“STOP!” Anna langsung berdiri dari duduknya, lalu mengacungkan telunjuknya ke depan. Danu pun berhenti tepat di ujung telunjuk itu.
“Mas mau KDRT? Ayo, pukul aku! Biar urusan ini bisa langsung ke kantor polisi setelah ini!” Anna menatap Danu tanpa rasa takut. “Mas pikir, aku belum antisipasi sebelum Mas datang ke sini? Nih, aku kasih tahu! Sekeliling rumah ini sudah aku pasang CCTV. Kamera pun sudah ada yang merekam ruangan ini. Ayo, pukul sekarang!”Danu yang telah mengangkat tangannya untuk menampar wanita cantik itu langsung tertahan di udara mendengar ucapan dari Anna. Ia pun mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan tamu yang menyatu dengan ruangan tengah. Danu pun melihat ada beberapa titik kamera CCTV di pojok-pojok plafon rumah.“Aaagggrrr!!! Sialan kamu, Anna!” geram Danu dengan wajah merah padam. Gagal sudah rencananya untuk bisa menceraikan wanita yang dibencinya itu. Mau tidak mau, ia harus membuat rencana baru untuk menyingkirkan Anna.“Kamu menang kali ini, Anna! Aku akan menunda mengurus surat cerai kita sampai anak sialan itu lahir!” Danu memutar tubuhnya dan berjalan tergesa menuju pintu keluar. Tiba-tiba, pria berusia 31 tahun itu berhenti melangkah. Ia kembali menatap tajam Anna yang masih berdiri di belakang punggungnya.“Jaga mulutmu! Awas saja, kalo sampai kedua orang tua kita tahu semua masalah ini!” ancam Danu lagi. Ia pun kemudian keluar rumah sambil membanting pintu.“Astagaa … ternyata Mas Danu sangat mengerikan sekali orangnya.” Anna mengusap dadanya sembarli menghela napas lega. “Untung aja, tadi aku gak sampe kena pukul.”“Hmm … aku akan bertahan sampai bayi ini lahir. Setidaknya, anak ini masih lahir dalam pernikahan yang sah,” desah Anna getir sembari mengusap perutnya yang masih langsing.***Harry masih melayani pelanggannya sebagai Bartender di bar club malam yang cukup terkenal di kota itu ketika ponselnya bergetar. Ada sebuah pesan untuknya. Pria yang juga bisa dibooking sebagai teman one night stand itu berjalan agak ke pinggir meja bar, lalu membuka pesan yang baru masuk.Danu[Saya sudah ketemu Anna barusan. Dia tetap ngotot bahwa dia hamil karena kamu. Tidak ada pria lain yang tidur dengannya setelah kamu. Saya akan menunda mengurus surat cerai kami sampai anak itu lahir. Setelah tes DNA nanti, kamu tidak bisa mengelak lagi, Harry!]“Ini gimana ceritanya, aku tiba-tiba jadi bapak. Ach … sial banget,” gumam Harry sambil meremas rambutnya yang sedikit gondrong. “Hmm … aku harus kabur sebelum anak itu lahir.”***“Kamu sakit apa kemarin, An?” tanya Andara ketika mereka kembali makan siang bersama di kantin kantor di hari Senin siang itu.“Oh, iya. Maaf, ya, Ndara, kita gak jadi ke salon hari Sabtu kemarin,” jawab Anna menatap wajah sahabatnya yang masih tetap menjadi teman dekatnya, walaupun ia pernah membuat Andara tersakiti oleh cinta butanya pada Danu.“Iyaa, gak papa. Namanya juga kena sakit, ya … kita pasti tidak tahu kapan datangnya, kan? Tuh, wajahmu masih terlihat pucat. Emangnya sakit apa?” Andara menatap Anna penuh perhatian.“Aku hamil,” jawab Anna mengalihkan tatapannya ke bubur ayam yang baru diantar oleh pelayan kantin. Tangannya mulai mengaduk-aduk bubur yang masih panas itu.