Hana merenggut surai pendek tetapi tebal milik Axel, kebiasaannya saat panik. Tuhan! Bagaimana ini!’
“Ada apa? Ada apa?” terdengar beberapa anak kos bertanya -tanya keributan pagi ini. Kosan Hana terdiri tiga lantai, dengan jumlah dua puluh satu anak kos.
“Ada yang mesum katanya, bawa cowok ke dalam kamar,” jawab seseorang di dekat jendela kamar Hana sambil mencoba mengintip pada kamar kos yang terletak di lantai dua itu. Untunglah Hana selalu mengunci pintu dan jendela kamarnya, selain itu ia juga sudah menutup gordennya rapat-rapat.
“Mbak Hana mesum, gak nyangka.”
“Hana kan anaknya polos masa sih?”
“Iya itu buktinya gak mau buka pintu,”
Rasanya gadis dalam tubuh seorang lelaki itu ingin berteriak “Fitnah!” Tapi apa daya suara Axel yang mirip penyanyi jazz pria itu malah akan semakin membuktikan bahwa perkataan teman satu kosannya itu benar.
Gadis itu meringkuk bingung, berharap bos nya segera datang, bahkan napas Hana mulai sesak. Kaos spongebob kuning lunturnya yang ukuran oversize untuknya malah menjadi crop tee di tubuh pria tinggi besar itu, begitupun celana pendek longgar terasa sesak di bagian pinggang Hana dalam tubuh Axel itu.
Suara-suara sumbang semakin marak terdengar di depan pintu kamar Hana. Gadis itu merasakan kepalanya berdenyut pusing kekurangan oksigen, seperti keadaannya yang seperti telur di ujung tanduk ini membuatnya semakin mual.
“Sesak…,” gumam Hana sambil mengambil gunting dan memotong sedikit karet celana dalamnya, agar ia bisa bernapas lega. Tapi ia tak berani membuka celananya, takut melihat hal yang tak sedap dipandang matanya itu muncul kembali. Hana bahkan masih bergidik mengingat sesuatu yang menggantung di tengah tubuhnya kini.
“Mana kunci, mana kunci,” terdengar gemerincing bunyi anak kunci di depan pintu kamar Hana.
“Sudahlah, mati sajalah aku…,” ratap gadis itu sambil meletakan kepalanya di atas meja rias. ‘Pasrah sajalah, toh sepertinya mati dengan tubuh pak Axel tidak buruk juga, tapi sepertinya langsung masuk neraka mungkin ya. Bapak ini kan banyak nyusahin orang semasa hidupnya.’ Kembali Hana mencoba berpikir jernih dan bangkit dari keadaannya yang terhimpit ini. ‘Aku tak mau masuk neraka!’
Ceklek! Pintu kamar berwarna biru muda terbanting membuka, menampilkan wajah-wajah beringas di baliknya. Mulai dari Ibu kos yang bertubuh subur, Lina, tetangga kos sebagai saksi utama dan beberapa teman kosan Hana yang membawa panci, penggorengan hingga sutil siap mengarak siapa pun yang berbuat mesum.
Hana dalam tubuh Axel melihat semua wajah yang ia kenal itu dengan mata abu terang berkaca-kaca.
“Itu cowoknya? Kenapa mirip aktor bollywood?”
“Bukan lebih mirip artis timur tengah itu, siapa sih namanya?”
“Reza Arab?” jawab Lina yang langsung dibalas toyoran bertubi-tubi dari arah belakang.
Sedangkan ibu kos masih diam terpesona melihat brondong tampan jelmaan aktor Marvel berada di depannya. ‘Eh! Tidak boleh terpesona! Harus menegakan aturan ketat di kos-kosan putri putih-putih melati ali baba ini!’ batin ibu kos sambil menggeleng keras. Mengenyahkan pikiran ‘minta foto bareng’ dengan si penyelinap ini.
