Share

Bab 7

Aku melangkah keluar kelas paling terakhir, sudah sebulan ini Fendi pasti menungguku di dekat pagar dengan the gank -nya. Pertama kali cowok itu menungguku, saat masa orientasi, kulihat dia dan beberapa cowok tengah asyik bercengkrama, aku keluar gerbang dengan jalan melipir agar dia tidak melihatku, namun mata temannya melihatku yang memang mempunyai ciri fisik yang menonjol.

"Itu pacarmu sudah pulang, Fren!" pekik temannya membuat Fendi segera berlari mengejarku.

Aku hanya menebalkan muka dan menulikan telinga saat teman-temannya dan anak lain menyoraki kami sebagai couple of the year.

"Ai, jalannya santai saja jangan cepat-cepat nanti capek loh," katanya mengamit tanganku yang kutepis dengan kasar.

"Kamu tu kenapa sih? Pakai ngaku-ngaku pacarku segala?" kataku menatapnya penuh amarah.

"Oh ... itu?" jawabnya dengan santai, tanpa menghiraukan amarahku

"Santai saja lah Ai ... aku itu cuma apa ya?" katanya sambil menggaruk-garuk kepalanya.

"Kamu jangan marah dan tersinggung ya? Aku ini orangnya hobi menolong orang, jiwa kepahlawananku menggelora seperti Power Rangers, jadi aku bilang kau pacarku biar kau gak dibully  sama anak di sini. Jangan GR yo? Aku sama sekali gak suka sama kamu, tapi aku berencana menjadikanmu sahabatku, okey?" katanya membuatku tersenyum, Ah ... aku saja yang menanggapinya berlebihan, melihat rupaku ini, gak mungkin Fendi beneran suka sama aku.

Aku menunggu di gerbang agar Fendi segera menyusulku, anak itu segera beringsut ketika melihatku. Dia berjalan sambil melepaskan baju seragamnya dan memasukkan ke tasnya secara sembarangan, kini dia hanya mengenakan kaos oblong warna hitam.

"Bajunya jangan dikuwel-kuwel gitu nanti kusut" kataku meraih tasnya dan mengeluarkan baju seragam itu lagi dan melipatnya dengan rapi.

"Kalau kau suka kerapian kenapa bajumu juga kusut, rambutmu juga kusut kayak gak pernah disisir, itu gigimu juga kuning gitu kayak gak pernah gosok gigi" katanya sambil menarik tasnya kembali.

Aku hanya terdiam mendengar ocehannya, Aish ... kena skatmat aku, mau jawab apa omongannya itu?

"Besok cobalah kau sisir rambutmu dan gosok gigimu, pasti kau kelihatan cantik," katanya lagi.

"Untuk apa? Aku benci menjadi cantik. Aku ingin menjadi tokoh telenovela yang pernah kutonton waktu aku di kampung," kataku sambil membenarkan letak kaca mata. 

"Tokoh telenovela siapa? Rosalinda? Maria Mercedes?" tanyanya dengan tatapan mengejek

"Betty Lafea," jawabku singkat

Diapun tertawa ngakak, kulit sawo matangnya nampak kemerahan akibat tertawa ...

"Kau lucu Ai ... sekarang bahkan tampangmu lebih buruk dari Betty Lafea," katanya sambil mengusap air mata yang meleleh akibat banyak tertawa.

Aku tersenyum masam mendengar perkataannya, gak tahu saja dia, walau Betty Lafea jelek, dia bisa menaklukan bosnya.

"Dengar Fendi ... walau tampangku jelek, aku juga gak mau pacaran sama preman pasar kayak kamu," kataku sambil bersungut.

"Dasar gak tahu terima kasih ... kau hargailah sikit aja pengorbananku ini ...," katanya sambil menarik rambutku.

"Fendi! Sakit tahu" pekikku sambil sambil menepis tangannya.

