaknya dia masih peduli, bukan seperti ayahnya.

Setelah selesai, dia naik ke ranjang dan menghampiri sang ibu, lalu anak itu pun ikut tertidur di sisi ibunya.

Kamelia meneteskan air mata kembali. Dia berdoa di dalam hati, 'Ya Allah, aku tidak keberatan menderita selama hidupku, tapi tolong jangan biarkan anak-anakku mendapat penderitaan yang sama. Tolong jangan beri mereka penderitaan seperti ini.'

Hari itu adalah hari Jumat, di mana ada doa yang langsung menembus langit dan terkabul. Mungkin saja, doa Kamelia adalah salah satunya. Ia akan terkabul, apakah karena terucap dari lisan istri yang teraniaya, ataukah seorang ibu yang tak sanggup melihat anaknya menderita. Entah bagian mana yang Tuhan pandang.

***

Pukul 12 siang.

Rozi belum pulang juga dari kegiatannya memancing. Sedangkan anak-anaknya sudah berkali-kali tidur, bangun, lalu tidur lagi karena kelelahan. Mereka belum makan, belum minum lagi. Delisa tidak berpakaian, bayi mereka belum menyusu setetes pun, Kamelia belum makan sama sekali, dan belum mandi. Popoknya belum diganti sudah dua hari. Lalu anak sulungnya juga belum pulang.

"Mamak, Fahri lapar," ujar anak keduanya seraya menggoyang tubuh ibunya.

Kamelia ingin bangun, tapi dia tidak berdaya. Dia hanya bisa kembali menangis.

"Mamak jangan nangis, biar Fahri masak sendiri," ujarnya lalu dia keluar.

Jari-jari Kamelia bergerak. Jika dia sehat, mungkin saat ini dia akan merangkul Fahri dan melarangnya melakukan itu. Bagaimana mungkin anak umur 4 tahun itu memasak? Tidak mungkin!

'Jangan, Nak! Jangaaan!' pekik Kamelia dalam hati.

Tentu saja Fahri tidak mendengarnya. Anak itu berlari keluar dan pergi ke dapur. Kamelia merasa tubuhnya kini gemetar, dia berdoa agar ada yang bisa membantunya. 'Tolong ya Allah, satu kali ini saja, berikan hamba keajaiban. Tolong!' pinta Kamelia dalam hati.

Fahri memutar kompor, lalu api pun menyala. Dia meletakkan kuali di atas tungku dan menuang sedikit minyak. Kompor yang letaknya di lantai itu sangat mudah dijangkau anak-anak. Meja kompor mereka sudah rusak dan Rozi belum membeli yang baru.

Kalau dulu, sang ibu pasti selalu melarang Fahri mendekat ke arah kompor, berbahaya katanya. Padahal bocah tersebut ingin sekali bermain dengan api itu. Sekarang dia bisa bermain sepuasnya.

Apinya terlihat menyala terlalu besar, kuali sudah sangat panas hingga berasap. Fahri gugup. Dia mengambil telur di kantong, tapi telur itu jatuh dan pecah. Bocah kecil itu ketakutan. Tapi dia mencoba lagi. Anak itu meraup telur di lantai dan mencoba memasukkannya ke kuali. Karena tidak berhasil, akhirnya dia mengambil satu lagi telur di kantong. Entah apa yang dipikirkan anak itu, tiba-tiba dia melempar telur ke dalam kuali.

Seketika, minyak panas terpercik dan mengenai kaki bocah tersebut. Dia menangis dan langsung berlari kencang ke dalam kamar.

Melihat hal itu, Kamelia panik! Tampak dari kamar kalau dapur sudah dipenuhi dengan kepulan asap. Sementara anak-anaknya semua ada di kamar. Matanya melebar sempurna melihat kekacauan yang tengah terjadi. Dia mencoba bergerak sebisa mungkin.

Akan tetapi, tidak seinci pun tubuh wanita itu beranjak. Hanya matanya yang berkedip-kedip, bersama derai tangisan kekesalan.

'Ya Allah! Tolonglah! Tolong bantu hamba-Mu ini. Tolooong ...!" Kamelia terus menangis tanpa suara.

Sementara itu, api di dapur mereka kian membesar hingga membuat rumah mereka menjadi penuh dengan asap. Tragedi itu makin parah saat api tiba-tiba menyambar kain lap yang berada di dekat kompor tersebut.

Dan tiba-tiba–

DUAAAARR!!!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status