Aku mencoba berdiri bangkit dari halte tempat aku berteduh, menghampiri temanku Cantika yang aku lihat telah berdiri di pinggir jalan raya.
Tempat itu masih terlihat kendaraan roda dua atau roda empat melintas. Terkadang, aku berpikir dalam hati tentang bahaya yang mengancam jiwa. Bisa saja kami terserempet kendaraan yang lalu lalang di jalanan itu yang tak ada etika mengebut dengan kecepatan tinggi, melihat peluang jalan yang begitu lenggang. Seolah, jalan raya umum adalah sirkuit balap bagi mereka.
Terpikir dalam benak serta pikiranku. Tentang orang-orang jahat yang tak akan aku duga melintas di tempat itu, apalagi jika keadaan malam hari seperti saat ini, tingkat kejahatan tentunya semakin rawan mengingat orang-orang yang sekarang semakin sulit mendapatkan pekerjaan, menghalalkan segala cara hanya untuk mencari harta.
Sering kali remaja berumur lewat di tempat kami menjalani pekerjaan kotor itu. Sekedar mampir atau menggoda,
“Aku takut cantika,”
“Bagaimana kalau kita pulang saja,”
“Banyak bahaya di tempat ini!”
Aku mencoba berbicara pada cantika yang ketika itu terlihat menghisap benda mengeluarkan asap itu di tangan, sembari memoles wajah agar terlihat cantik sempurna.
“Gila kau!”
“Kita baru saja sampai di tempat ini!”
“ Sudahlah, tidak usah takut, Kita bisa hadapi itu bersama-sama.”
Cantika memang terkenal berani menantang bahaya. Bukan omong kosong atau berbual belaka, dia memang seperti itu. Sering kali bertengkar dengan para preman jalanan kelas teri. Mau bagaimana lagi, memang sumber mata pencarian perempuan berani itu hanya di sana, tempat ini.
Sudah biasa bagi Cantika, menggangap tempat itu seolah adalah kantor pribadi tempatnya bekerja. Terbiasa dengan hidup keras di jalanan serta nasib yang memang telah mengajarkannya harus betah berada di tempat itu.
Saat itu cantika berbicara padaku.
“Seperti yang aku bilang dan ajarkan ya…?
“Kalau ada tamu, Langsung saja sikat!
"Pura-pura ramah saja, tak usah malu-malu.”
Cantika saat itu berada di sampingku, menasehati aku yang baru pertama kali di tempat itu. Aku berpikir, bagaimana aku bisa mengira-ngira hal seperti itu, sedangkan aku baru pertama kalinya mengenal tempat ini.
“Aku baru kenal tempat ini!”
Aku bicara pada cantika yang saat itu berkata demikian.
Sementara, cantika mencoba kembali mengingatkan.
“Kau lihat gedung dan jalan itu?
“Hapalkan!
"Ingat!”
“Nanti kau akan terbiasa serta mengenal tempat ini!”
Hanya itu kata yang terucap dari mulut cantika saat itu, terlihat manis dengan lipstik merah yang dipoles di bibirnya.
Aku melihat gedung pertunjukan itu begitu sepi, berwarna putih terang dengan minim pencahayaan. Lampu penerangan jalan pun seadanya, hanya menerangi sisi atas gedung dan sebagian jalan saja.
