Sebuah range rov*r hitam berhenti di lobby utama kantor pusat Adinata Group. Tampak seorang wanita cantik dengan kemeja satin berwarna hitam yang dipadukan dengan celana berwarna senada keluar dari mobil itu. Dia melenggang ke arah lift khusus para petinggi Adinata Group.
"Selamat Pagi, Nona Gea," terdengar suara dari arah belakang Gea. Suara yang sangat dia hafal, suara yang sudah didengarnya sejak masih bayi. Suara bariton Sang CEO Adinata Group.
"Selamat Pagi, Pak Gibran," balas Gea seraya menyunggingkan senyumnya.
"Hari ini cantik banget sih ibu direktur pengembangan bisnis Adinata Group," terdengar suara yang juga tidak kalah familiar dengan suara Gibran. Ya ... siapa lagi kalau bukan, Audrey Liliana White, istri tercinta Gibran.
"Cantikku setiap hari kali, Te," ujar Gea seraya menyelipkan beberapa anak rambutnya di belakang telinganya.
"Tiap hari memang cantik, tapi hari ini cantik banget, bukan sekedar cantik seperti hari-hari yang lain," gumam Audrey seraya memindai penampilah Gea dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Siang ini Gea akan lunch dengan gebetannya, jadi wajar dia menyiapkan penampilan terbaiknya," timpal Gibran dengan senyum menggoda.
"Gebetan? Siapa Mas?" Audrey menatap penuh tanya pada sang suami.
"Abizar Belver Permadi."
"What? Abizar? Anak Kak Thabita?" Audrey melotot tidak percaya.
Hanya anggukan kepala yang Gibran berikan sebagai jawaban dari pertanyaan sang istri. "Dendam salah alamatnya sudah usai? Waaah ... baguslah kalau gitu. Eh, tapi bentar-bentar! Cinta lama bersemi kembali dong?"
DEGH!
Gea tersadar bahwa selain Tiara, Reksa, Mama Papanya, dan kedua orang tua Abziar, Audrey juga saksi hidup kisah kasihnya bersama Abizar 7 tahun lalu.
Duh ... resek banget sih Tante Audrey. Om Gibran jadi tau juga 'kan kalau gini!
"Cinta Lama Bersemi Kembali?" Gibran kembali memastikan rungunya tidak salah menangkap kalimat yang keluar dari mulut istri cantiknya itu.
"Abizar 'kan dulu cemcemannya si Gea. Aku sering bertemu mereka di Alina Gump. Kak Livy dan Kak Thabita juga sudah tau tentang kedekatan mereka. But as we known, takdir rupanya tidak memihak mereka, alhasil kisah kasih itu gugur sebelum berkembang."
Apaan sih Tante Audrey! Resek banget pakai acara cerita-cerita masa lalu.
"Wah ... Aku baru tau." Gibran mengangguk-nganggukan kepalanya. Memorinya memutar tentang beberapa kebersamaan Abizar dan Gea di rumah keluarga Adinata 7 tahun silam. Gibran sayup-sayup mengingat bahwa Abizar memang sering menghabiskan weekend di rumah keluarga Adinata untuk mengunjungi Gea.
Ooo ... Jadi saat itu mereka pacaran? Aku pikir hanya untuk menemani Reksa berkumpul bersama Gea dan Tiara.
"Semoga CLBK-nya segera terealisasi. Dan semoga sekarang takdir berpihak pada mereka," lanjut Gibran seraya menaik turunkan alisnya.
Dih, apa coba maksudnya Om Gibran? Gara-gara Tante Audrey nih!
"Aku rasa Abizar sangat pas untuk menjadi pria Gea. Terlepas dari dendam salah alamatnya, tapi Aku akui dia masuk kriteria pria yang baik untuk Gea. Dia tampan, cerdas, sopan, dan aku rasa bisa melindungi Gea."
Astaga! Sopan? Dan apa tadi kata Om Gibran? Bisa melindungiku? Om Gibran belum tau saja kalimat sadis Abizar kemarin. Apalagi rencana keji si Abizar padaku!
"Kesakitan yang akan gue kemas dengan sangat cantik, bahkan semua orang tidak akan menyadari itu, kecuali gue, Lo, dan Reksa."
Kalimat Abizar itu selalu terngiang di telingaku. Akupun bergidik ngeri membayangkan kesakitan apa kiranya yang dimaksud Abizar. Dasar psiko!
TING.
Liftpun tiba di lantai 47. Lantai dimana ruangan sang CEO berada.
