"Mas Indra!" suara Tia, terdengar makin kuat. Aku yakin pasti Tia, sedang mencari keseluruh ruangan. Aku langsung menyuruh Mas Indra lewat jendela. Kebetulan sekali kamarku jendelanya langsung kearah belakang. Mas Indra bisa langsung bersembuyi di dapur.
"Ada apa sih, Tia? Pagi-pagi udah kaya sempritan aja. Kenceng bener" cecarku sok asyik.
"Tumben udah bangun kamu, Meg. Biasanya masih molor." ledeknya, sepertinya Tia tak menaruh curiga. 'Selamet-Selamet'.
"Kamu lihat Mas Indra, enggak, Meg" tanya Tia.
"Lah, mana aku tau. Dia kan suamimu" ucapku sok cool.
"Yeh, orang aku cuma tanya. Kok, gitu sih" Tia nampak kesal.
"He-he-he. Aku enggak liat, Tia" ucapku cengengesan. Aku tidak ingin kelihatan gugup agar Tia tidak curiga.
"Hai, Dek" sapa Mas Indra, muncul membawa cangkir.
"Mas Indra, kamu habis ngapain" Tanya Tia,
"Bikin susu buat kamu. Boleh, kan sekali-kali" rayu Mas indra, merangkul Tia.
"Cie, pagi-pagi udah romantis amat" ledekku. Akupun berlalu pergi meninggalkan mereka berdua. Hampir saja kami katahuan. Untung Tia orangnya gampang dirayu gitu aja langsung kesemsem.
----------------------------
Janji Mas Indra memang selalu tepat. Aku dibelikan sebuah Apartement. daripada selalu hawatir dan cemas tinggal satu rumah dengan Tia.
Aku membayangkan betapa indahnya malam-malamku bersama Mas Indra dengan bebas, melepaskan hasrat mau dimanapun tidak ada yang menganggu.
"Kamu suka, Apartement ini, Sayang"
"Suka banget Mas" Aku langsung berguling-guling dikasur ketika melihat kamar kami.
"Makasih ya, Mas" ucapku manja
"Peluk, dong" ucap Mas Indra, membuka tangannya hendak memeluk. Tak berlangsung lama aku langsung datang ke pelukannya.
"Tapi, nanti bagaimana dengan Tia, Mas"
"Tenang saja, perusahaanku ada lowongan. Kamu berkerja saja disana. Nanti kamu pulang ke kontrakan biasa supaya Tia, tidak tau apartment ini" jelasnya
"Jadi, aku kerja di perusahaan kamu. Posisi apa. Sekertaris atau apa? Kita bakal ketemu terus dong" ucapku girang.
"Kamu dibagian gudang dipengawasan. Gak papa kan, kita pura-pura enggak kenal."
"Kirain bakal disamping kamu terus, Mas" Aku kecewa. Masak aku ditempatkan dibagian pengawas.
"Sayang, jangan sedih dong. Semua demi rahasia kita"
Aku iyakan saja. Masa bodoh. Lagian, aku berkerja hanya kedok untuk Tia
Teryata menjadi simpanan lelaki beristri sangat asyik. Apalagi lelaki itu suami dari sahabat sendiri. Menyenangkan sekaligus mendebarkan.
Aku telah bekerja menjadi kepala bagian pengawas. Tidak pernah bertemu dengan Mas Indra sekalipun. Bagaimana mau ketemu, aku di gudang dia di kantor! Hadeuh.
Eits... Tapi, setiap sore Mas Indra menemuiku walau sebentar. Kita bertemu sembunyi-sembuyi, berada dikantornya malah menjadi tantangan tersendiri. Kita harus lebih ekstra kucing-kucingan menghindari dari orang yang dikenal. Kalau ketahuan kan, bisa Kacau!
