Share

Bab 3

Bab 3

"Mas Indra!" suara Tia, terdengar makin kuat. Aku yakin pasti Tia, sedang mencari keseluruh ruangan. Aku langsung menyuruh Mas Indra lewat jendela. Kebetulan sekali kamarku jendelanya langsung kearah belakang. Mas Indra bisa langsung bersembuyi di dapur. 

"Ada apa sih, Tia? Pagi-pagi udah kaya sempritan aja. Kenceng bener" cecarku sok asyik. 

"Tumben udah bangun kamu, Meg. Biasanya masih molor." ledeknya, sepertinya Tia tak menaruh curiga. 'Selamet-Selamet'.

"Kamu lihat Mas Indra, enggak, Meg" tanya Tia. 

"Lah,  mana aku tau. Dia kan suamimu" ucapku sok cool. 

"Yeh, orang aku cuma tanya. Kok,  gitu sih" Tia nampak kesal. 

"He-he-he.  Aku enggak liat, Tia" ucapku cengengesan. Aku tidak ingin kelihatan gugup agar Tia tidak curiga. 

"Hai, Dek" sapa Mas Indra, muncul membawa cangkir.

"Mas Indra, kamu habis ngapain" Tanya Tia, 

"Bikin susu buat kamu. Boleh, kan sekali-kali" rayu Mas indra, merangkul Tia.

"Cie, pagi-pagi udah romantis amat" ledekku. Akupun berlalu pergi meninggalkan mereka berdua. Hampir saja kami katahuan. Untung Tia orangnya gampang dirayu gitu aja langsung kesemsem. 

----------------------------

Janji Mas Indra memang selalu tepat. Aku dibelikan sebuah Apartement. daripada selalu hawatir dan cemas tinggal satu rumah dengan Tia. 

Aku membayangkan betapa indahnya malam-malamku bersama Mas Indra dengan bebas, melepaskan hasrat mau dimanapun tidak ada yang menganggu. 

"Kamu suka, Apartement ini, Sayang"

"Suka banget Mas" Aku langsung berguling-guling dikasur ketika melihat kamar kami. 

"Makasih ya, Mas" ucapku manja 

"Peluk, dong" ucap Mas Indra, membuka tangannya hendak memeluk. Tak berlangsung lama aku langsung datang ke pelukannya. 

"Tapi, nanti bagaimana dengan Tia, Mas" 

"Tenang saja, perusahaanku ada lowongan. Kamu berkerja saja disana. Nanti kamu pulang ke kontrakan biasa supaya Tia, tidak tau apartment ini" jelasnya 

"Jadi, aku kerja di perusahaan kamu. Posisi apa. Sekertaris atau apa? Kita bakal ketemu terus dong" ucapku girang.

"Kamu dibagian gudang dipengawasan. Gak papa kan, kita pura-pura enggak kenal." 

"Kirain bakal disamping kamu terus, Mas" Aku kecewa. Masak aku ditempatkan dibagian pengawas. 

"Sayang, jangan sedih dong. Semua demi rahasia kita" 

Aku iyakan saja. Masa bodoh. Lagian, aku berkerja hanya kedok untuk Tia

Teryata menjadi simpanan lelaki beristri sangat asyik. Apalagi lelaki itu suami dari sahabat sendiri. Menyenangkan sekaligus mendebarkan. 

Aku telah bekerja menjadi kepala bagian pengawas. Tidak pernah bertemu dengan Mas Indra sekalipun. Bagaimana mau ketemu, aku di gudang dia di kantor! Hadeuh. 

Eits... Tapi, setiap sore Mas Indra menemuiku walau sebentar. Kita bertemu sembunyi-sembuyi, berada dikantornya malah menjadi tantangan tersendiri. Kita harus lebih ekstra kucing-kucingan menghindari dari orang yang dikenal. Kalau ketahuan kan, bisa Kacau! 

--------------

Minggu ini Mas Indra akan datang. Seperti yang dikatakan tiap minggu, dia akan menemuiku. aku memakai gaun sexy serta dandan cetar membahana dengan olesan bibir berwarna merah ranum, yang bisa membuat siapapun memandangnya tak akan tahan.

"Hai, Sayang" tiba-tiba saja Mas Indra, sudah dibelakangku melingkar tangannya kepinggangku.

"Kamu kok, bisa masuk enggak bilang-bilang" ucapku kaget.

"Kejutan!  ini rumah Istriku. Aku punya kuncinya" ucapnya berbisik ditelingaku. Memperlihatkan kunci serep ditangannya. 

"Ah, Mas" ucapku malu-malu 

Tara... Mas Indra memberikanku seikat bunga mawar merah. So sweet. Bunga ini adalah bunga favoritku. Seketika hatiku meleleh. Rona dipipiku makin kelihatan.

"Malam ini, kita makan malam diluar" ajak Mas Indra.

"Ayo," aku mengambil tas masuk kekamar lagi, menatap diriku dicermin agar tak ada yang kurang. Tak lupa ku oleskan lip cream biar makin Pede.

