Share

Bab 2

Bab 2

Aku bingung harus jawab apa. Kenapa bisa Tia, yang menjawab. Ke mana Mas Indra? Lebih baik aku matikan saja, anggap saja aku tak menelepon Mas Indra. 

Akhirnya aku pulang naik taxi. Sebelum masuk rumah, aku menghembuskan nafas. Kakiku terus berjalan, tapi hati dan pikiranku menolak. Ingin segera pindah. Beginikah rasanya serumah dengan madu!

"Assalamua'laikum," Aku memgucapkan salam sembari mengetuk pintu. 

"Waalaikum salam," Terdengar sahutan Tia dari dalam.

"Meg, kamu jalan kaki, harusnya telpon aku biar aku jemput," ucap Tia penuh khawatiran. 

"Enggak kok, Tia,  aku naik taxi tadi. Baru pergi tu, taxinya," ucapku menunjuk jalan

Aku mandi, kemudian merebahkan diri di kasur. Ingin ikut makan malam, tapi malas karena udah makan tadi di restoran.

"Mega, ayo kita makan sama-sama," jeritan Tia terdengar. Aku tidak ingin beranjak menyaksikan mereka makan berdua tapi, Tia begitu baik membuatku tak bisa menolak.

"Ya, bentar," sahutku dari kamar. 

Aku akhirnya datang, aku mengenakan kaos sexy dengan belahan dada terbuka. Aku ingin memancing Mas Indra. Toh, dia suamiku juga, jadi tidak dosa berpakaian terbuka dihadapannya.

"Astagfirullah, Mega!" Tia kaget melihat aku datang, berlari maju menutup pakaian sexyku dengan taplak meja.

"Kamu ini,  apa-apaan pakai baju terbuka begitu," ujarnya lagi. Memang baru kali ini aku mengenakan pakaian sexy dirumah Tia. 

Huft... 'Kamu yang apa-apaan Tia' gerutuku dalam hati. 

"Kamu kalau bisa jangan pakai baju begini ya, kan, disini bukan cuma aku, tapi ada Mas Indra juga. Cepat masuk ganti lagi," nasehat Tia. Mendorongku masuk ke dalam kamar. 

Aku sedikit kesal pada Tia, memangnya kenapa kalau ada Mas Indra, dia kan, juga suamiku.

Baju yang sexy menampakan dada birahiku malah ditutupnya pake taplak meja sialan. Pantesan saja Mas Indra lebih suka aku, Aku cantik dan sexy tidak seperti Tia yang berseragam saat pagi sampai sore ketika malam hanya pake daster panjang, jelas saja Mas Indra memilihku.

"Nah, begitukan enak dipandang," sambutnya begitu aku duduk.

"Ya, deh," ucapku penuh senyum semanis raja gula. 

Kami makan dalam hening, menikmati masakan Tia yang biasa saja, tapi cukup untuk mengenyangkan perut. Sesekali aku melihat Tia menyuapi makan Mas Indra, mereka terlihat bahagia, aku tak mau terbakar cemburu, aku pun harus mengeluarkan jurus ninjaku. Kakiku bertemu Kaki Mas Indra setelah memeriksa cukup aman, aku mulai membuat gerakan yang bisa merontokan keperkasaan Mas Indra. 

Aku dan Mas Indra menikmati suasana ini, aku yakin Mas Indra sudah tidak tahan terlihat dari duduknya, ia nampak gelisah. Gimana enggak gelisah,  kakiku punya kemampuan khusus yang bisa membuat Mas Indra merasa gersang alias 'geli-geli merangsang'.

Saat lagi hot-hotnya Tia malah menimbrung dengan pertayaan yang membuatku sedikit gugup. 

"Kamu tadi nelpon Mas Indra, kenapa Meg?" tanya Tia,  aku hampir tersedak mendengarnya.

"Aku nelpon, Mas Indra, Eng--gak,  enggak ada aku nelpon," Aku berpura-pura bodoh. Jangan sampai Tia tanya macam-macam. 

"Iya,  kamu telpon kok,  eh begitu aku angkat kamu diem bae" ujarnya lagi, aku menangkap  Tia kurang puas dengan jawabanku.

"Masa sih, mungkin kepencet tadi ya, aku naik bis desak-desakan sih, nyari kerja susah banget," jelasku menampakan muka sedih.

"Kamu naik bis," tanyanya lagi. Akupun hanya mengangguk

"Sekarang udah dapat kerjaan belum," tanya Tia. 

"Belum," Aku menggelengkan kepala.

"Kamu yang sabar ya, memang sekarang cari kerja susah. Kamu harus semangat, enggak usah terburu-buru. Kalau butuh apa-apa tinggal ngomong, yang jelas pintu ini selalu terbuka untukmu," ujar Tia penuh ketulusan.  Seketika perasaan bersalah menyelimuti hatiku.