--------------
Minggu ini Mas Indra akan datang. Seperti yang dikatakan tiap minggu, dia akan menemuiku. aku memakai gaun sexy serta dandan cetar membahana dengan olesan bibir berwarna merah ranum, yang bisa membuat siapapun memandangnya tak akan tahan.
"Hai, Sayang" tiba-tiba saja Mas Indra, sudah dibelakangku melingkar tangannya kepinggangku.
"Kamu kok, bisa masuk enggak bilang-bilang" ucapku kaget.
"Kejutan! ini rumah Istriku. Aku punya kuncinya" ucapnya berbisik ditelingaku. Memperlihatkan kunci serep ditangannya.
"Ah, Mas" ucapku malu-malu
Tara... Mas Indra memberikanku seikat bunga mawar merah. So sweet. Bunga ini adalah bunga favoritku. Seketika hatiku meleleh. Rona dipipiku makin kelihatan.
"Malam ini, kita makan malam diluar" ajak Mas Indra.
"Ayo," aku mengambil tas masuk kekamar lagi, menatap diriku dicermin agar tak ada yang kurang. Tak lupa ku oleskan lip cream biar makin Pede.
Mas Indra yang melihat tingkahku justru tersenyum melipat tangan. Aku yang melihatnya dikaca langsung menunduk malu. Aku hanya ingin terlihat sempurna. Itu saja.
Mas Indra mendekat kearahku. Lalu membelai rambutku.
"Aku tidak suka ada orang melihat leher sexy istriku" bisiknya sambil menggeraikan rambutku.
"Hanya ingin menata rambut aja, segitu romantisnya Mas!" jeritku dalam hati.
Lalu Mas Indra juga menutup bajuku dengan jaket.
"Kita akan dinner, kalau kamu berpakaian seperti ini aku tak tahan" ujarnya penuh romantis.
Aku dan Mas Indra memilih Lestoran agak jauh dari tempat kita, guna menghindari orang yang dikenal.
Hawa makan malam terasa begitu romantis, jauh dari orang yang dikenal, jauh dari kota, jauh dari kebisingan. Setiap orang yang berada disini semuanya makan dengan tenang. Seperti orang-orang kelas elit.
Aku benar-benar bersyukur memliki Mas Indra. dia sempurna dimataku. Sampai aku lupa dan buta. Kalau Mas Indra milik sahabatku.
Mas Indra juga sepertinya lupa kalau dia memiliki istri yang harus ia jaga. Entah bagaimana ia berpaling. Aku kadang berfikir, bertanya pada hatiku. Orang seperti itukah Mas Indra? ia baik dan sempurna sampai Tia tak mengenali busuknya. Begitupun aku. Aku melihat Mas Indra begitu baik, tetapi nyatanya ia berpaling?
Semakin berfikir semakin membuatku tak bisa menebak seperti apa orang seperti Mas Indra. Entah berapa banyak juga wanitanya. Mungkin bukan cuma aku atau Tia.
Yang terpenting sekarang aku menikmati hidup. Mas Indra butuh nafsu aku butuh kehidupan. Seperti sekarang perutku lapar butuh makan. Lebih baik ku nikmati saja makanan mahal ini dengan santai.
"Mega..." suara perempuan yang sangat familiar memanggilku.
"Tia..." aku tersentak kaget. Tia tahu tempat ini! Apakah ia membututiku dan akan melabrakku!
Seketika keringat dingin membasahi tubuhku. Meski tadi Mas Indra pamit ke Toilet. Aku takut Tia sudah membuntuti kita.
"Kamu sama siapa kesini?" Tia langsung duduk dibekas kursi Mas Indra.
"Sama pacar, ya. Cie, yang udah punya pacar diem-diem bae" candanya lagi.
"Bukan, kok" Aku sudah sangat gugup takut Mas Indra datang.
"Terus sendiri gitu. Mana dandan cantik banget. Terus kamu pesen dua porsi gitu, Meg" Tia masih bercanda saja. Tidak tau aku gugup setengah mati.