“Kamu siapa?” tanya Ibu Kos dengan nada tinggi delapan oktaf. Suara yang khas saat menagih beberapa anak-anak kosannya yang tak bisa membayar upeti tiap bulan.
“Ha-.” Hana tercekat. ‘Tak mungkin ada yang percaya kalau aku ini Hana, aku harus memikirkan jawaban lain-’
Belum sempat Hana berpikir, kembali teriakan Ibu Kos seakan memecah ruang kamar gadis dalam tubuh lelaki tinggi besar itu. “KAMU SIAPA?!!” tanya ibu kos murka.
Refleks Hana menjawab, “maling jemuran Bu!” Sambil menyodorkan celana dalam merah berenda miliknya sendiri -milik Hana-.
“APAAA!!!” jerit semua anak gadis di kosan itu berikut induk semangnya.
Tak ayal gerombolan massa yang sudah beringas itu merangsek masuk ke kamar Hana dan menggebuki gadis -eh pria malang itu.
Axel baru saja memarkirkan mobil bugatti chironnya di depan kos-kosan milik Hana. “Kembali lagi kesini,” gumamnya seraya memencet kunci mobilnya dan melangkah ke ruang tamu kos-kosan itu. Lelaki tampan yang sekarang berada di tubuh gadis berambut panjang tergerai itu melangkah masuk dengan sedikit canggung. Kemarin ia hanya mengantar Hana di ujung gang, dan karena peristiwa aneh yang menimpa mereka, pria itu terpaksa datang ke kos kosan putri.
‘Selamat datang di kos-kosan Putri Putih Putih Melati Ali Baba! yang punya batang berhenti sampai di pintu ini’ tulisan di depan teras membuat Axel menghentikan langkahnya.
“Tapi sekarang kan lagi enggak punya?” tanyanya lebih kepada diri sendiri. Ia menoleh kiri kanan tak ada seorangpun di halaman depan kos-kosan itu, hanya saja suara ramai terdengar dari dalam rumah yang terpisah oleh pintu besar itu.
“Kenapa sih ramai-ramai?” tanya Axel lagi sambil merogoh handphonenya hendak menelpon Hana.
Belum sempat jari putih lentik milik Hana menekan tombol hijau di gawainya, seseorang tiba-tiba menggamit tangan Axel yang sekarang ada di tubuh seorang gadis mungil itu
“Mbak Hana!” panggil perempuan itu, membuat Axel mengerutkan keningnya. Terlebih ia diseret masuk ke rumah kos-kosan oleh gadis yang tak ia ketahui namanya itu, melewati pintu yang terdapat tulisan peringatan tadi.
Setelah melewati pintu terlihat bangunan berlantai tiga dengan tujuh kamar tiap lantai. Lipatan di dahi Axel semakin tegas melihat kerumunan para gadis merubung di depan sebuah kamar. Lelaki dalam tubuh wanita itu masih saja ditarik oleh gadis yang sedari tadi menggandengnya itu.
‘Kenapa ada kerumunan di sana? Kenapa ia menarikku? Apa Hana ketahuan? Gawat!’ batin Axel sambil menelan salivanya.
“Ada yang maling daleman di kamar Mbak Hana,” jelas gadis itu begitu mereka baru saja sampai di lantai dua.
“HAH!” pekik Axel sontak terkejut. Ia kemudian melepaskan tangan gadis yang sedari tadi mencengkram tangannya itu.
“Berhenti!” teriak Axel nyaring ketika mendekati gerombolan para gadis itu. Sontak semua menoleh kebelakang dan melihat sosok Axel.
Axel cuma bisa nyengir salah tingkah ditatap para gadis dan berjalan ke tengah-tengah mereka.
“Hana! Ada maling celana dalam di kamarmu!” ujar Ibu Kos seraya menarik tangan anak kosan itu dan menunjukkan seorang lelaki di kamarnya.
