Share

Salsa dan Warisan

Salsa terpaksa datang ke kampung dengan perasaan yang campur aduk. Ia penasaran dan kesal kepada ibunya. Ia tidak pernah menyangka bahwa ibunya akan berkata seperti itu padanya.

Masalah ini sangat penting untuk masa depannya, ia tidak akan membiarkan ibunya bertindak semaunya. Terlebih ia penasaran dengan apa yang dibuat oleh laki-laki bernama Imam itu, sampai ibunya melakukan hal ini.

Sesampainya Salsa, Dhea dan kakaknya di kampung, rumor tentang masyarakat di sana menjadi ramah ternyata benar. Tatapan heran yang tidak mengenakkan tidak terlihat, hanya sapaan hangat yang mereka terima. Salsa memang heran, namun untuk saat ini pikirannya terfokus tentang ibu dan warisan keluarganya.

Sesampainya Salsa di rumah, ternyata rumahnya terkunci, tidak ada siapapun yang menjawab salamnya. Ia kemudian pergi ke tetangganya untuk menanyakan kemana keluarganya pergi.

"Pak, mau tanya kalau rumah sebelah pada kemana ya?" tanya Salsa pada Pak Diman, tetangga terdekat keluarga Salsa.

"Eh ada Salsa, gimana kabarnya?" Pak Diman bukannya menjawab pertanyaan Salsa, ia malah balik bertanya.

"Salsa baik pak, bapak juga kelihatannya baik ya pak, jadi bapak liat ibu apa engga pak?" Entah kenapa Salsa merasa terburu-buru, ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan ibunya.

"Iya saya juga baik neng, tadi bapak kamu bilang kalau mau ke sawah, coba kamu cari ke sana." Jawab Pak Diman.

"Oh iya pak, makasih ya, Salsa ke sana dulu kalau begitu."

Salsa meletakkan tasnya di kolong kursi di teras rumahnya, tak lupa ia menitipkan tas itu pada Pak Diman. Setelah itu, Salsa bergegas pergi ke sawah milik keluarganya.

Dengan jalan kecil, Salsa berusaha fokus namun tetap terburu-buru, ia berlari kecil. Hingga sedikit lagi ia sampai ke gazebo dekat sawahnya, ia melihat ibu dan ayahnya sedang mengobrol dengan seorang laki-laki yang membelakanginya.

Salsa bertanya-tanya siapa orang itu, lalu ia memperlambat perjalanannya sambil berpikir. Ia melihat mereka sedang mengobrolkan sesuatu hal yang cukup seru, sampai ayah dan ibunya tertawa terbahak-bahak. Salsa curiga, dari perawakannya terlihat tegas dan cukup berisi, punggung yang lebar dan cara duduknya yang tegak menandakan laki-laki itu seperti bukan masyarakat di sini. Sesampainya ia di dekat gazebo, ayahnya menyadari bahwa Salsa sedang mendekat ke arah mereka.

"Salsa? Eh bener kan itu anak bapak?!" Seru ayah Salsa.

Ibu dan laki-laki itu pun segera melihat ke arah yang ditunjuk ayah Salsa. Ketika laki-laki itu menoleh dan menatapnya, Salsa sedikit terbelalak. Ia tidak pernah melihat laki-laki itu. Dengan mata yang tajam dan hangat, pipi yang tirus dan dagu yang tegas, serta hidung yang mancung. Salsa terdiam, ia cukup terpesona dengan laki-laki itu.

"Iya itu Salsa pak, ternyata anak ibu benar-benar pulang, sini nak duduk dulu." Ibunya menghampirinya Salsa dan mengajaknya untuk ikut duduk di gazebo.

Salsa duduk di antara ibu dan ayahnya. Salsa dan lelaki itu saling tatap, Salsa dengan tatapan bertanya-tanya, dan lelaki itu menatapnya dengan sedikit ramah.

"Ibu, siapa? Tanya Salsa sambil menunjuk lelaki itu dengan dagunya.

Ibu memukul lengan Salsa dengan pelan. "Kamu kok begitu sih! Nunjuk orang pakai dagu itu enggak sopan."

Salsa menahan rasa kesalnya, ia hanya ingin tau siapa orang itu. Kemudian, ia menoleh pada ayahnya.

"Ayah, dia siapa?"

"Ini Nak Imam anaknya pak RW, dia baru pulang satu tahun lalu dari luar negeri. Dan ini Salsa, anak sulung saya, dia kerja di Jakarta sama temannya." Ujar ayahnya.