“Oh, em ji! Ha ….” Andara membekap mulutnya yang hampir berteriak lantang di kantin itu. Ia pun menjadi salah tingkah ketika berapa pasang mata melihat ke arah mereka dengan penuh tanda tanya. Buru-buru, wanita berusia 27 tahun itu tersenyum malu sambil menangkupkan kedua tangannya di dada.“Terus gimana dengan Mas Danu? Katanya kalian sudah cerai?” tanya Andara penasaran.“Ya … terpaksa ngurus surat cerainya ditunda dulu,” jawab Anna santai. Ia kemudian menatap teman sekantornya itu sambil tersenyum tipis di sudut bibirnya. “Mana tahu, hubungan kami membaik setelah hadirnya anak ini.”Tiba-tiba, Andara terbatuk mendengar ucapan Anna. Wanita itu buru-buru mengambil air putih di atas meja. Anna mengerutkan alisnya, melihat heran sahabatnya yang tampak kaget mendengar ucapannya itu.“Kamu gak apa-apa?” tanya Anna setelah dilihatnya Andara sudah berhenti batuk.Andara mengelap mata dan hidungnya yang merah dan berair. “Sialan nih, baksonya kepedesan.” “Oh, kamu sih, tiap hari makannya bakso pedes melulu! Gak ada bosen-bosennya. Kamu type orang yang setia kayaknya, nih.”“Sok tahu, kamu, An. Mana ada begitu.” Andara tertawa kecil mendengar analisa Anna yang sesuka hati itu.***Danu baru saja tiba di apartemennya malam itu, ketika ponselnya berbunyi. Sembari membuka kancing kemejanya, ia menjawab panggilan dari kekasihnya itu.“Hallo, Sayang ….” Danu menjawab panggilan sang kekasih dengan mesra.“Mas Danu! Kamu bilang sudah lama tidak tidur dengan Anna. Kok, dia bisa hamil sekarang? Kamu mau nyakitin aku lagi, ya, Mas?”“Kapan Anna cerita sama kamu? Ember betul tuh mulut perempuan sialan!” Danu menghempaskan kemeja yang sudah dilepasnya ke lantai dengan kesal.“Tadi siang pas di kantor. Jadi benar, Anna hamil anak kalian?”“Bukan begitu kenyataannya, Andara Sayang … kamu tenang dulu ya?” bujuk Danu pada wanita yang ternyata adalah Andara, wanita yang masih mau menerima dirinya kembali sejak tiga bulan yang lalu.“Gimana aku harus tenang mendengar ini, Mas? Harusnya, aku tidak pernah mengharapkan kamu kembali.” Andara mulai terisak di seberang sana.“Aku mandi dulu sebentar ya, Sayang. Aku baru saja pulang. Habis itu aku ke tempatmu.”Andara tak menjawab, tapi wanita itu langsung memutus panggilannya.Danu buru-buru bangkit dari duduknya, dan langsung menuju kamar mandi. Sekitar 10 menit, pria itu sudah keluar dari apartemennya. Setiba di lift, ia memencet nomor lantai yang berada tepat dibawah lantai apartemennya. Sudah sebulan, Danu ikut menyewa apartemen type studio di gedung yang sama dengan Andara.Setibanya di depan pintu apartemen yang ditempati kekasihnya dengan type yang sama dengannya itu, Danu langsung memencet bel. Tak menunggu lama, pintu apartemen itu pun terbuka dari dalam. Menampakkan wajah Andara dengan mata yang masih merah. Danu bisa menebak kalau wanita tercintanya itu baru saja menangis.“Sayang ….” Danu langsung maju dan meraih tubuh Andara ke dalam pelukannya. Sebelah kakinya pun mendorong pintu agar tertutup kembali. Pria tampan itu mencium kening dan mata Andara penuh kasih sayang. “Maafkan aku, ya? Sudah buat kamu menangis lagi hari ini. Padahal, aku udah janji akan membahagiakanmu kembali.”Andara tak menjawab, hanya isak tangisnya yang kembali terdengar.
