Hari-hari Salsa hanya terfokus untuk mencari nafkah untuk dirinya dan keluarganya di kampung. Posisinya di kantor tempat ia bekerja cukup penting dan ia bersyukur mendapatkan posisi itu. Di usianya yang masih 24 tahun, ia terbilang muda dan berbakat. Dengan semua kemampuan yang ia punya, ia akan berusaha keras mencari nafkah untuk bertahan hidup
Waktu sudah menunjukan jam istirahat, Salsa pergi ke kantin yang berada di lantai satu. Ia memesan makanan berat dan secangkir kopi. Lalu ia duduk di pojok dekat dengan jendela yang menghadap ke taman kantor. Seseorang menelpon Salsa, tertulis nama “Dhea” yang merupakan teman masa kecil Salsa di kampung halamannya.“Halo Dhe?”“Sal, lo gak pulang ke kampung?”“Ngapain balik ke sana? Males gue balik ke kampung batu.” Jawab Salsa sedikit sewot.“Emang lo gak tahu di sana ada yang aneh?”“Maksud lo gimana Dhe?”“Gue jelasin pas balik dari kantor, kita ketemuan di apartemen lo aja, nanti gue kabarin lagi.”“Ok, nanti gua kabarin juga kalo balik dari kantor.” Lalu Salsa memutus telponnya.Salsa cukup penasaran dengan pembahasan Dhea. Mereka hampir tidak pernah membahas kampung halaman mereka. Salsa tidak banyak berpikir, ia harus makan siang dan melanjutkan kerja nya nanti. Setelah makan siang, terlintas di pikirannya tentang nasib orang tuanya, tanpa berpikir lama, ia segera menelpon ibunya.“Halo bu?”“Halo Kak, kenapa?”“Bu, di sana semua baik-baik aja kan bu?”“Baik semua, sebulan ini bapak sama ibu seneng karena di kampung ada pemuda baik, kamu kapan pulang?”Salsa memijit keningnya, ia tiba-tiba pusing bila ditanya kapan pulang oleh ibunya, ia akan mengabaikan pertanyaan itu. “Puji syukur semua baik, pemuda siapa bu?”“Makanya pulang biar kamu tahu siapa yang ibu maksud, kamu di sana baik-baik aja kan?”“Aku baik bu, yasudah kalau begitu aku tutup ya bu, mau lanjut kerja.”“Iya Kak.”Pernyataan ibunya cukup membuat Salsa kebingungan. Ibunya menyebut seorang pemuda, kemungkinan usianya setara dengannya. Cara ibunya menceritakan pemuda itu terdengar ceria dan sangat mengalihkan perhatiannya, ia jadi penasaran dengan apa yang akan Dhea ceritakan, kemungkinan berhubungan dengan pernyataan ibunya.Waktu berlalu, sudah saatnya jam pulang. Tak lupa Salsa mengabari Dhea bahwa ia sedang dalam perjalanan pulang. Sebelum Dhea sampai ke apartemennya, ia segera membersihkan diri dan menyiapkan beberapa makanan ringan. Tak lama dari itu, Dhea sampai di apartemennya.Dhea tergesa-gesa masuk ke apartemen Salsa, langsung membuka kulkas dan meminum air dingin yang ada. Salsa menatap biasa pada Dhea, hal yang tidak asing melihat orang yang kehausan setelah pulang bekerja dengan jalanan yang macet.“Macet banget Dhe?” Tanya Salsa sambil berjalan ke sofa dan mengambil beberapa cemilan.“Iya, gue nebeng sama temen kantor, tahu gitu mending gue pake ojol aja.” Jawab Dhea seraya menutup pintu kulkas dan menyusul Salsa duduk di sofa.Salsa terkekeh lembut. “Untung gue pake ojol, jadi bisa mandi dulu tadi.”Dhea tersenyum masam dan menghela nafas. “Lo tau lah apa yang gue maksud sampe gue bisa balik telat.”Salsa mengangguk mengerti apa yang Dhea bicarakan, atasannya Dhea adalah atasan yang sangat perfeksionis dan galak, ia tidak akan memulangkan karyawannya bila target hariannya tidak terselesaikan.“Abis lebaran gue resign deh, capek gue kerja di lingkungan begitu.” Keluh Dhea.