Beranda / Fantasi / Dibawah Lengan Serigala Putih / Pria Dengan Aura Yang Mengintimidasi

Share

Pria Dengan Aura Yang Mengintimidasi

Penulis: Sloane
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-04 23:22:05

"Putri, Anneth. Ada sebuah surat untuk anda."

Seorang pelayan masuk ke dalam kamar Anneth dengan nampan emas berisi surat yang di cap khusus dengan tanda kerajaan barat. Anneth yang sibuk mengawasi persiapan keberangkatannya menuju perbatasan dari balik jendela kamarnya, mengulurkan tangan untuk meraih surat itu.

Pelayan memilih undur diri, lalu Anneth mulai membuka surat yang berasal dari Valter, dengan sebuah tanda tangan di sudut kiri dari kertas beraroma mawar.

Dari isi suratnya, Valter meminta untuk bertemu di perbatasan kerajaan utara dan barat, dia terus mengulang kata cinta yang kini mulai membuat Anneth menyeringai. Selama menjalin pertunangan sejak 4 tahun lalu, Valter bahkan tidak pernah mengucapkan kata menjijikkan itu, bahkan Anneth pun tidak pernah mengharapkan itu terucap. 

Hubungannya dan Valter hanyalah sebuah ikatan politik yang mewajibkan Anneth untuk terus tersenyum dan menatap pria menyebalkan dan manja itu dengan pandangan penuh cinta. Selebihnya, Anneth bahkan lupa jika pernah merasakan debaran di dadanya karena lelaki itu.

Dua kali ketukan pintu, membuat Anneth menutup surat itu dan menyobeknya hingga beberapa kepingan. Dia melangkah menuju perapian, lalu melemparkannya kedalam bara api hingga lenyap tak tersisa.

Dari balik pintu, Sach menghela nafas dengan langkah berat. Dia segera mendekat dan memeluk Anneth dengan erat. "Jaga dirimu baik-baik, adikku. Pria itu adalah binatang buas, kau harus mengingat semua jenis ilmu pedang yang pelatih ajarkan, dan tetap waspada."

Sach sudah banyak menjelaskan, jika sosok yang akan Anneth nikahi adalah ketua suku besar yang mengambil alih kekuasaan tanah Avram. Tanah yang kini dikuasi oleh suku yang terkenal dengan pergerakan hening dan tak terbaca. Anneth tidak terlalu memikirkan siapa pria yang akan dia nikahi, satu yang dia yakini, jika pria itu adalah seorang pemimpin pasukan besar, maka Anneth akan menjadi pendamping dari ketua itu. Baginya, itu sudah cukup.

"Aku tahu, kak." Lirih Anneth seraya membalas pelukan Sach.

Itu adalah perpisahan terakhir antara keduanya, Anneth harus pergi ke perbatasan kerajaan utara dan hutan Avram, hanya diantar oleh pera perajurit dan Raja Ted yang tidak hentinya menenggak minuman keras. Sepanjang perjalanan, Anneth terus meremas gaunnya yang sederhana. Dia yang biasanya tampil menawan, dengan sengaja menunjukkan kesan sederhana, sebagai tanda jika kepergiannya adalah sebuah kematian jati diri.

Meski Anneth menerima dengan lapang, namun dia tidak akan pernah lupa, jika Adena sudah membuang seorang putri kerajaan untuk dijadikan tumbal.

Kuda meringkik, guncangan pada kereta menjadikan tanda jika mereka sudah sampai di perbatasan. Raja Ted memandangi Anneth dengan mata sayunya, seolah hendak mengucapkan kalimat perpisahan, namun mereka hanya berakhir saling pandang dalam kebisuan.

"Yang mulia, kita sudah sampai." Seorang perajurit membuka suara dari balik kereta kuda.

Raja mengalihkan pandangan dengan helaan nafas, lalu membuka pintu kereta. 

Langit sangat mendung saat Anneth menginjakkan kaki di tanah perbatasan Adena dan Avram. Suasana sekeliling sangat dingin dan sunyi, hingga suara ribuan tapal kuda dapat terdengar dengan jelas dari arah hutan yang rimbun.

