‘Cinta Adalah Tragedi’
Cinta tanpa peduli konsekuensi, adalah norma paling tragis dan egois. Bohong jika ia mengatakan tak tergiur dengan harta, justru jika Sky tak terlahir di keluarga Andromeda yang kaya raya, ia tak akan pernah bertemu dan mencintainya.
“Kalau saja ayah masih ada, apa aku tetap menjadi pembantu?”
Kali ini isakan Shen terdengar lirih seperti mengharap orang-orang mengerti. Hanya Sky dan ibunya yang ia punya, seharusnya mereka berpihak padanya, kan? Kalau bukan mereka, lalu siapa lagi?
Hari ini Susiana mengurungnya di dalam kamar sebelum pergi. Sebelum beranjak, ia hendak memastikan Shen tak akan bisa keluar dari sana sebelum semua usai.
Sejak acara dimulai mata Sky tak pernah tenang. Ia mencari di setiap sudut tentang keberadaan Shenina. Apa yang mereka perbincangkan terakhir kali dengan mamanya pun ia tak pernah tahu.
Sejak hari di mana ia menemukan Shen pingsan pada malam itu, Susiana hanya berusaha menjauhkan tubuhnya, memilih memapah Shen sendiri.
“Orlando, cari Shen sekarang!” Ucap Sky tegas kepada ajudannya yang tengah tegak waspada.
Orlando menunduk, perintah tuannya segera ia laksanakan. Sky terus melirik jam, mengusahakan beberapa jeda untuk menunggu telfon Orlando. Namun setelah sejam kemudian, hingga acara pertunangan tiba, Orlando tak pernah datang.
“Damn, Ando!!”
Sky meninju tembok ruangan dengan membabi buta. Ia menyayangkan waktu baik yang terbuang. Sekarang, Judy tengah berjalan di luar menuju ke arahnya agar segera bersama ke aula utama.
“Sky sayang, kita ke aula utama. Ruby dan seluruh tamu sudah terlalu lama menunggu.”
“Haruskah aku memberontak, ma?” Sky menahan emosi dengan badan bergetar. “Aku hanya menginginkan Shen untuk menjadi istriku!”
Mendengarnya, Judy bisa saja menggila, tapi satu hal yang perlu ia pikirkan, reputasi keluarga Andromeda sedang dipertaruhkan. Jika pertunangan gagal dilakukan, maka keluarga mereka akan menjadi gunjingan di seluruh negeri. Bukan hanya itu, kesempatan untuk berhubungan dengan keluarga Bussara akan pupus.
Ia sudah berusaha dengan lihai mengumumkan tanggal pertunangan tanpa persetujuan Sky. Ia mengatur sendiri pesta malam itu dan memohon supaya Sky ikut kalau tidak mau sesuatu terjadi kepada Judy. Ia menggunakan kelemahan Sky yang menyayangi ibunya dengan cara picik.
“Hanya untuk malam ini saja.” Tiba-tiba Judy mendapatkan ide licik. “Jangan permalukan keluarga kita, sayang. Setelah pertunangan ini, kamu bebas untuk memilih apa pun keinginanmu.”
“Aku tahu mama ingin mengecoh.” Jawab Sky marah.
“Mama selalu menuruti kemauanmu, kan?” Judy meyakinkan Sky kembali. “Kau mau mama menerima gadis pembantu itu? Kasih mama jaminan sekarang dan mama berjanji akan mempertimbangkan ulang!”
Sky menggertakkan geraham.
“Bertunanganlah dengan Ruby sebagai jaminannya, di luar itu mama akan menilai Shen agar layak menjadi pasanganmu. Dan jika tidak, kau harus menikahi Ruby sebagai gantinya!”
Sky ingin menolak. Tapi ia paham betul, watak Judy ketika sudah janji pasti akan dia tepati. Malam ini ia terpaksa mengikuti pertunangan bodoh yang sangat di luar nalar.
Akhirnya ia keluar dan mengikuti Judy ke tengah aula. Orang-orang menyaksikan betapa mengagumkan sepasang manusia yang sedang diikat dalam sebuah janji. Ruby yang sangat cantik dan elegan, berdampingan dengan Sky, sang CEO muda nan tampan.
