Share

Chapter 13

last update Last Updated: 2021-05-07 00:18:59

“Kau yakin, Nan?” Yudha tersenyum setelah mendengar cerita Adnan tentang perubahan perasaan Adnan terhadap mahasiswi koasnya itu. Lucu juga ya kalau laki-laki berumur macam Adnan jatuh cinta? Rasanya Yudha jadi ingin tertawa terbahak-bahak.

“Yakin lah, Yud! Kasian juga kalau dipikir Redita harus dapat suami seumuran bapaknya kayak aku gini, eh tapi tuaan aku ketimbang bapaknya Redita, Yud!” Adnan menghela nafas panjang, sebuah alasan yang tidak egois bukan?

“Uhuk ... uhuk ... uhuk ...."

Yudha yang tengah meneguk teh hangatnya itu sontak tersedak dan terbatuk-batuk mendengar apa yang tadi Adnan katakan itu. Apa? Lebih tua Adnan ketimbang bapaknya Redita? Ia tidak salah dengar kan? Memangnya berapa umur bapaknya Redita? Kenapa dengan Adnan masih tua Adnan?

“Apa katamu, Nan? Lebih tua kamu ketimbang bapaknya Redita?” Yudha kembali bertanya, ia berharap bahwa ia salah dengar. Ditatapnya Adnan dengan tatapan tidak percaya. Rasanya sungguh lucu dan sulit dipercaya.

“Faktanya begitu, tahun ini aku sudah lima puluh lima tahun, Yud. Bapaknya Redita baru lima puluh satu tahun. Apa namanya kalau tidak lebih tua aku?”

Yudha melongo, ia masih menatap Adnan dengan tatapan tidak percaya.Yang benar saja! Ini nanti ceritanya tidak Cuma Edo yang lebih tua dari mama tirinya, tetapi Adnan juga bakal lebih tua dari bapak mertuanya. Astaga kenapa bisa seperti ini sih?

“Kamu nggak sekalian mau nikahin anak umur empat belas tahun gitu, Nan? Biar aku makin ikut pusing mikirnya,” guman Yudha sambil menghela nafas panjang.

“Ngeledek kamu, gelud yuk, Yud! Tua-tua gini aku masih sanggup kok kalau mau kamu ajakin gelud,” balas Adnan sewot.

“Lagian kok bisa sih ...,” Yudha mengacak rambutnya dengan gemas, “Lupa aku kalau cinta itu buta!”

“Oleh karena itu sebelum semuanya makin dalam, aku mau mundur, Yud. Aku memilih setuju hendak kamu kenalkan sama residenmu itu, siapa namanya?”

“Amanda Ginanjar, janda anak satu, laki-laki masih berumur enam tahun,” jelas Yudha sebelum Adnan bertanya lebih lanjut.

“Cerai kenapa?” Adnan benar-benar penasaran, ia sudah pernah gagal tentu ia tidak ingin gagal lagi bukan?

“Suaminya dulu otoriter dan suka main tangan,” Yudha merogoh saku celananya, mengeluarkan iPhone miliknya dan menyodorkan foto wanita itu kepada Adnan.

Adnan menerima iPhone itu dan mengamati segurat wajah yang terpampang di layar iPhone milik Yudha. Cantik sih, kan kemarin kata Yudha dia mantan model kan? Pernah ikut kontes kecantikan juga dan dapat juara? Tapi kenapa Adnan tidak bisa langsung sreg seperti ketika dulu ia pertama kali bertemu dengan Redita?

“Cantik,” komentar Adnan lalu mengembalikan iPhone milik Yudha.

“Nggak, bagiku biasa saja. Cantikan isteriku,” guman Yudha sambil nyengir lebar.

“Oh gitu? Sini aku nikahin saja isterimu, nggak apa-apa deh dapat bekasmu!” guman Adnan gemas, gimana sih orang ini?

“Ngajakin gelud beneran nih? Ayo deh!” Yudha sontak menimpuk Adnan dengan bantal sofa.