‘Sial.’ batin Axel melihat sosok dirinya yang meringkuk bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Hanya tubuh bagian atasnya saja yang tertutup ranjang kayu itu, sisanya tak bisa masuk karena badan pria itu cukup besar. Bahkan belahan ketapel dari bokong mempesona milik Axel terpampang jelas di mata anak-anak kosan putri itu.
Axel terlihat menarik napas panjang, berusaha agar tidak menumpahkan kemarahannya. Ia bahkan sudah berada di level tertinggi kemarahan, Axel murka.
Melihat wajah yang dikenalnya merah padam, Hana langsung keluar dari persembunyian. “Bos… tolong…,” isaknya dengan air mata membanjiri pipi dan ingus yang tak kunjung turun ke bibir karena disusut terus olehnya.
Axel tak pernah menyangka bisa melihat penampilannya yang begitu menyedihkan ini di tanggal lima belas bulan februari. “Apa yang kau lakukan dengan tubuhku?” geram Axel dengan nada bertanya mengerikan. Tapi bagi orang-orang malah terdengar seperti pengisi suara anime heroine yang imut-imut.
“Dia maling daleman mu, Hana. Mau ibu bawa ke kantor polisi sekarang juga! Minggir!” perintah ibu kos. Mendengar perkataan wanita gendut di sebelahnya, dan wajah dirinya yang begitu tersiksa terpampang di depan Axel sendiri. Ia langsung menghalangi jarak antara ibu kos dengan sosok dirinya menggunakan tubuh Hana.
“Biar aku yang membawanya ke kantor polisi!” tegas Axel sambil mencengkram tangan Hana dan segera menyeretnya keluar kamar kos.
Melihat Hana dengan tatapan mematikan menggelandang sosok pria tinggi besar di belakangnya, membuat teman-teman kosannya langsung menyingkir kembali memberi jalan. Ibu kos juga hanya dia termangu kebingungan sambil bertanya-tanya dalam hati, ‘sejak kapan anak itu begitu berani?’
“Masuk!” perintah Axel yang membukakan pintu penumpang bugatti chiron itu. Dengan patuh Hana masuk sambil melekukkan badan di dalam mobil buatan Italia itu, sebelum Axel membanting pintu mobil itu begitu keras. Hingga si penumpang dan semua anak kos yang tadi menggiring kepergian Hana dan Axel juga ikut terlonjak kaget.Axel memutari mobil, kemudian ia duduk di kursi pengemudi. Tak lama kakinya menekan pedal gas begitu kencang dan sudah menghilang di depan para anak kos dan induk semangnya.“Eh sejak kapan Hana punya mobil keren begitu?” celetuk salah seorang anak kos. Para gadis sekarang saling menatap bingung.“Memang Hana bisa nyetir?” tanya yang lainnya menambah tanda tanya di benak mereka masing-masing.Ckit!Axel menghentikan mobilnya tepat di sebuah parkiran toko busana. “Kamu gila Hana! Kamu ngancurin imej aku dengan mengatakan aku seorang maling celana dalam, di kosan wanita! Kamu ada dendam kesumat ya sama aku Hana!” bentak Axel yang tak mampu lagi membendung amarahnya.“Ke
“Ganti nih! Risih aja lihat tubuhku pake baju kaos kurang bahan gitu,” perintah Axel sembari mengambil baju kaos yang tergantung di belakang kursi mobilnya. Sekarang mereka sudah sampai di parkiran restoran yang terkenal mahal. ‘Pak Bos aja yang bongsor!’ rutuk Hana dalam hati. Saat ia hendak mengganti bajunya dalam mobil, gerakan Hana itu sempat terhenti sejenak. ‘Aneh juga rasanya mengganti baju dengan santai di pinggir jalan seperti ini. Jadi pria memang praktis,’ batin Hana sembari mengangkat kaos yang sedang ia kenakan. Saat ia hendak mengganti celana pendeknya, tangan yang terlihat kekar berotot itu kembali terhenti. Hana melihat bosnya menatapnya sangar. “Bawahannya juga?” tanya Hana dengan hidung berkerut tampak jijik. Axel menampilkan wajah seram milik Hana. “Tentu saja! Aku benar-benar terlihat seperti banci sekarang, ganti celana dalamnya juga!” instruksi Axel lagi. Ia tak sanggup melihat dirinya mengenakan celana dalam yang mengintip sedikit dari balik hotpants. Cela
