Tanpa diduga, wajah Janus langsung merah padam. "Apa katamu?" dia bertanya dengan ekpresi menakutkan. “Kau jangan menahan aku dengan jebakan seperti ini!” tandasnya. Suaranya mulai gemetar. “Hamil apaan?”
“Kau tidak mungkin hamil, kau selalu minum obat itu, kan?”
Reaksi ini tak diduga oleh Fey sebelumnya. Jantung Fey langsung berdebar kencang karena kaget dan bercampur takut, tapi karena sudah terlanjur bicara dia memberanikan diri untuk mengulangi kata-katanya "Iya….Aku hamil."
Tanpa berpikir, Janus langsung membalas “Gugurkan!”
“Gugurkan janin itu!”serunya dengan suara yang keras. “Bukankah kita sudah sepakat, pernikahan ini hanya sementara dan tidak ada anak yang lahir.”
Fey sudah menduga kalau dia akan mendengar kata-kata yang tidak mengenakkan telinganya itu. Apa yang dikatakan Janus memang benar, hubungan mereka hanya sementara saja. Sikapnya itu juga sudah diperjelas dengan obat anti hamil yang selalu dia siapkan Janus untuknya.
Fey terdiam beberapa saat untuk menenangkan hatinya. Tapi …. kalau harus mengugurkan anak?
Sungguh perbuatan yang bejad. Hati Fey sakit memikirkan kenyataan ini tapi dia berusaha menyembunyikannya dengan tawanya "Ups.....!"
"Apa yang kau tertawakan?" Janus melihat ekpresinya yang aneh dengan jengkel.
"Tapi boong. Aku tidak hamil, kok. Aku bilang begitu agar kau tidak menceraikan aku." katanya dengan begitu santainya, tapi hatinya sakit.
"Aku tahu. Makanya aku juga bilang begitu. Lagian mana mungkin kau hamil, kau minum obat yang aku siapkan untukmu, kan?" katanya, masih dengan sikapnya yang santai.
Fey mengangguk. "Ya. Aku selalu minum pil yang kau berikan. Tadi itu cuma boong, kok.”
Dia terpaksa menarik ucapannya karena jika dia tidak menyangkalnya, anak itu mungkin akan dikeluarkan secara paksa oleh Janus. mana mungkin dia bisa menerimanya karena Fey tahu, cinta pria ini bukan untuknya.
Hubungan yang mereka jalani selama ini hanya sebatas mencari kepuasan biologis belaka. Janus yang sudah kecanduan film dewasa sejak masih SMP butuh pelampiasan agar otaknya tidak meledak.
Justru yang tidak bisa dipercaya, Fey mau melakukannya karena dia sudah tergila-gila denganya. Meskipun pernikahan itu hanya di bawah tangan, hanya mereka berdua saja yang tahu, tidak masalah baginya. Yang penting dia bisa hidup dengan Janus dan bisa merasakan bagaimana hangatnya pria ini ketika mereka di tempat tidur, itu sudah membuat Fey bahagia.
Janus tampak menghela napas lega. Dia tidak ingin Fey hamil karena anak itu akan menjadi penghalang baginya untuk bisa bersama Hawke.
"Ini yang terbaik untuk kita, Fey. Aku tidak ingin ada masalah antara aku dan Hawke. Lagi pula, jika kau benar-benar hamil, bagaimana dengan hidupmu di kemudian hari? Tidak ada yang boleh tahu kalau kita menikah di bawah tangan, siapapun itu. Jadi, Apa ada pria yang mau menikah dengan wanita yang punya anak tanpa status yang jelas? Aku ingin, setelah hubungan ini selesai, kau bisa mendapatkan pria yang benar-benar mencintai kamu,"
“Pria yang benar-benar mencintai kamu?”
Fey mengulang kalimat terakhir yang diucapkan Janus dalam hati. Hatinya merasa pahit.
Mana mungkin? Jika pun ada, Fey tidak akan bisa menerima begitu saja karena pria yang dia inginkan dalam hidupnya hanya satu, Janus seorang.
Fey memaksakan diri untuk tersenyum. “Kau tidak perlu khawatir. Setelah ini, aku akan baik-baik saja,"
Karena suasana hatinya membaik lagi. Dia memeluk Fey lebih erat. Tangannya memijat dada Fey yang lembut pada bagian ujungnya. Dia bertanya, “Apa yang akan kau lakukan setelah kita bercerai?"