Gedung pertunjukan itu berlantai dua dengan halaman luas yang telah di aspal kasar di bawahnya. Hanya terlihat dari jauh gedung itu, tepatnya sekitar sepuluh meter dari jalan raya tempat kami berdiri. Ada gerbang masuk yang memang tak terkunci, penjaga gedung mungkin sudah maklum dengan kami yang mencari nafkah di area saa. Terlihat cuek dan acuh dengan segala aktifitas malam kami. Mungkin, penjaga gedung itu hanya berpikir yang penting kami tidak mengganggunya. Jalan itu simpang tiga tepatnya, pada bagian tengah kami berdiri tepat di pinggir jalan raya. Ada tiga jalur terbagi. Bagian tengah jalan terdapat pembatas yang seolah membelah jalan yang terbagi menjadi dua arus. Arus balik kendaraan dan arus pergi kendaraan. Di tengahnya terdapat beberapa tanaman yang berdiri di atas trotoar, terlihat layu dalam jambangan. Di bawah trototar hanya terlihat remang-remang cahaya yang terkena sorot malam lampu penerangan jalan yang sudah sebagian rus
Disaat aku duduk di sana, aku lihat pria pemilik mobil itu membuka kaca mobilnya. Dari halte usang itu, aku lihat dia memanggilku. Disaat itu aku belum berani dan masih terlihat ragu dan takut. Sejenak hatiku berontak, aku mencoba berdiri untuk melawan rasa malu, aku memaksa langkah kakiku berjalan ke arah mobilnya demi untuk bertahan hidup. Benar juga kata cantika, mau sampai kapan aku duduk di halte ini. Bagaimana hidupku esok hari dan seterusnya, kalau aku masih bertahan dengan rasa malu dan ketakutan yang saat itu melanda. Tampilannya keren dengan sedikit brewok di dagu, bermata sipit bertubuh kekar sempurna, terlihat rapi dengan kemeja hitam. Ya, pria berumur, kira-kira umur empat puluh tahunan. “Ayo masuk…,” kata pria itu seraya membuka pintu mobil, menyuruhku masuk ke dalam mobil miliknya malam itu. Aku pun menurut saja perkataan pria itu yang lebih layak dipanggil Om. Daripada tak makan dan hanya membuang waktu di
“Om, udah yah. Ini udah jam setengah empat.” “Aku takut temanku akan mencariku nanti,” “Maklum, aku baru di sini,Aku tak mau temanku cemas dan marah padaku, kalau aku terlambat pulang…” Aku berkata pada pria yang bertubuh gempal serta berisi. Pria yang tentu saja masih memeluk erat diriku di atas tempat tidur empuk, tepat di dalam kamar hotel yang dia sewa malam itu. Terasa sangat erat pelukannya, seakan tak mau melepas dekapan hangat yang aku rasa semakin nyaman. Tetapi apa daya, aku tak mau membuat Cantika temanku khawatir. “Aduhhhh…, bagaimana ini?” pikirku saat malam itu. “Kalau aku tak segera pergi dari hotel ini? bagaimana cantika mau percaya padaku lagi. Cantika yang telah mengajarkanku bertahan di ibu kota yang kejam serta keras ini. Tak kuasa aku hari itu di dalam cengekraman pria ini. Aku rasa begitu kuat badan pria itu, semakin lama seakan mendekapku semakin erat, tak mau lepas lagi. “Kamu tuh hebat…!” Ka
Yang pesan taksi ya mbak? Supir taksi kendaraan online itu bertanya serta menghampiri diriku yang hari itu keluar dari room kamar hotel dan berdiri di dekat loby sembari memandang sedikit agak aneh. ‘Iya…,” Ucapku yang seolah tak mau bertele-tele pagi itu, sembari masih terlihat kesal dengan tamuku sewaktu berada di dalam kamar hotel tadi.Tak mau memang membuang waktu karena memang berpacu dengan waktum agar segera sampai di tempat Cantika, Aku pun masuk ke dalam mobil, berharap langsung pergi dari hotel. Tempat laki-laki tak punya hati itu. Sudah pasti ku duga, temanku Cantika pasti akan khawatir dengan keadaanku yang memang bersalah hari itu, tak memberi kabar dan pergi malam itu begitu saja. Di dalam Taksi Online itu, Aku kembali merenungi jalan hidup yang memang harus seperti ini. Sudahlah… ini memang takdir! pikirku saat itu, memang sudah jalannya seperti ini. Merasa hal itu tak penting lagi aku terlalu memikirkannya, hanya membuat