"Mana, pacar kamu. Aku mau liat dong, jangan sembuyi" goda Tia.
"A--ku"
"Jangan ngelak, Mega. Aku tau kamu datang sama orang yang menurut kamu spesial" belum sempat aku menjawab alasan, Tia memotong ucapanku. Kalau begini Tia pasti akan lama. Aku sudah hafal kebiasaannya.
Langkah kaki Mas Indra makin dekat menuju meja kami. Aku mengeskpresikan muka gugup agar menghindar. Tapi, Mas Indra malah semakin mendekat.
"Mas Indra..." ucap Tia kaget.
Aku bingung harus bagaimana. Aku gugup dan bahkan belum sanggup dilabrak. Apalagi ditempat umum. Aku takut viral, takut terkenal menjadi pelakor. Karena kenyataanya aku adalah Istri sah Mas Indra juga.
"Kok kamu ada disini" tanya Tia. "Bukannya kamu ke luar kota" lanjutnya lagi. Tia terlihat kesal dan curiga memandangku.
"Kejutan, Sayang. Aku mengikutimu" ucap Mas Indra. Mas Indra nampak santai.
Tak terlihat gugup"Tia Asmarani. Aku mencintaimu" Mas Indra berlutut dihadapan Tia. Layaknya orang sedang melamar, mengeluarkan sebuah cincin berlian.
Para pengunjung yang ada di restoran ini, semua bersorak. Memberi tepuk tangan kemeriahan. Aku yang melihat hanya bisa ikut tersenyum. Hatiku menjerit. Kenapa Tia ada disini? Cincin itu juga pasti kejutan untukku bukan untuk Tia. Rasa dongkol menyelimuti hatiku. Ingin marah, tapi tak bisa.
Tia yang melihat suaminya melakukan keromantisan itu, matanya berkaca-kaca. Bahagianya diiringi tangisan. Lalu, memeluk Mas Indra. Mereka nampak pasangan yang sempurna tanpa kecacatan.
Semua orang tenggelam dalam iri hati, begitupun aku. "So sweet. Kalian romantis" hanya ini yang mampu aku ucapkan.
Tia begitu bahagia, Sedangkan aku yang harusnya dalam suasana bahagia. Malah menderita. Ada yang sakit, menyaksikan mereka. Tapi, pantaskah aku?
Siapakah aku?
Bab 4Aku hanya kekasih yang disimpan. dikeluarkan jika perlu, disembuyikan bila tak dibutuhkan. Lantas, sekarang aku cemburu menyaksikan dua insan saling bahagia, meski ku tahu Mas Indra melakukan itu agar Tia tak curiga. Aku tahu cincin berlian yang indah itu di peruntukan aku.Mereka berpelukan dalam bahagia. Tia terlihat begitu mencintai Mas Indra. Sedangkan tatapan Mas Indra terus mencuri pandang terhadapku."Kamu bener-bener romantis banget, Mas." ucap Tia. Terlihat begitu bahagia memandang terus cincin yang diberikan suaminya."Aku jadi iri deh, sama kalian" Aku berusaha tersenyum meski sebenarnya kesal."Aku yakin kamu bakal nemu pasangan seperti Mas Indra. Kamu yakin aja, ya" timpal Tia dia terlihat bahagia, aku iri padanya yang bisa bahagia sesimpel itu."Mega, kamu sendirian aja disini" Mas Indra bertanya seolah kita tak bertemu. Ada yang mengganjal melihat perlakuan Mas Indra. Ah, sepertinya aku telah dirudung asmara.