Seperti anak kucing yang keenakan di elus-elus, Fey memejamkan matanya dan bersandar ke pelukannya. “Aku akan di sini. Aku mau cari kerja dan melanjutkan kuliah,”
Sama seperti Janus, Fey juga kuliah di jurusan hubungan internasional. Dia memilih kampus yang sama dan satu jurusan dengan Janus bukan karena dia minat di bidang itu tapi karena alasan yang sama, karena Fey selalu menjadi asisten Janus dalam menyelesaikan seluruh tugas kuliahnya.
Fey melakukan ini sejak mereka SD, sejak Fey diadopsi oleh keluarga Januar karena orang tua angkatnya yang merupakan adik kandung dari ayahnya Janus meninggal dunia.
Saat ini, Fey sudah menyelesaikan kuliahnya. Dia sudah sidang skripsi dan tinggal menunggu wisudah saja. Setelah menikah diam-diam dengan Janus, dia tidak diijinkan Janus bekerja di perusahaan keluarganya.
Janus tidak mau Fey terjun ke perusahaan keluarganya karena akan sulit baginya untuk bisa mengendalikan dirinya jika bertemu gadis ini.
Dia pikir, Fey yang polos dan punya otak yang cerdas dan pasti akan lebih berkembang darinya dan Janus tidak mau jika orang-orang di sekitarnya mengagumi Fey daripada dirinya. Dia juga tidak mau melihat ada pria yang menggoda Fey. Karena menurutnya, mainan kesayangannya hanya akan menjadi miliknya seorang. Orang boleh memilikinya jika dia sudah tidak membutuhkannya lagi.
Tapi sekarang dia akan memberikan kebebasan pada Fey. Jika dia mau bekerja di perusahaan keluarganya, dia tidak akan melarang. Jika Fey mencari kerja di luar, itu juga tidak menjadi masalah. Dia tidak perlu terlalu picik pada gadis ini karena sudah ada Hawke yang akan menggantikan posisinya.
“Baiklah, setelah ini, kau boleh membantu aku mengelola perusahaan karena Nenek sudah berkali-kali minta kau ikut andil mengurus perusahaan kita, kan? Atau aku akan merekomendasikan kamu di tempat yang kau sukai. Dengan kemampuan akademik yang kau miliki, kau tidak akan susah mendapatkan pekerjaan yang kau inginkan," katanya dengan suara yang sedikit dingin.
Fey tidak menyangka dia akan mengucapkan kata-kata itu dengan entengnya setelah apa yang dia lakukan selama ini. Fey jadi bingung. Dia tidak tahu apakah harus senang atau sedih berada dalam situasi yang seperti ini. Dia tersenyum dan berkata, “Aku belum tau akan melamar di mana? Yang jelas aku tidak akan bergabung denganmu. Tapi ini bukan masalah, aku bisa mengatasinya. Kau tidak perlu khawatir,"
"Tapi bagaimana jika Nenek bertanya? Alasan apa yang harus kita katakan jika dia bertanya kenapa kau mencari pekerjaan di tempat lain sedangkan kau sangat dibutuhkan di perusahaan?"
Ini juga yang paling menyusahkan Janus.
Sudah jelas Nenek tidak akan pernah menyetujui Fey bekerja di tempat lain karena perusahaan itu juga menjadi miliknya.
Keluarga Januar hanya memiliki dua anak saja. Jasfer, papa kandung Janus sebagai anak tertua dan Jewelia, mamanya Fey. Tapi karena Jewel dan suaminya tidak dikaruniai anak, dia mengadopsi Fey sejak kecil sebagai satu-satunya anak dalam keluarga mereka.
Fey tumbuh dengan kasih sayang yang berlimpah dari kedua orang tuanya. Sayangnya, ketika Fey berusia 8 tahun, orang tuanya meninggal. Fey Langsung di asuh oleh orang tua Janus dan mereka tinggal bersama. Jasfer dan istrinya sangat menyayangi Fey, sama seperti putra semata wayangnya.
"Aku yang akan menjelaskan ke nenek. Aku yakin, dia tidak akan keberatan, kok. Lagi pula, itu bukan hal yang penting karena siapalah aku dalam keluarga. Kau yang lebih berhak mewarisi semua karena aku bukan darah daging keluarga Januar,"
Janus merenung sebentar dan berkata, "Baiklah. Apapun pilihanmu, aku tidak masalah. Aku juga akan memberikan apa yang menjadi bagianmu meskipun kau tidak bekerja di perusahaan kita,"
“Uang lagi,” pikir Fey dengan senyum pahit.