Detik penyematan cincin berjalan tanpa hambatan, Ruby bahagia setengah mati rasanya. Tiba-tiba ponsel Sky bergetar. Nama Orlando terpampang jelas, ia mengabarkan bahwa saat ini ia tengah membawa Shenina ke ruangan kerjanya dengan kondisi mengkhawatirkan.
Euforia yang orang-orang rasakan surut ketika sang pemeran utama meninggalkan panggung dan tunangannya. Mendadak pesta menjadi hening. Senyuman Ruby yang indah berganti menjadi dingin yang menghancurkan seluruh hatinya.
Sky pergi tanpa berkata satu pun, Judy saja tak mampu memaksa Sky untuk tetap tinggal. Ruby dengan hati bergejolak turun dari panggung. Ia tak bisa membiarkan pestanya tercoreng karena perbuatan Sky.
Ia lantas meminta waktu sendirian dalam ruangan pribadi, meluapkan kekesalan tanpa orang tahu di balik seluruh kelembutannya di depan publik. Ia adalah topeng bermuka dua yang orang sebut dengan kata munafik.
“Hah!?? Apa dia lebih penting daripadaku?!!!” Rutuk Ruby, “Memangnya siapa dia? Kenapa Sky sangat mencintainya, hahh!!!!!??”
Ruby mendial nomor seorang lelaki , dan berbicara dengannya lewat telfon.
“Kerjamu tidak pernah becus! Hanya membereskan satu gadis saja kau tak bisa??? Aku sudah membayar mahal!” Ruby berteriak ke arah ponselnya tanpa sengaja, “Pokoknya kau akan tetap diam, jika kau memberi tahu Sky, kau akan habis!!”
Ruby kembali melemparkan handphonenya hingga pecah di atas lantai. Ia memungutnya, mengambil satu serpihan kecil bening yang kini sudah berada di atas nadinya.
Sementara Sky tengah duduk sambil tertunduk pada gelas alkohol yang membuatnya sedikit teler. Beberapa kali ia menatap Shen dia atas ranjangnya yang tampak terbaring lelah. Ia baru saja mendengar penjelasan Orlando soal gadis itu.
“Jadi maksudmu dia sudah merencanakannya?” tanya Sky.
Orlando mengangguk. Tepat seperti dugaannya bahwa memang ada dalang di balik keberanian Anton. Sky semakin meradang, namun yang bisa ia lakukan hanya memandang dalam pada tubuh yang meringkuk di dalam selimut.
“Bawa Anton ke ruang teater! Dan tunggu aku datang ke sana.”
Setelah menunduk, Orlando melenggang pergi. Sky bangkit dari Sofanya, ia mendekati tubuh Shen dan mengungkap selimutnya pelan. Gadis itu menggeliat, tapi tidurnya tak terganggu.
Sky memperhatikan tangan dan mulutnya tampak lebam. Mungkin ia sudah mengalami kekerasan selama ia tidak ada di sisinya.
“Maaf ...” Satu kata yang terucap dari mulut Sky. “Harusnya aku tak diam.”
“Aku sudah bertunangan.” Sky mengangkat jari manisnya yang dilingkari cincin. “Tapi ini tidak berarti apa-apa, Shen.”
“Aku tahu. Janjilah padaku, Sky.” Shen terbata, ia sedikit bangkit namun ditahan oleh Sky. “Kau hanya mencintaiku kan?”
“Tentu, aku hanya mencintai kau saja, Shen. Pernikahan itu tidak akan pernah ada!”
Shenina meliuk lembut menempatkan diri di pelukan Sky. Ada rasa senang sekaligus pedih, sampai kapan akan seperti ini? Selalu mencuri waktu untuk bermesra dan bermanja dengan kekasihnya sendiri.
“Istirahatlah di sini! Ada sesuatu yang harus kukerjakan sekarang.” Sky melepas pelukan Shen. “Jangan ke mana-mana, oke?”
Shen meraih tangan Sky sebelum ia melangkah pergi.
Lelaki itu mengerti. Ia juga ingin menemani Shen semalaman, tapi notif di hapenya mengatakan ia harus segera datang. Orlando sudah menangkap Anton dan waktunya ia mengulik semua peristiwa itu.
Sky mendekatkan wajahnya, ia mencium lembut bibir Shen yang nampak terpaku. Ia kecup beberapa kali sebelum pada akhirnya ia yakin untuk pergi.
