***
Semua teman-teman nya sudah berkumpul di sebuah cafe, Nayra baru saja sampai, membuka pintu cafe membuat lonceng disana bersuara. Semua mata para sahabatnya berbinar bahagia saat kedatangannya, tapi Nayra tetap bersikap biasa saja.
Nia melambaikan tangannya kearah Nayra, gadis itu tersenyum simpul sambil berjalan ke arah mereka.
"Kok lama?" tanya Raya.
"Macet, udah kayak Jakarta aja.." gerutu Nayra yang kemudian mengambil tempat duduk disamping Vivia. Sahabatnya itu sedang fokus memainkan permainan yang ada di ponselnya dan tak menyadari kehadiran nya.
"Main apa Vi?" tanya Nayra sembari mengintip.
"Permainan" jawab Via singkat tanpa menoleh sedikit pun.
Nayra mendelikkan matanya malas "gue tahu, maksud gue permainan apa?.. mobile legend kah? atau apa?" tanya Nayra.
" main si pou!" jawab Via asal.
Semuanya menghembuskan nafas kesal, mereka fikir Via sedang memainkan permainan yang menantang hingga fokusnya tak dapat teralihkan sedikit pun, nyatanya dia malah memainkan permainan ecek-ecek untuk anak kecil.
"Hihihi.. gue fikir main permainan yang menantang, eh.. ternyata permainan anak kecil..huuh " kekeh Nia membuat kedua teman yang lain ikut tertawa.
Yang merasa ditertawakan langsung mendongakkan kepala, menatap mereka satu persatu dengan wajah kesal, ia menghentikan permainan nya karena sudah kalah, konsentrasinya buyar Karena teman-temannya berisik .
Sampai tatapan bingung ia berikan untuk Nayra "laaah... kapan lo datang?" tanya Via polos.
Mereka menepuk dahi, tak menyangka bahwa Via tidak menyadari bahwa yang tadi bertanya adalah Nayra.
"Yang tadi nanya itu gue Vi, se seru apa sih sampai fokus banget sama permainan?"
Via menyengir "maaf, tadi lagi seru-seru nya si pou naik mobil, takut nabrak, jadi enggak nyadar kalau yang nanya itu lo... heheheh... sorry deh!" balas Via dengan tangan yang menggaruk tengkuknya tak jelas, dia mana tahu Nayra sudah datang.
"Ini masih belum ada yang mesen?" tanya Via ketika melihat meja yang masih tetap kosong.
Semuanya menggelengkan kepala secara bersamaan.
"Kenapa?"
"Nunggu lo selesai main dulu, kita makan bareng!" jawab Nayra.
Via malah mengernyitkan dahinya bingung "kenapa enggak bilang dari tadi, kan gue bisa nyimpen hp gue dulu, payah kalian!" omel Via dengan santai nya.
Ketiga nya menatap Via kesal "diiih, ni anak enggak nyadar banget, udah di tunggu in malah ngomel! " sewot Raya.
Disisi lain, terlihat Nayra tersenyum yang melihat kebahagiaan sahabatnya. Meski dengan cara sederhana, itulah yang selama ini ia pertahankan dalam persahabatan nya. Jika tanpa mereka, entah akan menjadi apa kehidupan Nayra, mungkin akan terasa sangat sepi dan hampa.
" dari pada ribut, langsung pesen aja!" kata Nayra menghentikan percekcokan antara sahabatnya.
Dan semuanya kembali pada suasana normal.
Mereka membicarakan banyak hal, hingga lupa akan adanya waktu yang sudah menjelang maghrib.
Raya menatap lingkaran jam yang bertengger manis di tangan kirinya "udah mau maghrib aja, pulang yu?. Nanti dimarahin emak sama bapak kita lagi!"
Nia,via dan Nayra mengangguk.
Mereka pergi bersama setelah membayar makanan dan minuman yang tadi di pesan.
Nia dan Raya membawa motor milik mereka, Nayra dan Via yang tadi datang nya menggunakan taxi akhirnya harus pulang dengan berboncengan.