Salsa membelakakan matanya sejenak, ia bertanya-tanya mengapa ayahnya mengenalkan ia dengan laki-laki ini.

"Iya ini anak ibu namanya Salsa, semoga kamu betah di sini ya, nanti ada Salsa yang bisa temenin kamu di sini." Susul ibunya.

Kening Salsa berkerut menatap ibunya, ia kebingungan, kenapa orang tuanya sangat ramah pada orang itu dan menumbalkan Salsa seperti ini.

Imam terkekeh dengan ramah, ia terlihat tidak tertarik dengan Salsa. "Mungkin lain kali saja pak, bu. Sudah jam 3 sore, saya harus bantu abah di rumah."

"Oh iya silahkan nak Imam, kalau ada yang bisa dibantu, nanti hubungi ibu saja ya, mungkin Salsa bisa bantu Nak Imam."

Salsa begitu kesal dengan ibunya, enak saja ibunya berkata seperti itu, ia bukan pembantu rumah Imam. Setelah itu Imam berpamitan hanya kepada ayah dan ibunya saja, Salsa tidak peduli, ia akan membicarakan soal warisan dan laki-laki yang bernama Imam itu.

Salsa berpindah tempat duduk di hadapan kedua orang tuanya.

"Ibu, ayah, maksudnya apa soal warisan itu ya?" Salsa langsung ke inti, ia sudah menahan kesal.

"Terus, maksud ibu bilang kalau Salsa bisa bantu cowok itu juga apa? Salsa bukan pembantu bu, Salsa kerja di kantor, dan mulai besok Salsa WFH juga, bukan pengangguran." Sambung Salsa dengan menahan kesal.

Ayahnya diam tidak menjawab apapun, ia membuang pandangannya ke arah sawah. "Ayah enggak ikutan, ibu kamu yang ngurusin semuanya Kak." Jawab ayahnya.

Salsa segera memposisikan diri menatap ibunya dengan seksama, menunggu ibunya menjawab keresahannya.

"Soal warisan itu, ibu akan serahkan kalau kamu nikah sama Nak Imam." Jelas ibunya.

Salsa menghela nafas dengan tegas. "Bu, aku enggak tahu gimana laki-laki itu. Kenapa ibu enggak ngasih aku keringanan untuk menikah dengan orang lain pilihan aku?"

"Kak, pilihan ibu enggak akan meleset, kalau warisan dan kamu akan dijaga sama dia itu keputusan yang tepat."

"Ibu tega biarin anak ibu nikah sama orang yang enggak dikenal sama sekali?"

"Ibu nyuruh kamu pulang biar kamu bisa kenalan sama Nak Imam, ibu yakin kamu pasti bisa kok nikah sama Nak Imam." Ibu tetap pada pendiriannya untuk menjodohkan Salsa dengan Imam.

Salsa menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia semakin kesal, ibunya tidak memberinya pilihan lain. Ia menatap ayah, ayahnya hanya bisa menggeleng karena ayahnya mungkin sudah berada di pihaknya sebelum Salsa datang ke sini, namun gagal makanya ayah diam tidak membantah kemauan ibu.

"Aku bisa jaga warisan keluarga kita, ibu percaya sama Salsa."

"Enggak, ibu takut kamu kewalahan, Imam pasti bisa jaga kamu dan warisan keluarga kita."

"Ibu enggak percaya sama Salsa?"

"Ibu percaya sama kamu kalau kamu sudah ada yang menjaga dan membimbing kamu."

Salsa heran, bagaimana cara ibunya begitu yakin dengan hal ini. Orang tidak selamanya baik, mungkin dia cuma bersikap ramah atau semacamnya.

"Bu, warisan itu bukan hal sepele yang bisa ibu percayakan sama orang lain. Salsa bisa jaga warisan itu sendirian bu."

Ibu tidak berkata apapun, ia turun dan meninggalkan gazebo. Salsa tercengang sesaat, ibunya bisa melakukan hal ini tanpa memikirkan perasaan Salsa.

"Ayah udah coba bujuk ibu, Resya juga sudah bujuk ibu, tapi ibu tetap ingin kamu sama Imam nikah, ayah minta maaf engga bisa bujuk ibu ya, Kak." Ucap ayah sambil mengusap punggung Salsa.

Salsa menatap ayahnya lalu menatap beberapa kotak sawah keluarganya. Salsa menganggap ini hal sepele, ia yakin bahwa ia bisa menjaga warisan keluarganya dengan baik.

"Orangnya yang mana emang Yah?" tanya Salsa.

"Orangnya yang tadi ayah kenalin ke kamu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status