"Rambutmu ini kusut benarlah ... kusisirin sini, bisa-bisa kutuan rambutmu itu," katanya sambil mengeluarkan sisir kecil dari tasnya.

"Gak usah. Aku malah ingin rambutku gimbal, sepertinya keren," kataku menepis tangannya yang siap menyisir rambutku.

"Ish ... dasar jorok," katanya mengurungkan niatnya dan memasukkan kembali sisir kecil itu ke dalam tasnya.

"Sampai simpang kau jalan sendiri ya? Aku mau ke bengkel Bang Ucok" lanjutnya

"Ngapain ke sana?" tanyaku

"Setiap pulang sekolah aku kerja di cucian motornya," jawabnya 

"Ooo, aku juga kerja jaga warung," kataku

"Oya? Asal jangan jadi PSK saja, aku gak bakal rela kalau kamu sampai begitu," katanya

"Dasar aneh ... katanya cuma pacaran pura-pura kok pakai ada istilah gak rela?" tanyaku menatapnya heran

"Emang kamu rela jual tubuhmu?" tanyanya balik bertanya, duh ... pintar banget nih anak memutarkan perkataanku. Membuatku gak bisa lagi berkata-kata.

****

"Minta rokok J* S*m Su tiga bungkus!"

 Suara berat milik seseorang membuyarkan konsentrasiku yang tengah mengisi PR matematika ketika ada waktu luang disela-sela menjaga toko. Aku mengangkat kepala dan kudapati seorang lelaki memakai baju kaos tanpa lengan membuat Tatto ular kobra di lengannya terlihat dengan jelas. Sorot matanya begitu tajam seperti mata elang, aku serasa dikuliti dengan tatapan itu. Dengan gugup aku segera bangkit dan mengambilkan barang yang dia maksud dan membungkusnya dengan kantong kresek.

"Korek-nya sekalian," katanya lagi

Akupun memasukkan korek api ke dalam kantong kresek teesebut. Tanpa basa-basi lelaki itu melangkahkan kakinya menuju luar.

"Emmm, semuanya empat puluh dua ribu," kataku pelan dan berusaha sopan.

Lelaki itu menghentikan langkahnya dan menoleh dengan tatapan lebih tajam dari sebelumnya.

"Kau belum tahu siapa aku?" tanyanya dengan suara pelan, namun nada suara itu berat dan ditekan sebagai sebuah ancaman.

"Berani kau minta aku membayar, mau warung kecil ini aku obrak-abrik?" lanjutnya sambil pergi meninggalkan tempat ini.

Aku terpaku di tempat dengan nyali yang begitu ciut, walau volume suara lelaki itu pelan, namun nadanya nampak menakutkan. Tak terasa tanganku gemetaran, kuhembuskan napas berkali-kali ketika lelaki itu menghilang dari pandangan. 

Aku kembali terduduk dengan tubuh yang lemas, bertemu lelaki itu secara langsung menjadi pengalaman terhoror dalam hidupku.

Aku tidak tahu harus bilang apa pada Nek Iyah, hari ini mungkin dia tidak ada untung, aku tahu jualan sembako seperti ini tiap item cuma untung seratus atau dua ratus perak, paling banter seribu sampai lima ribu rupiah.

"Gak apa-apa, Ai ... memang Samadin selalu Nenek jatah sebungkus rokok tiap hari, sudah dua hari Nenek lupa tidak mengantarkannya," kata Nek Iyah setelah ketemu dengannya dan kuadukan hal itu.

"Bukankah setiap bulan Nenek bayar sewa tempat itu?" tanyaku

"Yah memang begitulah ... yang rokok itu namanya jatah preman," kata Nek Iyah tertawa memperlihatkan giginya yang tinggal dua.

"Gimana mau untung kalau dipalakin terus, Nek?" keluhku

"Kau gak usah kuatir, Nenek jualan cuma untuk menyambung hidup, bukan untuk menjadi kaya. Bisa makan tiap hari dan menggajimu sudah syukur," katanya sambil membelai rambut kusutku.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status