Hana melihat jam tangannya dengan gelisah, rapat yang diadakan tiba-tiba oleh General Manager tempatnya bekerja itu membuyarkan rencana Hana malam itu. Sebuah pesan masuk di ponsel gadis berkulit putih langsat dengan rambut panjang sepunggung itu. [Santai saja, aku menunggumu kok.] Hana tersenyum membaca pesan dari pacarnya itu. Andra, kepala bagian keuangan yang sedang menjalin hubungan dengan Hana baru sebulan yang lalu, dan tak ada satupun rekan sekerja mereka yang tahu. Kembali gadis berambut panjang itu tersenyum sebelum mengetikkan beberapa pesan manis untuk pacarnya itu. “Baik, kita akhiri sampai hari ini saja. Saya mau hasil kerjaan yang sudah kalian paparkan di rapat ini dilaporkan besok siang setelah waktu makan siang,” tandas Axel sembari menutup pertemuan pegawai divisi marketing. Hal itu sontak membuat Hana terlonjak girang walau dalam hati, tapi perkataan Axel selanjutnya, langsung menyerap kebahagiaan gadis itu. “Hana notulensi rapat beserta laporan tiap divisi
Hana langsung mematikan hubungan telephonenya. Segera ia berlari ke parkiran tempat Andra berjanji akan menunggunya.Alangkah terkejutnya Hana ketika membuka pintu mobil Andra, ada Siska di dalamnya. Gadis itu merupakan pegawai dari divisi yang sama dengan Andra. “Ha-Hana?”“Kamu ngapain di sini Siska? Mana Andra? Kalian enggak selingkuh ‘kan?” tanya Hana dengan suara bergetar.“Aku enggak ngerti maksud kamu,” balas Siska terlihat tenang dan angkuh.“Kamu ngapain di mobil Andra?” tanya Hana lagi. “Keluar kamu dari mobil ini, sekarang,” perintah Hana, tapi suaranya masih bergetar.“Ini mobil Andra, bukan mobilmu ya!” Tolak Siska sambil menyibak rambutnya.Hana sudah tak sanggup menahan amarahnya lagi, ia menarik rambut merah bergelombang milik Siska. “KELUAR!” “Ahh! Sakit” erang Siska. “Kamu apa-apaan sih Han!” ujar wanita itu sembari menepis tangan gadis bersurai hitam lurus itu.“Asal kamu tahu ya Sis, aku sama Andra itu sudah pacaran!” jerit Hana yang bergaung sepanjang parkiran
“Hana,” panggil Axel dengan tangan terjulur ke atas ubun-ubun Hana, seakan siap mengambil paku. Gadis yang menjadi sumber tangisan itu langsung menolehkan kepalanya.“Kamu kenapa nangis?” tanya Axel yang ikut berjongkok sebelah Hana. Melihat hidung dan mata Hana yang memerah membuat Axel mengurungkan niatnya untuk pulang. Gadis itu malah semakin terisak mendengar pertanyaan Axel.‘Ah sial, harusnya aku pulang saja,’ sesal Axel dalam hati. “Baiklah kalau begitu aku balik dulu ya,” pamit Axel. Belum sempat lelaki itu berdiri, Hana menahan tangan bosnya sambil tetap menangis.“Huee...uee..uee,” ujar Hana sambil menggelengkan kepalanya. Persis suara lutung kasarung.Axel kembali duduk dengan canggung di sebelah Hana. Entah keberanian dari mana gadis itu menahan bosnya, meminta Axel untuk menemaninya. Tapi yang pasti Hana tak ingin sendiri sekarang, hatinya sangat hancur dan dia butuh teman, tak peduli walau temannya itu adalah si Raja Neraka.“Kamu diputusin pacar?” tanya Axel lagi.“H