Mereka menjalankan motor dengan sangat hati-hati, waktu yang sudah mulai malam, mengharuskan mereka berhenti di suatu mesjid terdekat untuk melaksanakan shalat maghrib.
Inilah yang membuat hati Nayra begitu tenang memiliki sahabat yang masih ingat akan tuhan. Meskipun mereka disekolah seolah tak perduli, tapi pada kenyataannya mereka takut untuk meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim.
"Kita shalat dulu aja ya, kalau lanjut takut enggak keburu!"ajak Nia pada ketiga temannya,dan anggukan kepala sebagai jawaban mereka menyetujuinya.
Turun dari motor dan melangkah menuju mesjid " ayo Nay, kita shalat dulu?" ajak Via saat melihat Nayra hanya diam sambil duduk di jok motor milik Raya dengan santai nya.
"Lo tahu gue kan?" ucap Nayra malas, tangan nya sudah sibuk dengan ponsel kesayangan nya.
Via menatap Nayra "enggak seharusnya lo kayak gitu Nay, lo masih hidup aja udah untung, mana tanda syukur lo?.. Shalat itu kewajiban Nay..." ujar Via sebelum benar-benar meninggalkan gadis itu sendirian.
Setelah merasa para sahabatnya sudah masuk kedalam, kini waktunya Nayra yang masuk, tanpa sepengetahuan para sahabatnya pasti. Nayra pergi berwudlu dan melaksanakan shalat sebagaimana mestinya, memilih tempat yang lebih berjarak bersama sahabatnya.
Itulah hal yang tak pernah diketahui banyak orang, menyembunyikan sikap dan sifat aslinya, dan nampak lah Nayra yang memang lupa akan tuhan, tapi nyatanya itu tidak terjadi.
Nayra menyembunyikan segalanya, bahkan ibadah pun harus tanpa sepengetahuan orang yang ia kenal. Orangtua dan keluarganya pun berfikir bahwa ia sudah meninggalkan semua itu, jauh dari keta'atan pada Tuhan.
Dan lagi-lagi Nayra mendo'akan mereka dalam setiap ibadah nya, dalam diamnya, berharap orang-orang terdekatnya mampu mengerti akan perubahan nya selama ini, setitik harapan selalu ia simpan, menyemogakan do'a nya dikabulkan Tuhan.
Kenapa ia seolah berpetak umpat?
Yang Nayra mau adalah semua kata-kata yang telah diucapkan oleh banyak orang terhadap dirinya akan ia jadikan motivasi bagi dirinya. Bahwa hidup tak semudah yang di bayangkan, bahwa takdir selalu berputar tak tentu arah, kapan saja bisa terjadi. Sebanyak apapun merencanakan nya, kalau memang nasib nya dengan cara itu, tidak bisa lagi berbuat seenaknya.
Ia tak ingin jika dirinya harus dibeda-bedakan dengan Naura, meski nyatanya memang berbeda. Ia ingin menjadi dirinya sendiri,bukan orang lain. Dan dengan inilah caranya, walau semua ini adalah jalan yang salah, tapi setidaknya ini proses nya untuk merubah cara pandang orang lain terhadap dirinya
Beberapa menit berlalu..
Raya ,via, dan Nia sudah berada di parkiran dekat mesjid, mereka kebingungan mencari kemana Nayra pergi, karena setelah mereka selesai melaksanakan shalat, Nayra tidak ada ditempat sebelumnya.
Mereka khawatir.
Tapi kepanikan itu hilang saat Nayra kembali menampakkan batang hidungnya. Gadis itu berjalan santai kearah mereka, Semua sahabatnya berkacak pinggang dengan wajah marah.
Dan dengan santai nya Nayra berkata "Apa?" seraya menaikkan alisnya.
"Lo bilang apa? lo kemana aja? kita nyariin lo, kita khawatir Nayra!" omel Via kepada Nayra.