Sekali lagi Anneth meyakinkan diri, tak apa jika dia harus menikahi seorang Raja tua yang pemabuk seperti ayahnya. Karena itu semakin lebih baik, karena Anneth bisa menikamnya kapanpun, dan melakukan sedikit peran dengan dramatis, sehingga dia bisa menggantinya sebagai penguasa tanah Avram. Tidak apa, setidaknya dia masih bisa hidup dan menghirup udara, meski harus mengirup tanah dari tubuh calon suaminya.

"Jangan menatap matanya, karena dia benci saat orang asing melakukan itu."

Begitu suara tapal kuda semakin mendekat, remasan di pundaknya yang terasa berat dan kaku semakin terasa. Anneth menatap raut merengut tak rela yang sejak tadi tidak bisa Raja Ted tunjukkan. Anneth adalah putri kebanggan kerajaan Adena, permata terindah yang tidak akan Raja lepaskan untuk sembarangan orang. Namun, pada momen ini Raja Ted harus mengorbankan sang putri, melepaskannya pada Raja tak berperasaan yang mendiami tanah Avram.

Satu-satunya kerajaan yang memiliki pasukan terbanyak selain kerajaan barat adalah Amogha, sebuah wilayah yang terletak di pedalaman Avram yang dipimpin oleh Raja Julius Valerio. Seorang pria tak berperasaan yang tanpa segan memenggal kepala siapapun yang mengusiknya. Namun, hingga detik ini tidak pernah ada satupun manusia di tanah Hyachint yang bisa melihat wajahnya. Dia terkenal cepat dan bergerak dengan hening, siapapun musuh yang sudah melihat wajahnya, maka dia akan mati dan hanya menyisakan nama.

Sebuah keterpaksaan saat Raja Ted meminta pertolongan pada tanah Amogha yang kejam itu, namun demi tanah Adena dan rakyat dibawahnya, Raja Ted merelakan harta berharga milik tanah Adena yang tak ternilai harganya.

Hingga detik terakhir, meski keselamatannya sudah berada di ujung tanduk, Anneth terus menegakkan lehernya dengan angkuh. Meski dia tidak akan pernah kembali dan bisa saja menjadi calon berikutnya yang hanya akan menyisakan nama, Anneth ingin dikenal sebagai putri anggun dengan jiwa dan darah yang layak untuk menjadi ratu.

Sebuah rombongan besar mulai terlihat saat pandangan Anneth yang lurus menembus hutan belantara. Dibalik punggungnya, ratusan perajurit yang mengantarnya pergi berjuang, telah siap siaga menarik pedang dari selongsongnya jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, terbukti dari suara desing besi yang beradu.

Meski degupan jantungnya semakin kencang saat rombongan yang lebih banyak semakin terlihat, namun Anneth masih sanggup melangkahkan kakinya untuk menyusuri anak tangga yang bisa saja menjadi saksi hidup terakhir yang dapat Anneth pijak. Sosok Raja di bawah sana adalah seorang binatang, yang sama sekali tidak memiliki hati dan kehangatan. Sebuah kesalahan kecil, dapat membuatnya kehilangan kepala meski bersujud memohon ampun.

Suara ringkikan dan tapak kaki kuda mulai terdengar sayup kian kancang, Anneth memijakkan kaki pada tanah tempat tinggalnya kelak, tanah Avram. Tak puas dengan mengikuti nasihat Raja, Anneth dengan angkuh menaikkan pandangan, menatap seorang pria berbadan besar dengan otot kencang disekujur tubuhnya.

Kuda hitam yang dia tunggangi bergerak tak tenang, bersemangat seolah siap menendang jika sang majikan memberi aba-aba. Saat pandangan Anneth dengan lancang naik menuju manik legam tak berujung itu, tubuhnya menggigil seperti mendapat sapuan angin musim dingin yang menusuk hingga tulangnya.

