Bruk!!
Melihat pakaian yang hendak Lyra jemur kembali kotor, Lyra hanya bisa membuang nafas menatap Tutik yang berdiri di depannya, dan mencoba untuk bersabar, dengan perlakuan yang diberikan Tutik kepadanya."Selesaikan segera Lyra, sebelum kepala pelayan datang dan memperingatimu," Tutik kemudian meninggalkan Lyra dengan pakaian yang kembali kotor, dan kembali masuk kedalam dapur."Sabar Lyra, tidak mudah untuk mencari pekerjaan dengan keadaanmu yang seperti sekarang ini," Lyra mencoba mengingatkan dirinya untuk lebih bersabar, kemudian mengambil pakaian yang telah ditendang Tutik, untuk dicuci kembali."Pekerjaanku sepertinya akan lama baru selesai, seharusnya ini sudah aku jemur tetapi, Kak Tutik kembali mengotorinya."Tidak lama kepala pelayan datang menghampiri Lyra, yang saat ini bersiap untuk menjemur pakaian yang telah selesai Dia cuci kembali."Lyra, Kenapa kamu lama sekali mengerjakan tugas mencucimu, aku dari tadi mencarimu," ujar kepala pelayan berjalan menghampiri Lyra yang hendak keluar, dengan sekeranjang pakaian yang telah Dia cuci ulang."Maaf kepala pelayan, saya sedikit terlambat menyelesaikan pekerjaan saya. Pakaian tadi seharusnya sudah siap untuk saya jemur, tetapi Kak Tutik kembali mengotorinya," Lyra berharap kepala pelayan tidak menyalahkannya, dan membuatnya harus menerima pemotongan upah yang tidak seberapa, akibat perbuatan yang tidak dilakukan.Mendengar itu, kepala pelayan hanya diam tidak menanggapi. Tutik memang selalu saja mencari masalah dengan Lyra beberapa kali, pekerjaan Lyra selalu saja disusahkan oleh Tutik. Dia juga tidak bisa memecat Tutik, selain Tuan Raharja. Apalagi Tutik merupakan anak dari pengasuh, yang dulu pernah mengurus Tuan Raharja sewaktu kecil."Baiklah, cepat kau selesaikan pekerjaanmu dan segera kembali ke dapur, Nyonya Clara memintamu untuk membuatkan semangkuk bubur buatanmu untuknya," ujar kepala pelayan, sebelum berbalik meninggalkan Lyra, yang masih harus melanjutkan pekerjaannya.Mendengar apa yng disampaikan kepala pelayan, Lyra dengan segera keluar untuk menjemur pakaian, sebelum kembali untuk membuat apa yang diminta Nyonya Clara, yang tidak bisa Lyra tunda.Lyra tidak tahu kenapa Nyonya Clara memintanya untuk membuat semangkuk bubur, yang dia tahu jika Nyonya Clara tidak menyukai makanan lunak seperti bubur, tetapi itu bukan urusan Lyra, yang hanya merupakan pelayan yang harus menuruti permintaan dari majikannya.Setelah menyelesaikan tugas menjemurnya, Lyra kemudian berjalan masuk ke dapur untuk menyiapkan bahan membuat bubur permintaan Nyonya Clara, hanya bubur putih yang harus Lyra buat dengan tambahan sayur.Setelah selesai membuatnya, Lyra kemudian memanggil kepala pelayan, untuk datang mengambil bubur yang di minta Nyonya Clara."Kepala pelayan, buburnya telah selesai saya buat, Apa saya harus meletakkannya di meja makan?" tanya Clara, menatap kepala pelayannya yang saat ini berdiri di depannya.Mendengar perkataan Lyra, kepala pelayan meminta Lyra untuk segera menyajikannya, dan menunggunya yang akan pergi menemui Nyonya Clara."Lebih baik kau siapkan di meja, Lyra. Aku akan menemui Nyonya Clara untuk bertanya, apa dia menginginkan buburnya diletakkan di meja makan," ucap kepala pelayan, kemudian berjalan