Bab 5Aku keluar dari kamar. Ada rasa gemetaran dalam hati, namun saat keluar yang ku lihat Mas Indra sedang menyantap pizza.Oh, rupanya hanya kurir. Hampir membuat jantungku copot saja, dan Mas Indra. Kelaparan ia kah? sampai disaat seperti ini sanggup makan.Akupun ikut makan bersama Mas Indra, dengan duduk dipangkuannya. Aku bisa romantis bukan, makanpun penuh dengan kemanjaan. Kapan lagi? Kalau tidak sekarang. Beginilah nasib menjadi Istri kedua, diutamakan tapi nunggu giliran.------------------Aku dan Mas indra menikmati angin pantai Bali, hari-hariku terasa indah, bila boleh diminta aku ingin lebih lama lagi, tetapi tuntutan pekerjaan Mas Indra tak bisa lama.Ting... Sebuah pesan masuk[ Mega, kamu dimana? Katanya kamu cuti. Dikontrakan enggak ada. Kamu pulang kampung kah? ]Pesan dari Tia berurutan disertai puluhan panggilan telepon.'Tia, Tia. Tak bisakah kamu tak mengangguku saat ini. Aku ingin bersama Mas
Bab 6Meski kami kembali berbaikan, aku dan Mas Indra sepakat tak bertemu beberapa minggu. Kami takut Remon memata-matai kami. Sekaligus sebagai pelajaran supaya lebih berhati-hati lagi.Sampai suatu hari aku mendapat panggilan telfon misterius, setiap hari mengirim pesan. Mas Indra menyuruhku memblokir nomer tersebut, tetapi nomer tersebut mengirim sebuah foto, bahkan foto kami di Bali. Lalu sebuah pesan ancaman bermunculan.[ Temui aku, lok. Gedung Jaya xxx no.1xxx ]Aku tak pernah membalasnya, namun kali ini terpaksa aku membalas. Siapa dia? Apakah Remon?[ Siapa kamu? ][ Aku pelacur! ] jawaban pesan ini membuat otakku mendidih. Aku langsung pencet tombol call, tapi herannya peneror tak mengangkat.[ Angkat telfonmu pecundang! ] pesan makian pun terkirim.[ Datang ke sini atau ku kirim foto ini ke madumu ]Aku tak membalasnya, aku langsung menghubungi Mas Indra. Aku hampir stres diteror terus menerus.
Bab7Remon kebingungan, melihat aku menembak Mas Indra. Lalu, suara sirine polisi terdengar nyaring."Kurang ajar!" maki Remon, terjawab sudah kebingungannya."Sialan!" Remon menamparku lalu, merebut pistol dari tanganku."Daripada aku di tangkap polisi Karena dijebak. Aku lebih memilih pembunuhan" Remon menodongkan pistol ke arah kami.Remon menarik pelatuk pistol, tapi sangat di sayangkan pelurunya kosong. Aku sudah hapal akal bulus Remon. Sengaja aku mengosongkannya.Pucuk dicinta ulampun tiba, momen Remon seperti seorang penjahat disitu polisi datang."Jangan bergerak! Angkat tangan!" seru seorang polisi. Akhirnya Remon hanya bisa pasrah. Dia tak bisa menyangkal tuduhan. Polisi melihat sendiri adegannya. Aku ditodong pistol, Mas Indra tertembak serta tas berisi uang ada di tangan Remon.----------"Ini Rencana kamu, Meg?" Mas Indra bertanya melalui bisikan telinga"Kamu gila! Kamu mau membunuhku!"
