Bab 16
Aku menjerit ketakutan setelah membuka isi bingkisan yang berisi seekor tikur dicabik-cabik perutnya. Isi dalam perutnya menyembul keluar.
Aku merasa mual, kepalaku pusing aku langsung pergi ke kamar mandi. Melepehkan semua isi dalam perut.
"Huek...huek...huek"
"Sungguh terlalu peneror ini! Siapa sih dia?" "Apa dia tak jijik saat melakukan ini?""Hewan pun jadi ulahnya"Aku berbicara sendiri seperti orang gila. Jika aku melawan peneror itu sendirian aku bisa kehilangan kewarasanku.Aku menelfon Mas Indra, tapi panggilan di matikan. Kepalaku pusing memikirkan ini. Belum lagi, aku harus membuang bangkai tikus itu.
Aku mencari cara membuang bangkai tikus tanpa melihat lagi, aku berjalan ke arah ruang tamu dimana kotak itu ku letakkan. Tak lupa melapisi tangan dengan palstik. Aku bejalan mengendap-ngendap agar tak tersandung, karena aku membelakangi tempat.
Aku menoleh sedikit ke tutup kot
Bab 17Orang itu sungguh penguntit. Bagaimana ditengah malam saat orang memejamkan mata, ia sempet-sempetnya memotret kami."Orang ini berbahaya!" Mas Indra bergumam."Aku takut, Mas. Orang itu masuk" aku bersembunyi balik punggungnya."Kita sebaiknya bicara di kamar saja. Biar tak terlihat dari luar" Mas Indra menuntunku masuk ke dalam kamar."Kamu tahu sendiri, kan. Orang ini gila. Bisa-bisanya ia beraksi tengah malam" ujarku."Padahal tak ada siapa-siapa" ucap Mas Indra."Dia pasti sembunyi, Mas! Tadi kamu ada yang ngikutin enggak di jalan" tanyaku memastikan."Enggak ada Mega, pasti orang ini dekat dengan apartemen ini atau dia memang menguntitmu" ungkap Mas Indra."Aku takut Mas""Matikan saja HPmu" aku menuruti perkataan Mas Indra. Langsung kumatikan gawai itu.Mas Indra memandangku, matanya memancarkan ketidak sabaran. Mas Indra tanpa aba-aba mencium bibirku. Aku terbawa
Bab 18Remon tidak mau mengaku, terpaksa aku melakukan cara licik lagi. Diam-diam aku mendatangi lapas, bertanya pada petugas sana siapa yang paling berkuasa nara pidana disana. Lalu kubuat perjanjian..."Siapa, Nona menemui saya?" sapa orang yang kutahu bernama karsono. Jangan hanya menilai orang dari namanya aku melihat sendiri bagaimana wujud perawakan preman itu.Orang itu pasti sangat kejam dari wajahnya ia pantas menjadi preman. Badannya tinggi dan gagah. Mukanya memiliki beberapa titik brewok, mata dan bibirnya di bentuk bak seolah orang kejam."Kudengar kamu orang yang biasa menguasai lapas" aku bertanya padanya"Hahaha. Itu hal biasa" jawabnya tertawa."Lalu apa yang membawamu padaku?" tanya preman itu dengan sorot mata jahat."Aku hanya meminta tolong" ucapku halus."Pertolongan? Aku tak memberikan pertolongan cuma-cuma" ujar lelaki berbrewok."Sebab itu aku mencarimu" ujarku sambil melontarka
Bab 19Aku mendapati Mas Indra tidur di sofa ruang tamu, aku telah mengusirnya semalam. Kenapa Mas Indra tidak pergi? Ia juga tak menggangguku jadi kukira ia telah pulang."Mas, bangun. Udah pagi" Aku menenteng segelas air putih lalu membangunkannya."Kamu udah bangun, Sayang?" Mas Indra masih mengucek mata. Tubuhnya mengulet merenggangkan otot.Aku menyodorkan segelas air putih, Mas Indra menerimanya dan meminumnya "Kenapa tidak pulang?" tanyaku."Aku pulang, kok. Ini kan rumah istriku""Maksudku, ke rumah Tia""Aku sedang ingin bersamamu""Kenapa tidak masuk tadi malam""Aku takut mengganggumu""Maafkan aku. Aku kira kamu pulang"Mas Indra memelukku, aku merasa tenang berada di dekapannya."Sayang. Kita piknik, yuk" ajak Mas Indra."Aku takut Mas, aku sedang tidak ingin keluar rumah" ucapku. Aku sedang ingin bersembunyi dari peneror. Rasanya tidak nyaman selalu diikut
Bab 20Mengapa aku harus iba? Ini adalah keinginanku. Melihat Remon menderita. Kenapa hatiku tidak nyaman? Mungkin karena Remon berpura-pura baik.-----------"Bagaimana, Sayang. Sudah beres masalah Remon" tanya Mas Indra sembari duduk di hadapanku"Belum" jawabku. Masih dengan aktivitasku, membaca majalah."Belum? Bagaimana cara orang suruhanmu menanganinya""Sudah, tapi tidak berhasil. Remon tetap tidak mengaku" jawabku tanpa melihat wajahnya."Apa orang suruhanmu bisa melakukan pembunuhan?" tanya Mas Indra lirih, tapi ditekan"Dia terbiasa dengan itu, aku tidak menyuruh untuk membunuhnya jadi dia membiarkan Remon masih bisa bernafas" sesantai mungkin aku menjawab pertayaan mas Indra."Kenapa tak kamu suruh saja menghabisinya?" Mas Indra langsung membawaku ke arah itu.Aku sudah tahu kemana arah Mas Indra membawa percakapan ini, aku langsung meletakan majalah yang sedang kubaca."Mas, aku