Lelaki itu bukanlah manusia biasa, dia memiliki aura mencekam yang sangat mengintimidasi, namun di mana perasaan ini pernah mengusik Anneth sebelumnya?

Luka gores yang memisahkan sedikit dari ujung alis kirinya, dengan sorot matanya yang seperti macan yang membidik mangsa, terasa memerintah Anneth untuk menyudahi aksi lancangnya. Namun, seringaian yang perlahan menunjukkan gigi taring yang kontras dengan warna kulitnya yang kecoklatan, membuat Anneth mengerjap dengan panik.

Obrolan mulai terjalin, Anneth hanya mematung dengan pandangan yang sama sekali tidak terlepas dari kegarangan wajah lelaki menyeramkan dihadapannya. Dia sama sekali tidak memahami bahasa yang mereka gunakan, namun salah satu penerjemah yang ada di kedua belah pihak, berbalas cakap sesuai dengan yang diperintahan oleh pemimpin regu.

Anneth hanya memahami jika obrolan itu telah usai, saat lelaki dengan rambut panjang terikat menyisakan anak rambut acak di kening itu mulai kembali memperhatikannya. Sesuai dengan parasnya yang mengintimidasi, suara yang keluar dari mulut licik itu terdengar sangat berat dan membebani.

"Pozten nau zu ezagutzeak." Ucap lelaki itu, dengan juluran tangan pemilik dari jari-jari yang besar dan panjang itu.

Dari callus yang terlihat jelas saat telapak tangan itu terbuka, dapat disimpulkan jika mereka adalah bangsa pekerja keras. Tangan Anneth masih bergetar karena tatapan dan seringaian pria besar itu, namun lirihan di telinga kirinya sedikit mengurangi rasa takutnya meski tidak berefek banyak.

"Dia hanya mengatakan, senang bertemu dengan anda, putri Anneth."

"Ibili!"

Teriakan itu terdengar seperti auman singa yang lapar, Anneth yang terbiasa menjadi bangsawan yang tenang, bahkan berjengit ketakutan hingga membuat keringat dingin mengaliri tengkuk dan punggungnya, meski udara disekitarnya sangat dingin.

Dia menoleh kearah penerjemah dengan mata memerah menahan tangis, pria pemilik rambut putih di kepala dan dagu itu mengangguk. "Dia meminta Putri untuk naik ke atas kuda."

Menyadari saat kepergiannya sudah di depan mata dan tidak bisa dihindari, Anneth berbalik untuk menatap rakyatnya yang merunduk pilu. Di ujung tangga teratas, nampak puncuk menara kerajaan Adena yang dulu sering dia naiki saat masih kanak-kanak, perasaan melankolisnya memaksa Anneth untuk meneteskan air mata yang segera dia halau.

Anneth baru akan mengulurkan diri menerima pelukan dari Raja Ted yang bersedih, namun lengannya terlebih dahulu ditarik oleh telapak kasar yang menyakiti kulit mulusnya. Dan suara berat itu kembali terdengar dengan lebih nyaring.

"Luzeegia zara!"

*Kamu terlalu lama!

Wajah kebingungan dan sedih dari Raja Ted, menciptakan jarak kian senjang yang semakin luas. Badan Anneth diangkat dengan mudah oleh pria berotot dan menyeramkan itu, didudukkan hingga membuat ringkikan pendek dari kuda yang terkejut. Aroma kulit binatang, kuda serta besi dari pedang yang dikalungkan pada bahunya, tercium dengan tajam. Badan Anneth kembali menggiggil, namun raut wajahnya tak berubah, dia terus menatap datar kearah Raja dan rakyat Adena yang menatap seolah menunggu reaksinya.

Meski telah gagal menjadi ratu dari kerajaan barat, Anneth pergi dengan gelar sebagai putri penyelamat kerajaan Adena yang terpuruk dan hampir hancur.

"Kalea!" Teriak lelaki besar itu bersamaan dengan laju kuda yang secepat cahaya.