Mas Indra yang melihat tingkahku justru tersenyum melipat tangan. Aku yang melihatnya dikaca langsung menunduk malu. Aku hanya ingin terlihat sempurna. Itu saja. 

Mas Indra mendekat kearahku. Lalu membelai rambutku.

"Aku tidak suka ada orang melihat leher sexy istriku" bisiknya sambil menggeraikan rambutku.

"Hanya ingin menata rambut aja, segitu romantisnya Mas!" jeritku dalam hati.

Lalu Mas Indra juga menutup bajuku dengan jaket. 

"Kita akan dinner, kalau kamu berpakaian seperti ini aku tak tahan" ujarnya penuh romantis.

Aku dan Mas Indra memilih Lestoran agak jauh dari tempat kita, guna menghindari orang yang dikenal. 

Hawa makan malam terasa begitu romantis, jauh dari orang yang dikenal, jauh dari kota, jauh dari kebisingan. Setiap orang yang berada disini semuanya makan dengan tenang. Seperti orang-orang kelas elit. 

Aku benar-benar bersyukur memliki Mas Indra. dia sempurna dimataku. Sampai aku lupa dan buta. Kalau Mas Indra milik sahabatku. 

Mas Indra juga sepertinya lupa kalau dia memiliki istri yang harus ia jaga. Entah bagaimana ia berpaling. Aku kadang berfikir, bertanya pada hatiku. Orang seperti itukah Mas Indra? ia baik dan sempurna sampai Tia tak mengenali busuknya. Begitupun aku. Aku melihat Mas Indra begitu baik, tetapi nyatanya ia berpaling? 

Semakin berfikir semakin membuatku tak bisa menebak seperti apa orang seperti Mas Indra. Entah berapa banyak juga wanitanya. Mungkin bukan cuma aku atau Tia.

Yang terpenting sekarang aku menikmati hidup. Mas Indra butuh nafsu aku butuh kehidupan. Seperti sekarang perutku lapar butuh makan. Lebih baik ku nikmati saja makanan mahal ini dengan santai.

"Mega..." suara perempuan yang sangat familiar memanggilku.

"Tia..." aku tersentak kaget. Tia tahu tempat ini! Apakah ia membututiku dan akan melabrakku! 

Seketika keringat dingin membasahi tubuhku. Meski tadi Mas Indra pamit ke Toilet. Aku takut Tia sudah membuntuti kita.

"Kamu sama siapa kesini?" Tia langsung duduk dibekas kursi Mas Indra. 

"Sama pacar, ya. Cie, yang udah punya pacar diem-diem bae" candanya lagi.

"Bukan, kok" Aku sudah sangat gugup takut Mas Indra datang. 

"Terus sendiri gitu. Mana dandan cantik banget. Terus kamu pesen dua porsi gitu,  Meg" Tia masih bercanda saja. Tidak tau aku gugup setengah mati.

"Mana, pacar kamu. Aku mau liat dong, jangan sembuyi" goda Tia.

"A--ku"

"Jangan ngelak, Mega. Aku tau kamu datang sama orang yang menurut kamu spesial" belum sempat aku menjawab alasan, Tia memotong ucapanku. Kalau begini Tia pasti akan lama. Aku sudah hafal kebiasaannya.

Langkah kaki Mas Indra makin dekat menuju meja kami. Aku mengeskpresikan muka gugup agar menghindar. Tapi, Mas Indra malah semakin mendekat. 

"Mas Indra..." ucap Tia kaget.

Aku  bingung harus bagaimana. Aku gugup dan bahkan belum sanggup dilabrak. Apalagi ditempat umum. Aku takut viral, takut terkenal menjadi pelakor. Karena kenyataanya aku adalah Istri sah Mas Indra juga.

"Kok kamu ada disini" tanya Tia. "Bukannya kamu ke luar kota" lanjutnya lagi. Tia terlihat kesal dan curiga memandangku. 

"Kejutan, Sayang. Aku mengikutimu" ucap Mas Indra. Mas Indra nampak santai.

Tak terlihat gugup

"Tia Asmarani. Aku mencintaimu" Mas Indra berlutut dihadapan Tia. Layaknya orang sedang melamar, mengeluarkan sebuah cincin berlian.

Para pengunjung yang ada di restoran ini, semua bersorak. Memberi tepuk tangan kemeriahan. Aku yang melihat hanya bisa ikut tersenyum. Hatiku menjerit.  Kenapa Tia ada disini? Cincin itu juga pasti kejutan untukku bukan untuk Tia. Rasa dongkol menyelimuti hatiku. Ingin marah, tapi tak bisa. 

Tia yang melihat suaminya melakukan keromantisan itu, matanya berkaca-kaca. Bahagianya diiringi tangisan. Lalu, memeluk Mas Indra. Mereka nampak pasangan yang sempurna tanpa kecacatan.

Semua orang tenggelam dalam iri hati, begitupun aku. "So sweet. Kalian romantis" hanya ini yang mampu aku ucapkan.

Tia begitu bahagia, Sedangkan aku yang harusnya dalam suasana bahagia. Malah menderita. Ada yang sakit, menyaksikan mereka. Tapi, pantaskah aku?

Siapakah aku?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status