Share

Bab 1

Bab 1

"Saya terima nikahnya Mega binti Bapak Subarjo dengan mas kawin tersebut dibayar tunai"

"Bagaimana saksi"

Sah... Riuh para saksi pernikahan kami. Kami menikah secara siri jadi hanya beberapa orang saja datang menghadiri acara sakral ini. 

Meski tidak megah, tidak ada pesta. Aku bahagia. Setidaknya kami sudah sah daripada terus jatuh dalam kubangan dosa. 

Sebenarnya Suamiku memiliki istri bernama Tia, dia adalah sahabatku. Sedangkan Aku baru saja bercerai. Tialah yang membantuku proses perceraian, tetapi tidak dengan proses pernikahan ini. Tia tidak tahu suaminya menikahiku.

Malam yang dinanti pun telah tiba. Malam pertama sepasang pengantin yang romantis.  Biarpun sering melakukan, malam ini terasa lebih indah.

"Sayang," Mas Indra, memandangku penuh nafsu. Tenggorokannya terlihat naik turun menelan saliva. Lelaki manapun tak tahan melihatku, berdiri dihadapannya memakai lingerie. 

"Kamu memang tau apa yang ku suka" bisiknya ditelingaku. Membuat aliran darahku berdesir. Mas Indra mengelus paha mulusku semakin membuat nafasku tak beraturan.

Aku sudah tak sabar langsung menciumnya. Begitupun Mas Indra terlihat menikmati. Pelukannya semakin erat. Kami berdua saling menikmati

Mas Indra semakin panas. Melepas kancing bajunya. Lalu, tangannya menjalar ke dalam isi bajuku.

"Mas, kita di sofa"  Aku berbisik seraya mendesah. 

Mas Indra langsung membopongku. Memindahkanku ke kamar tidur, lalu menurunkanku dengan pelan seakan tak mau lepas dari pelukan.

-------

Hari sudah pagi Mas Indra harus pulang ke rumah, Tia pasti sudah menunggunya. Sedangkan Aku pulang malam agar tak menimbulkan kecurigaan. Aku memang tinggal dengan Tia dan Mas Indra. Aku menumpang di rumahnya, tapi sekarang aku kembali bukan sebagai sahabat melainkan madunya. 

"Hai, Mega, kamu sudah sampai" sambut Tia begitu membuka pintu. Aku hanya bisa tersenyum.

"Kamu udah makan belum, kebetulan aku lagi makan sama Mas Indra. Makan bareng, ya" tawarnya penuh semangat.

"Em," Aku hanya bisa mengulum bibir, aku takut tak bisa mengontrol kebahagiaanku, saat tatapanku bertemu Mas Indra. Biar bagaimana pun kita masih pengantin baru.

"Kamu kok, diam aja. Kamu baik-baik aja, kan" timpal Tia.

"Aku baik, kok" jawabku singkat.

"Terus kenapa kamu diam aja. Orang tua kamu di kampung sehat, kan?" tanya Tia.

"Sehat, Tia. Aku cuma enggak enak aja masih numpang rumah kamu terus" ucapku pura-pura sedih.

"Enggak papa kali, Mega, aku seneng ada Kamu. Pokoknya sampai keadaan kamu membaik, terus dapat kerjaan yang mapan. Kamu baru boleh cari tempat tinggal. Sekarang kamu disini dulu" jelasnya panjang lebar.

Uhuk...uhuk.. Mas Indra batuk, tersedak melihat aku datang. Tia langsung menyodorkan minum.

"Pelan-pelan Mas, kamu kenapa coba pake kesedak?" ucap Tia khawatir Suaminya.

"Aku udah kenyang, Dek. Aku mau lanjut kerja dulu ya," pamit Mas Indra berlalu meninggalkan meja makan.

Aku dan Tia makan sambil bergurau. Tia ada disetiap keadaanku, tapi aku juga memiliki suaminya sekarang. Perasaan bersalah sering terbesit dalam pikiranku, tetapi hatiku juga butuh kehangatan. Haus akan birahi dan cinta. 

Jam dinding menunjukan pukul 02.00 WIB, tapi mata ini tidak mau berkompromi dengan tubuh. Aku merindukan suasana di hotel yang begitu indah tanpa rasa waswas. 

Ceklek... Suara pintu pelan terbuka, rupanya Mas Indra. Aku senang Mas Indra akhirnya datang menemaniku.

"Kok, lama sih, Mas" Aku memanyunkan bibir.

"Kamu yang sabar, ya" Mas Indra memelukku. 