Ketika Orlando membuka pintu teater, Sky meringsek masuk dengan cepat dan menampar mulut Anton. Dengan sengaja ia juga menekan kakinya ke area intim Anton cukup lama hingga pria itu berteriak kesakitan.
“Atas dasar apa kau berani sentuh wanitaku?”
Anton tergelak. Ia merasa sepupunya benar-benar gila telah menganggap gadis pembantu itu sebagai wanita berharganya.
Plakk!!!
Sky tak terima. Ia merasakan kemarahannya sudah memuncak. Anton dengan mulutnya yang kurang ajar perlu diberi pelajaran. Secara membabi buta ia menggila, sesekali teriakan Anton terdengar panjang di gedung yang sunyi dan gelap.
“Sekali lagi kau mendekati Shen, milikmu akan kehilangan fungsinya selamanya!” Sky berkata terakhir kalinya.
Tubuh Anton terkulai lemas meski kesadarannya masih sedikit tersisa. Lalu ... gelap.
Sore itu keluarga Andromeda berkumpul di taman depan dengan agenda minum teh bersama. Sky dan Ruby turut hadir. Sky menyibukkan diri dengan laptopnya, sementara Ruby hanya mencoba bergelayut manja tanpa ditanggapi.Judy membolak-balik majalah dengan antusias, sedangkan Jordan Andromeda, ayahnya, sedang bermain catur dengan Lion. Kehadiran Anton membuat Sky menatap tajam, tapi tidak dengan yang lain.Judy menyambutnya dengan tawa dan menyuruh pelayan membawakan cangkirnya. Anton kemudian bergabung ke dalam pembahasan nyonya Andromeda dengan lagak menyaksikan sepenuhnya, padahal ia hanya mencari muka.“Anton! Sudah berapa usiamu?”Lelaki itu tersenyum sambil menggeleng, “Usia bagiku tidak perlu, bibi.”“Jangan bilang begitu, kau harus menikah dan berkeluarga seperti Sky juga.”Sky, yang dipanggil namanya melirik sekilas. Lalu memfokuskan pandangannya kembali ke arah layar. Sama sekali tak tertarik.“Aku menikmati hidupku yang sekarang, bi. Beruntung aku tidak jadi menikah dengan
“Shen ...”Alangkah terkejutnya wanita itu mendapati Sky tengah berdiri di hadapannya. Wajahnya seolah tak bersalah, dia berani bahkan untuk memanggil namanya. Shen mengeratkan hati, ia tak mau terlihat seperti pecundang terakhir kali.Shen maju selangkah ke hadapan Sky. Mencoba menentang matanya hingga Sky gugup dan seakan diinterogasi, tak menyangka Shenina mulai memberanikan diri begitu cepat.Apa karena dukungan suaminya yang kemarin? Karena ia tak lagi memiliki rasa kepada Sky?“Ada apa, tuan?”Tidak tahu kenapa, mendengarnya, hati Sky terasa mencelos. Perih. Shen selalu memanggil namanya dulu, sekarang ia merendahkan dirinya sendiri di hadapannya.“Apa kita boleh bicara?”Shen menyelidik dengan mata datar, ia lihat ekspresi Sky sedikit gentar namun dingin. Mata yang setenang itu, berubah begitu kejam saat ia ingat kebungkamannya dahulu.“Aku sedang bekerja, sebaiknya tuan pulang saja.”“Aku hanya butuh waktu 10 menit untuk berbicara denganmu.”Nadanya dingin, sedingin
“Kenapa sayang?”Shenina masih terheran dengan tingkah putranya. Matanya yang semula sudah menggenang perlahan merembes keluar dengan ekspresi wajah yang sangat sedih.“Kenapa tidak ada yang mau berteman dengan Daniel, ibu? Huhu ...”“Eh? Maksudnya siapa sayang?”“Aku sangat senang kalau paman mau berteman denganku. Tapi sepertinya paman marah kepada kita ...”Daniel masih tersedu. Lelaki yang menghampiri Shenina tadi masih berdiam diri di kursi Shenina berbaring sebelumnya. Tiada yang dapat menebak ekspresinya dari dalam, apakah ia tersentuh atau hanya sekedar mengamati.Sementara Ayla dan Sari yang tadi terdiam tergopoh menghampiri Daniel yang menangis.“Kenapa Daniel bisa sesedih ini, ya?”Shen mengarah pada lawan bermainnya, Ayla dan Sari. Wajah mereka cukup menunjukkan kebingungan tentang kesedihan Daniel. Yang mereka lihat sangat datar, seolah sesuatu sedang bereaksi tanpa terlihat mata.“Huhu ... Ibu, apa paman tidak menyukai Oniell?” Daniel masih meraung dengan wajahn