meninggalkan Lyra menghampiri Nyonya Clara, yang duduk di ruang tengah.Lyra mendengar perkataan kepala pelayan, segera kembali menyiapkan bubur yang sudah selesai dibuatnya dan meletakkan diatas meja makan, seperti apa yang di perintahkan.Saat Lyra selesai menyiapkan bubur dan bermaksud kembali untuk beristirahat di kamarnya, kepala pelayan kembali memanggilnya untuk mengantar bubur ke kamar Tuan muda."Lyra, Nyonya Clara memintamu untuk mengantar bubur yang selesai kau buat, ke dalam kamar Tuan muda, Max, sekarang Lyra. Tuan muda Max merasa kurang enak badan, itu kenapa Nyonya Clara memintamu untuk membuat semangkuk bubur, dan mengantarnya ke kamar tuan muda Max."Lyra yang mendengar itu, tidak tahu harus mengatakan apa. Dirinya hanya terpaku menatap kepala pelayan yang melihat ke arahnya. Bagaimana mungkin dia harus mengantarkan semangkuk bubur yang dia buat ke kamar Tuan muda Max, yang semalam telah melecehkannya. Memikirkan ini, Lyra segera berjalan mendekat ke arah kepala pelatan untuk meminta kepada kepala pelayan, agar menyuruh pelayan lainnya mengantarkan makanan ke kamar Tuan mudah Max."Kepala pelayan, aku tidak bisa mengantar bubur ke kamar Tuan muda Max, kepala pelayan. Anda tahu jika kaki saya memiliki masalah, saya takut jika tuan muda Max melihat saya, itu akan membuatnya memarahi saya," Lyra memohon, berharap kepala pelayan akan mengerti dan menyuruh pelayan lainnya untuk mengantar bubur ke kamar Max, setelah mendengar penjelasannya."Baiklah Lyra. Karena kau tidak bisa, aku akan menyuruh Tutik untuk mengantar bubur itu ke kamar tuan muda Max."Di lantai dua.Tutik yang sudah berdiri di depan pintu kamar Max, dengan nampan berisi semangkuk bubur di tangannya, terlihat sedang merapikan penampilannya yang mungkin akan dilirik oleh Max.Tutik tidak akan melewatkan kesempatan baik ini, untuk mendekati Max, yang mungkin saja akan menaruh hati kepadanya.Tok Tok Tok"Tuan muda Max, saya mengantarkan bubur yang diperintahkan oleh Nyonya Clara," ujar Tutik, yang menunggu Max datang membukakan pintu kamarnya.Ceklek!Max yang membuka pintu kamarnya, mengerutkan kening saat melihat seorang pelayan berdiri tersenyum menatapnya, dengan nampan berisi bubur yang ada di tangannya."Masuk dan Letakkan, kemudian kau keluar!" Perintah Max dengan dingin, yang segera dilaksanakan Tutik.Namun setelah meletakkan apa yang diperintahkan Max, Tutik tidak keluar dari kamar Max, seperti yang diperintahkan Max. Melainkan hanya berdiri menatap ke arah Max, yang sedang memejamkan matanya dengan bersandar di atas tempat tidur.Menyadari seseorang sedang menatapnya, Max kemudian membuka matanya, dan melihat pelayan yang tadi mengetuk pintunya, belum juga keluar."Tuan muda, sa..saya Tutik Tuan," ujar Tuti dengan gugup, kemudian mendekat bermaksud untuk mendudukkan dirinya di atas tempat tidur tepat disamping, Max.Melihat apa yang ingin dilakaukan Tutik, tentu saja membuat Max, menatap jijik ka arah Tutik yang mencoba untuk mendekatinya. Max yang melihat sikap lancang Tutik, yang hendak mendudukkan dirinya di atas tempat tidurnya. Segera Max, memberi Tutik sebuah tendangan kuat, yang membuat Tutik jatuh tersungkur di lantai kamarnya, hingga menyebabkan dahinya terluka mengeluarkan