 

"Aku kan, kedinginan" Aku beralasan ingin menahan Mas Indra malam ini, 

"Pokoknya kamu sabar ya, nanti kalau udah Aku beliin rumah kita bakal aman. Enggak ada yang ganggu" ucap Mas Indra mengecup keningku.

Lalu berlalu meninggalkanku. Akhirnya Aku kalah. Melawan sepi malam ini sendirian. Tanpa teman hanya selimut tanpa rasa yang mengerti.

Semalaman Aku menunggu Mas Indra, tetapi Mas Indra datang hanya memelukku sebentar. Aku membayangkan Mas Indra bermesraan dengan Tia, padahal itu sudah kewajibannya kenapa sekarang Aku cemburu? Apakah aku telah dikuasai cinta yang buta. Ah, sudahlah aku tak mau memikirkan, toh, aku bahagia jadi istri sirinya. Berbading terbalik dengan mantan suamiku. Mungkin jika, Tia tidak datang aku sudah mati dihajarnya.

Aku segera Mandi, kemudian bersolek agar Mas Indra semakin menginginkanku. Aku juga akan berpura-pura mencari kerja demi bisa berduaan dengan Mas Indra nanti dalam perjalanan. 

"Selamat pagi,  sarapan yuk, Meg" Ajak Tia masih menata meja mempersiapkan sarapan. 

Aku menarik kursi makan kemudian duduk disusul Mas Indra, sungguh pagi yang indah Aku dapat kursi dekat dengannya kemudian Tia ikut duduk, aku jadi sadar harus tau diri.

"Kamu udah cantik banget Meg, mau ke mana?" tanya Tia. Mas Indra meliriku. Aku yakin Mas Indra sudah merindukanku.

"Mau cari kerja, Ti," jawabku

"Kamu udah pesan taxi," tanyanya lagi. 

Memang jarak ke jalan raya jika jalan lumayan ngos-ngosan.

"Hm, belum sih, aku kan bisa nebeng kamu" ucapku.

"Antarin aja, dek" timpal Mas indra.

"Aku udah telat Mas, aku buru-buru. Kamu aja ya, gak papa kan Meg" ujar Tia. Sambil berlalu 

"Dek, sarapan dulu!" Mas Indra masih mengingatkannya sarapan. Meski yang ditawari sudah mengangkat kaki pergi. 

Yes... Trikku berhasil. Tia adalah seorang dokter. Hari-harinya dihabiskan melayani pasien. Jadi tidak salah 'kan, kalau aku menggantikan melayani suaminya sebentar selama dia tugas.

Tia memang sahabat terbaik, sangat pengertian. Aku rindu Mas Indra, diapun memberikan ruang untuk kami.

Aku merapatkan tempat dudukku mendekati Mas Indra, tidak ada sekat dalam tubuh kami. Mas Indra juga merasa nyaman, tanganya malah memeluk pundakku sambil menikmati sarapannya. Tak lupa menyuapiku juga.

"Kamu beneran mau cari kerja?" tanya Mas Indra.

"Hm, sebenarnya enggak. Cuma alasan biar bisa semobil sama Mas" jawabku cengengesan manja. Biar makin klepek-klepek Mas Indra. 

"Kamu ya, ada aja triknya" sambil mengacak rambutku seperti anak kucing.

"Aku kan, kangen, Sayang" ucapku sambil berdesah manja.

"Nanti ya, sabar. Hari ini aku harus kerja" sambil mengecup pipiku. 

"Iya, deh" ucapku setengah jengkel. " Aku mau jalan-jalan" lanjutku lagi. 

"Nanti aku transfer, tapi jangan nakal ya, jangan lirik cowok lain" 

"Iya Mas,"

Kemudian mobil Mas Indra meninggalkan rumah. Siap mengantarku ke tempat mall yang mewah. Aku mencium punggung tangan Mas Indra layaknya suami istri. Tak lupa Mas Indra mencium keningku.

Aku menuju sebuah toko kosmetik, sudah lama aku tak pernah melihat kosmetik mahal. Aku harus membelinya supaya makin cantik biar Mas Indra makin cinta. 

Hari sudah mulai sore. Aku capek seharian menghabiskan waktu di mall ini,  segalanya sudah aku coba, kecuali, baju aku tak membelinya takut pas pulang ketahuan Tia, ditanya-tanya aku tak punya alibi. Nyalon sudah, makanan sudah ku cicipi. Aku ingin pulang lebih baik aku telpon Mas Indra aja ah, biar dijemput. 

Tut... Tut... tut

"Halo," suara wanita disebrang telephon. Ya,  suara Tia, itu artinya dia sudah pulang. Duh,  aku harus jawab apa. Ceroboh sekali aku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status