Share

Bab 2

Penulis: Amanah Cinta
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-01 11:29:24

Bab 2

Aku bingung harus jawab apa. Kenapa bisa Tia, yang menjawab. Ke mana Mas Indra? Lebih baik aku matikan saja, anggap saja aku tak menelepon Mas Indra. 

Akhirnya aku pulang naik taxi. Sebelum masuk rumah, aku menghembuskan nafas. Kakiku terus berjalan, tapi hati dan pikiranku menolak. Ingin segera pindah. Beginikah rasanya serumah dengan madu!

"Assalamua'laikum," Aku memgucapkan salam sembari mengetuk pintu. 

"Waalaikum salam," Terdengar sahutan Tia dari dalam.

"Meg, kamu jalan kaki, harusnya telpon aku biar aku jemput," ucap Tia penuh khawatiran. 

"Enggak kok, Tia,  aku naik taxi tadi. Baru pergi tu, taxinya," ucapku menunjuk jalan

Aku mandi, kemudian merebahkan diri di kasur. Ingin ikut makan malam, tapi malas karena udah makan tadi di restoran.

"Mega, ayo kita makan sama-sama," jeritan Tia terdengar. Aku tidak ingin beranjak menyaksikan mereka makan berdua tapi, Tia begitu baik membuatku tak bisa menolak.

"Ya, bentar," sahutku dari kamar. 

Aku akhirnya datang, aku mengenakan kaos sexy dengan belahan dada terbuka. Aku ingin memancing Mas Indra. Toh, dia suamiku juga, jadi tidak dosa berpakaian terbuka dihadapannya.

"Astagfirullah, Mega!" Tia kaget melihat aku datang, berlari maju menutup pakaian sexyku dengan taplak meja.

"Kamu ini,  apa-apaan pakai baju terbuka begitu," ujarnya lagi. Memang baru kali ini aku mengenakan pakaian sexy dirumah Tia. 

Huft... 'Kamu yang apa-apaan Tia' gerutuku dalam hati. 

"Kamu kalau bisa jangan pakai baju begini ya, kan, disini bukan cuma aku, tapi ada Mas Indra juga. Cepat masuk ganti lagi," nasehat Tia. Mendorongku masuk ke dalam kamar. 

Aku sedikit kesal pada Tia, memangnya kenapa kalau ada Mas Indra, dia kan, juga suamiku.

Baju yang sexy menampakan dada birahiku malah ditutupnya pake taplak meja sialan. Pantesan saja Mas Indra lebih suka aku, Aku cantik dan sexy tidak seperti Tia yang berseragam saat pagi sampai sore ketika malam hanya pake daster panjang, jelas saja Mas Indra memilihku.

"Nah, begitukan enak dipandang," sambutnya begitu aku duduk.

"Ya, deh," ucapku penuh senyum semanis raja gula. 

Kami makan dalam hening, menikmati masakan Tia yang biasa saja, tapi cukup untuk mengenyangkan perut. Sesekali aku melihat Tia menyuapi makan Mas Indra, mereka terlihat bahagia, aku tak mau terbakar cemburu, aku pun harus mengeluarkan jurus ninjaku. Kakiku bertemu Kaki Mas Indra setelah memeriksa cukup aman, aku mulai membuat gerakan yang bisa merontokan keperkasaan Mas Indra. 

Aku dan Mas Indra menikmati suasana ini, aku yakin Mas Indra sudah tidak tahan terlihat dari duduknya, ia nampak gelisah. Gimana enggak gelisah,  kakiku punya kemampuan khusus yang bisa membuat Mas Indra merasa gersang alias 'geli-geli merangsang'.

Saat lagi hot-hotnya Tia malah menimbrung dengan pertayaan yang membuatku sedikit gugup. 

"Kamu tadi nelpon Mas Indra, kenapa Meg?" tanya Tia,  aku hampir tersedak mendengarnya.

"Aku nelpon, Mas Indra, Eng--gak,  enggak ada aku nelpon," Aku berpura-pura bodoh. Jangan sampai Tia tanya macam-macam. 

"Iya,  kamu telpon kok,  eh begitu aku angkat kamu diem bae" ujarnya lagi, aku menangkap  Tia kurang puas dengan jawabanku.

