Share

BAB 2

Kinara terbangun dengan napas yang tidak beraturan, mimpi buruk. Ia melihat jam yang berada di sebelah nakasnya, pukul enam lebih tiga puluh menit. Dipejamkan matanya sejenak sembari mengatur napasnya yang terlihat masih memburu. Bayangan buruk akan kejadian semalam masih terekam jelas di dalam benak Kinara. Jika saja semalam ia tidak kembali lagi hanya untuk mengambil tas miliknya yang tertinggal, mungkin ia tidak akan menyaksikan kejadian buruk yang menimpa seorang pria malang.

“Kinara, Abang berangkat dulu. Sarapannya sudah Abang siapin di meja makan.” Suara Stefano—kakak laki-laki Kinara terdengar dari depan pintu kamarnya.

Setelah mendengar langkah kaki yang menjauh dari depan pintu kamarnya, Kinara mulai bangkit dari tempat tidur. Ia melangkahkan kakinya menuju ke arah jendela. Pikirannya masih saja terbayang akan kejadian semalam yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Seorang pria dengan keji menembak pria lain yang tengah bersimpuh memohon ampun. Entah perselisihan apa yang terjadi diantara mereka, namun ia tidak pernah membenarkan tindakan menghilangkan nyawa seseorang.

Deringan ponsel dari nakas samping tempat tidur membuat Kinara terkejut. Ia menoleh sejenak sebelum melangkahkan kakinya mengambil benda yang kini tengah berdering dengan keras. Kinara menghembuskan napasnya ketika mengetahui siapa yang menelpon dirinya sepagi ini. Surya—nama yang tertera di layar ponsel miliknya.

“Halo,” sapanya dengan malas.

Kinara memejamkan matanya ketika mendengar segala bentuk pertanyaan yang dilontarkan kepadanya. Kinara yakin Surya tidak akan melepasnya begitu saja setelah dirinya yang tiba-tiba pergi begitu saja dari pesta semalam. Sahabatnya itu tahu jika ada sesuatu yang janggal pada Kinara ketika ia kembali dengan wajah pucat dan berpamitan untuk segera pulang.

“Kasih gue waktu buat jelasin semuanya,” jawabnya. Kinara rasa menceritakan semua kejadian yang ia lihat semalam kepada Surya bukanlah hal yang tepat untuk sekarang. Yang terpenting saat ini adalah menenangkan dirinya terlebih dahulu agar ia bisa melupakan semua kejadian itu.

“Udah dulu ya Sur, gue mau siap-siap buat ke butik,” balasnya setelah ia mendapat beberapa protes dari Surya karena tidak ingin menceritakan apa yang dialaminya semalam.

Kinara melemparkan ponsel miliknya ke arah tempat tidur setelah ia memutuskan panggilan dengan Surya. Ia mendudukkan diri sejenak sebelum kemudian melangkah ke arah kamar mandi. Kinara harus mandi dan mencari udara segar setelah ini agar pikirannya bisa jernih kembali.

***

Diserapnya kopi yang tersaji di depannya sembari memandang para pejalan kaki dari dalam café. Kinara memutuskan untuk minum segelas kopi pagi ini di café dekat butiknya. Ia merasa harus menenangkan pikirannya terlebih dahulu sebelum memulai pekerjaannya. Dipandangnya sekeliling café yang terlihat sedikit senggang pagi ini. Hanya ada beberapa pengunjung yang sedang menikmati hidangan di hadapannya. Mungkin mereka beberapa orang yang belum sempat sarapan di rumah mereka.

Kinara kembali mengalihkan pandangannya ketika sebuah notifikasi pesan dari ponselnya berbunyi. Sang sekertaris yang menanyakan keberadaan dirinya. Namun belum sempat ia membalas pesan dari sekretarisnya, sebuah pesan baru muncul dan berhasil membuat senyum Kinara mengembang. Pesan manis dari sang kekasih—Atala Virzi yang mengatakan jika ia menunggu Kinara di depan butik perempuan itu.

Diambilnya segera tas miliknya yang ia letakkan di kursi kosong sebelahnya setelah membalas pesan dari sang sekertaris dan juga sang kekasih. Ia melangkah kakinya keluar café dengan riang, seakan lupa akan semua mimpi buruk yang baru menimpanya beberapa jam lalu.