Pagi ini Gea tidak langsung ke ruangannya. Dia terlebih dulu ke ruangan Gibran untuk konsultasi mengenai konsep produk terbaru Adinata Cosmetics pada boss besarnya itu.
"Jangan lupa gincumu ubah menjadi warna merah merekah, Ge!" titah Audrey sambil memberikan matte lipstick Adinata Cosmetics kode wine pada Gea. "Gincu merah sangat cocok dengan outfitmu hari ini. Abizar pasti makin ... ehem, terpesona."
Terpesona? Astaga! Tidak dicaci maki Abizar saja sudah alhamdulillah. Lagian ngapain juga aku harus membuat Abizar terpesona padaku? Gebetan bukan, kekasih juga bukan!
"Jangan lupa juga ikat rambutmu. Gincu merah ditambah leher jenjangmu pasti akan membuat Abizar segera melamarmu," bisik Audrey ke telinga Gea dengan suara menggoda.
Dih, apaan sih ide gak masuk akalnya! Lagian ngapain Tante blasteran pagi-pagi sudah ada di kantor Adinata Group? Bikin orang emosi aja! Bukannya setiap pagi dia harus mengantar Bagas dan Ayara ke sekolah?
"Tante ngapain sih ngintilin Om Gibran pagi-pagi gini?" ketus Gea.
"Ya mau menemani Om Tampan minum kopi lah," jawab Audrey seraya menggeleot manja di dada Gibran.
Minum kopi? Dipikir cafe atau kedaI Alina Gump kali ah! Dasar pasangan pengantin Tua! Masih aja sok-sok mesra-mesraan kayak pengantin baru. Heran deh sama dua sejoli ini!
"Aku buatkan dulu kopi penuh cintanya ya, Mas." ujar Audrey sambil membelai mesra rahang Gibran. Sesekali wanita blasteran Amerika - Indonesia itu mengecup rahang sang suami.
"Terima kasih, Sayang," balas Gibran yang kemudian melumat mesra bibir ranum Audrey.
Adegan 21+ itupun terpampang nyata di hadapan Gea yang hanya bisa menelan salivanya berkali-kali. "Dasar pengantin tua!" ketus Gea dengan bersungut-sungut.
Sontak Audrey dan Gibran terkekeh melihat wajah kesal Gea. Bagi mereka berdua, Gea selalu tampak menggemaskan setiap menggerutu seperti itu.
"Kamu 'kan sudah 21++. Ya sudah boleh dong menyaksikan ciuman Kami," ujar Audrey seraya berlalu menuju pantry.
Dih, dasar sejoli mesum! Sudah kesekian ratus kali bagiku melihat ciuman mesra mereka berdua. Sejak usiaku 21 tahun, apalagi setelah aku pulang dari Amerika, Om Gibran dan Tante Audrey tidak pernah sungkan menunjukkan kemesraan mereka di hadapanku.
"Makasih ya, Ge,"
"Hah? Makasih untuk apa, Om?"
"Makasih sudah jadi tim sukses Om dan Tante Audrey 12 tahun lalu. Semoga Tuhan membalas dengan segera memberikan jodoh untuk Kamu, em ... mungkin yang nanti akan kamu temui di jam makan siang."
Cih, Abizar?
"Jangan hanya terima kasih dong, Mas!" gerutu Audrey seraya membawa kopi untuk suami tercintanya. "Kita harus balas budi dong sama Gea."
"Balas budi?"
"Ya dong, Mas. Kita juga harus menjadi tim sukses Gea dan Abizar. Itu bentuk balas budi yang equal, betul tidak?"
What? Balas budi yang equal? Sok ngide banget deh, Tante Audrey!
"Terima kasih banyak, Ibu Audrey Liliana Adinata. Tidak usah repot-repot jadi tim sukses Saya, apalagi dengan Abizar. Saya tidak berkenan!" ujarku seraya meninggalkan pasangan pengantin tua itu.
Sial banget sih pagi ini! Sudah melihat adegan 21+, masih harus diingatkan dengan kisah lamaku bersama Abizar pula. Moodku langsung terjun bebas 'kan jadinya.
Gea bergegas menuju ruang kerjanya. Memeriksa semua dokumen yang akan dibahas pada pertemuannya dengan Abizar dan Timnya siang ini. Bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri, membaca semua dokumen yang akan disajikan pada meetingnya siang ini.