"Masa sih, mungkin kepencet tadi ya, aku naik bis desak-desakan sih, nyari kerja susah banget," jelasku menampakan muka sedih.

"Kamu naik bis," tanyanya lagi. Akupun hanya mengangguk

"Sekarang udah dapat kerjaan belum," tanya Tia. 

"Belum," Aku menggelengkan kepala.

"Kamu yang sabar ya, memang sekarang cari kerja susah. Kamu harus semangat, enggak usah terburu-buru. Kalau butuh apa-apa tinggal ngomong, yang jelas pintu ini selalu terbuka untukmu," ujar Tia penuh ketulusan.  Seketika perasaan bersalah menyelimuti hatiku.

"Makasih ya, Ti, kamu memang orang yang baik," ucapku sambil memegang telapak tangannnya.

"Kamu apan sih, Meg, biasa aja.  Kamu bukan hanya sahabat aku, tetapi juga keluarga," kata-katanya penuh ketulusan, ada yang tersentuh di ulu hati sampai terasa didadaku.

Malam telah tiba,  aku selalu menanti malam. Selama aku masih dirumah ini Mas Indra pasti hanya akan menemaniku sebentar. Tanpa berani melepaskan hasratnya, ia takut ketahuan. Aku hanya menunggu malam, aku tak bisa tidur terus memikirkan hasratku. 

Rasa bosan menyelimutiku, aku benar-benar bosan ingin ditemani tidur sepanjang malam tapi, apa daya. Aku hanya madu yang disembuyikan.

Seperti biasa, rutinitas setiap malam terjadi Mas Indra datang ke kamarku namun, malam ini Mas Indra datang lebih awal. Padahal jarum jam baru menunjukkan jam sebelas. Apakah Tia tidak akan terbangun? Lah, biar saja Tia bangun lagian aku juga istrinya.

"Tumben cepat, Mas," tanyaku begitu Mas Indra menutup pintu kamarku. 

"Pelan-pelan ngomongnya, Sayang," jawab Mas Indra dengan suara bisikan. Duh, bikin aku tambah pengen

"Iya, emang Tia udah tidur?  Nanti kalau kebangun gimana," timpalku. Tak lupa tanganku mulai memeluknya. Aku tak ingin kehilangan moment. 

"Aku kasih obat tidur.  Habisnya kamu goda aku tadi, aku jadi enggak kuat," ucap Mas Indra. Trikku berhasil kan. Sudah ku katakan ini adalah keistimewaan dariku. 

"kalau udah keburu enggak tahan kenapa enggak sama Tia dulu, Mas," tanyaku memancingnya. 

"Tia capek katanya," jawabnya dengan ekspresi datar. Menunjukan kalau Mas indra kecewa.

"Tenang, Sayang, ada aku yang akan melayanimu,"  bisikku ketelinganya. Lalu aku pergi melepas pakaianku. 

Mas Indra memandangiku melepas pakaian, matanya memancarkan ketidak sabaran, lalu ia langsung memelukku, menciumku dengan penuh gairah. Aktivitas malam pun selesai, Mas Indra nampak puas atas pelayananku, terlihat ia masih memelukku meski hasratnya sudah tertunaikan.

"Sayang, minggu depan Mas belikan rumah," ucap Mas Indra.

"Beneran, Mas," Aku bahagia. Reflek mengeratkan pelukanku. 

"Iya, kamu tinggal pilih mau dimana? Seperti Apa? Apartemen juga boleh," tawarnya lagi. Ini adalah saat terbahagia karena, dengan rumah sendiri aku dan Mas Indra akan bebas melepas rindu. Meski konsukuesinya berat. Jarang bertemu.

"Aku terserah Mas, ajalah. Yang penting kita bisa bersama dengan aman," ucapku manut saja. Terserah mau ditempatkan dimana. Namanya juga dikasih terserah yang mau ngasih dong, milih tempatnya. 

"Tapi, nanti kita jarang ketemu dong, Mas," ucapku sedih.

"Nanti, Mas usahain tiap minggu kita ketemu," jawabnya mengecup keningku. 

"Makasih ya, Mas aku makin cinta," akupun tak kalah mesra, mengeratkan pelukan agar semakin hangat.