Dalam dekapan lengan hangat yang kasar dan mengintimidasi itu, Anneth memutarkan lehernya untuk menatap tanah kelahirannya yang semakin jauh. Dirinya ditukar dengan segerombol pasukan yang siap menjaga kerajaan Adena seperti tanah mereka sendiri. Satu keyakinan yang terus dia ucapkan pada diri sendiri, jika ini adalah pilihannya, dan demi tercapainya tujuan yang sudah dia rancang untuk masa depannya.

Tapi, mengapa pria pemilik aroma maskulin yang tajam itu tidak ikut tinggal? Dan kemana dia akan membawa Anneth yang ketakutan ini?

Pernikahan, adalah satu-satunya jawaban. Apakah Anneth akan segera menikah begitu dia tiba di Amogha?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Surat

    "Nyonya, apa anda akan mengirim surat untuk Ketua?" Lyra kembali bertanya dengan senyuman lebar setelah beberepa menit lalu kembali fokus membaca. Dia sangat berseri-seri dan banyak menanyakan hal-hal yang sepertinya sudah disimpan terlalu lama di kepalanya karena tidak memiliki waktu untuk berdekatan dengan Anneth. Maka saat Anneth meminta Lyra kembali menjadi pelayannya untuk membantu Betty yang belum terlalu memahami tentang Amogha, Lyra menggunakan kesempatan itu untuk menanyakan banyak hal. "Biasanya para bangswan akan mengirim surat pada kekasihnya jika sedang berjauhan, bukan?" Tambah Lyra dengan semangat. Usia Lyra hanya setahun dibawah Anneth, namun karena kesenjangan yang cukup jauh, membuat keduanya terasa seperti memiliki usia yang jauh berbeda. Anneth selalu dituntut untuk bersikap anggun dan berwibawa layaknya bangswan yang akan menerima gelar Ratu. Sedang Lyra, dia tubuh di kerajaan yang tidak terlalu mementingkan kesopanan dan norma, membuatnya menjadi wanita yan

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Jarak Mendekatkan Hati

    Sementara Anneth dilanda perasaan rindu yang tidak ia sadari dan bahkan ditepis dengan alasan 'tidak masuk akal merindukan Julius', pria yang dirindukannya baru saja memasuki tanah Adena yang terasa sangat dingin. Sesuai perkataan Anneth, Adena memiliki suhu udara yang jauh lebih dingin di bandingkan Amogha, saat musim dingin tiba.Julius tersenyum miring saat mengingat wajah konyol Anneth saat membawa bantal dan selimut menuju kamarnya dengan alasan, terbiasa menggunakan dua bantal dan selimut. Lucunya, wanita itu bahkan melupakan barang bawaannya dan berbaring kaku di sampingnya, menandakan jika dia tidak membutuhkan selimutnya."Ada yang lucu, ketua?" Arion dengan kudanya, mendekat dan mensejajarkan kuda Julius yang berhenti.Mendengar teguran itu, Julius berdehem dan menatap Arion dengan tajam. Senyumannya segera hilang, dan dia mencari kain penutup untuk menutupi wajahnya. Dia bahkan lupa mengenakan penutup wajah yang selalu dia kenakan kemanapun, hanya karena sibuk mengenggam da

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Sosok Yang Hinggap Di Ingatan

    Istana tanpa Julius, harusnya menjadi rumah yang sangat Anneth dambakan. Rasa bencinya belum hilang, meski belakangan pria itu sudah banyak menunjukan sikap normal yang seharusnya tidak dimiliki oleh pria dingin nan kejam itu.Kali ini Anneth tidak hanya berprasangka buruk saja, karena dia sudah membaca buku sejarah di perpustakaan, yang menuliskan setiap kekejaman Julius yang tanpa ampun. Pada saat pertama kali turun ke medan perang dan diberi senjata, Julius masih berusia 10 tahun, namun tanpa rasa bersalah maupun iba, dia berhasil menembus jantung kepala suku lain dan meraih kemenangan saat suku mereka hampir digugurkan.Cerita tentang peperangan pertama yang Julius lalui, ditulis dalam empat halaman buku, yang isinya menggambarkan bagaimana sosok itu sangat kuat dan memiliki jiwa pemimpin. Lalu disusul dengan sejarah-sejarah lain yang Anneth baca hingga habis. Satu kata yang bisa menggambarkan sosok Julius, kejam.Tetapi, saat selesai membaca buku dan menatap jendela yang menampil