Adnan sontak tertawa terbahak-bahak, dasar si Yudha! Mereka kan sedang membahas residen interna itu, lantas kenapa Yudha malah nyambung membahas isterinya? Ya jangan salahkan Adnan dong!

“Nih catat nomornya,” guman Yudha lalu kembali menyodorkan iPhone miliknya.

Adnan hanya menghela nafas panjang, ia meraih smartphone miliknya dan mencatat nomor W******p wanita bernama Manda itu, ya meskipun ia tidak yakin bahwa setelah ini ia akan langsung menghubungi Manda. Namun tidak ada salahnya kan kalau dia catat dulu nomornya?

“Cepet dihubungi ntar,” pesan Yudha sambil kembali meneguk teh hangatnya.

“Terus aku harus bilang apa nanti?”

Yudha kembali hampir tersedak teh yang memenuhi mulutnya itu, ia meletakkan cangkirnya dan menatap Adna dengan gemas.

“Gimana sih? Katanya mantan playboy? Mantan buaya? Kenapa begitu aja pakai tanya sih Nan?”

“Yud, itukan dulu! Sekarang mah sudah beda, Yud!” balas Adnan sengit.

“Lha kemarin kamu PDKT sama Redita gimana?”

“Macam kamu sama isterimu dulu lah, perkoasan dia yang aku jadikan alasan,” desis Adnan sambil meletakkan smartphone miliknya di meja.

Yudha tampak berpikir, Adnan dapat melihat dari raut wajahnya tampak Yudha begitu serius memikirkan masalahnya itu. Ahh ... Adna jadi tersenyum kecut, padahal jujur di dalam hatinya ia belum benar-benar yakin akan mendekati wanita itu. Apakah ini karena perasaannya kepada gadis itu sudah sedemikian dalam? Tidak! Tidak boleh! Redita harus dapat laki-laki yang lebih baik, yang terbaik untuk kelak ia jadikan suami, dan itu bukan dia!

***

“Eh tapi ngomong-ngomong nih ya, si Rico itu dokter gobl*k berarti, ceweknya juga gobl*k,” guman Yanven sambil mengunyah isi toples Redita.

Redita melirik sekilas, “Kok bisa?”

“Iya lah, secara yang satu dokter, yang satu lagi bidan kan? Harusnya paham dong harus bagaimana supaya gituan tapi nggak hamil? Yang bukan anak FK dan Akbid aja paham kok gimana caranya ena-ena tanpa terjadi kehamilan, kenapa mereka yang anak medis malah kebobolan?” cerocos Yanven dengan mulut penuh camilan.

Redita tampak berpikir sejenak, benar juga ya? Bukankah mereka dari pre-klinik sudah diberi materi perihal reproduksi dan kontrasepsi? Apalagi kalau masuk stase obsgyn, mereka harus paham mengenai metode-metode pencegahan kehamilan dari yang kovensional sampai yang emergency, lantas kenapa bisa ....

“Biarlah, itu tandanya yang Di Atas ngasih tahu ke aku kalau si Rico itu bukan pasangan yang baik buat aku, makanya di bikin bunting!” guman Redita sambil tersenyum kecut, untung saja bidan itu hamil, kalau tidak? Astaga, tidak bisa Redita bayangkan!

“Iya juga sih, lalu kamu gimana, sudah dapat bidikan dokter baru buat gandengan?”

Redita menghela nafas panjang kemudian mengangguk sejenak, membuat Yanven melotot hampir tersedak camilan dalam mulutnya.

“Serius? Dokter koas juga? Atau dokter magang?” tanya Ynaven penasaran, gila cepet banget dapat gandengan baru? Apa dia banting setir cari jodoh dokter juga kali ya? Biar masa jomblonya berakhir.

“Bukan, ini malah sudah spesialis.” jawab Redita santai.