darah.Bugh!"Arghht!""Tuang muda. A...apa yang anda lakukan? Kenapa Anda mendorong saya, tuan muda!" ringis Tutik, sembari menahan sakit di keningnya, yang tanpa henti mengeluarkan darah.Max, melihat Tutik yang jatuh tersungkur dengan dahi yang terluka, mengabaikannya dan berdiri dari tempat tidurnya, menatap penuh peringatan ke arah Tutik."Apa yang baru saja kau lakukan! Kenapa kau begitu lancang masuk ke dalam kamar ku!" Max begitu marah, mengetahui seorang pelayan dengan lancang, berani untuk mendekatinya. Max sangat jijik melihat, Tutik, yang tanpa malu nencoba merayunya, berniat ingin mendudukkan dirinya di atas tempat tidur di dekatnya.Lyra menatap Max dengan ekspresi yang memohon pertolongan. "Max, ini Jennifer. Dia ada di sini untuk mencelakaiku," ucapnya dengan suara yang penuh dengan kecemasan.Max segera merasakan ancaman yang mengancam mereka. Dia ingin mendekat, namun takut jika Jennifer berani melakukan ancaman yang akan mengancam nyawa Lyra.Max dengan suara paling mencoba menarik perhatian Jennifer. "Jennifer, apa yang kamu lakukan di sini? Kamu harus pergi sekarang juga, jika tidak, kamu akan menyesalinya" ujarnya dengan suara yang penuh dengan ketegasan.Jennifer mencibir, matanya menyorot tajam tidak erdulu dengan ancaman yang dikatakan Max kepadanya.Jennifer tidak peduli jika Max akan menghubungi pihak kepolisian untuk datang menangkapnya. Dia sudah membuat keputusan, dan akan mengakhiri ini semua di sini, dengan melenyapkan Lyra. Hanya itu jalan satu-satunya untuk membuatnya dapat menghilangkan rasa sakit di hatinya, melihat kebahagiaan Max bersama dengan Lyra, dan tanoa perduli demgan dirinya.Namu
"Max, kamu... Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Jennifer dengan dahi mengerut dalam, melihat keberadaan Max di dalam apartemennya.Max merapatkan bibirnya tidak menjawab, matanya hanya melirik tajam Damian yang duduk dengan senyum acuh melihat keberadaannya.Jennifer melihat pandangan mata Max, berusaha untuk menjelaskan kepada Max, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman."Max, kamu jangan salah paham. Damiam datang karena ingin membantuku untuk mengambil beberapa barang milikku, lagi pula aku akan meninggalkan apartemen milikmu, Max. Mengingat kamu memutuslam mengakhiri hubungan kita, tidak ada alasan untuk aku tetap berada di sini," ujar Jennifer membuat Max terkejut.Max terlihat terkejut, raut wajah yang Max perlihatkan saat ini di hadapan Jennifer cukup membuat Jennifer merasa bingung. pasalnya Max sendiri yang meminta untuk mengakhiri hubungan mereka, namun saat ini Max berdiri seolah tidak menyangka jika dia akan menyetujui perpisahan mereka."Kenapa Mas, apa kamu tidak ing
Max tidak menyembunyikan kehamilan Lyra, dia memberitahukan kepada ayahny Anthony dan juga ibunya, walaupun ibunya tidak menyambut hangat kabar kehamilan Lyra, tetapi Max tidak perduli. Ibunya memang sejak dulu mengharapkan jika dia dan Lyra akan segera berpisah, namun masih malam mempertahankan pernikahannya bahkan membuat Lyra hamil anak miliknya.Berbeda dengan ibunya, Ayahnya bahkan berpesan kepadanya untuk lebih memperhatikan keadaan Lyra daripada pekerjaannya di perusahaan, itu jelas membuat Max menggelengkan kepala melihat antusias yang ditunjukkan ayahnya dengan kabar kehamilan istrinya.Semenjak kehamilan Lyra, Max lebih cepat menyelesaikan pekerjaannya di perusahaan, agar dapat segera kembali untuk menemui istrinya, yang sengaja dia tinggalkan sendirian di apartemen miliknya.Max belum memikirkan untuk mencari seorang pelayan, yang bisa dia percayai untuk tinggal merawat dan membantu pekerjaan Lyra, agar Lyra tidak perlu mengerjakan pekerjaan yang berat mengingat keadaan ist