Azan subuh terdengar ditelingaku, badanku rasanya enteng setelah pertarungan semalam. aku mulai membuka mata dengan hati gembira dan akupun kaget.

"Mas, bangun udah subuh," Aku membangunkan Mas Indra. ternyata Mas Indra ketiduran dikamarku bisa berabe kalau Tia sudah bangun. 

"Iya, Dek bentar. Mas sholat, kok," jawab Mas Indra. Rupanya dia setengah sadar.

"Mas, ini aku Mega. Cepetan bangun. Nanti Tia keburu bangun," suruhku cepat-cepat. Aku bukan takut ketahuan, tapi aku belum siap. Mana Mas Indra belum pake baju pula. 

"Apa!" Mas Indra kaget setengah menjerit. 

Hustt...  "Jangan kenceng-kenceng" sambil menempelkan jari telunjuk dibibirku. 

"Cepat pake bajumu, Mas," suruhku sambil memunguti bajunya yang berserakan semalam. 

"Mas Indra... " panggil Tia

Aku, Mas Indra, saling melempar pandangan....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 49

    ○Bab 49"Sedang apa kamu di sini?" tanya Andrian, nadanya mengisyaratkan ketidaksukaan. "A-ku, aku" aku bingung dengan keadaanku, naman sayanyanya kalimat ini tercekat dalam hati. "Belum puaskah? Uruasanku denganmu selesai!" tekannya. "Aku minta maaf" akhirnya kalimat ini tersampaikan. "Mudah bagi kami memaafkan. Silahkan pergi dari sini" ucapnya sambal menunjuk pintu terbuka. "Kakak, jangan usir tante mega. Lihat sekarang keadaanya?" Putri memohon. "Putri, dengarkan Kakak. Dia pernah membuat kita berantakan, dia menjadikan kita tawanan tidakkah kamu ingat perlakuan jahatnya?" ujar Adrian menjelaskan. Sebenarnya aku ingin pergi, namun aku tidak punya tempat lagi. "Tapi dia baik, tidak pernah sekali pun aku atau ibu di perlakukan buruk, Kak" ujar putri"Putri bagaimana pun dia tetap orang asing yang pernah menaruh kejahatan pada kita" tukas Andrian. "Tolong jangan berdebat karena aku. Aku akan pergi. Aku berjalan berbulan-bulan demi bisa menemui Kalian hanya berharap kalian me

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 48

    ○Bab 48Sepasang sepatu hitam mengkilat memijakkan kakinya di sini, serta beberapa pengawalnya. Siapa lagi? Ya, dia, Pak Burhan lelaki tua yang menjebakku di sini. "Bagaimana kabarmu wanita rendah?" sapa Pak Burhan. Kali ini aku tidak marah malah aku ngrasa benar menjadi perempuan rendah. "Apa kamu betah tinggal di sini?" tanyanya, aku juga melihat matanya tanpa ingin menjawab. Tetiba saja terlintas dibenakku tentang keluarga si kembar. "Ardi dan Andrian tidak salah. Kuharap Pak Burhan masih punya hati tidak menerlibatkan mereka dalam permainanmu" ucapku. Aku sungguh kasian jika melihat nasib mereka sepertiku, sebab terlepas ini semua mereka tidak bersalah. "Tentu saja saya punya hati tidak seperti kamu yang begitu tega dalam segala hal. Mereka telah hidup dengan damai tanpa ada kalian menjalani hari-hari seperti sebelumnya" perkataan Pak Burhan, biarpun menusuk namun membuatku merasa sangat lega. "Keluarkan dia" titah Pak Burhan pada bawahannya. Akhirnya aku bisa menghela naf

