"Lupakan, aku nggak akan menyombongkan diri di depan banyak orang!" Nicholas tertawa.Atmosfer di sekeliling meja itu seketika memanas."Kamu tahu musik dan ini kesempatan bagus. Kenapa menolak?" Energi Yabin kembali melonjak. Senyum lebar mencuat di wajahnya. "Jangan jadi tong kosong nyaring bunyinya. Kamu bilang permainanku ada yang salah, coba naik dan mainkan satu lagu ...."Orang-orang di sekeliling mereka seketika terdiam. Seakan-akan mereka mendengar ucapan Yabin.Ada orang yang mengatakan ada kesalahan dalam permainan Yabin Abisai? Ada kesalahan di dalam lagu sebagus itu? Siapa orang ini? Apakah dia mengerti musik? Apakah dia mengerti seni?Keheningan itu tiba-tiba digantikan dengan obrolan di antara mereka. Banyak yang memandang jijik Nicholas.Yabin ini bisa dibilang setara dengan idola dari dua kampus berbeda. Setelah bertahun-tahun dia terus-menerus bermain di depan banyak orang, jumlah penggemarnya pun meroket. Banyak orang yang hadir di tempat itu pernah mendengar musikny
Terdengar banyak ejekan dari para penonton. Beberapa dari antara mereka bahkan mencela dan menyuruhnya segera turun dari panggung.Nicholas menoleh ke arah mereka, tersenyum manis seolah tidak terjadi apa-apa. Dia duduk di kursi lalu secara alami menaruh tangannya di atas tuts piano, tak sengaja membunyikan sebuah akor.Tang ....Suara itu lagi-lagi disambut ejekan seisi aula.Nicholas tetap tersenyum dan mulai bermain secara perlahan. Alunan nada satu diiringi nada berikutnya. Melodi menggema hasil permainan tangan kanannya. Dia baru sadar, lagu yang dia mainkan begitu lambat.Orang-orang tiba-tiba tertawa. Lagu sepelan ini, siapa pun selain Nicholas bisa memainkannya dengan mudah. Kalau levelnya hanya seperti ini, apa haknya mengkritik kekurangan di permainan Yabin Abisai?Tatapan para penonton semakin dingin. Mereka terus-menerus meremehkan Nicholas. Akan tetapi, raut wajah Yabin perlahan berubah. Orang lain mungkin tidak tahu, tapi dia tahu persis, lagu yang dimainkan adalah "Harmo
"Bagaimana? Suka, nggak?" Nicholas bertanya kepada Karen tanpa memedulikan Yabin."Em." Karen mengangguk sambil tersipu malu.Wajah Yabin memucat, dia hanya berdiri di tempat tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Yabin baru sadar, ternyata Nicholas bukanlah seorang amatir, dia adalah seorang profesional.Dapat memainkan musik karya Franz Liszt adalah impian semua pianis dunia, terutama lagu Harmonies Du Soir yang terkenal dengan kesulitan dan kerumitannya.Tadi, Nicholas sudah mengingatkan Yabin. Kalau ditantang memainkan piano, takutnya Nicholas malah akan mencuri para penggemar Yabin. Namun, Yabin tidak memercayai ucapan Nicholas, tapi sekarang semua telah terbukti.Yabin hendak mengatakan sesuatu, tapi tenggorokannya terasa seperti dicekik. Dia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun."Yang penting kamu suka. Aku sudah hampir satu tahun nggak main piano, jari-jariku agak kaku," kata Nicholas sambil tersenyum."Bro, kamu keren banget! Walaupun sudah setahun nggak main piano, kamu masih
Ketika melihat kedekatan Karen dan Nicholas, Felita kesal sampai mengepalkan tangannya dan menggertakkan gigi.Felita marah setiap mengingat Nicholas yang mengingkari janjinya beberapa hari lalu. Selama hidupnya, tidak ada orang yang berani bersikap seperti itu kepadanya. Namun, tidak disangka, berani-beraninya pria miskin seperti Nicholas membohonginya."Kak Colin, lihat mereka, nggak ada sopan santunnya. Yabin saja sampai diusir. Kita nggak bisa diam aja," kata Felita sambil menatap Colin."Tenang saja, aku akan memerintahkan orang untuk mengusir mereka. Memangnya siapa mereka? Ini bukan tempat sembarangan, orang seperti mereka tidak pantas berada di sini," jawab Colin.Felita mengangguk patuh. "Em, jangan biarkan mereka merusak acara ini."Colin segera memanggil para petugas keamanan. Dia merasa berkuasa karena acara hari ini disponsori oleh Mondial Jewelry.Satu bulan yang lalu, Colin mendapatkan informasi dari orang dalam. Katanya, hari ini ada seorang tamu spesial yang akan berse