Max merasa begitu bersyukur dan beruntung. Dia mencium kening Lyra dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih, Lyra. Kamu telah membuatku pria yang paling bahagia di dunia ini," ucapnya dengan suara bergetar. Dokter yang melihat kebahagiaan mereka, ikut tersenyum bahagia melihat wajah Max yang terharu menyambut kehamilan istrinya, kemudian sang Dokter, keluar meninggalkan mereka.Lyra tersenyum, merasa begitu dicintai oleh suaminya. "Kita akan menjadi keluarga yang bahagia, Max. Aku tidak sabar menantikan kehadiran bayi kita," Lyra menunduk, dengan mengusap perutnya yang rata dengan harapan.Mereka akan menjadi orangtua, dan perjalanan baru dalam kehidupan mereka akan segera dimulai."Aku akan melakukan segala yang aku bisa untuk membuat kamu dan bayi kita bahagia, Lyra. Kamu adalah segalanya bagiku," ucap Max dengan suara yang penuh dengan tekad.Lyra tersenyum, merasakan cinta yang begitu dalam dari suaminya. "Aku tahu, Max. Dan aku tidak bisa meminta lebih dari kamu. Kita akan menjal
Jennifer beberapa hari ini menghabiskan waktunya di Bar dan akn kembali ke apartemen yang diberikan Max untuknya saat mabuk. Jennifer memilih untuk melupakan kekecewaannya dengan meminum minuman keras, untuk menghilangkan rasa sakit di hatinya.Damian, yang kebetulan melihat Jennifer juga berada di sebuah Bar dengan minuman di hadapannya, beranjak dari duduknya meninggalkan beberapa rekannya untuk menghampiri Jennifer.Damian melirik wajah Jennifer yang memerah oleh pengaruh minuman keras, matanya menata dalam Jennifer yang terlihat mabuk duduk sendirian. "Jennifer ada apa? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Damian, matanya memerhatikn raut wajab Jennifer yang terlihat jika dia tidak baik-baik saja.Jennifer menoleh saat mendengar suara seseorang yang bertanya kepadanya, matanya menyipit memandang Damian dengan senyum getir diwajahnya."Damian, itu kau?" tunjuk Jennifer meletakkan minumannya, kemudian mengulurkan tangannya untuk mengusap wajah Damian yang berdiri di hadapannya.Da
Max disatu sisi merasa lega mendengar kata-kata itu, namun di sisi lain dirinya merasa bersalah, terutama saat melihat wajah Lyra yang kembali terluka, yang harus mengingat penyebab Lyra mengalami kecacatan di kakinya, semua karena menolongnya."Aku menyesal, Lyra. Aku menyesal telah tanpa sengaja menyakiti kamu. Tetapi percayalah, jika aku akan menebus semua pengorbanan yang telah kamu berikan padaku, aku berjanji Lyra." ujarnya dengan suara yang penuh dengan keyakinan.Max tidak akan mengingkarinya, dirinya telah berjanji kepada Lyra jika dia akan menebus semua kesalahan yang telah dia lakukan kepada Lyra, sehingga Lyra tidak akan merasa bersedih atau pun menyesal karena telah menolongnya saat itu.Lyra meraih tangan Max dengan lembut. "Aku tahu kamu menyesal, Max. Tapi yang penting sekarang adalah bagaimana dengan hubunganmu bersama dengan Nona Jennifer? Aku tidak ingin jika Nona Jennifer datang dan terus menggangguku, Max. Kamu harus membuat keputusan, agar membuatku semakin percay