Yanven kembali melotot, ia tidak berkedip menatap Redita yang duduk bersandar sambil memeluk bantalnya itu. Gila, ditinggal dokter internship menikah dan sekarang dia malah dapat ganti dokter spesialis? Yang benar saja! Topceer sekali Redita ini! Pakai ajian apa? Semar mesem? Jarang goyang? Atau bulu perindu? Eh ... kenapa dia jadi hafal bener macam-macam ilmu pelet?

“Dokter spesialis? Sudah spesialis?” teriak Yanven syok, ia berharap bahwa ia salah dengar.

“Iya, sudah spesialis!” balas Redita setengah berteriak.

“Spesialis apa, Re?” Yancen meletakkan toples yang sejak tadi ia pengang, ia serius menyimak apa yang Redita katakan sekaligus penasaran dengan sosok dokter spesialias yang jadi gebetan baru Redita itu. Gila rejeki nomplok dong kalau ia bisa benar-benar dapat spesialis.

“Bedah!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Ujung Senja   Extra Part 15

    Redita hendak kembali pulang selepas jaga malam pagi itu ketika ia mendapati Land Cruisser yang ia tahu betul adalah milik sang suami sudah terparkir di halaman parkir rumah sakit. Tak beberapa lama sosok itu turun dari mobil, tersenyum begitu manis ke arahnya.Rasanya Redita ingin berlari dan menjatuhkan diri di pelukan sang suami kalau saja mereka tidak sedang berada di halaman rumah sakit saat ini. Jadi Redita sekuat tenaga menahan keinginannya untuk melakukan hal itu, ia melangkah perlahan mendekati sang suami yang tersenyum begitu lebar ke arahnya.“Hai suamiku,” sapa Redita lalu mengulurkan tangannya, bergegas mencium punggung tangan Adnan begitu uluran tangannya terbalas.“Hai juga isteriku, kamu tampak lelah. Bisa kita pulang sekarang? Aku rindu dengan jagoan kecilku.”Redita sontak mencebik, ia memanyunkan bibirnya yang sukses membuat Adnan terkekeh melihat perubahan wajahnya itu.“Jadi pulang cuma kangen sama

  • Di Ujung Senja   Extra Part 14

    Beberapa hari kemudian ... “Dokter!” Redita setengah berlari mengejar langkah dokter Ricard, beliau adalah dokter bedah yang bertanggung jawab pada sang nenek pasca operasi kemarin. Dan hari ini adalah visiting terakhir, bukan? Kondisi sang nenek sudah lebih baik, dan itu artinya dia sudah boleh pulang. Untuk itu Redita ingin melihat wajahnya, mungkin untuk terakhir kalinya dia bisa melihat wajah-wajah yang dulu menorehkan luka dengan begitu dalam di relung hati Redita itu. “Ada apa, Re?” tanya dokter Richard yang tampak mengerutkan kening melihat Redita berlari-lari menghampirinya itu. “Boleh saya ikut visiting, Dok?” mohon Redita dengan nafas terenggah-enggah. “Tentu boleh, bukan kah pasien itu pertama kali datang kamu yang pegang?” tampak dokter Ricard tersenyum, ia sudah hendak kembali melangkah ketika kemudian tangan Redita mencekal tangan dokter Richard, mencegahnya melangkah lebih jauh. “Dok, tunggu sebentar!” Dokter Ric

  • Di Ujung Senja   Extra Part 13

    Redita tersenyum menatap sosok itu yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Beberapa alat medis masih menempel di tubuh renta itu. Ia sudah berhasil melewati masa kritisnya, tinggal menanti dia kembali sadar dan kondisinya pulih.Redita meraih tangan berkeriput itu, meremasnya perlahan dengan hati yang teramat pedih. Bayangan masa lalu dimana sosok itu dengan tangan yang saat ini Redita genggam, sering menamparnya, menjewer telinga Redita sampai memerah, mecubit pahanya sampai memar membiru dan terkadang memukul kakinya dengan gagang sapu. Belum lagi, mulut yang sekarang terpasang ventilator itu, dulu begitu pedas tiap mengata-ngatai dirinya, mencaci-maki Redita yang bahkan dulu masih begitu kecil dan tidak paham apa-apa.Redita menghela nafas panjang, berusaha melupakan semua itu meskipun rasanya begitu sulit dan tidak semudah yang ia katakan. Redita melirik jam dinding, sudah pukul setengah enam, ia bergegas merogoh saku snelli-nya, mengambil masker medis yang

