Home / Romansa / Dibalas Dengan Dusta / 31. Garis Singgung

Share

31. Garis Singgung

Author: nanderstory
last update Last Updated: 2025-05-19 22:44:10

“Terima kasih atas waktunya ya, Kinan.”

Kinan menggelengkan kepalanya pelan. “Saya yang berterima kasih karena telah diberikan kepercayaan pada kesempatan ini.”

“Takdir yang mempertemukan kita lewat karyamu yang luar biasa, Kinan. Saya yakin tulisanmu akan meledak segera setelah kita umumkan pemberitahuan bahwa bukumu akan segera diterbitkan.”

Kinan mengulas senyumnya. “Sejujurnya saya takut dengan ekspektasi pembaca.”

“Jangan pernah meragukan kemampuanmu, Kinan. Kami semua yakin tulisanmu akan menjadi the next best seller. Percaya pada editormu.” Hesti mengedipkan sebelah matanya sesaat sebelum kemudian tersenyum.

“Tentu aku percaya dengan penilaian Mbak Hesti.”

Siapa yang tidak mengenal Hesti Parasayu. Seorang editor yang sudah cukup terkenal dalam memprospek karya dari penulis yang bertalenta dan membuat karyanya masuk ke dalam jajaran hit different karena Hesti tidak berkutat pada satu genre naskah, melainkan hampir ke semua genre yang memiliki nilai lebih menurut sudut pandangnya
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dibalas Dengan Dusta    32. Terjebak Perasaan

    “Silahkan dinikmati minumannya, Mas.” Kinan tersenyum kecil bermaksud untuk meledek Adrian yang sejak tadi duduk di sofa pada sebuah kafe yang terletak di dalam sebuah pusat perbelanjaan. Pilihan yang tidak terlalu sulit mengingat mereka tengah berada di salah satu mall yang cukup besar. “Thank you.” Adrian terkekeh. Tangannya terulur untuk mengambil satu gelas kopi dingin dan meneguknya perlahan, dan Kinan pun melakukan hal yang sama. “So … ada perihal apa yang membawamu kembali kesini?” Kinan menaruh kopinya dan sedikit tertegun. “It’s okay kalau kamu belum mau cerita,” lanjut Adrian lagi setelah memperhatikan perubahan raut wajah Kinan. “Nanti … kalau semuanya sudah beres, aku pasti akan cerita. Sekarang masih terlalu abu-abu. Boleh dibilang, aku juga tidak menyangkanya.” “Is it a good thing?” tanyanya. “Tentu saja. Ini kesempatan emas yang bahkan nggak pernah terbesit sekalipun dalam benakku." Adrian manggut-manggut, benaknya sibuk menebak-nebak apa yang sedang dibicarak

  • Dibalas Dengan Dusta    31. Garis Singgung

    “Terima kasih atas waktunya ya, Kinan.”Kinan menggelengkan kepalanya pelan. “Saya yang berterima kasih karena telah diberikan kepercayaan pada kesempatan ini.”“Takdir yang mempertemukan kita lewat karyamu yang luar biasa, Kinan. Saya yakin tulisanmu akan meledak segera setelah kita umumkan pemberitahuan bahwa bukumu akan segera diterbitkan.”Kinan mengulas senyumnya. “Sejujurnya saya takut dengan ekspektasi pembaca.”“Jangan pernah meragukan kemampuanmu, Kinan. Kami semua yakin tulisanmu akan menjadi the next best seller. Percaya pada editormu.” Hesti mengedipkan sebelah matanya sesaat sebelum kemudian tersenyum.“Tentu aku percaya dengan penilaian Mbak Hesti.”Siapa yang tidak mengenal Hesti Parasayu. Seorang editor yang sudah cukup terkenal dalam memprospek karya dari penulis yang bertalenta dan membuat karyanya masuk ke dalam jajaran hit different karena Hesti tidak berkutat pada satu genre naskah, melainkan hampir ke semua genre yang memiliki nilai lebih menurut sudut pandangnya

