"Nadira, Apa kamu mau ikut ke rumah aku?" tanya Lala.
Nadira tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Aku mau pulang ke rumah soalnya tadi cuci baju." Nadira tersenyum memandang Lala.
"Ya udah kalau gitu, tapi nanti kalau mau ke tempat kerja telepon aja aku biar aku jemput." Lala menawarkan temannya tersebut. Lala begitu sangat kasihan melihat Nadira. Temannya itu tidak pernah mengeluh kepadanya walaupun kondisinya sangat susah.
"Enggak usah La, rumah kita beda arah. Kasihan di kamu kalau jemput aku," tolak Nadira. Lala begitu sangat baik kepadanya sehingga Nadira merasa tidak enak hati bila selalu merepotkan temannya itu.
"Oh iya aku lupa, kita baru aja gajian. Kamu pasti punya uang untuk ongkos ojek," Lala tersenyum memandang Nadira.
Nadira menganggukkan kepalanya "Iya Lala sayang, kita baru aja terima gaji, jadi aku punya uang untuk o
Nadira berjalan kaki menuju ke rumah bidan yang tidak terlalu jauh dari rumah kontrakannya. Sore ini Nadira sangat cantik dengan memakai dress panjang selutut, yang memiliki karet di bawah dadanya. Dress ini merupakan baju andalan yang di milikinya. Dress berwarna biru pekat ini masih terasa nyaman di tubuhnya.Langkah kakinya berhenti di depan rumah bidan. Cukup lama Nadira berdiri di teras depan rumah bidan tersebut sampai pada akhirnya memutuskan untuk masuk. "Ayo nak kita masuk," Nadira berucap dengan mengusap perutnya. Nadira merasa senang saat melihat kondisi di dalam yang tidak ada pasien ."Mbak, saya mau periksa, apa ibu bidannya ada?" Nadira berucap ketika dirinya mendaratkan tubuhnya di kursi yang ada di depan meja pendaftaran."Ada mbak, apa boleh tau keluhannya?" Tanya wanita muda yang memakai seragam berwarna putih."Saya ingin memeriksa kondisi kandungan saya."
Arga duduk di kursi kerjanya sampai saat ini pria itu masih belum puas dengan apa yang telah dilakukannya terhadapnya Tio. "Aku tidak pernah pernah mempercayai dia. Sejak awal dia datang bekerja dengan ku, aku sudah dapat mengetahui bahwa dia bukanlah orang yang setia. Namun aku tetap memberikan kesempatan untuknya. Tapi yang namanya penghianat tetaplah penghianat. "Arga mengepalkan tangannya ketika mengingat bahwa Tio telah berkhianat kepadanya. Arga begitu sangat membenci orang yang telah mengkhianati dirinya. "Aku sudah menghabisinya Namun bukan berarti orang yang ada di belakangnya bisa lepas begitu saja." Arga berucap dengan sangat marah. Pria itu tidak akan pernah diam sebelum menemukan siapa dalang dari ini semua.Arga memandang ponselnya yang berdering, panggilan masuk dari orang kepercayaannya yang bertanggung jawab terhadap pabrik senjata api miliknya. "Halo," ucap Arga."Halo tuan," ucap pria itu sedikit
Capter 28Sepulang dari bekerja Nadira merebahkan tubuhnya di atas kasur. Matanya begitu sangat mengantuk dengan tubuh yang terasa amat lelah. "Akhirnya kita istirahat nak, anak ibu pasti sangat capek ya. Semalaman temani ibu bekerja," Nadira berkata dengan memijat-mijat belakang punggungnya. Nadira memejamkan matanya yang sudah sangat sulit terbuka. Saat ini ia sangat membutuhkan waktu untuk istirahat agar memiliki tenaga untuk melanjutkan bekerja di toko pakaian.Nadira terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara berdering ponselnya. Nadira melihat ibunya yang menghubunginya. "Ya ampun ternyata sudah jam 7." Nadira berkata ketika melihat layar di ponselnya. Dengan sangat cepat Nadira mengangkat sambungan telepon tersebut. "Halo Bu." Nadira menyapa ibunya yang berada di seberang sana."Halo nak, lagi apa?Apa sudah siap-siap mau pergi ke toko?" tanya Erna ketika mendengar putrinya mengangka