Dengan tekad yang baru ditemukan, Max mulai bekerja keras untuk memperbaiki hubungannya dengan Lyra. Dia melakukan segala pekerjaan suami yang dia bisa untuk membuat Lyra merasa dicintai dan dihargai. Setiap hari, dia memberikan perhatian maksimalnya untuk menjadi suami yang lebih baik.Setiap Max pulang dari bekerja, dia akan melakukan pekerjaan rumah untuk meringankan pekerjaan Lyra, berusaha untuk tidak membuat Lyra merasa terbebani.Lyra yang baru saja membersihkan tubuhnya setelah lelah seharian bekerja di cafe, keluar menuju ruang tengah untuk mengistirahatkan tubuhnya. Tengahnya meraih remote memutar siaran TV sembari menyandarkan punggungnya di sofa, mekirik sekilas Max yang saat ini berjalan menghampirinya dengan secangkir kopi di tangannya."Lyra, apa yang bisa aku lakukan untuk membuatkanmu makan malam?" tanya Max dengan suara lembut, mencoba mengetahui keinginan istrinya. Max kemudian meletakkan cangkir kopi yang dia buat di depan Lyra, kemudian ikut mendudukan tubuhnya t
Max mengangkat sebelah bibirnya tersenyum mengejek di hadapan Jennifer, sembari menggelengkan kepalanya."Jangan pura-pura tidak tahu apa yang aku maksud jennifer. Aku sudah terlalu muak dengan kebohonganmu selama ini...." ucapnya tanpa ragu."Apa tujuanmu membohongiku selama ini, Jennifer? Bukankah selama ini aku menuruti semua keinginanmu, namun apa balasanmu?" tanya Max, suaranya terdengar tercekik oleh rasa kekecewaan. Matanya masih memandang Jennifer yang nampak terkejut dengan apa yang dia ungkapkan.Melihat Jennifer tidak mengatakan apapun, Max kembali membuka suaranya berusaha mengatakannya dengan jelas di hadapan Jennifer."Apakah kamu sangat puas telah membodohiku selama ini?" ucap Max dengan sorot tajam memandang Jennifer.Jennifer terdiam, wajahnya pucat dan tak bisa berkata-kata. 'Bagaimana bisa?' pikirannya berkecamuk mendengar apa yang baru saja dikatakan Max kepadanya."Max, aku bisa jelaskan," ucapnya dengan nada gemetar. Namun, Max sudah terlalu banyak mendengar ala
Bagi Max, memilih menjauh dari Jennifer adalah salah satu cara untuk melindungi Lyra dari rasa sakit yang mungkin ditimbulkannya.Sadar atau tidak, setiap keputusan yang dia buat selalu saja melukai Lyra. Untuk itu, kali ini Max berusaha keras untuk memperbaiki dirinya walaupun di satu sisi dirinya juga masih merasa terikat dengan hidup Jennifer.Max tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, namun untuk saat ini dirinya akan berusaha untuk memperbaiki segalanya, agar dapat mempertahankan pernikahannya bersama dengan Lyra, walaupun itu mungkin akan menyakiti perasaan Jennifer wanita yang selama ini menemaninya.Setiap, Jennifer berusaha untuk mendekati Max, keinginan Jennifer selalu ditolaknya. Itu Max lakukan sebagai usaha agar dirinya dapat menjauhkan Jennifer dari kehidupannya.Seperti saat ini, mengetahui jika Max terus menolak panggilannya, Jennifer memilih untuk menemui Max, tanpa peduli jika Max mungkin tidak ingin bertemu dengannya.Max menundukkan tatapannya, merasa bersalah