“Apa dia tidak tahu, aku hanya menginginkan dirinya, bukan uangnya?”
Yang Fey inginkan Janus menjadi miliknya sampai maut memisahkan dan itu tidak pernah disadari olehnya. Hampir tiga tahun mereka terikat dalam satu janji suci, selama itu juga, Janus hanya akan datang padanya jika menginginkan tubuhnya.
"Baiklah, aku percaya padamu," ucapnya pelan.
Seakan malam ini akan menjadi malam terakhir bagi kebersamaan mereka, Fey harus memanfaatkan kesempatan ini untuk menikmati kebersamaan mereka. Fey mengangkat kepalanya dan mencium jakun Janus. Tindakannya itu adalah sebuah rayuan. Janus tidak pernah menolak sentuhan Fey yang selalu membuatnya tergoda.
Matanya menjadi berembun dan dia langsung berbalik. Menekan Fey ke tempat tidur sementara bibirnya membentuk senyuman nakal. "Kita akhiri dengan indah. Malam ini, aku akan membuatnya menjadi malam yang tak akan terlupakan untukmu."
Fey tak mau kalah. Dia mengulurkan tangannya yang ramping dan lembut dan mengaitkannya di leher Janus. Kakinya yang cantik dan ramping juga segera melingkar di pinggangnya yang berotot.
Fey tidak ingin membahas kehamilannya sekarang. Dia belum siap dengan tanggapan Janus dan dia juga belum tahu apa yang akan terjadi kedepannya karena ada perasaan yang mengganjal dihatinya tapi dia sendiri tidak bisa menerka.“Tidak usah. Aku cukup nyaman kok mengenakannya.Tidak usah dilonggarkan lagi,”“Oke,"Nahlah langsung mengangguk. Janus pun merasa lega. Dia segera mengeluarkan ponselnya dan mengambil foto mereka di cermin. Fey kaget, ini untuk pertama kalinya Janus melakukan selfi dengannya. Janus memperlihatkan hasilnya pada Fey, "Serasi, kan?”Dalam foto itu, Fey meletakkan tangannya di punggung karena dia ingin membuka gaunnya sedangkan Janus tersenyum melihat ke arah kamera. Fey hanya tersenyum. Pada saat itu mereka punya pikiran sendiri-sendiri tentang itu.*****Setelah mencoba gaun pengantin, Janus mengantar Fey kembali ke rumah. Fey tidak ada kegiatan apapun selain melakukan revisi skripsi Janus yang sudah dia selesaikan semalam.Perbaikannya sudah dia kirim dan men
Keduanya segera membantu Fey mengenakan gaun. Janus tersenyum dan menundukkan kepalanya. Dia mencium punggung Fey dengan penuh cinta. “Jangan kau pikirkan apa yang dikatakan Terra. Yang paling penting saat ini, aku sedang mencoba gaun pengantin bersama orang yang paling aku cintai,”Fey tersenyum. Meskipun dia tahu kalau Janus hanya menghiburnya, dia merasa bahagia. Setidaknya Janus menunjukkan pada kedua staf itu kalau tidak ada yang salah dengan apa yang mereka lakukan saat ini.Fey sudah melepas bluesnya, ketika dia minta staf yang memegang gaun pengantin untuk membantunya, Janus menghentikannya. Tubuhnya yang tinggi dia gunakan untuk mengurung Fey hingga tak tersentuh oleh siapapun. “Aku sudah bilang kalau aku yang akan membantu kau mencoba gaun ini, kau tidak membutuhkan orang lain,”Janus sangat tidak berdaya melihat punggung Fey yang terbuka. Dari pantulan kaca, dia juga melihat dada Fey yang membusung. Dia sering melihat pemandangan seperti ini, bahkan dia juga kerap melihat F