“Yakin? Gaji nya bisa bikin lo resign?” Tanya salsa dengan wajah menjengkelkan. Dhea hanya menjawab dengan gelengan kepala serta wajah yang dibuat sedih. Salsa tertawa melihat reaksi Dhea.“Udah ah, lo mau cerita apa tadi di telpon?” Tanya Salsa dengan mode serius. Kemudian Dhea menegakkan badannya dan balik menatap Salsa dengan serius.“Gue dapet info kalau di sana semuanya berubah.” Ucap Dhea.“Berubah gimana?” Tanya Salsa dengan heran.“Lo inget kan betapa batunya orang di kampung? Termasuk orang tua kita.” Jelas Dhea dengan meyakinkan.Salsa mengangguk setuju. “Abang gue bilang, mereka engga begitu lagi, mereka jadi ramah, saling bantu, dan masih banyak lagi, Sal.” Lanjut Dhea.“Mereka salah makan?”Dhea menggeleng tegas. “Ada cowok namanya Imam, dia yang ngerubah kampung itu.”Salsa terdiam, ia teringan dengan penyataan ibunya. “Dia seumuran kita ya?”Dhea terheran. “Kok, lo tahu?”“Tadi gue telpon nyokap, dia bilang ada pemuda baik di sana.”Dhea dan Salsa saling tatap. Mereka berdua masih belum yakin dengan perubahan masyarakat kampung mereka. Pasalnya, sifat itu sudah sangat melekat dan mendarah daging di setiap keturunannya. Menurut Dhea dan Salsa, hanya orang-orang waras yang memutuskan untuk pergi dari kampung itu.“Lo mau pulang gak, Sal?” Tanya Dhea tiba-tiba.Salsa sedikit terkejut, Dhea bukan orang yang akan mengajak pulang ke kampung dengan tiba-tiba seperti ini. Kalau pun mereka akan pulang, mereka akan memikirkan hal ini lebih dari satu minggu. Karena pastinya, ketika mereka datang, mereka akan disuguhi pertanyaan-pertanyaan yang sangat mengerikan. Salah satunya pertanyaan tentang menikah, penghasilan, dan dimana mereka bekerja. Mungkin terdengar sepele, tapi ketika itu di tanyakan oleh satu kampung, apa itu terlihat sepele?Malamnya, Salsa makin penasaran dengan laki-laki itu. Ajakan Dhea sore tadi, belum Salsa jawab dengan benar, Salsa bilang akan memikirkannya lagi. Salsa mengkontak beberapa teman kamtornya tentang pengajuan work from home dari kantornya. Jika bisa, kemungkinan ia akan pulang bersama Dhea. Tapi ia terus memikirkan bagaimana jika orang-orang di sana ternyata tidak berubah. Pernyataan ibunya dan Dhea sama, terutama ibunya yang terdengar bahagia dan meyakinkan Salsa.Tanpa berpikir panjang, ia menelpon atasannya untuk mengajukan bahwa ia akan pulang dan akan bekerja dari rumah selama satu minggu lamanya. Keputusan itu akan diberikan atasannya pada esok hari. Lalu ia menelpon Dhea untuk menanyakan bagaimana keputusannya pulang ke kampung.“Lo jadi pulang Dhe?” Tanya Salsa.“Iya Sal, gue pulang sama abang gue lusa, gue sudah dapat izin dari kantor soal WFH, lo gimana jadinya?”Salsa diam, tapi ia mondar-mandir di kamarnya sambil terus menggigit jari telunjuknya. “Gue takut Dhe.” Keluh Salsa.Dhea berdecak, ia juga merasakan hal yang sama, namun pikirannya tertuju pada orang tuanya. “Lo gak mikir kalau orang tua kita bisa aja pake pellet atau guna-guna?”“Gak mungkin Dhe, masa iya masih ada begituan zaman sekarang.”“Ya kita belum tahu pasti, Sal. Makanya ayo.” Dhea mencoba meyakinkan Salsa.“Gue tadi abis ngobrol sama atasan, besok gue kabari soal izin dari kantor, nanti gue kabari lo lagi ya.”