Bab 8Sebelum ke pengadilan aku sengaja mendatangi Remon. Aku ingin melihat betapa sengsaranya ia berada di jeruji besi."Mau apa kamu ke sini, jalang!" sapaan Remon terdengar mengerikan layaknya bajingan."Aku hanya ingin memberimu selamat. Congrolation..." aku memberi kejutan sebuah kue. Kue yang mengingatkanku setiap saat, aku pernah di ambang kematian saat ulang tahunku Remon memberikan kue itu."Selamat menikmati. Aaaaaa" Aku ingin Remon menikmati. Sengaja kusodorkan tanganku ingin menyuapinya, belum sempat sampai ke mulut, Remon menampel tanganku."Kenapa? Kamu takut" Aku tersenyum miris."Aku tak licik sepertimu Remon," Lalu, aku sengaja memakan kue di hadapannya.Tatapan Remon begitu sengit memadangku seolah ingin melahapku hidup-hidup."Lihat aku tak mati, bahkan jika ini beracun pun aku takkan mati" sindirku mengingatkan dengan kejadian dulu."Katakan apa maumu pe-la-cur" Remon bertanya seraya
Bab 9Virus cinta datang menyerangku, aku demam menggigil karena rindu. Sungguh aku tak percaya telah jatuh cinta saat itu, pertemuan lima menit membuat aku selalu terbayang.Kerap kali malam tak bisa tidur, menanti pagi dan sore. Ketika orang lain ingin kemacetan segera berlalu, aku malah ingin berlama-lama, berharap menemukannya ditengah keramaian lalu lintas.Dari kejauhan aku melihat orang berseragam sama seperti orang yang menggugah hatiku. Hatiku berbunga-bunga melihat kejauhan. Aku segera menyela motor-motor di depanku.Akhirnya aku sampai di samping pria berseragam pizza. Pipiku bersemu merah takut dan malu menyapa duluan, lalu aku memberanikan diri."Hai, Remon" aku menepuk bahu pria itu, saat menoleh aku kaget, dia bukan orang yang kucari."Alamak salah orang! Mukanya kaya anoman pula," aku bergumam lirih menahan malu. Orang bergigi berantakan itu malah menunjukan senyum tak indahnya."Apa neng?" Oran
Bab 10Usia kandunganku sudah berusia empat bulan, Remon selalu menjagaku, ia berubah 360 drajat. Berbanding terbalik dengan sifatnya, selalu mengalah padaku, saat aku menginginkan sesuatu pun ia langsung menurutinya.Sore hari Remon pulang dengan wajah lesu. Pasti ia sangat capek berkerja. Aku pun langsung menyiapkan air hangat untuknya. JRemon segera mandi.Ada yang aneh darinya, ia tak menyambutku seperti biasanya, ia seperti banyak menyimpan beban."Kamu kenapa? Sayang." Aku memberanikan diri bertanya"Mega... " Remon tak mengatakan apapun, tapi menyerahkan amplop berwarna coklat."Apa ini?" Aku membuka amplop tersebut, berisikan uang satu bulan gaji. Aku masih belum mengerti maksudnya."Aku di PHK. Itu pesangonnya" Aku syok mendengarnya, mau makan apa kami kalau pesangon hanya sebulan gaji, tabunganku juga sudah menipis untuk menutupi kekurangan biaya hidup kami." Tapi aku janji. Aku akan cari kerja lainny
Bab 11"Kenapa menutup mata?" Bos gendut bertanya, suaranya terdengar sangat dekat."Jangan menutup mata. Apa yang kamu takutkan" Aku masih tidak mau mmembuka mataku, atau pun menjawabnya."Baiklah, pisau ini kuletakkan. Aku tidak akan menyakitimu" Sebuah benda seperti dari almunium dilempar. Bunyi klentingnya sangat jelas. Aku mulai membuka mata perlahan.Aku masih tak mau melihat mereka kuarahakan penglihatanku ke bawah menunduk."Lihat aku, apa yang kamu takutkan?" Bos gendut malah menayaiku, aku bahkan tak bisa menjawab."Kamu sudah membaca perjanjiannya bukan? Remon sudah menandatanganinya, tapi ia tak bertanggung jawab. Dia pergi, dan bisa di gantikan orang lain. Kurasa kamu penggantinya" meski nada bicaranya halus aku dapat merasakan aura kejam pria gendut ini,Aku langsung berlutut berharap masih ada ampun. Semua salah Remon bukan aku."Aku mohon lepaskan aku. Aku sungguh tak tau masala