“Yah ... Bolanya melambung jauh!”Sari membuang pandang ke arah lain—tak merasa bersalah. Ia membiarkan Daniel berlari mengejar bola yang arahnya ke luar dari bibir pantai.Ayla hendak mengikut, tapi Sari menahan tangannya.“Sudah, di sini saja! Biar Daniel bersosialisasi sendirian.”“Nanti kalau dia hilang, bagaimana?”“Pikiranmu terlalu jauh. Kita saja masih bisa melihatnya.”“Baiklah.”Ayla merebahkan diri duduk di tepi. Pakaiannya kepalang basah, main di pantai memang harus begitu. Tak lama Sari menyusul, ia mendarat dengan lenguhan panjang karena katanya pasir memasuki area dalamnya.“Kakak sibuk sekali akhir-akhir ini.”“Berkat si gendut bau yang hanya bisa menyuruh ini, itu, tanpa bonus!”“Kenapa kakak tidak pindah kerja saja?”“Ke restoranmu?” Sari menggeleng, “Aku tidak suka kita bergerombol seperti ngajak perang!”“Kakak tidak tahu apa yang terjadi akhir-akhir ini. Banyak kejadian yang mungkin berat buat kak Shen.”“Kenapa? Ada yang mengganggunya?”“Seorang lel
“Kenapa kau bilang begitu, Ay?”“Soalnya aku dengar nama kakak banyak disebut.”“Ah! Mungkin kau salah dengar, Ay! Bisa jadi Shenina teman mereka, kan nama orang banyak yang sama.”“Dia bilang kalau kakak dengannya saling kenal.”“A-aku?” sial. Shen berpikir Sky terlalu ikut campur untuk masalah mereka yang sudah lama tenggelam. Ia bersusah payah menyembunyikannya dari orang-orang, pria itu malah berkoar-koar kalau mereka sudah saling kenal.“Apa dia ada hubungan...”“Ayla!! Aku antar Daniel membersihkan diri dan mengajaknya tidur dulu. Baru kita bicara.”Ayla hanya mengangguk heran dan terdiam. Ia melihat ada kebohongan di mata Shen. Sepertinya wanita itu memiliki hubungan yang tak bisa diungkap dengan lelaki yang hampir masuk daftar idamannya itu.Apalah daya, seberapa penasaran pun ia, Ayla hanya bisa menunggu Shen mengatakannya.Cukup larut malam Shen berhenti. Ia terlihat letih, menutup pintu kamarnya dengan hati-hati dan memastikan Daniel tak bisa mendengarkan apa pun.
“Malam ini makan di rumah kan?”“Ah, aku sangat merindukan masakanmu! Bos si*lan itu memberiku banyak job!” umpat Sarinah di seberang telefon.Shenina tersenyum mendengar tutur katanya yang kasar, tapi apa adanya. Bukan berarti ia membenarkan omongan kasar, ia pun akan menutup telinga Daniel ketika Sarinah mengumpat di depannya.Penuh sumpah serapah tapi hati hello kitty. “Baiklah, mungkin lain kali kita bisa makan bersama.”“Oke, Shen. Aku kerja dulu, dah!!”Tutt!Kali ini Shenina mendial nomor Ayla. Indekos nya lumayan dekat hingga tak perlu waktu lama meski hari telah gelap. Malam ini Ayla juga berencana untuk menginap karena esok weekend mereka akan jalan-jalan ke pantai membawa Daniel.“Aku akan berangkat sekarang, kak. Apa ada yang kau butuhkan? Aku akan mampir sebentar ke swalayan.”“Semua lengkap. Hati-hati di jalan yah.”Shen berpindah pada beberapa bahan makanan yang yang sudah ia keluarkan dari lemari pendingin. Di liriknya Daniel masih bermain, ia tersenyum ana