“Okay, see you, Sal.” Lalu sambungan telpon ditutup Dhea. Tanpa berpikir panjang, Salsa segera pergi tidur.Pagi pun tiba, tepat pada pukul tujuh pagi, Salsa mendapat pesan dari orang kantornya yang mengizinkan Salsa untukWFH. Salsa bergegas membersihakn diri dan menyiapkan beberapa pakaian yang akan dibawa ka kampung halamannya. Setelah ia menyelesaikan rutinitas paginya, ia menelpon Dhea dan mengabari bahwa ia akan ikut ke kampung bersamanya.Tak lama, muncul notifikasi pesan masuk dari ibunya. Salsa membelakakan matanya, ia tak habis pikir ibunya akan mengirimkan pesan seperti ini. Sepertinya keputusan Salsa untuk pulang ke kampung halaman benar-benar salah.Ibu : Salsa, kamu harus pulang, ibu mau bagi warisan dan syarat kamu untuk dapetin warisan itu harus nikah dulu sama nak Imam.Sekarang ia melamun bagaimana cara membatalkan dirinya untuk tidak pulang ke kampung halamannya.Salsa terpaksa datang ke kampung dengan perasaan yang campur aduk. Ia penasaran dan kesal kepada ibunya. Ia tidak pernah menyangka bahwa ibunya akan berkata seperti itu padanya.Masalah ini sangat penting untuk masa depannya, ia tidak akan membiarkan ibunya bertindak semaunya. Terlebih ia penasaran dengan apa yang dibuat oleh laki-laki bernama Imam itu, sampai ibunya melakukan hal ini.Sesampainya Salsa, Dhea dan kakaknya di kampung, rumor tentang masyarakat di sana menjadi ramah ternyata benar. Tatapan heran yang tidak mengenakkan tidak terlihat, hanya sapaan hangat yang mereka terima. Salsa memang heran, namun untuk saat ini pikirannya terfokus tentang ibu dan warisan keluarganya.Sesampainya Salsa di rumah, ternyata rumahnya terkunci, tidak ada siapapun yang menjawab salamnya. Ia kemudian pergi ke tetangganya untuk menanyakan kemana keluarganya pergi."Pak, mau tanya kalau rumah sebelah pada kemana ya?" tanya Salsa pada Pak Diman, tetangga terd
Jawaban ayahnya tentang siapa lelaki tadi membuat Salsa tergerak untuk menghampiri lelaki itu. Ia akan menyelidiki bagaimana cara lelaki itu bersikap kepada keluarganya. Ia juga akan memperhatikan bagaimana cara ia mengambil perhatian warga.Salsa memang mengakui ketampanan Imam, namun ia tetap harus waspada, siapa tahu yang ibunya lihat tidak sesuai dengan apa yang Salsa lihat.Selama di rumah tadi, ia hanya melihat wajah ibunya yang ditekuk dan tak ingin berbicara dengan siapapun. Salsa lebih baik pergi ke warung untuk mencari cemilan daripada ia merasa tidak nyaman."Emang apasih bagusnya itu cowok? Ganteng doang juga, enggak ada spesialnya sama sekali. Cuma karena dia anak Pak RW dan kerja di luar negeri bisa sampe segitunya dapet perhatian warga dan ibu."Sambil berjalan, ia menumpahkan kekesalannya tanpa memperdulikan sekitar. Ini sudah pukul 8 malam, jarang warga lewat, makanya ia berani berbicara sendirian. Padahal ia sedang bersama dengan
Hari ini merupakan hari pertama Salsa melakukan WFH. Ia telah menyiapkan laptop dan catatan untuk ia bekerja pada jam 9 nanti. Namun ia mendapat masalah, sinyal yang ia dapatkan tidak stabil sampai bisa hilang entah kemana.Ia mencoba bertanya kepada Resya tentang tempat di kampung yang bisa mendapat sinyal dengan stabil. Jawaban Resya adalah rumah Pak RW, yang di mana rumah itu pasti ada Imam. Salsa kemudian menggeleng, ia pasti bisa menemukan tempat lain yang terdapat sinyal stabil.Tanpa berpikir panjang, Salsa keluar rumah dan mencari sinyal di beberapa tempat sekitar rumahnya. Tak lama, seseorang di belakangnya berbicara kepada Salsa."Kalau kamu cari sinyal stabil, kamu bisa ke rumah saya. Walaupun tidak terlalu bagus, setidaknya sinyal di sana cukup stabil."Salsa menoleh, menemukan Imam berada tak jauh di belakangnya. Ia kemudian menatap Imam dengan malas, kemudian ia mengabaikan Imam dan melanjutkan pencarian sinyal di tempat lain.