Anna bergeming. Ia tetap pura-pura sudah terlelap. Meskipun ada sedikit rasa takut di hatinya, tapi ia bertahan tidak melakukan apa-apa. Ia ingin tahu, apa yang akan dilakukan oleh Danu padanya. Setelah menunggu berapa saat, Anna mendengar dengkuran khas dari Danu selama ini. Yang awalnya halus, lama-lama menjadi keras. Itu pun kadang-kadang diselingi oleh bunyi dari bokongnya.Anna tersenyum tipis, entah apa yang membuatnya begitu menyukai Danu sejak remaja dulu, hingga tergila-gila sampai dewasa. Anna bertemu pertamakali dengan Danu di usia 17 tahun. Saat keluarga mereka bersilaturrahmi. Papa Anna adalah sahabat Ayah Danu ketika zaman kuliah dulu. Kedua orang tua itu bertemu kembali saat reuni akbar yang diadakan oleh kampus mereka. Thohir, Papa Anna yang merantau ke Malaysia begitu lulus kuliah, sekalian membawa istri dan kedua putrinya berlibur ke Jakarta saat reuni itu.Setahun kemudian, demi ingin mendekati Danu, Anna pun memutuskan untuk kuliah di Jakarta. Tentu saja, kedua ora
“Kenapa kamu sampe kaget kayak gitu sih, Dan?” tanya Rahma menatap sang putra dengan heran.“Ya … anu, Bu. Kok, mendadak gitu ngajaknya.” Danu berusaha menahan rasa kesalnya. “Maksudku, kami kan belum siap-siap.”“Cuma semalam doang, kok. Besok siang juga udah bisa pulang.” Rahma mengalihkan tatapannya pada Anna yang hanya diam memperhatikan ibu dan anak itu. “Ibu lihat kalian berdua, kok masih aja kaku. Udah setahun lho, kalian nikah. Terutama kamu Danu! Kalau sikap kamu gini terus sama Anna, kapan coba ibu dan Ayah akan punya cucu.”Anna tercekat mendengar ucapan ibu mertuanya. Apalagi, Danu yang tiba-tiba meliriknya tajam.“Ayo, berangkat! Baru juga ketemu, kalian udah berdebat aja.” Irsyad, ayahnya Danu menepuk bahu putranya. Danu pun kemudian menjalankan kendaraannya keluar dari parkiran bandara.“Kamu nanti bawa baju hangat yang agak tebal ya, An.” Rahma mengalihkan perhatiannya pada sang menantu. “Sekarang udah mulai musim hujan, udara di puncak pasti sangat dingin banget sekara
“Anna! Kamu ngapain di sini? Bikin repot aja, nyariin kamu! Tahu nggak!” bentak Danu sambil menepuk pundak Anna dari belakang sedikit keras.“Aaahhh!” Anna yang kaget malah berteriak dan langsung membalikkan badannya. Bahkan, payungnya sudah terlepas dan terbang ke jurang.Gerakan membalik badan yang tiba-tiba itu, Anna jadi tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya yang berpijak pada rumput yang licin karena basah oleh gerimis. Punggung wanita itu langsung terhempas ke pagar tembok pembatas yang hanya setinggi pinggang orang dewasa. Tubuh Anna memberat dan miring ke arah jurang, sehingga kedua kakinya terangkat ke atas dengan cepat.“Anna!” Danu yang kaget melihatnya, langsung melompat ke depan dan menyambar lengan istrinya itu. Untung saja, ia masih sempat meraih sebelah tangan Anna sebelum terjun bebas ke jurang.“To-tolong aku, Mas ….” Anna menatap suaminya dengan rasa takut luar biasa. Bagaimana tidak, saat ini tubuhnya sedang bergelantungan di pinggir jurang yang dasarnya saja ti