"Makasih ya, Ti, kamu memang orang yang baik," ucapku sambil memegang telapak tangannnya.

"Kamu apan sih, Meg, biasa aja.  Kamu bukan hanya sahabat aku, tetapi juga keluarga," kata-katanya penuh ketulusan, ada yang tersentuh di ulu hati sampai terasa didadaku.

Malam telah tiba,  aku selalu menanti malam. Selama aku masih dirumah ini Mas Indra pasti hanya akan menemaniku sebentar. Tanpa berani melepaskan hasratnya, ia takut ketahuan. Aku hanya menunggu malam, aku tak bisa tidur terus memikirkan hasratku. 

Rasa bosan menyelimutiku, aku benar-benar bosan ingin ditemani tidur sepanjang malam tapi, apa daya. Aku hanya madu yang disembuyikan.

Seperti biasa, rutinitas setiap malam terjadi Mas Indra datang ke kamarku namun, malam ini Mas Indra datang lebih awal. Padahal jarum jam baru menunjukkan jam sebelas. Apakah Tia tidak akan terbangun? Lah, biar saja Tia bangun lagian aku juga istrinya.

"Tumben cepat, Mas," tanyaku begitu Mas Indra menutup pintu kamarku. 

"Pelan-pelan ngomongnya, Sayang," jawab Mas Indra dengan suara bisikan. Duh, bikin aku tambah pengen

"Iya, emang Tia udah tidur?  Nanti kalau kebangun gimana," timpalku. Tak lupa tanganku mulai memeluknya. Aku tak ingin kehilangan moment. 

"Aku kasih obat tidur.  Habisnya kamu goda aku tadi, aku jadi enggak kuat," ucap Mas Indra. Trikku berhasil kan. Sudah ku katakan ini adalah keistimewaan dariku. 

"kalau udah keburu enggak tahan kenapa enggak sama Tia dulu, Mas," tanyaku memancingnya. 

"Tia capek katanya," jawabnya dengan ekspresi datar. Menunjukan kalau Mas indra kecewa.

"Tenang, Sayang, ada aku yang akan melayanimu,"  bisikku ketelinganya. Lalu aku pergi melepas pakaianku. 

Mas Indra memandangiku melepas pakaian, matanya memancarkan ketidak sabaran, lalu ia langsung memelukku, menciumku dengan penuh gairah. Aktivitas malam pun selesai, Mas Indra nampak puas atas pelayananku, terlihat ia masih memelukku meski hasratnya sudah tertunaikan.

"Sayang, minggu depan Mas belikan rumah," ucap Mas Indra.

"Beneran, Mas," Aku bahagia. Reflek mengeratkan pelukanku. 

"Iya, kamu tinggal pilih mau dimana? Seperti Apa? Apartemen juga boleh," tawarnya lagi. Ini adalah saat terbahagia karena, dengan rumah sendiri aku dan Mas Indra akan bebas melepas rindu. Meski konsukuesinya berat. Jarang bertemu.

"Aku terserah Mas, ajalah. Yang penting kita bisa bersama dengan aman," ucapku manut saja. Terserah mau ditempatkan dimana. Namanya juga dikasih terserah yang mau ngasih dong, milih tempatnya. 

"Tapi, nanti kita jarang ketemu dong, Mas," ucapku sedih.

"Nanti, Mas usahain tiap minggu kita ketemu," jawabnya mengecup keningku. 

"Makasih ya, Mas aku makin cinta," akupun tak kalah mesra, mengeratkan pelukan agar semakin hangat.

Azan subuh terdengar ditelingaku, badanku rasanya enteng setelah pertarungan semalam. aku mulai membuka mata dengan hati gembira dan akupun kaget.

"Mas, bangun udah subuh," Aku membangunkan Mas Indra. ternyata Mas Indra ketiduran dikamarku bisa berabe kalau Tia sudah bangun. 

"Iya, Dek bentar. Mas sholat, kok," jawab Mas Indra. Rupanya dia setengah sadar.

"Mas, ini aku Mega. Cepetan bangun. Nanti Tia keburu bangun," suruhku cepat-cepat. Aku bukan takut ketahuan, tapi aku belum siap. Mana Mas Indra belum pake baju pula. 

"Apa!" Mas Indra kaget setengah menjerit. 

Hustt...  "Jangan kenceng-kenceng" sambil menempelkan jari telunjuk dibibirku. 

"Cepat pake bajumu, Mas," suruhku sambil memunguti bajunya yang berserakan semalam. 

"Mas Indra... " panggil Tia

Aku, Mas Indra, saling melempar pandangan....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status