Jangan sampai ada yang tidak beres dari dokumen ini. Bisa dilahap Abizar di hadapan timku sendiri nanti. Tengsin 'kan!
Di tengah fokusnya bekerja, tiba-tiba dia teringat pesan Audrey. Tante blasterannya itu memintanya mengubah warna lipstick nude yang dia pakai mejadi merah merekah.
Gea segera mengambil cermin kecil di tas Di*r miliknya. Kemudian perlahan dia menghapus lipstick nude yang dia pakai menggunakan Adinata Eye and Lip Makeup Remover yang akan diluncurkan bulan depan. Setelah itu dia mengoleskan Adinata Matte Liquid Lipstick berwarna merah maroon pilihan Audrey.
"Wah ... ternyata memang tepat pilihan Tante Audrey. Warna ini memang cocok untuk outfitku hari ini," gumamku memuji penampilanku sendiri, hehehe.
Gea meilirik Jam tangan Patek Phileppe yang dia kenakan. Wah, sudah pukul 11.30 ternyata. Geapun segera merogok tasnya kembali, kemudian dia menyemprotkan parfum favoritnya di beberapa titik nadinya.
Gea juga segera mengikat tinggi rambutnya, memperlihatkan leher jenjangnya, persis seperti titah Tante kesayangannya tadi pagi. Tak lupa dia kembali mengecek riasannya, memandangi wajah cantiknya seraya tersenyum masgyul.
OK! Siapkan jiwa dan raga, siapkan hati dan pikiran untuk bertemu dengan human pendendam salah kaprah itu!
"Untuk apa saya harus menelpon Melly?" Bima menatap bingung ke arah Gibran. Dia tidak paham dengan maksud dan tujuan CEO Adinata Group itu memintanya menghubungi sang sepupu. Apalagi perihal proyek di Kemang yang sedang diperebutkannya bersama Abizar. Rasanya tidak ada kaitannya dengan Melly.Astaga, jangan - jangan ..."Lakukan sekarang!" Belum juga Bima selesai merangkai beberapa hipotesa perihal alasan Gibran memintanya menelpon Melly, Gibran sudah memberi titah. Tampak sekali CEO Adinata Group itu sedang tidak ingin dibantah."Katakan bahwa kamu sudah selesai membicarakan perihal proyek Kemang itu bersama Abizar. Sampaikan bahwa Abizar bersedia mundur dari proyek itu."Bima awalnya menolak. Menurutnya tidak ada kaitannya antara sepupu cantiknya itu dengan proyek Kemang yang sedang diperebutkannya bersama Abizar.Namun Gibran terus mendesak agar Bima mau melakukannya. Alhasil Bimapun menurut. Dia mengikuti apa yang dititahkan oleh anak laki-laki satu-satunya Keluarga Adinata terseb
"Saat itu kami benar-benar tidak bisa lagi membohongi perasaan kami. Gue dan Gea ... saling mencintai."BZZZTTT!Mendengar prolog yang disampaikan Bima, Abizar sontak menyemburkan kopi yang hendak ia telan.Benar-benar sudah tidak waras human di hadapannya ini. Bisa-bisanya dia mengatakan bahwa dia dan Gea dulu saling mencintai. Ketara sekali mantan kekasih adiknya itu sedang berencana untuk mebohonginya!Ah, kenapa juga dulu Reksa bisa jatuh cinta dengan human macam Bima! Human yang sangat tidak berkualitas! Gerutu Abizar dalam hati.Dia benar-benar tidak habis pikir bagaimana bisa dulu sang adik terbima-bima. Okelah wajah pria itu memang tampan, tapi kelakuannya sangat memalukan!Lagipula kalau cuma hanya tampan, masih banyak pria lain di luar sana, bahkan yang jauh lebih tampan dari Bima. Kenapa bisa Reksa sampai harus mengalami kesakitan yang luar biasa hanya karena human macam Bima! Menyedihkan sekali!Abizar benar-benar miris setiap mengingat nasib malang Reksa. Apalagi alasan d