Bab 21"Mega... Dari mana aja, kamu" Tia berlari menghampiriku, padahal menungguku berjalan lebih baik dari pada membuang energinya."Pasti habis lari, ya. Tumben" ucap Tia, padahal aku belum menjawab pertayaanya. Untung saja Mas Indra tidak ikut, kalau ikut kan, bisa ketahuan."Kamu udah lama, ya. Nunggu aku" aku berbalik bertanya."Udah hampir sejam, aku kaya orang ilang di lihatin penghuni sini. Kaya mau maling!" ujar Tia sambil melirik kanan kiri penghuni apartemen sini."Lagian, kamu. Kenapa enggak pake call dulu atau WA""Kamu yang enggak bales WAku" aku pun langsung mengmbil handponeku dari saku memastikan."Ada kan" tanya Tia, melongkokkan matanya ke gawaiku."Hehe. Maaf, deh. Enggak kedengeran" ucapku merasa bersalah.Kami masuk ke dalam apartemen, aku langsung membawakan Tia minuman berserta camilan."Tia, aku mandi dulu, ya. Bauk asem" pamitku meninggalkan Tia,"Ya,
Bab 22Aku memegangi perutku yang kesakitan, akibat ditikam, aku melihat mata orang itu sebelum pergi. Aku seperti familiar dan sangat mengenalnya, tapi siapa?"Arkkhh...tolong, tolong" Aku meminta pertolongan, berjalan merangkak aku tak bisa untuk memberdirikan badan, lalu langkah kaki banyak berdentum ditelingaku kemudian banyak orang mengeremuniku.------Aku terbangun di rumah sakit. Aku bersyukur masih bisa melewati ini, setelah peristiwa tikaman itu hampir membuat jiwaku melayang terpisah dengan ragaku.Mas Indra mencariku dengan banyaknya chat yang masuk. [ Mega, kamu dimana? ][ Cepat angkat telfonku ][ Kami dimana ][ Aku mencarimu di apartement ][ Aku sudah menemukan rencana selanjutnya, Sayang ] seketika pikiranku yang telah buntu kini kembali bersemangat, rencana apa yang Mas Indra susun? Tanpa pikir panjang atau ketikan aku membalas dengan berselfi. Sebuah foto kukirimkan ke nomer Mas Indra.[ Kamu saki
Bab 23"Namanya adalah Andrian. Alamat. JL. Abdxxx" Regal membuat aku dan Mas Indra menemukan harapan."Bisa kita cari lebih lanjut" tanya Mas Indra."Atau kita cari Nasibooknya. Sebuah aplikasi terkenal berlogo biru" ide muncul tepat waktu dikepalaku.Banyak deretan nama andrian dalam dunia maya. Berkat kepintaran sang hacker dan potret yang sempat kuambil kemarin, kami menemukan dengam tepat. Ya, dia andrian yang kita maksud? Kami mencocokan gambar dan benar saja.Aku dan Mas Indra merasa puas dengan cara kerja Regal. Sebelum berpamitan Mas Indra memberikan amplot berwarna coklat."Regal, kuharap kamu jangan sampai menyebarkan tentang ini" celetuk Mas Indra pada Regal."Tenang saja, Pak Indra. Banyak orang datang kesini dengan kasus sama seperti, Pak Indra. Masalah yang Pak Indra ini sepele daripada yang pernah saya tangani" timpal Regal profesional."Kalau Pak Indra masih kurang puas dengan saya, Pak Indra bisa lapor d
Bab 24Sangat mustahil, sangat, sangat mustahil! perasaan baru kemarin Remon mengakui kesalahannya, tapi sekarang ia sudah pergi menghadap pangkuan ilahi."Lalu dimana, dia dimakamkan, Pak" tanyaku pada seorang petugas."Di Kamboja Indahxx" jawab petugas berseragam coklat. Jadi, dekat sini. Aku akan mengunjunginya nanti. Sebelum pergi aku ada hal penting yang perlu kutanyakan."Bapak ada waktu sebentar" pintaku lirih, tapi petugas itu masih bersikap acuh."Aku mohon, Pak. Ini penting! Sekedar beberapa pertayaan saja" Aku memepet petugas itu, sambil memberikan beberapa lembar uang merah ditangannya. Mencuri pandang sekitar jangan sampai terlihat yang lain!"Baiklah. Cuma pertayaan, kan," Aku mengangguk, lelaki berseragam coklat menyanggupi permintaanku.----"Bagaimana kejadian Remon meninggal, Pak. Apa sebelumnya Remon mempuyai masalah dengan tahanan lain? Lantas apa benar meninggalnya Remon karena perkelahian atau ada pihak lain