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 47

    ○Bab 47"Tia, aku mohon maafkan aku. Aku janji bakal ninggalin suamimu. Tapi tolong bebaskan aku, bukankah selama ini kamu mengejarku dengan selalu mengancam nyawaku" ujarku. "Iya. Aku selalu menghantuimu dengan rasa takut, bahkan resep obat untuk membuat gila, serta aku yang menggurkan bayimu. Ada yang lebih penting lagi dari ini" ungkap Tia."Apa? Bisakah kita berbicara dengan baik seperti biasanya?" tukasku. " Kamu itu ular mana mungkin aku mau berbicara baik denganmu. Semakin dibaikin malah mematokku" ujar Tia. "Mega, jika Andrian tidak melakukan kesalah di masalalu apa kamu akan tetap merebut suamiku?" tanya Tia. "Tentu saja tidak. Aku sangat mencintainya" jawabku. "Sudah kuduga. Kamu sangat mencintainya. Kamu tahu cara dia mati" ungkap tia. "Jangan-jangan kamu ..." aku menggantungkan kalimat. Berfikir bahwa Tia. "Aku yang menyuruh bekas suruhanmu untuk menghajarnya kemudian membawanya padaku. Sebenarnya dia masih hidup dan menceritakan tentang kalian. Perdunganku di pen

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 46

    ○Bab 46"Ya, kamu meninggalkan putriku saat dia mengandung anakmu. Dasar lelaki biadab!" maki Pak Burhan. "Siapa sebenarnya putri, Bapak?" "Laras dia putri saya" air mata lelaki iti luruh begitu saja. "Laras. Jadi dia... Sekarang dimana dia, Pak. Saya ingin bertemu kenapa tidak dia katakan kalau sedang hamil" ucap Mas Indra. "Dia bunuh diri setelah melahirkan anakmu" lelaki tua itu tak membendung lagi tangisnya bercampur emosi."Apa... " Raut wajah Mas Indra penuh penyesalan. Entah ada apa dibalik cerita ini. Sedangkan aku masih mencari tahu siapa selama ini yang ingin membunuhku. Belum sempat terbesit. Seorang wanita berpaikan dokter datang menghampiri lelaki tua itu. Dia adalah sahabatku, sekaligus istri sah Mas Indra. "Tia... Kamu" ucapku tak mengerti. "Iya aku, Meg. Aku tahu semuanya apa yang telah kamu sembunyikan dariku. Sungguh kamu sahabat paling jahat, tega merebut Mas Indra" ucapan tia menyambar hatiku, tia yabg manis dan lembut kini datar mukanya tak bermimik.

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 45

    Bab 45"Kamu gak papa, Sayang," ucapku sambil mengelus bahu Andrian, lebih tepatnya aku meremasnya sebagai tanda jangan kaget."Ng ... Gak papa, kok" ucapnya sambil tersenyum ramah.Mereka saling berjabat tangan seolah tidak saling kenal."Ya, udah aku kembali ke kamar" Mas Indra berpamitan, sambil berjalan menjauh."Ya, kita juga belum selesai beberes" ucap Andrian berjalan masuk ke kamar sok sibuk. "Eh, besok kalian harus bangun pagi, ya. Kita kliling puncak" ucap Tia, berlalu pergi menyusul suaminya. Aku menutup pintu, dadaku yang tadinya berdegup kencang ada kelegaan, aku mendeprok depan pintu. "Gila kamu!" maki Andrian menghampiriku."Apaan sih?" Aku risih, suara Andrian mengejutkanku."Jadi ini alasan kamu, nyuruh aku buat jadi suami kamu" lantang Andrian sambil menggelengkan kepala. Aku tak mampu mengelak pasrah atas ucapan A

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab44

    Bab 44.Perlengkapan dengan segala tetek bengeknya sudah disiapkan."Kita satu mobil atau gimana?" tanya Andrian sambil menenteng tas besar."Gak lah, kita ketemu di pos""Memangnya alamatnya mana sih?""Nih," aku menyodorkan handphone dengan mode gps."Jadi nanti kita ngikutin alamat ini. Udah berangkat belum mereka?" tanya Andrian."Sudah. Kita agak belakangan aja. Santai" Aku membuka bagasi mobil, sedangkan Andrian membawa koper.Aku dan Andrian, memasuki mobil aku menyuruh Andrian menyetir seseuai arah gps, sambil memberikan beberapa peraturan."Kamu nanti harus bisa acting. Tidak boleh ada mukamu yang mencurigakan. Kita harus terlihat seolah kita itu pasangan" ucapku disela-sela kesibukan Andrian."Soal acting gampang! Cuma kamu udah bilang belum sama suami aslimu?" balas Andrian."Dia tahu" ucapku acuh."Oh, iya. Yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status