Jarak antara café dan butik miliknya tidaklah jauh. Hanya membutuhkan sekitar sepuluh menit berjalan ia sudah bisa melihat pintu masuk butik miliknya. Senyum Kinara kembali mengembang ketika ia mendapati sang kekasih tengah menunggunya tepat didepan pintu masuk. Maka tanpa membuang waktu, ia sedikit mempercepat langkah kakinya agar segera sampai dan menyambut kekasih hatinya.

“Hai,” sapa lelaki yang kini tengah memandang ke arah Kinara dengan mata teduhnya. Tanpa berpikir panjang ia segera berlari dan memeluk lelaki jakung yang sedikit terkejut dengan tindakan Kinara. “Are you okay?” tanyanya.

Kinara menganggukkan kepalanya tanpa berniat melepas pelukannya. Ia semakin mengeratkan dan menenggelamkan wajahnya ke dada Atala. Meskipun ada rasa penasaran dalam diri Atala ia memutuskan untuk tetap memeluk kekasihnya tanpa bertanya lebih lanjut.

Hampir satu menit pasangan kekasih itu berdiam sambil berpelukan di depan pintu masuk butik, hingga kemudian Kinara mulai melepaskan pelukan eratnya dan menatap mata sang kekasih. Ada sebuah ketenangan ketika ia bertemu tatap dengan mata teduh milik Atala.

“Sudah sedikit membaik?” Alata bertanya dengan suara yang begitu halus.

Kinara kembali mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Alata sebelum kemudian menggenggam tangan sang kekasih dan menuntunnya untuk mengikuti langkah kakinya masuk kedalam butik.

“Mbak Kinara.” langkah sepasang kekasih itu harus terhenti ketika seorang wanita menghampiri mereka. Caca—sekertaris Kinara yang beberapa menit lalu mengirim pesan menanyakan keberadaan Kinara kini tengah berdiri dengan sedikit gelisah.

“Iya ca,” sahut Kinara ketika menyadari kegugupan dari sang sekretaris. “Ada masalah?” tanyanya.

“Ada sedikit masalah dengan pesanan dari Mrs. Lala.” Caca memainkan kuku jarinya untuk menghilangkan rasa gelisahnya sebelum kemudian kembali berkata.”beliau ingin pesanannya diselesaikan hari ini,”

Kinara membelalakkan matanya mendengar perkataan Caca. Bukannya gaun pesanan Mrs. Lala baru akan diambil minggu depan, bagaimana bisa ia ingin selesai malam ini. Yang benar saja.

“Bukannya gaun pesanannya baru akan diambil minggu depan?” tanya Kinara kepada sang sekretaris.

“Seharusnya iya. Tapi Mrs. Lala bilang jika acara yang dihadirinya mengalami perubahan dan maju hari ini,” jelas Caca.

Kinara memejamkan mata dan mencoba mengatur napasnya ketika emosi mulai melanda dirinya. Ia tidak ingin meledak di pagi hari ini. Sudah cukup segala kejadian dan mimpi buruk ia rasakan semalam. Hari ini ia ingin sedikit menenangkan pikirannya.

“Berikan nomor telepon milik Mrs. Lala,” perintah Kinara kepada sang sekretaris. Tanpa membuat Kinara menunggu maka segera diserahkannya sebuah lembaran berisi nomor dan juga rincian pesanan dari kliennya yang bernama Mrs. Lala itu.

Dilihatnya sejenak data yang ada di tangannya, kemudian melangkahkan kakinya menuju ruangannya meninggalkan Caca dan Alata begitu saja. Kinara terlihat sibuk mengetikkan sesuatu di ponsel miliknya dan berjalan sedikit tergesa ke arah ruang kerja pribadinya.

“Pak Alata,” sapa Caca ketika mendapati lelaki itu masih berdiam diri dihadapannya.

Alata tersenyum membalas sapaan Caca dan kemudian melangkahkan kakinya mengikuti Kinara yang kini terlihat sudah masuk kedalam ruang kerjanya terlebih dahulu. Alata tidak heran dengan tingkah Kinara yang tiba-tiba meninggalkannya begitu saja. Wanita itu akan melupakan apapun yang ada disampingnya ketika kepanikan mulai menghampirinya. Alata awalnya kesal dengan hal itu, namun setelah hampir tiga tahun menjalani hubungan dengan Kinara ia bisa memaklumi kebiasaan buruk wanita itu dan mulai bisa menerimanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status