  • Dibalas Dengan Dusta    30. Adrian Raharja

    “Udah ya, Mi. Aku nggak mau dijebak-jebak kayak gini lagi.”Adrian memasuki ruang kerjanya dengan tangan menggenggam ponsel dan meletakkan di telinga kiri. Tampak serius berbicara dengan Mami via telepon.Tepat pada saat jam makan siang tadi, ibunya tiba-tiba menghubungi untuk menemuinya di salah satu restoran tak jauh dari kantornya berada. Hal yang jarang sekali ibunya lakukan lantaran jarak dari rumah ke kantornya terbilang cukup jauh.Namun, dengan polosnya Adrian mendatangi salah satu restoran yang letaknya di dalam sebuah hotel dan mendapati sang ibunda tengah duduk bersama seorang perempuan muda yang tidak ia kenal.Belum sempat Adrian berbalik badan, ibunya sudah terlanjur menyadari kehadirannya dan memanggilnya. Detik berikutnya, ia tahu bahwa ia sudah sangat amat terlambat untuk kabur.Dan Adrian terjebak dalam skenario ibunya sendiri.Seseorang dari seberang telepon berdecak sebal. “

  • Dibalas Dengan Dusta    29. Pulang

    Sepuluh menit sudah berlalu, pasca Kinan menjelaskan keadaan kepada kedua orang tuanya selama setengah jam penuh. Wajah Sang Ayah tampak mengeras. Pandangannya tak lagi menatap Kinan, putri semata wayangnya. Melainkan menunduk menatap meja kayu yang dilapisi taplak warna putih gading bermotif embos kembang. Kinan menahan napasnya. Ayahnya memang tipikal seorang ayah yang tidak banyak berbicara. Namun, kalau marah pria itu bisa terlihat cukup menyeramkan walaupun hanya dengan diamnya. Dan sekarang, ini bukanlah sesuatu yang baik. “Kenapa kamu menyembunyikan masalah sebesar ini dari kami, Kinan?” Sang Ayah akhirnya membuka suaranya. “Itu karena ….” Kinan menunduk. Tak mampu menyelesaikan kalimatnya. “Karena kesehatan Ayah?” Kinan menggigit bibir bawahnya. “Mestinya kamu katakan yang sejujurnya pada Ayah. Apapun kondisinya.” “Kinan nggak mau Ayah drop lagi. Makanya saat itu Kinan putuskan untuk mengikuti keinginan Mas Raga yang juga sebenarnya tidak ingin berpisah.” Ayah Kinan

  • Dibalas Dengan Dusta    28. Tekad

    Kinan melangkah memasuki sebuah gedung perkantoran yang terletak di atas pusat perbelanjaan yang cukup terkenal. Langkahnya agak tergesa, bulir keringat terlihat di pelipisnya. Ketika pintu lift terbuka tepat di lantai 20, sosok Adrian tepat muncul di depan lift. “Kinan?” tanyanya. Pria itu tampak terkejut. “Bukankah seharusnya kamu habis persidangan?” Kinan menarik napas panjang. “Maaf, Mas Adrian, bisa minta waktunya sebentar?” Adrian mengangguk singkat setelah menyadari raut wajah Kinan yang agak sedikit berbeda dari biasanya. Pria itu kemudian menuntun jalan menuju ruang meeting tempat pertama kali mereka bertemu. “Ada apa? Apa yang terjadi, Kinan?” “Maaf sebelumnya, Mas. Aku sudah mengirimkan dua artikel melalui email untuk finalisasi untuk materi dua minggu depan. Boleh tolong di-cek terlebih dahulu, kalau ada yang kurang bisa aku perbaiki sekarang.” Kinan tampak tergagap. Wanita itu bersusah payah mengeluarkan laptop dari totebag-nya. Namun, Adrian tampak menahannya. “Ki

  • Dibalas Dengan Dusta    27. Hanya Sebuah Status

    Setelah pertemuannya dengan Adrian, Kinan tidak menampik bahwa perkataan dari pria itu mengambil andil yang besar bagi cara pandangnya. “Apa kamu yakin dia hanya teman lamamu aja?” Pertanyaan Raras menyadarkannya dari lamunan. Saat ini, mereka sedang kembali bertemu di salah satu coffee shop yang tak jauh dari tempat tinggal Kinan. Raras bersikeras untuk menemui Kinan untuk melanjutkan pembicaraan mereka lewat telepon tempo hari yang lalu. “Yakin, Ras. Kami memang hanya beberapa kali bersinggungan semasa di kampus dulu.” Kinan menyeruput minumannya. Tapi tampaknya Raras tidak langsung mempercayainya. “Tapi kayaknya raut wajahmu agak menunjukkan hal yang lain?” Kinan mengibaskan tangannya. “Jangan mikir yang aneh-aneh, kita memang purely hanya teman.” “Oh. Kirain kalian dulunya pernah terlibat suatu rasa gitu ….” “Nggak lah, pikiran dari mana itu?” Kinan menggeleng kencang. Demi menutupi kegelisahannya, Kinan kembali menyeruput kopi dingin yang terbukti cocok diminum di siang