Aku mengetuk pintu kamar kosan cantika saat itu, sangat terburu-buru. Sedikit lama aku menunggu, mengulang beberapa kali ketukan pintu kamar. Mungkin dia sedang tertidur pikirku hari itu,aku masih menunggu. Setelah lama aku menunggu di depan pintu, dia pun sudah berdiri dan mempersilahkan aku masuk saat itu. Terasa kusam wajahnya, wajar mungkin dia lelah semalam. “Kamu ke-napa? “kemana aja kamu….? Cantika berkata padaku, seolah terlihat dia begitu khawatir padaku saat itu yang baru pulang dari kegiatan melayani laki-laki semalam yang begitu buruk memperlakukanku. “Tak a-pa, apa kok....” Jawabku gugup. Dia bertanya seolah penasaran dan terlihat begitu cemas hari itu. Perlu kalian tahu, persahabatan kami yang memang masih baru itu tak sedikit pun terlihat rasa ego atau mau menang sendiri. Semuanya saling melindungi. Tak seperti orang orang munafik di sekitar kami. “Aku sudah mencarimu kemana-mana semalam? “Aku begitu takut sesuat
Aku telah pulang dari kosan cantika siang itu, kembali ke kosanku yang sudah aku tunggu beberapa bulan ini tentunya. Semua peralatan dan bekal untuk makan serta menjalani hidupku sudah aku beli dan terasa cukup. Aku lihat di rantang berasku itu terisi penuh. Sebenarnya, ada rasa bersalah juga dengan uang yang aku gunakan untuk makan itu. Tetapi aku rasa tuhan tahu keluh kesahku, aku pun Cuma manusia biasa yang tidak luput dari dosa dan nista. Hanya bisa aku jalani, tetap meneruskan ibadahku meskipun tak tahu, tuhan menerima atau tidak? Semua kuserahkan padanya. Sisa uang yang aku dapatkan itu akan aku gunakan untuk aku tabung. Sebagai persiapan nanti jika terjadi sesuatu yang sama seperti kemarin di bulan berikutnya. Tak mau boros atau pun berfoya-foya saat itu, agar tak kelabakan seperti hari kemarin yang sudah membuat hatiku cemas serta selalu khawatir akan kehilangan tempat tinggal. Mau tidur di mana lagi diriku kalau aku diusir dari kontrakan ini pi
Ketukan Pintu itu semakin keras aku dengar dari dalam kamar, aku sedikit membuka gordeng pintu sedikit mengintip dengan rasa takut barangkali ada orang jahat di luar sana yang memang tak aku undang datang. Tak kulihat siapa-siapa. Terlihat seseorang sedikit bersembunyi di depan pintu. Aku masih baru di kota ini, berbuat jahat pada orang pun aku tak pernah, lantas siapa pikirku dalam hati. Kubuka gorden tirai itu dengan perlahan lagi. "HUffff....." syukur sedikit lega aku rasanya, ketika membuka tirai dalam bagian kamarku itu. Kulihat wajah yang tak asing lagi saat itu. Ya, itu perempuan pemilik kontrakan yang galak ternyata sudah berdiri di depan pintu. Mati aku! Pikirklu hari itu, aku sadar memang beberpa hari ini sudah menunggak uang kontrakan tepat tiga bulan. Tak apalah, kuhadapi saja. Ibu kota memang kejam begitu juga orang-orangnnya, sesuai dengan semboyan ada uang ya disayang tak ada uang ya ditendang. Aku pun membuk
Saat aku telah memberikan uang dalam jumlah lembaran yang lebih dari cukup untuk membayar kosan yang menunggak tiga bulan itu wajahnya berubah baik. Kata-kata kasar yang keluar dari mulutnya berubah begitu baik, halus mendayu-dayu ketika bicara padaku, aku pun muak mendengarnya. “Ini ada uangmu, "Kenapa tak kau bayar dari kemarin Mawar cantik..” "Kalau begini, aku tak perlu marah-marah padamu, "Bukan kah begitu Mawar?” Pemilik kosan itu yang mulai reda setelah melihat lembaran uang yang aku berikan padanya dalam jumlah lumayan banyak. Rasa malas bercampur jengkel aku melihat wajahnya, aku hanya dapat memandang wajahnya itu penuh dengan kebencian. "Sudahlah! Pikirku saat itu, dengan terpaksa memang aku tinggal di kosan murah ini. Begitu sangat sulit mencari tempat tinggal. Ingat, keputusan untuk tinggal di sini tidak akan berlanjut lagi, tak akan pernah berlanjut aku tinggal di sini. Tentu saja aku akan segera