“Kondisi Bu Rahma tidak apa-apa. Beliau pingsan karena kaget saja. Mudah-mudahan sebentar lagi sadar,” ujar dokter usai melepas stetoskop dari telinganya.Danu dan ayahnya langsung menghela napas lega. Dan benar saja, sekitar 15 menit kemudian, ibunya Danu itu pun siuman. Ia langsung menanyakan Anna pada putranya. Tapi, Danu tak menjawab. Pria itu hanya diam menunduk."Polisi sudah mengatur anggotanya untuk turun ke bawah setelah hujan reda, Bu. Kita doakan saja, semoga Anna baik-baik saja." Irsyad yang akhirnya menjawab pertanyaan istrinya."Duh ... hujan deras kayak gini, gimana Anna akan baik-baik aja di bawah sana." Rahma kembali menangis sedih begitu membayangkan kondisi sang menantu yang jatuh ke jurang."Hm ... lebih baik, kita memberitahu orang tua Anna malam ini juga. Jangan sampai mereka menyalahkan kita kalau tak segera memberi kabar," lanjut ayahnya Danu lagi sembari menoleh pada putranya. "Kamu telpon mertuamu, Danu."Danu tersentak mendengar perintah ayahnya. Ia pun lang
“Iya, Bu. Maaf, aku selalu saja lupa waktu kalau udah memetik sayur-sayuran ini, seger-seger semuanya,” jawab wanita hamil itu sembari mengangkat keranjang di sampingnya yang hampir penuh oleh sayur-mayur dengan wajah cantiknya yang berseri-seri.“Aduh, jangan angkat berat-berat, Neng. Biar ibu saja yang bawa ke dalam.” Wanita paruh baya itu langsung mengambil keranjang dari tangan sang wanita hamil."Ayuk, masuk.""Iya, Bu."Malam harinya, di tengah rumah panggung yang dinding dan lantainya terbuat dari bahan kayu pilihan itu teronggok sayur mayur yang telah dipanen oleh penghuni rumah. Ningsih--si pemilik rumah sedang asyik memotong-motong tali kecil untuk mengikat sayur-mayur yang akan dijual ke pasar oleh Ilham--suaminya besok pagi. Wanita hamil yang tadi sore telah membantu Ningsih memetik sayur tampak keluar dari salah satu kamar.“Udah … Neng Anna istirahat aja di kamar. Gak usah ikut ngikat-ngikat sayuran hari ini,” cegah Ningsih pada wanita muda yang ternyata adalah Anna.Su
“A-apa, Neng?!” Ilham menatap Anna tak mengerti. Ia bingung dengan permintaan wanita muda itu.“Ting-tinggalkan … ja … ket i-ini di sinih ….” Anna tak sanggup lagi untuk bicara. Kepala dan tubuhnya langsung terkulai lemah. Wanita itu tidak sadarkan diri kembali.“Astagaa … Neng! Neng Anna!” Ilham menepuk pelan bahu Anna. “Walah … pingsan lagi kayaknya.”Ilham yang teringat akan ucapan Anna untuk segera pergi dari tempat itu, langsung membuka jaket tebal yang dipakai oleh Anna. Setelah itu, ia juga membuka jaket tipis bahan parasut yang dipakainya sendiri, lalu memakaikan pada tubuh wanita muda itu. Ilham pun menggendong tubuh Anna di punggungnya. Kemudian, buru-buru pergi dari lokasi itu. Ia tak menyadari kalau wanita yang ditolongnya itu hanya memakai sebelah sepatu. Sebelahnya lagi entah jatuh di mana.“Aduh, Pak?! Ini siapa yang Bapak bawa?!” Ningsih yang sedang memberi ayam-ayamnya makan langsung memekik kaget begitu melihat tubuh yang berselimut karung itu bukan rusa hasil buruan
“Maaf, Tuan. Pak Edward menghubungi.” Bimo tiba-tiba membuka pintu mobil, tangan Hendrawan yang menggantung di udara langsung berbelok ke ponsel yang diserahkan oleh sopir merangkap pengawalnya itu.“Ngapain bosku hubungi Papa?” tanya Harry heran. Emangnya, Papa kenal sama Bos Edward?”“Kenal lah! Udah, kamu diem dulu!” Hendrawan mendelik pada putranya itu. Ia pun kemudian menjawab panggilan di ponsel.Setelah berbasa-basi sejenak, Hendrawan langsung ke tujuannya menghubungi Edward siang tadi, tapi baru berupa pesan.“Iya, Saya mau Harry mulai mengurus perusahaan kami awal bulan depan.” “Pa—” Harry yang mau protes mendengar ayahnya bicara seperti itu dengan bosnya, langsung dibungkam mulutnya dengan sebelah tangan oleh ayahnya itu. Sedangkan Hendrawan masih terus bicara di ponselnya dengan sesekali tertawa kecil. “Iya, ini, anaknya ada di sebelah saya.”[….]“Oh, oke. Nanti kalau Pak Edward ke club, Harry saya suruh menghadap deh.”[….]“Baiklah kalau begitu. Pokoknya gak usah dideng