"Kasus penipuan dengan angka belasan milyar, penyuapan seorang pejabat untuk memuluskan binis kelapa sawit, dan ..."Abizar sengaja menggantungkan kalimatnya. Memberi waktu pada kedua matanya untuk mengamati Bima dengan seksama.Terkejud, itulah hal pertama yang Abizar tangkap dari Bima saat ini. Selanjutnya cemas dan khawatir. Dua hal itu juga tampak di sorot mata sepupu Melly itu.Abizar tentu sangat menikmati pemandangan di hadapannya. Keangkuhan Bima perlahan memudar setelah dia memaparkan dua fakta perihal kartu hitam Bima dan keluarganya.Ini baru kartu hitam pertama dan kedua, belum juga Abizar menyampaikan kartu hitam ketiga. Bisa dibayangkan bagaimana piasnya Bima ketika bom atom berupa kartu hitam ketiga itu dilempar Abizar padanya.Bayangan bagaimana liciknya Bima memperlakukan Gea tujuh tahun silam membuat Abizar bertekad untuk membalas apa yang dirasakan istrinya itu. Dan pembalasan itu akan ia mulai hari ini.Bima sendiri jantungnya memang sudah mulai bertalu-talu. Dua c
Seperti yang Abizar perkirakan, hanya butuh waktu singkat bagi Gibran membuat Bima segera bertekuk lutut. Gibran dan orang-orang kepercayaannya sudah menjalankan misinya dengan sangat apik. Kini mereka tinggal memetik hasil dari pergerakan mereka selama beberapa hari terakhir. Gibran sudah meminta Abizar membuat janji temu dengan Bima di kantor Abizar sianh ini. Gibran ingin segera menyelesaikan semua permainan kotor Bima yang sangat merugikan keponakan kesayangannya. Suami Audrey itu akan memastikan dengan mata, telinga, dan mulutnya sendiri bahwa Gea tidak akan lagi mengalami kesulitan apapun karena kelakuan di luar nuril Bima. "Bagaimana bisa dia terlambat di sebuah pertemuan bisnis?" Gibran menggerutu ketika sudah tiga pulu satu menit dirinya duduk tampan di sofa ruang kerja Abizar namun Bima belum juga datang. Di sebelah Gibran sudah ada Tian, sang asisten kepercayaan yang duduk tampan mendampinginya. Sedangkan si empunya ruangan duduk di hadapan keduanya. "Benar-benar human
"Reksa bilang akan sangat sulit membuat Bang Izar percaya bahwa Kak Melly terlibat. Abang sangat mempercayai mantan cinta pertama Abang itu." "Melly cinta pertamamu?" Abyaz segera menginterupsi. Secepat kecepatan cahaya dia menoleh ke arah Abizar. Abyaz menatap geli pada Abizar. Setau Abyaz, selama ini Melly dan Abizar bersahabat. Ternyata oh ternyata! "Wah ... kalian terlibat friendzone?" Mungkin memang benar apa kata kebanyakan orang, persahabatan antara pria dan wanita itu tidak ada yang tanpa bumbu-bumbu asmara. Kalau tidak salah satunya yang menyimpan rasa, ya dua-duanya! "CK!" Abizar berdecak sebal. "Masa lalu!" "Siapa bilang masa lalu?" Tiara segera menyanggah ucapan Abizar. "Aku rasa sampai saat ini hal itu masih berlaku. Bedanya, kalau dulu bang Izar yang mencintai Kak Melly, sekarang sebaliknya!" "Oya?" Entah mengapa Abyaz tiba-tiba kepo. Biasanya pria itu cenderung acuh, tidak mau tau perihal apapun yang tdiak ada sangkut pautnya dengan kehidupanya. Tapi entah mengapa
"Reksa baru mengetahuinya dua tahun lalu.""Dua tahun lalu?" Beo Abizar. Pikirannya menghitung mundur dua tahun lalu yang dimaksud Tiara.Dua tahun lalu itu artinya tepat di tahun Reksa meninggal. "Apa saat kamu menemuinya di Jepang?"Tiara mengangguk. Mengiyakan dugaan Abizar.Itu artinya lima bulan sebelum Reksa meninggal. "Ceritakan semuanya, Ti! Ceritakan perihal pertemua kalian di Jepang saat itu. Abang harus memastikan banyak hal, dan Abang rasa pertemuanmu dan Reksa bisa membantu Abang untuk menemukan banyak petunjuk." titah Abizar pada Tiara.Tentu saja Tiara menyanggupi. Rasanya sudah waktunya dia membuka semuanya."Itu adalah pertemuan pertama kami setelah lima tahun Reksa menutup aksesnya untuk bertemu denganku maupun Gea." Saat itu memang pertama kalinya Reksa memberi izin pada Tiara untuk menemuinya. Setelah bertahun-tahun Reksa tidak pernah sekalipun menggubris permintaan Tiara, akhirnya kali itu Reksa mengiyakan permintaan salah satu sahabatnya itu. Namun dengan syarat,