Segera Hana dan Axel merampungkan sarapan mereka, kemudian bergegas menuju ke tempat Hana memesan cokelat kemarin.“Kamu yakin di sini tempatnya?” tanya Axel ragu.Hana yang berada disampingnya mengangguk, namun raut mukanya terlihat bingung. “I-iya, Pak,” jawabnya. “Tapi kemarin enggak begini tampilan tokonya. Minimalis cantik gitu.”Axel semakin menautkan alis tipis milik Hana. “Minimalis cantik gitu maksudmu seperti rumah hantu yang ditinggal pemiliknya perang pada zaman penjajahan Jepang begitu?” serang Axel sambil menunjuk bangunan tua yang terhimpit di antara tanah kosong. “Bahkan tak ada tetangga, pemukiman paling dekat lima ratus meter dari sini, kamu mau beli coklat valentine atau jampi-jampi jaran goyang sih, Han?”“Ya ampun, Pak. Sirik yang begitu itu. Serius kemarin bentuknya gini di media sosial,” bantah Hana sambil menyodorkan gawainya yang menampilkan sebuah akun.Axel menerima ponsel milik Hana dan menelitinya. “Alamatnya sih benar di sini, eh-.” Axel menscroll tanggal
Axel menelan salivanya, ia masih terpaku menatap layar ponsel.“Kau jawab telepon ini, dan katakan “iya” saja. Jangan berkata hal lain,” perintah Axel sambil menyodorkan gawainya ke arah Hana.Hana tampak bingung, tapi belum sempat ia menolak, Axel sudah menggeser icon di gadgetnya ke arah tombol terima.“Axel,” panggil suara di seberang sana, terdengar keras di dalam mobil ferrari itu, karena Axel menggunakan loudspeaker.Sambil menatap ragu ke arah bosnya, Hana menjawab dengan suara bariton milik Axel. “I-iya?”Axel tampak tegang, dan menatap tajam Hana. ‘Kenapa ia terlihat seperti mendapat telepon dari debt collector alih-alih ayahnya?’ tanya Hana dalam hati.Gerrard Harrison, semua orang tahu kalau ia adalah pebisnis handal yang mengukuhkan perusahaan Harrison menjadi salah satu raksasa bisnis yang bisa bertahan di zaman digital 4.0 ini. Perusahaan keluarga itu turun temurun diwariskan oleh kakek Axel, ke ayahnya Gerrard Harrison, dan tentu saja penerus selanjutnya Axel Harrison.
Axel dalam tubuh Hana terlihat tenang dan sama sekali tidak terkejut dengan pukulan keras ke meja itu. Matanya malah balaa menatap tajam lawan bicaranya. Hana dengan muka yang tertutup masker terlihat memberengut tak suka dengan apa yang terjadi di meja nomor tiga belas.‘Pak Axel ngomong apa sih, sampai Andra marah seperti itu? Ish Pak Axel nyebelin!’Axel tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. “Jadi alasan kamu maafin Hana agar dipinjamkan uang?”“Maksud kamu apa? Kamu minta maaf karena kamu yang salah, kalau pinjam uang itu masalah lain, Han! Aku kan sudah bilang akan ngembaliin sama hutangku yang kemarin-kemarin itu sekalian!”“Oh jadi ini kamu sudah sering minjem?” gumam Axel sambil menaikkan sebelah alisnya. Hal itu disalah artikan sebagai sebuah sindiran oleh Andra. Muka Andra terlihat semakin masam. “Kamu enggak ikhlas selama ini? Kukira kamu gadis baik yang tulus, Han.”Axel sebenarnya tak ingin melanjutkan percakapan ini dan hendak memberikan uang yang sudah diamanatkan