"Eh, kok nggak adil? Yang lain juga nggak ada undangan," jawab Sandy yang terkejut."Itu urusan mereka. Sekarang, aku cuma minta undangan kalian. Ada, tidak? Kalau tidak ada, cepat pergi!" Edisa berteriak sambil menunjuk ke arah pintu. "Nggak ngaca, ya? Berani sekali datang ke tempat ini."Sikap Edisa sontak membuat Sandy tersinggung. Demi menghadiri acara ini, Sandy sengaja mengenakan jas. Walaupun bukan jas mewah, dia merasa tidak layak diperlakukan seperti ini."Apa hakmu mengusir kami?" tanya Sandy."Aku adalah penyelenggara acara ini, aku berhak mengusirmu! Cepat, pergi dari sini! Oh iya, kamu juga, siapa sih gadis ini? Sok cantik!" Edisa menyindir Karen.Karen yang biasanya bersikap lembut pun langsung memelototi Edisa."Apa lihat-lihat? Cih, gadis murahan! Sana, pergi!" Edisa menunjuk ke arah pintu."Tutup mulutmu!" Nicholas menatap Edisa dengan tatapan dingin. "Kamu undangan?""Memangnya kamu ada?" Edisa bertanya balik. "Jangan banyak omong kosong, memangnya siapa dirimu? Kongl
Nicholas tidak keberatan diusir seperti ini, tapi Edisa harus menanggung akibatnya."Nic, mereka kelewatan!" Sandy sangat kesal."Memang. Tidak apa-apa, aku akan membuat perhitungan dengannya. Dasar, sekelompok tikus busuk. Kita jangan bersikap seperti mereka," jawab Nicholas."Tikus busuk?" Edisa berteriak kepada Nicholas.Nicholas tidak menghiraukan Edisa. Dia pergi tanpa memalingkan wajah.Nicholas sudah sering menghadiri acara seperti ini, tapi ini adalah pertama kalinya ada penyelenggara yang mengusir tamu undangan."Nic, kita beneran pergi gitu saja?" Sandy menggertakkan giginya.Nicholas tidak menjawab Sandy, dia hanya tersenyum sambil berjalan menuju pintu utama.Ada begitu banyak pasang mata yang tertuju kepada mereka. Sebagian orang menertawai mereka, ada pula yang menghina dan mengejek mereka.Ini adalah Universitas Bahasa Asing Mano. Nicholas, Karen, dan Sandy bukanlah mahasiswa di kampus ini. Jadi, untuk apa dan bagaimana mereka bisa menghadiri acara kampus lain? Wajar saj
Nicholas tidak menghiraukan pertanyaan Edisa.Nicholas beranjak maju, lalu tersenyum dan berkata, "Bi, aku pergi dulu. Aku tidak diterima di tempat ini."Khaliza mengangkat kedua alisnya dan bertanya, "Di mana undangan yang aku berikan?""Ada, kok. Aku sudah bilang, aku ada undangan, tapi mereka tidak percaya dan langsung mengusirku," Nicholas menjelaskan sambil mengeluarkan selembar undangan berwarna emas.Begitu melihat undangan ini, kepala Edisa langsung berdengung dan hampir pingsan. Edisa yang mencetak dan mengantar semua undangannya, tapi Samantha memang meminta satu undangan berwarna emas yang ingin diantarkan secara pribadi. Hanya ada satu undangan emas, Edisa tidak mungkin salah.Bagaimana Nicholas bisa memiliki undangan ini? Berdasarkan kata Colin, pemuda ini adalah pria miskin yang berasal dari keluarga biasa. Untuk makan saja susah, mana mungkin dia mengenal Samantha?Kenapa Samantha memberikan undangan ini kepada seorang pria miskin?Dalam sekejap, semua pandangan pun tert
"Tidak perlu." Nicholas tersenyum sambil berjalan ke luar. "Aku tidak mau merepotkan kalian, aku akan pergi."Setika, wajah Edisa langsung membeku, wajahnya terlihat pucat dan ketakutan.Ucapan Nicholas jelas sedang menyindir Edisa. Kalau tahu seperti ini, Edisa tidak mungkin berani menyinggung Nicholas."Tuan Nicholas, masalah ini ...." Edisa berencana untuk memohon kepada Nicholas."Pergi!" Nicholas memelototi sambil memarahinya, "Memangnya aku apa? Bisa diusir dan disuruh-suruh sesukamu?"Tubuh Edisa bergetar, dia pun jatuh dan berlutut di lantai. Namun, hati Nicholas tidak luluh, dia menggandeng Karen dan pergi.Melihat reaksi Nicholas, Khaliza mengerutkan alisnya dan berkata, "Maaf, Keluarga Tansil sudah tidak bekerja sama dengan Mondial Jewelry."Begitu mendengar pernyataan Khaliza, Edisa langsung tersungkur di lantai. "Bu Khaliza, tolong berikan aku satu kesempatan lagi. Aku mohon, berikan aku satu kesempatan lagi. Aku berjanji, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.""A