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Kembalilah Dengan Selamat

    Sementara Anneth dan Julius saling tenggelam dalam suasana yang mendadak tegang, Sach melamun menatap kobaran api di perapian. Percikan api membuatnya berkedip, dia segera menoleh saat mendengar ketukan lirih di pintu kamarnya."Masuklah."Pelayan pribadinya masuk dengan badan menggigil kedinginan, dia segera merapat menuju perapian untuk menghangatkan diri. "Yang Mulia, maaf menganggu di jam malam seperti ini. Tapi ada hal mendesak."Sach memang belum resmi diangkat sebagai Raja baru Adena, namun para pelayan dan perajurit istana sudah memperlakukannya dengan sangat hormat, layaknya pemimpin Adena yang sah."Katakan.""Ada surat dari kerajaan timur." Pelayan itu mengelurkan sebuah surat yang digulung dengan lilin dan cap kerajaan timur.Sach segera meraih surat itu dan membacanya. Raut wajahnya berubah, sorot matanya terlihat marah. Dia segera melempar surat itu ke dalam kobaran api dan menatapnya hingga melebur."Siapa yang mengantar surat ini?""Pria yang sama, saat surat pertama d

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Mengenal Lebih Jauh

    Anneth mengetuk pintu tinggi itu dengan kening yang mengernyit dalam. Ternyata pintu itu terbuat dari kayu yang sangat tebal, sehingga suara yang ditimbulkan dari ketukan ringannya hanya terdengar lirih saja. Ketukan kedua, Anneth sedikit memberikan tenaga, sehingga ia yang awalnya gugup, berubah menjadi kesal dan bergulat batin dengan pintu besar itu. Jika saja pintu itu beryawa, Anneth akan menusuknya dengan pedang dari patung baju besi yang terpajang di sudut lorong.Pintu terbuka saat Anneth hendak memukulnya lagi, dia bahkan meringis gemas saat sosok Julius berdiri dihadapannya. Mata Anneth membola, dia kembali mendatarkan ekspresinya dan masuk ke dalam kamar Julius dengan perasaan malu. Julius melihat wajahnya yang geram dan gemas pada pintu, dan itu sedikit memalukan.Pandangan Anneth mengedar ke penjuru ruangan. Kamar Julius cukup normal bagi mata seorang putri kerajaan seperti Anneth. Tidak ada kepala rusa yang terpaku di dinding, atu kulit harimau yang dijadikan karpet. Bahk

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Merangkai Rencana

    Entah siapa yang memulai terlebih dahulu, namun tangan Anneth dan Julius kembali bergandengan begitu keduanya keluar dari perpustakaan. Terasa sensasi canggung yang mencekik saat tidak ada suara apapun yang terdengar, melainkan hanya langkah kaki yang bergema saat keduanya melewati lorong. Lantai dua benar-benar sunyi, berbeda dengan lantai dasar yang masih riuh karena para perajurit yang sibuk berpesta. Mencoba mengusir kecanggungan, Anneth mengedarkan pandangan dalam cahaya remang. Dia mendapati beberapa lukisan yang tergantung di dinding. "Apakah itu lukisan Raja dan Ratu terdahulu?"Julius menoleh kearah Anneth sejenak, seolah memastikan jika sang istri lah yang mengajaknya berbicara. Lalu ia menatap dinding dan mengangguk. "Kami meyebutnya sebagai pemimpin. Tapi, Ya. Dia pemimpin pertama di tanah avram.""Kami menyebutnya sebagai Raja, jika mereka hanya memimpin satu negara saja. Dan kaisar jika memimpin beberapa negara. Apa kalian tidak pernah menggunakan istilah itu?"Julius m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status