  • Di Ujung Senja   Extra Part 12

    "Iya Sayang, stok ASIP Adta sudah ready banyak di kulkas, jangan khawatir ya." Redita tersenyum, malam ini ia harus jaga IGD sampai besok pukul tujuh pagi. Dan Adnan sudah ribut khawatir dengan Adta katanya."Benar? Apa perlu aku balik ke sana sekarang?"Sontak Redita tertawa, ah lebay sekali bapak tiga orang anak itu? Sebelum mereka kembali bertemu, toh Adta baik-baik saja jika dia ada jaga malam, kenapa sekarang dia jadi begitu khawatir?"Sudah, tenang saja! Jagoan kecil kita aman dan akan baik-baik saja, Sayang." guman Redita lirih, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, semua akan baik-baik saja."Yasudah, kabari aku terus ya. Aku benar-benar khawatir dengan kalian berdua."Redita tersenyum, hatinya berbungga-bungga mendengar nada kekhawatiran itu meluncur dari bibir sang suami. Rasanya ia begitu bahagia mendengarnya. Bagaimanapun, setua apapun laki-laki yang menjadi suaminya ini, dia benar-benar sosok yang begitu peduli dan penyayang. Ah ... sung

  • Di Ujung Senja   Extra Part 11

    Adnan tersenyum ketika mendapati panggilan dari nomor itu, nomor yang ia tunggu untuk memberinya kabar perihal perkembangan pendaftaran itsbat nikahnya. Semoga semuanya lancar dan tidak perlu waktu lama ia bisa mendaftarkan pernikahannya dan memperoleh apa yang sudah ia janjikan kepada sang isteri sejak dulu.“Halo, gimana Fan?” tanya Adnan yang sudah sangat tidak sabar itu.“Berkasnya sudah masuk, Dok. Sudah diurus sama isteri saya, nanti tinggal tunggu kabar persidangannya saja ya, Dok.”Wajah Adnan makin cerah, senyumnya mengembang sempurna mendengar hal itu. Redita pasti akan sangat bahagia mendengar kabar ini, bukan? Impiannya untuk bisa segera memiliki buku nikah dan menikahi Redita secara resmi akan terwujud.“Baik, saya berterima kasih sekali padamu, Fan. Sampaikan ucapan terima kasihku pada isterimu juga, ya.”Adnan menyandarkan tubuhnya di kursi, hatinya tengah berbunga-bunga. Rupanya inilah kebahagiaan

  • Di Ujung Senja   Extra Part 10

    Adnan mematikan mesin mobilnya ketika ia sudah sampai di halaman rumahnya. Mobil Edo dan Arra masih ada, itu artinya dia masih di sini, belum kembali ke Jogja dan Arra belum balik ke rumah Yudha. Ya ... memang seperti itu, bukan? Selama Edo masih harus pendidikan di Jogja, Edo harus terpisah dari sang isteri karena Arra sudah dinas di salah satu rumah sakit swasta di Solo dan sebuah klinik. Jadi lah tiap Edo di Jogja Arra lebih memilih pulang ke rumah orang tuanya karena di rumah Adnan ini ia merasa kesepian.Adnan bergegas turun, melirik arlodjinya dan masuk ke dalam rumah. Sudah pukul setengah lima. Bisa lah dia mandi besar dulu lalu sholat subuh dan bersiap berangkat ke rumah sakit. Adnan bergegas naik kelantai atas, hanya dapur yang sudah tampak menyala lampunya, yang artinya dua asistennya sudah sibuk menyiapkan sarapan dan melakukan pekerjaan lain.Adnan bergegas masuk ke dalam kamar, mandi dan bersiap sholat. Ia tersenyum menatap kamarnya itu. Kelak kamar ini ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status