Dialah via, orang yang selalu mengkhawatirkan keadaannya disaat orang lain tak perduli dengan kehadiran dirinya. Via satu satunya teman yang selalu ada disampingnya, menguatkan nya walau tidak tahu apa penyebab dirinya berubah. Via sosok penguat yang dia miliki, padahal awalnya Via bukan siapa-siapa baginya, tapi sekarang ia berharap pada tuhan untuk menetapkan Via tetap ada disampingnya sampai nanti.
Nayra tersenyum "gue dari toilet, kebelet, lagian masa iya gue harus terus diem disini, kalian kan lama, mending bersih-bersih dulu!"alasan Nayra.
Kau berbohong Nay.
Selalu seperti itu.
Ketiga temannya bernafas lega.
"Syukur deh,tapi lo gak papa kan?" tanya Raya memastikan.
Nayra mengangguk dan merentangkan tangannya, memberi ijin agar para sahabatnya melihat keadaan tubuhnya yang baik-baik saja tanpa ada cacat sedikit pun.
"Ya udah, keburu malem, kita lanjut pulang aja yuk?" ajak Nia.
****
Di keluarga tuan Karim. Sepi. Tak ada sedikitpun pembicaraan diruang keluarga. Abi Karim, umi Aminah, dan Naura hanya mengarahkan pandangannya ke arah tv yang sedang menayangkan sebuah acara show.Suara dari tv tersebut yang meramaikan ruang keluarga. Setelah kepergian Nayra, Naura hanya diam tak terlalu peduli, apalagi ia tahu hal itu saat dimeja makan kemarin malam, yang tidak disangkanya adalah bahwa Nayra pergi hari ini. Hati kecilnya merasa damai, tak perlu lagi dirinya sok baik didepan banyak orang, apalagi pura-pura perduli dan perhatian.Keadaan rumah seolah tenang tanpa ada hal yang membuat berantakan, percekcokan atau hal yang memusingkan seperti saat ada Nayra.Selama ada Nayra pun, Naura tak terlalu dekat dengan adiknya itu, lebih memilih masing-masing. Naura tak menyukai Nayra karena sang kakak selalu lebih memperhatikan Nayra dari pada dirinya, walau dari matanya sang kakak begitu jahat pada gadis itu. Belum lagi banyak orang yang menyangkut pautkan nya denga Nayra, mem
Seorang pemuda tampan sedang termenung di kesendiriannya. Merindukan seseorang yang belum lama dikenalnya tapi sudah terasa amat berharga bagi dirinya. Ia tahu, rasa rindu itu tak dapat dihilangkan. Menemui nya seperti mustahil. Gadis yang dirindukannya kini sudah terlalu jauh dari pandangannya, bagaimana ia bisa melepas rindu sebebas sebelumnya. Perempuan yang telah mengambil hatinya pergi entah kemana.Tak tahu pindah kemana. Dimana gadis itu sekarang? Ingin sekali ia menemuinya. Bertemu dengan gadis pujaannya. Ia ingin melihat senyumnya, dan kemudian memeluk gadis itu seerat mungkin. Terakhir kali bertemu saat gadis itu menemui sahabatnya, ia hanya melihat sekilas sebelum gadis itu benar-benar pergi, menatap matanya yang terlihat berat untuk melangkah menjauh. Hati pemuda itu terluka saat gadis pujaannya hanya melambaikan tangan perpisahan. Andai ia mampu untuk menahannya. Kalau iya dia bisa, dia akan menculiknya dan mengurungnya dirumah keluarganya supaya gadis itu tak perg