  • Dibalas Dengan Dusta    26. Teman Lama

    “Boleh?” Adrian bertanya lagi. Pintu lift masih terbuka lebar dengan tangan Adrian yang menahannya dari tombol di luar. Kinan mengerjap sekali lagi sebelum akhirnya menganggukkan kepala sebagai jawabannya. Pria itu menyunggingkan senyum simpul. Dengan gerakan yang luwes, Adrian melangkah memasuki lift dan berdiri di samping Kinan setelah menekan tombol lantai dasar.Sementara Kinan sendiri masih mematung di tempatnya. “Don’t get me wrong. Aku ingin mengobrol denganmu karena kita sudah lama tidak bertemu. Sebagai teman di kampus, boleh dong?” ujar Adrian. Menolehkan kepalanya, menatap Kinan dengan sorot mata yang ramah. Kinan menoleh dan mata mereka saling bertemu. Dalam sekejap saja, ia bisa merasakan pipinya memerah karena menahan rasa malu. Bukan karena salah tingkah. Tapi Kinan mengakui bahwa dirinya sempat berpikir yang tidak-tidak terhadap Adrian. “Tentu. Tentu saja boleh. Aku nggak mikir yang aneh-aneh kok.” Kinan terkekeh canggung. Pria itu hanya terkekeh pelan. Ingin

  • Dibalas Dengan Dusta    25. Pertemuan Tak Terduga

    “Wah, gila sih! Dia beneran ngomong begitu?!” Raras berteriak histeris dari seberang panggilan. “Iya, kamu nggak salah denger kok, Ras.”Kinan menghubungi Raras pada malam harinya usai bertemu dengan mantan suaminya dengan Tari. Setelah meninggalkan mereka berdua dengan dramatis, Kinan agaknya cukup puas dengan sedikit mempermalukan mereka. “Tapi tindakan kamu keren banget sih, Nan! Malah harusnya kamu bisa lebih kejam.” Seulas senyum tersungging di bibirnya. “Jangan, kasihan nanti dia nggak bisa makan.” “Ckckck! Kamu itu korban, Nan. Jangan terlalu mikirin orang lain lah. Apalagi mereka benar-benar jahat sama kamu. Jangan kasihani orang yang seperti itu.” Raras berdecak. Selanjutnya ia mendengar wanita itu menceramahi dirinya yang terlalu mentingin perasaan orang lain. “Emang aku seperti itu ya?” “Bukan lagi. Mulai sekarang, kamu harus bisa cuek sama orang.” Lama Kinan tertegun. Membiarkan benaknya bekerja keras untuk memvalidasi perkataan Raras. Di tengah itu, denting notifi

  • Dibalas Dengan Dusta    24. Gugatan

    Kinan menjabat tangan seorang wanita berambut pendek dan kacamata yang bertengger di wajahnya yang bulat. “Mohon bantuannya Bu Eliza. Saya nggak butuh harta gono-gini, yang penting saya ingin prosesnya bisa selesai dengan cepat.” Wanita bernama Eliza itu mengangguk mantap. “Beruntung, Ibu Kinan belum ada anak. Jadi tidak ada kasus gugatan hak asuh anak yang mungkin akan memperlambat prosesnya. Saya juga turut prihatin atas apa yang menimpa Ibu Kinan.” Kinan menyunggingkan senyum miris. Jika selama ini ia mendapatkan pandangan iba dari banyak pihak karena belum hamil-hamil juga, justru kini ia mendengar pendapat yang kontradiktif. Sejurus kemudian, Kinan keluar dari ruangan Eliza Wardhana selaku pengacara yang akan mendampingi proses perceraiannya dengan Raga menjadi sebuah langkah nyata yang berhasil ia laksanakan seminggu kemudian. Sebagai orang yang awam, tentu Kinan tidak mengerti alur untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Lagipula, tentu ia juga tidak mempersiapkan pernikaha

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status