Gaun pengantin itu sangat cantik, model terbaru yang baru saja dikerjakan oleh perancang terkenal di negeri ini. Ini serasa mimpi, Fey hanya bisa memandanginya, seakan itu adalah barang berharga yang takut untuk di sentuhnya.Gaun itu berlengan pendek yang mengikuti bordir bunga pada ujungnya hingga membentuk lengan yang cantik pada manakin itu. Leher yang berbentuk V dikelilingi berlian yang berkilau, “Cantik sekali,” Fey tidak tahan untuk tidak memujinya.Pada bagian pinggangnya dirancang sangat ketat dan pasti akan menampilkan sosok yang bagus bagi siapapun yang memakainya. Rok panjang yang menjuntai hingga ke lantai dibuat mengembang seperti payung.Saat dikenakan, pasti akan bergoyang-goyang karena bahannya yang halus dan lembut.Bagian ujung gaun itu tertutup payet dan memantulkan kemilau yang indah di bawah cahaya ruang yang sangat terang pada saat itu. “Ini pasti sangat mahal,” Fey menafsir harganya ketika seorang staf datang mengagetkannya.“Gaun ini dipesan oleh Pak Janus d
“Nenek ada apa?” tanyanya begitu mengangkat panggilan. Suara Janus terdengar sedikit tidak ramah.“Ada apa?” balas Nenek dengan suara yang terheran-heran. “Janus… Bisa-bisanya kau bilang begitu pada Nenekmu?” sergahnya. Suaranya dipenuhi amarah. Bagaimana tidak, ini sudah malam. Dia dan anak mantunya sudah berkumpul di rumah, berharap Janus datang untuk menjelaskan ini semua tapi pikirannya itu salah.Tanpa merasa bersalah sedikit pun, Janus malah tidak pulang. Tidak memberi kabar apapun tentang rencana besarnya itu. Siapa yang tidak emosi kalau punya cucu yang kelewatan begini.“Apa kau merasa terganggu kalau nenek menelponmu? Apa kau sangat sibuk hingga….,”“Iya, Nek. Ada apa? Apa nenek tidak salah bertanya begitu? Bukan sekarang saja Nenek menelpon aku dan tidak pernah mau tahu aku sedang apa, kan?”“Apa kau masih menganggap wanita tua ini sebagai nenekmu?”“Heh…ada apa lagi ini?” Janus sudah bisa menebak apa yang ingin ditanyakan Neneknya makanya tiba-tiba menelpon, marah-marah
Suaranya terdengar sangat menyenangkan, seperti seorang bapak yang tengah membujuk anaknya untuk makan. Magnetis dan dalam. Membuat Fey terhipnotis.Tanpa diminta lagi, Fey membuka mulutnya, Janus menyuapkan makanan itu dengan sangat hati-hati. Perasaan yang tidak bisa Fey gambarkan segera merayap dalam pikirannya. Andai Janus semanis ini memperlakukannya, dia pasti akan mencintai pria ini lebih dalam lagi. "Tapi apakah dia melakukan ini hanya karena aku sedang kesal dengannya. Apa karena dia ingin menebus rasa bersalahnya?” tanya Fey pada dirinya sendiri.Apapun yang Janus pikirkan sampai dia mau melakukan ini, Fey ingin menutup mata dan telinganya. Dia ingin menikmati perhatian Janus yang mungkin akan dia lakukan sekali ini saja. Dia ingin bahagia, ingin merasakan bagaimana rasanya dicintai. Menikmati bagaimana rasanya dimanjakan oleh orang yang dicintai walaupun dia tidak yakin kalau Janus melakukannya dengan hati.Saat dia memikirkan itu, tanpa terasa air mata jatuh dari sudut
Karena Janus sudah berjanji tidak akan menyentuhnya, dia cukup tahu apa maksud dari ucapan Fey itu. Dia menahan langkahnya, sampai Fey benar-benar masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya, barulah Janus berbalik. Dia tidak meninggalkan kamar itu tapi memilih duduk di sisi tempat tidur dan mengeluarkan ponselnya. Janus memesan makan malam untuk mereka berdua.Dia hanya tersenyum getir ketika mendengar suara gemercik air. Dia tahu kalau Fey sudah membohonginya. Dia sebenarnya tidak ingin buang air besar tapi mandi.Ya, wajar dia melakukan itu. Selama mereka menikah, Janus tidak pernah sepeduli ini padanya. Dia datang ke kamar ini ketika dia membutuhkan tubuhnya, dia akan pergi setelah mendapatkan apa yang dia inginkan.Dia tidak pernah bertanya, apakah Fey capek atau tidak karena banyak tugas-tugas dari dosen yang harus diselesaikan, bukan hanya tugasnya sendiri tapi harus menyelesaikan semua tugasnya.“Apa pernah dia memperhatikan apa yang Fey lakukan setelah mereka bercinta. Berdiam