Dzul duduk di bangku taman dengan Vivia disampingnya. Pemuda itu sibuk melepas dasi dan seragam untuk dikeluarkan. Vivia tidak bersuara, gadis itu hanya termenung memikirkan hal yang terjadi. Tentang Nayra, persahabatannya dengan Santia, juga tentang Dzul yang ternyata kakak dari Santia.Vivia melirik Dzul sekilas, ingin menanyakan banyak hal pun tak berani, berakhir Vivia hanya menunduk dan terdiam. Hingga kemudian Fikri datang dengan sekantung keresek makanan dan minuman.Fikri berjalan mendekati keduanya "nih!" Fikri menjulurkan bawaannya pada Dzul, pemuda itu dengan cepat menerimanya, melihat isinya dan mengambil satu botol air mineral. Dzul melirik Vivia dan memberikan kantung tersebut kepada gadis itu, Vivia menerimanya ragu.Fikri yang melihatnya kesal sendiri, dia kesini untuk mendengar penjelasan dari Dzul, bukan untuk melihat adegan menjijikan sok malu-malu kodok begitu.Fikri melipatkan tangannya sejajar dada bawah "jadi gimana?, gue masih butuh penjelasan!"Dzul menggerlin
Vivia terkejut.Siapakah dia?.---Seorang pemuda rapih berdasi datang menghampiri pertikaian antara Santia dan Vivia. Berdiri kokoh didepan Vivia seolah melindungi. Semua pasang mata penghuni kantin tak mau ketinggalan, fokus mereka tentu pada pembicaraan Santia, sang primadona sekolah."Gue rasa mulut lo gak pernah disekolahin. Percuma lo sekolah sampe SMA kalo gak punya adab. Tu mulut di jaga. Jangan sok tahu sama kehidupan orang. Lo pikir lo lebih baik?" sulut pemuda itu membuat santia kicep.Tangan sudah terkepal, Santia tak suka di bantah. Tak suka dipermalukan seperti sekarang. Dia anak pemilik sekolah, dirinya sudah pasti harus dihormati kalau mereka tidak mau dirinya mengadu pada sang ayah."Lo gak pantes ngomong gitu sama gue ya. Lo belum tahu gue. Lo siapa disini?. Ooooh, lo mau jadi pahlawan?. Suka sama cewek dibelakang lo, sicupu berkacamata itu?" balas Santia seraya tersenyum sinis dengan tangan menunjuk Vivia yang berada dibelakang pemuda itu. Ejekan tak pernah terting
***Dzul, pemuda tampan tak rapih itu memasuki kelas dengan malas. Dzul menghembuskan nafas kasar saat melihat suasana kelasnya yang ramai dan berbisik dari sebagian siswa yang sedang asyik bermain game bersama. Beralih pada pojokan yang dipenuhi para gadis yang sedang maraton drakor. "Kayaknya gue yang aneh nih. Masa cowok ganteng plus keren kayak gue masuk kelas yang anak-anaknya cupu. Ngedrakor sama ngegame pada gak ngajak, kan guenya jadi kesel!" gerutunya dengan penuh percaya diri.Dengan terpaksa Dzul mendudukkan dirinya disamping sahabatnya, Fikri. Pemuda itu belum ngeuh jika sang sahabat sedang merenung."Fik?" panggilnya, tangannya sibuk mengeluarkan ponsel dari tas.Fikri tak menjawab. Pemuda itu sedang bertopang dagu seraya menghembuskan nafas kasarnya berkali-kali. Menatap malas orang-orang disekitarnya. Fikri bahkan malas walau untuk bernafas.Jiwa seorang Fikri sedang berkelana entah kemana. Sosok pemuda ini biasanya tak mau diam. Selalu saja menyempatkan waktu berjalan
***Seorang pria paruh baya berpeci putih yang sedang bersantai diruang keluarga itu mengambil ponsel yang terus bersuara. Beliau mendekatkan ponsel tersebut ditelinga."Halo, Assalamualaikum?"..."Tumben telepon ane, ada apa nih?"...."Oooh.. Anak ente mau pesantren kesini?. terus kenapa ente telpon?. Emangnya enggak ente anter kesini?" tanya beliau seraya menyeruput teh manis dingin yang disediakan istrinya....."Oh,iya iya. semoga aja anak ente mau berubah kalau sudah pesantren disini ya!" obrolnya entah dengan siapa...."Sama-sama, waalaikumussalam"....Pri paruh baya tersebut kembali menyimpan ponsel di atas meja, menghela nafasnya dan menyeruput lagi teh yang ada di hadapannya."Siapa bi?" tanya seorang wanita cantik