Malam ini udara terasa terasa amat sejuk. Duduk di tempat terbuka seperti ini membuat tubuhnya terasa begitu sangat kedinginan. Bila sudah dingin seperti ini tidur merupakan hal yang paling menyenangkan yang begitu sangat ingin dilakukan oleh Nadira. "Andai saja petugas pembersih toilet itu ada dua orang, pasti enak ada teman ngobrol. Ini duduk sendiri tidak punya teman ngobrol jadinya ngantuk lagi." Nadira berkata ketika matanya terasa sangat ngantuk."Ya ampun ngantuk sekali." Nadira berusaha untuk membuka matanya. Nadira mengambil botol minuman yang ada di dalam tasnya dan meneguk air tersebut. "Biasanya kalau ngantuk seperti ini dibawa ngemil pasti ngantuknya hilang," Nadira berkata ketika dirinya mengambil 1 keping biskuit yang berbentuk bulat dengan rasa kelapa dari dalam tasnya. Dimasukkannya biskuit itu satu-persatu kedalam mulutnya. Hingga biskuit yang ada di dalam tasnya hanya tersisa setengah bungkus.Nadira me
Bobby berlari membukakan pintu mobil milik Arga. "Tuan," ucap Bobby yang menundukkan kepalanya.Arga keluar dari dalam mobil. Pria itu memasukkan senjata api ke dalam sarangnya yang ada di pinggangnya."Apa orang itu tidak mau berbicara sampai sekarang?" Tanya Arga yang memandang Bobby."Iya tuan," jawab Bobby."Aku akan membuat orang itu memilih salah satu." Arga mengeratkan giginya. Ia berjalan menuju rumah yang memiliki design minimalis. Pria itu berjalan dengan di ikuti Bobby serta 2 orang kepercayaan Arga.Dengan sangat cepat Dion yang berjalan di samping Bobby membukakan pintu rumah yang dalam keadaan tertutup, ketika bos besar mereka sudah mendekati pintu rumah berwarna putih tersebut.Arga masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju kamar tidur yang ada di bagian belakang. Kamar yang memiliki tempat tidur untuk 1 orang, lemari pakaian berukuran kecil dan l
Nadira mengambil ponsel miliknya yang di letaknya di samping kasur tidurnya. Ia memandang wajah pria tampan yang memenuhi layar ponselnya. "Kalau dilihat wajahnya, Sepertinya dia tidak asli Indonesia karena mukanya mirip bule. Tapi logat bahasanya asli Indonesia." Nadira memperhatikan wajah tampan pria itu. Secara diam-diam, Nadira menyimpan foto pria itu di ponselnya. Nadira menemukan banyak sekali foto pria itu di internet. "Ayah, kamu tuh wajahnya cakep benar nak. Bola matanya berwarna coklat, tapi ini beneran asli atau pakai kontak lensa ya nak. Rambutnya juga berwarna coklat, hidungnya sangat mancung, Bibirnya merah," Nadira berkata saat memandang bibir pria itu. Tanpa sadar Nadira menyentuh bibirnya sendiri. Dipejamkannya matanya saat merasakan bibi lembut pria tersebut. Nadira membuka matanya dengan sangat lebar. "Pikirkan apa ini? Mengapa aku merindukan dia. Aku tidak ingin mengingat dia. Aku benci dia. Dia sudah membuat hidup aku sepert
Cukup lama Nadira menangis hingga kepalanya terasa berat. Air matanya semakin menetes ketika merasakan gerak di perutnya. "Maafkan Ibu nak, ibu sudah membuat anak Ibu bangun. Kita harus kuat, seperti apapun orang menghina kita nanti." Nadira mengusap air matanya. "Apa yang harus ibu lakukan bila bertemu dengan Pak RT nanti?Ibu lupa kalau anak Ibu masih sangat kecil. Anak ibu pasti tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Lagi pula tidak seharusnya ibu cerita seperti ini." Suara tangisnya pecah ketika menyadari bahwa tidak ada tempat mengadu untuknya."Tapi Ibu harus bicara dengan siapa?Ibu tidak punya tempat mengadu. Hanya dengan anak ibu, ibu bisa cerita seperti ini. Ibu merasa tidak sanggup menerima hujatan dari warga di sini. Ibu takut mereka mengusir ibu.Ibu ingin pindah dari sini tapi, ibu sudah tidak memiliki uang. Kontrakan di tempat lain mahal-mahal, mereka juga meminta pembayaran 6 bulan minimal." Nadira diam sej
"Ini dia Pak RT orangnya, Saya yakin selama dia tinggal di sini, dia pasti tidak pernah melapor." Ucap seorang wanita yang terlihat begitu sangat marah ketika memandang Nadira.Nadira diam ketika mendengar ucapan wanita itu. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya. Situasi seperti ini tidak pernah terpikirkan oleh Nadira. Hanya rasa takut dan malu yang dirasakan nya saat ini. Air matanya tidak ada henti-hentinya menetes. Nadira tidak menyangka bahwa dia akan dipermalukan warga seperti ini."Ini cewek tak benar, kerjanya menjual tubuhnya. Dia mengaku menikah padahal bohong." Ucapan wanita yang berbicara dengan nada yang kasar. Wanita itu memandang jijik ke arah Nadira.Nadira sangat mengingat wanita itu yang tadi berdiri di sampi