Selepas Salsa melakukan meeting, ia mengerjakan beberapa hal yang akan di kirim ke kantornya. Ia akan memanfaatkan sinyal yang ada, karena jika ia tidak melakukan itu, kemungkinan akan kena marah dari atasannya.Cuaca hari ini terbilang panas, Salsa menatap jam di tangannya yang menandakan bahwa sekarang sudah pukul dua belas lebih sepuluh menit. Ia harus pulang untuk makan siang.Salsa teringat bahwa di dalam rumah Pak RW, ada Imam yang mungkin sedang leha-leha. Ia menengok ke arah pintu masuk, ternyata pintunya dibuka lebar, dengan inisiatifnya, Salsa mengetuk pintu dari luar beberapa kali.Tak lama, Imam menghampirinya dan menatap laptop Salsa di meja yang sudah ditutup. "Kamu sudah selesai kerja?""Iya, gue manfaatin waktu sama sinyal di sini." Jawab Salsa cuek.Imam mengangguk, lalu ia menatap keadaan sekitar. "Mau pulang atau gimana?"Salsa diam, ia penasaran dengan apa yang Imam lakukan di dalam rumahnya. Tapi ia bingung bagaimana cara memulai aksinya.Salsa kemudian kembali du
Pukul 4 sore, Salsa bangun dari tidur siangnya. Selepas ia pulang dari rumah Imam, ternyata di tertidur di kamarnya tanpa ia sadari. Ia kemudian membersihkan diri dan ingin berjalan-jalan sebentar di sekitaran rumahnya. Setelah ia membersihkan diri, ia melihat Resya baru pulang sekolah yang langsung masuk ke kamarnya. "Mandi dulu, baru istirahat." Ucap Salsa pada Resya. "Iya, aku simpen barang dulu." Jawab Resya. Tak lama, Resya kelaur dari kamarnya sambil menenteng handuk dengan baju seragam yang masih menempel pada badannya. Sedangkan Salsa sedang memainkan ponselnya di ruang makan. Tanpa memperdulikan Resya yang lewat, ia terus memakan cemilan yang ada di meja. Tiba-tiba ia teringat jika ia tidak yakin dengan hubungan Imam dengan orang tuanya, ia bisa tanyakan lewat Resya. Ia mengangguk semangat setelah teringat itu. Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka yang menandakan kalau Resya sudah selesai mandi. Dengan wajah tanpa dosa, Salsa menatap Resya dengan senyum terbaiknya
"Tadi gimana sama Neng Salsa?" Tanya Abah kepada Imam. Imam dan Abah sedang menikmati angin malam di teras rumah mereka sambil menikmati kopi. Abah harus memastikan bagaimana perkembangan hubungan anaknya dan Salsa, ia tidak boleh membuat keluarga Salsa kecewa. "Tadi Salsa sama Imam ngobrol sebentar sebelum dia pulang." Jawab Imam. "Enggak kamu ajak jalan-jalan keliling kampung?" "Imam masih belum berani Bah, Salsa kelihatan kesal kalau dekat-dekat dengan Imam." "Enggak mungkin, masa neng Salsa begitu!" Seru Abah pada Imam. Abah mengenal Salsa sebagai perempuan ramah dan mudah bergaul. Imam terkekeh pelan, ia kemudian menatap abahnya dengan wajah yang meyakinkan. "Mungkin Salsa belum mau mengenal Imam lebih jauh. Bah. Imam enggak bisa maksa Salsa kaya kemauan Abah." "Abah enggak suruh kamu paksa Neng Salsa. Abah suruh kamu deketin Salsa, memangnya susah?" Jelas Abah. Imam berpikir sejenak, kemudian ia meminum sedikit kopinya. "Deketin Salsa kaya deketin kucing, Bah. Dia itu tip
Saat Resya mengatakan bahwa ia akan pergi menonton Wayang bersama Imam, ia menyalahkan semua yang terjadi di rumah. Untung ia tidak punya jadwal meeting hari itu, kalau punya, bisa-bisa Salsa banyak menyindir halus rekan kantornya jika melakukan kesalahan.Salsa ingin meluapkan emosinya, bahkan kepada orang tuanya sendiri. Namun, Ia memilih diam, daripada ia harus marah-marah. Ia juga sengaja menyelesaikan pekerjaannya dengan lambat, agar saat Imam datang ke rumahnya, ia tidak bisa ikut pergi untuk menonton pertunjukan Wayang. Namun, takdir berpihak pada Imam.Pekerjaannya tidak banyak, karena ia orang yang tidak pernah menunda pekerjaan dan dapat berpikir dengan cepat. Ia kemudian menatap jam dinding di kamarnya. Ternyata sudah pukul 3 sore, ia kemudian merebahkan dirinya.Kemudian, seseorang mengetuk pintu kamar Salsa. "Masuk " Ujar Salsa."Kamu baru selesai bekerja?"Salsa membelakakan matanya, ia langsung terduduk dan melihat siapa yang baru saja bertanya padanya. Imam, orang itu
Setelah kejadian tadi, Salsa memperhatikan Imam dalam diam. Ia hanya memastikan kalau Imam baik-baik saja dan dapat mengikuti acara sampai selesai, mungkin setelah Imam menonton Wayang, ia akan merasa lebih baik dan melupakan kejadian tadi.Setelah kejadian itu, Imam meminta Salsa untuk masuk ke tempat acara berlangsung lebih dulu, ia bilang bahwa ia akan membeli cemilan dan minuman untuk mereka berdua. Salsa akan membicarakan hal ini dengan adiknya besok, mungkin ia tahu apa yang terjadi dengan Imam.Tak lama, Imam kembali dengan keresek putih berisi cemilan dan minuman. Sambil menunggu acara mulai, Imam hanya diam sambil menatap kosong panggung di depan mereka."Imam.""Iya kenapa?""Kenapa harus gue yang nikah sama lo?" bertepatan dengan Salsa yang bertanya kepada Imam, Gong di panggung dibunyikan dengan keras."Apa?!" Tanya Imam sambil mendekatkan kupingnya pada Salsa.Salsa kemudian menggeleng dan menatap acara Wayang yang sudah dimulai.Tiga jam berlangsung sebentar untuk Salsa,